📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (4⃣): RUKUN-RUKUN PUASA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang rukun-rukun puasa?
✳️ Maka beliau menjawab: "Puasa memiliki satu rukun, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara menahan diri dari pembatal-pembatal puasa, dimulai sejak terbitnya fajar dan berakhir hingga terbenamnya matahari.
📡 Fajar yang dimaksud adalah fajar yang kedua, bukan pertama.
🔎 Ada 3 ciri pembeda antara fajar pertama dan kedua, yaitu;
1⃣ Pertama: Fajar kedua bentuknya melebar di ufuk, terbentang dari arah utara hingga ke selatan. Sedangkan fajar pertama mencuat vertikal dari arah timur hingga ke barat.
2⃣ Kedua: (Cahaya yang muncul) pada fajar kedua tidak akan kembali gelap, namun cahaya tersebut akan terus bertambah terang hingga terbit matahari. Adapun fajar pertama, cahaya yang muncul akan kembali gelap.
3⃣ Ketiga: cahaya putih yang muncul pada fajar kedua menyatu dengan ufuk. Sementara pada fajar pertama, antara cahaya dan ufuk terpisah oleh warna gelap langit.
💢 Pada fajar pertama, tidak ada hukum syariat (yang wajib dilakukan),
👉 belum dibolehkan melaksanakan shalat subuh,
👉 dan tidak dilarang bagi seorang yang hendak berpuasa untuk makan, berbeda dengan fajar kedua.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/13)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya tentang rukun-rukun puasa?
✳️ Maka beliau menjawab: "Puasa memiliki satu rukun, yaitu beribadah kepada Allah dengan cara menahan diri dari pembatal-pembatal puasa, dimulai sejak terbitnya fajar dan berakhir hingga terbenamnya matahari.
📡 Fajar yang dimaksud adalah fajar yang kedua, bukan pertama.
🔎 Ada 3 ciri pembeda antara fajar pertama dan kedua, yaitu;
1⃣ Pertama: Fajar kedua bentuknya melebar di ufuk, terbentang dari arah utara hingga ke selatan. Sedangkan fajar pertama mencuat vertikal dari arah timur hingga ke barat.
2⃣ Kedua: (Cahaya yang muncul) pada fajar kedua tidak akan kembali gelap, namun cahaya tersebut akan terus bertambah terang hingga terbit matahari. Adapun fajar pertama, cahaya yang muncul akan kembali gelap.
3⃣ Ketiga: cahaya putih yang muncul pada fajar kedua menyatu dengan ufuk. Sementara pada fajar pertama, antara cahaya dan ufuk terpisah oleh warna gelap langit.
💢 Pada fajar pertama, tidak ada hukum syariat (yang wajib dilakukan),
👉 belum dibolehkan melaksanakan shalat subuh,
👉 dan tidak dilarang bagi seorang yang hendak berpuasa untuk makan, berbeda dengan fajar kedua.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/13)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
✅📖 PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM (Bagian 1⃣7⃣)
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
▶️ Dari Shohabiyah Hafshoh –Ummul-Mukminin Rodhiyallahu ‘anha, Dari Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam, beliau pernah bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa tidak ‘menginapkan’ puasanya (*) sebelum Fajar (**); maka tidak ada puasa baginya (***).”
▶️ Dalam Riwayat Ad-Daruquthni (lafadznya);
لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ
“Tidak ada puasa bagi orang yang belum ‘mewajibkannya’ (****) sejak dari malam”.
〰〰
✳️ PENJELASAN KOSAKATA
(*) Kalimat (yang artinya) “Menginapkan puasanya” , maksudnya niat puasa (sejak malam hari) (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/184).
(**) Kalimat (yang artinya) “Sebelum Fajar” , mengandung makna; hingga akhir malam; sebelum fajar Shubuh. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/184).
(***) Kalimat (yang artinya) “Tidak ada puasa baginya”, maknanya adalah; “Tidak sah puasanya”. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/185)
(****) Kalimat (yang artinya); “Mewajibkannya sejak malam” , maksudnya; niat melaksanakan kewajiban puasa (dari malamnya). (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/186).
✳️ TAKHRIJ HADITS
☑️ Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahullah: “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Khomsah (Imam-imam yang lima).
(Yaitu; Ahmad no. 26457, Abu Dawud no.2454, At-Tirmidzi no.730, An-Nasa`i no.2332, 2334, dan Ibnu Majah no.1700)
🔗 An-Nasa`i dan At-Tirmidzi lebih condong kepada pendapat yang menguatkan sisi mauqufnya.
🔷 Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menshohihkan hadits ini dari sisi marfu’nya. (Lihat Shohih Ibn Khuzaimah no.1933 dan Al-Majruhin Libni-Hibban no.579)
👉🏻 Hadits dengan lafadz tersebut dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rohimahullah dalam kitab Shohih Al-Jami’ no.6535, & Al-Irwa` no.914.
☑️ Adapun Ad-Daruquthni meriwayatkan hadits dengan lafadz tersebut di dalam Sunannya no.2214. Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani Rohimahullah dalam kitab Shohih Al-Jami’ no.7516 dan Al-Irwa’ no.914 (4/Hal.27)
✳️ PENJELASAN MAKNA
📡 Dalam hadits ini Rasulullah Shollallahu ‘alahi waSallam menjelaskan kepada kita bahwa yang namanya puasa wajib di bulan Romadhon harus dengan niat; tanpa harus diucapkan. Karena tidak ada dalil yang menunjukkan pengucapan niat.
🌴 Di dalam hadits juga disebutkan bahwa niat melaksanakan kewajiban puasa Romadhon ditetapkan setiap malam sebelum terbit fajar Shubuh. (Namun, Dalam perkara ini terdapat khilaf (beda) pendapat di kalangan para Ulama; yang -insya Allah- akan dijelaskan pada ‘Faedah-faedah hadits’).
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
▶️ Dari Shohabiyah Hafshoh –Ummul-Mukminin Rodhiyallahu ‘anha, Dari Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam, beliau pernah bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ اَلصِّيَامَ قَبْلَ اَلْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
“Barangsiapa tidak ‘menginapkan’ puasanya (*) sebelum Fajar (**); maka tidak ada puasa baginya (***).”
▶️ Dalam Riwayat Ad-Daruquthni (lafadznya);
لَا صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يَفْرِضْهُ مِنَ اَللَّيْلِ
“Tidak ada puasa bagi orang yang belum ‘mewajibkannya’ (****) sejak dari malam”.
〰〰
✳️ PENJELASAN KOSAKATA
(*) Kalimat (yang artinya) “Menginapkan puasanya” , maksudnya niat puasa (sejak malam hari) (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/184).
(**) Kalimat (yang artinya) “Sebelum Fajar” , mengandung makna; hingga akhir malam; sebelum fajar Shubuh. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/184).
(***) Kalimat (yang artinya) “Tidak ada puasa baginya”, maknanya adalah; “Tidak sah puasanya”. (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/185)
(****) Kalimat (yang artinya); “Mewajibkannya sejak malam” , maksudnya; niat melaksanakan kewajiban puasa (dari malamnya). (Lihat Fathu Dzil-Jalal 3/186).
✳️ TAKHRIJ HADITS
☑️ Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahullah: “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Khomsah (Imam-imam yang lima).
(Yaitu; Ahmad no. 26457, Abu Dawud no.2454, At-Tirmidzi no.730, An-Nasa`i no.2332, 2334, dan Ibnu Majah no.1700)
🔗 An-Nasa`i dan At-Tirmidzi lebih condong kepada pendapat yang menguatkan sisi mauqufnya.
🔷 Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menshohihkan hadits ini dari sisi marfu’nya. (Lihat Shohih Ibn Khuzaimah no.1933 dan Al-Majruhin Libni-Hibban no.579)
👉🏻 Hadits dengan lafadz tersebut dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani Rohimahullah dalam kitab Shohih Al-Jami’ no.6535, & Al-Irwa` no.914.
☑️ Adapun Ad-Daruquthni meriwayatkan hadits dengan lafadz tersebut di dalam Sunannya no.2214. Dishohihkan Asy-Syaikh Al-Albani Rohimahullah dalam kitab Shohih Al-Jami’ no.7516 dan Al-Irwa’ no.914 (4/Hal.27)
✳️ PENJELASAN MAKNA
📡 Dalam hadits ini Rasulullah Shollallahu ‘alahi waSallam menjelaskan kepada kita bahwa yang namanya puasa wajib di bulan Romadhon harus dengan niat; tanpa harus diucapkan. Karena tidak ada dalil yang menunjukkan pengucapan niat.
🌴 Di dalam hadits juga disebutkan bahwa niat melaksanakan kewajiban puasa Romadhon ditetapkan setiap malam sebelum terbit fajar Shubuh. (Namun, Dalam perkara ini terdapat khilaf (beda) pendapat di kalangan para Ulama; yang -insya Allah- akan dijelaskan pada ‘Faedah-faedah hadits’).
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (5⃣): HIKMAH DIWAJIBKANNYA PUASA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya tentang hikmah diwajibkannya puasa?
✳️ Maka beliau menjawab: Apabila kita membaca firman Allah Azza wa Jalla,
📖 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183)
💢 Kita akan mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa,
📡 yaitu takwa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
👉🏻 Takwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه
“Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan mengerjakan kedustaan itu, maka Allah tidak butuh pada upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya.”
🌴 Berdasarkan dalil ini, akan lebih menegaskan bagi orang yang berpuasa agar mengerjakan kewajiban-kewajiban, dan juga menjauhi hal-hal yang haram baik berupa perkataan maupun perbuatan.
✔️ Hendaknya dia tidak menggunjing orang lain,
✔️ tidak berdusta,
✔️ tidak mengadu domba antara mereka,
✔️ tidak menjual barang jualan yang haram,
✔️ dan menjauhi segala bentuk keharaman.
🌻 Apabila seseorang mengerjakan itu semua selama satu bulan penuh maka itu akan memudahkannya kelak untuk berprilaku baik (istiqomah) di bulan-bulan yg tersisa dalam setahun.
‼️ Akan tetapi sangat disayangkan, banyak orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasa dengan hari biasa,
🚫 mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa dijalaninya yakni meninggalkan kewajiban,
📛 mengerjakan pebuatan haram,
📛 dan tidak merasakan keagungan puasa;
💢 perbuatan ini tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya,
❌ seringkali kesalahan yang seperti itu merusak pahala puasa sehingga menjadi sia-sialah pahalanya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/14)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Muhammad Nur (Jember) Hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya tentang hikmah diwajibkannya puasa?
✳️ Maka beliau menjawab: Apabila kita membaca firman Allah Azza wa Jalla,
📖 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:183)
💢 Kita akan mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa,
📡 yaitu takwa dan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
👉🏻 Takwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من لم يدع قول الزور والعمل به والجهل فليس لله حاجة أن يدع طعامه وشرابه
“Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan mengerjakan kedustaan itu, maka Allah tidak butuh pada upayanya dalam meninggalkan makan dan minumnya.”
🌴 Berdasarkan dalil ini, akan lebih menegaskan bagi orang yang berpuasa agar mengerjakan kewajiban-kewajiban, dan juga menjauhi hal-hal yang haram baik berupa perkataan maupun perbuatan.
✔️ Hendaknya dia tidak menggunjing orang lain,
✔️ tidak berdusta,
✔️ tidak mengadu domba antara mereka,
✔️ tidak menjual barang jualan yang haram,
✔️ dan menjauhi segala bentuk keharaman.
🌻 Apabila seseorang mengerjakan itu semua selama satu bulan penuh maka itu akan memudahkannya kelak untuk berprilaku baik (istiqomah) di bulan-bulan yg tersisa dalam setahun.
‼️ Akan tetapi sangat disayangkan, banyak orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasa dengan hari biasa,
🚫 mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa dijalaninya yakni meninggalkan kewajiban,
📛 mengerjakan pebuatan haram,
📛 dan tidak merasakan keagungan puasa;
💢 perbuatan ini tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya,
❌ seringkali kesalahan yang seperti itu merusak pahala puasa sehingga menjadi sia-sialah pahalanya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/14)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Muhammad Nur (Jember) Hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (6⃣): TIGA TAHAPAN KEWAJIBAN PUASA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📡 "Apakah ada tahapan-tahapan pada (kewajiban) puasa ramadhan sebagaimana terjadi (tahapan) pada pengharaman khamr?
✳️ Maka beliau menjawab,
👉🏻 "Ya, terdapat beberapa tahapan.
1⃣ Awal kali turunnya (syari’at) puasa, (ada kebebasan) siapa yang mau boleh berpuasa dan siapa yang mau boleh memberi makan (orang miskin).
3⃣ Kemudian setelah itu puasa (ramadhan) menjadi wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
📖 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
2⃣ Bentuk tahapan lainnya adalah, mereka dahulu apabila tertidur di waktu berbuka atau (terbangun ketika) shalat isya’, maka tidak boleh lagi makan, minum, dan jima’ kecuali setelah matahari terbenam di hari berikutnya. Kemudian diringankan bagi mereka, Allah Ta’ala berfirman,
📖 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:187)
‼️ Dahulu (makan, minum, dan jima’) termasuk perkara yang dilarang bagi orang yang berpuasa bila ia tidur (saat berbuka) atau (terbangun saat) shalat isya’,
💯 kemudian hukum itu dihapus sehingga boleh (makan, minum, dan jima’) hingga munculnya waktu fajr.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/16)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📡 "Apakah ada tahapan-tahapan pada (kewajiban) puasa ramadhan sebagaimana terjadi (tahapan) pada pengharaman khamr?
✳️ Maka beliau menjawab,
👉🏻 "Ya, terdapat beberapa tahapan.
1⃣ Awal kali turunnya (syari’at) puasa, (ada kebebasan) siapa yang mau boleh berpuasa dan siapa yang mau boleh memberi makan (orang miskin).
3⃣ Kemudian setelah itu puasa (ramadhan) menjadi wajib, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
📖 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
2⃣ Bentuk tahapan lainnya adalah, mereka dahulu apabila tertidur di waktu berbuka atau (terbangun ketika) shalat isya’, maka tidak boleh lagi makan, minum, dan jima’ kecuali setelah matahari terbenam di hari berikutnya. Kemudian diringankan bagi mereka, Allah Ta’ala berfirman,
📖 “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:187)
‼️ Dahulu (makan, minum, dan jima’) termasuk perkara yang dilarang bagi orang yang berpuasa bila ia tidur (saat berbuka) atau (terbangun saat) shalat isya’,
💯 kemudian hukum itu dihapus sehingga boleh (makan, minum, dan jima’) hingga munculnya waktu fajr.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/16)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (7⃣): Dengan Apa Menetapkan Masuknya Bulan Ramadhan ?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Fadhilatus Syaikh rahimahullah ditanya, "Dengan apa menetapkan masuknya bulan ramadhan?"
✳️ Maka beliau menjawab: "Penetapan masuknya bulan ramadhan bisa dengan ruyah hilal atau menyempurnakan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
إذا رأيتموه فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
📡 “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah. Adapun jika terhalangi oleh kalian maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh (hari).”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Fadhilatus Syaikh rahimahullah ditanya, "Dengan apa menetapkan masuknya bulan ramadhan?"
✳️ Maka beliau menjawab: "Penetapan masuknya bulan ramadhan bisa dengan ruyah hilal atau menyempurnakan bulan sya’ban menjadi tiga puluh hari. Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
إذا رأيتموه فصوموا، وإذا رأيتموه فأفطروا، فإن غبي عليكم فأكملوا عدة شعبان ثلاثين
📡 “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah. Adapun jika terhalangi oleh kalian maka sempurnakanlah bilangan bulan sya’ban menjadi tiga puluh (hari).”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
✅📖 PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM (Bagian 1⃣8⃣)
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
.......
〰〰〰
✳️ FAEDAH HADITS
1⃣ Kewajiban menetapkan niat untuk melakukan puasa Romadhon. (Lihat Fathu Dzil-jalal; 3/186)
👉🏻 Karena ibadah puasa tidak akan sah kecuali dengan niat. (Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/300)
2⃣ Niat tempatnya di dalam hati (kalbu). (Lihat Asy-Syarhul Mumthi’; 1/193)
✔️ Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam beserta para Shahabatnya tidak pernah melafadzkan niat.
☑️ Seandainya melafadzkan niat bagian dari syari’at niscaya akan dijelaskan Allah Ta’ala lewat lisan Rasul-Nya Shollallahu ‘alaihi waSallam.
⛔️ Sehingga, melafadzkan niat termasuk perbuatan bid’ah.
💢 Adapun yang dilakukan beliau ketika berhaji adalah ber-talbiyah, bukan mengucapkan; “Nawaitu...”. Fungsi talbiyah adalah untuk menampakkan niat. Setelah sebelumnya ditetapkan di dalam hati. (Lihat Asy-Syarhul Mumthi’; 1/195)
3⃣ Apakah niat puasa Romadhon harus ditetapkan setiap malam; sebelum terbit fajar Shubuh?
🌀 Secara ringkas, dalam permasalahan ini ada dua pendapat Ulama`:
1⃣ Pendapat Pertama menyatakan; Ya..., Harus menetapkan niat setiap malam untuk puasa setiap harinya di bulan Romadhon; sesuai zhohir hadits ini.
👉🏻 Ini adalah pendapat Jumhur (mayoritas) Ulama.
2⃣ Pendapat Kedua menyatakan; Tidak harus setiap malam, Tapi cukup menetapkan niat puasa di awal bulan untuk puasa Romadhon satu bulan penuh.
🌴 Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menambahkan, Jika terputus ditengah-tengah bulan karena udzur (semisal: safar, pen) maka dia harus memperbaharui niatnya. (Lihat Asy-Syarhul Mumthi; 6/355-356)
✅ Pendapat terpilih: adalah pendapat pertama, yang menyatakan harus menetapkan niat setiap malam sebelum fajar Shubuh; berdasarkan hadits ini.
▶️ Pendapat ini dipilih oleh Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Ishaq, Dawud Az-Zhohiri dan mayoritas ulama lainnya. (Lihat Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/301)
▶️ Termasuk diantara para Ulama masa kini yang menguatkan pendapat pertama adalah; Asy-Syaikh Bin Baz Rohimahullah , Al-Lajnah Ad-Daimah , dan Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan Hafizhohullah (Lihat Majmu’ Fatawa Bin Baz; 15/250), Fatawa Al-Lajnah vol.2 (9/149), & Majmu’ Fatawa Al-Fauzan; 2/390)
📋 Catatan: Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah dalam kitab Asy-Syarhul Mumthi’ lebih menguatkan pendapat kedua. Sedangkan dalam kitab Fathu Dzil-Jalal, hanya menyebutkan pendapat pertama.
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
.......
〰〰〰
✳️ FAEDAH HADITS
1⃣ Kewajiban menetapkan niat untuk melakukan puasa Romadhon. (Lihat Fathu Dzil-jalal; 3/186)
👉🏻 Karena ibadah puasa tidak akan sah kecuali dengan niat. (Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/300)
2⃣ Niat tempatnya di dalam hati (kalbu). (Lihat Asy-Syarhul Mumthi’; 1/193)
✔️ Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam beserta para Shahabatnya tidak pernah melafadzkan niat.
☑️ Seandainya melafadzkan niat bagian dari syari’at niscaya akan dijelaskan Allah Ta’ala lewat lisan Rasul-Nya Shollallahu ‘alaihi waSallam.
⛔️ Sehingga, melafadzkan niat termasuk perbuatan bid’ah.
💢 Adapun yang dilakukan beliau ketika berhaji adalah ber-talbiyah, bukan mengucapkan; “Nawaitu...”. Fungsi talbiyah adalah untuk menampakkan niat. Setelah sebelumnya ditetapkan di dalam hati. (Lihat Asy-Syarhul Mumthi’; 1/195)
3⃣ Apakah niat puasa Romadhon harus ditetapkan setiap malam; sebelum terbit fajar Shubuh?
🌀 Secara ringkas, dalam permasalahan ini ada dua pendapat Ulama`:
1⃣ Pendapat Pertama menyatakan; Ya..., Harus menetapkan niat setiap malam untuk puasa setiap harinya di bulan Romadhon; sesuai zhohir hadits ini.
👉🏻 Ini adalah pendapat Jumhur (mayoritas) Ulama.
2⃣ Pendapat Kedua menyatakan; Tidak harus setiap malam, Tapi cukup menetapkan niat puasa di awal bulan untuk puasa Romadhon satu bulan penuh.
🌴 Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menambahkan, Jika terputus ditengah-tengah bulan karena udzur (semisal: safar, pen) maka dia harus memperbaharui niatnya. (Lihat Asy-Syarhul Mumthi; 6/355-356)
✅ Pendapat terpilih: adalah pendapat pertama, yang menyatakan harus menetapkan niat setiap malam sebelum fajar Shubuh; berdasarkan hadits ini.
▶️ Pendapat ini dipilih oleh Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Ishaq, Dawud Az-Zhohiri dan mayoritas ulama lainnya. (Lihat Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/301)
▶️ Termasuk diantara para Ulama masa kini yang menguatkan pendapat pertama adalah; Asy-Syaikh Bin Baz Rohimahullah , Al-Lajnah Ad-Daimah , dan Asy-Syaikh Sholih Al-Fauzan Hafizhohullah (Lihat Majmu’ Fatawa Bin Baz; 15/250), Fatawa Al-Lajnah vol.2 (9/149), & Majmu’ Fatawa Al-Fauzan; 2/390)
📋 Catatan: Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah dalam kitab Asy-Syarhul Mumthi’ lebih menguatkan pendapat kedua. Sedangkan dalam kitab Fathu Dzil-Jalal, hanya menyebutkan pendapat pertama.
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Ditulis oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
▶️📡 HUKUM MEMINTA BANTUAN KEPADA JIN YANG MENGAKU MUSLIM
✅ Berkata al 'Allamah Shalih al Fauzan hafizhallah dalam Kitab Ar Ruqyah Asy Syar'iyyah wa Dhowaabituhaa wa Mahaadziiruha (hal 44-45),
❌ "Meminta pertolongan kepada jin dan orang-orang yang ghaib (tdk ada) TIDAK DIPERBOLEHKAN, meskipun MEREKA MENGAKU SEBAGAI MUSLIM!
⭕️ siapa yg tau bahwa mereka muslim?
⁉️ Apakah ia mengenal mereka (jin)?
📛 Ini termasuk penipuan dan kedustaan. TIDAK BOLEH MEMINTA BANTUAN KEPADA JIN.
⏺ Dan Allah telah menegaskan di dalam al-Quran atas keharaman perkara ini.
و أنه كان رجال من الإنس يعوذون برجال من الجن فزادوهم رهقا
📖 "dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al-Jinn:5)
Allah menyatakan:
من الجن
☑️ "DARI JIN" secara mutlak,
📡 Allah tidak mengatakan, "DARI (JIN) KAFIR", Bahkan Allah megatakan, "DARI JIN".
——————
[ قال العلامة الفوزان حفظه الله في ((الرقية الشرعية وضوابطها ومحاذيرها)) (ص 44-45): ((الاستعانة بالجن والغائبين لا تجوز ولو ادعى أنهم مسلمون، وما الذي يدريه أنهم مسلمون؟ هل هو يعرفهم؟ هذا من التدجيل والكذب ولا يجوز الاستعانة بالجن، وقد نص الله جل وعلا في القران على التحريم هذا { و أنه كان رجال من الإنس يعوذون برجال من الجن فزادوهم رهقا } قال من الجن مطلقا ما قال من الكفار بل قال: { من الجن })) اهـ.
📝 Diterjemahkan Oleh: Al-Ustadz Abu Ja'far Jember Hafizhahullah
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
✅ Berkata al 'Allamah Shalih al Fauzan hafizhallah dalam Kitab Ar Ruqyah Asy Syar'iyyah wa Dhowaabituhaa wa Mahaadziiruha (hal 44-45),
❌ "Meminta pertolongan kepada jin dan orang-orang yang ghaib (tdk ada) TIDAK DIPERBOLEHKAN, meskipun MEREKA MENGAKU SEBAGAI MUSLIM!
⭕️ siapa yg tau bahwa mereka muslim?
⁉️ Apakah ia mengenal mereka (jin)?
📛 Ini termasuk penipuan dan kedustaan. TIDAK BOLEH MEMINTA BANTUAN KEPADA JIN.
⏺ Dan Allah telah menegaskan di dalam al-Quran atas keharaman perkara ini.
و أنه كان رجال من الإنس يعوذون برجال من الجن فزادوهم رهقا
📖 "dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al-Jinn:5)
Allah menyatakan:
من الجن
☑️ "DARI JIN" secara mutlak,
📡 Allah tidak mengatakan, "DARI (JIN) KAFIR", Bahkan Allah megatakan, "DARI JIN".
——————
[ قال العلامة الفوزان حفظه الله في ((الرقية الشرعية وضوابطها ومحاذيرها)) (ص 44-45): ((الاستعانة بالجن والغائبين لا تجوز ولو ادعى أنهم مسلمون، وما الذي يدريه أنهم مسلمون؟ هل هو يعرفهم؟ هذا من التدجيل والكذب ولا يجوز الاستعانة بالجن، وقد نص الله جل وعلا في القران على التحريم هذا { و أنه كان رجال من الإنس يعوذون برجال من الجن فزادوهم رهقا } قال من الجن مطلقا ما قال من الكفار بل قال: { من الجن })) اهـ.
📝 Diterjemahkan Oleh: Al-Ustadz Abu Ja'far Jember Hafizhahullah
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (8⃣): METODE SYAR'I DALAM MENETAPKAN MASUK DAN KELUARNYA RAMADHAN
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah ditanya:
👉🏻 Apa metode yang syar’i dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Apakah boleh bersandar kepada hisab falaki dalam menetapkan masuk dan keluarnya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Dan apakah boleh bagi seorang muslim menggunakan alat yang disebut darbil (teropong) untuk melihat hilal?
✳️ Maka beliau menjawab: Metode yang syar’i di dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan) adalah dengan berusaha melihat hilal,
☑️ dan seharusnya hal itu dilakukan oleh orang yang dipercaya agamanya dan memiliki penglihatan yang kuat.
🌙 Apabila mereka berhasil melihatnya maka wajib mengamalkan konsekuensi dari rukyah tersebut, yaitu berpuasa bila itu hilal ramadhan, dan berbuka bila itu hilal syawwal.
⛔️ Tidak boleh bersandar pada Hisab Falaki ketika ru'yah tidak ada (tidak berhasil).
💢 Apabila ada ru'yah (berhasil) meskipun menggunakan teropong, maka itulah yang dijadikan sandaran/dasar, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”
❌Sedangkan hisab falaki maka tidak boleh beramal dengannya dan (tidak boleh) bersandar dengannya.
🔎 Adapun penggunaan alat yang disebut darbil yaitu teropong untuk melihat hilal maka tidak mengapa, akan tetapi hal itu tidak wajib. Karena zhahir dari sunnah bahwasanya sandaran dasar adalah ru’yah yang biasa (yaitu dengan mata telanjang,pen) bukan kepada selainnya. Akan tetapi, jikalau menggunakan (alat tersebut) kemudian hilal berhasil dilihat oleh orang yang terpercaya maka harus diamalkan rukyah tersebut.
🌴 Dahulu manusia juga menggunakan alat itu ketika mereka menaiki menara-menara di malam ke tiga puluh sya’ban atau malam 30 ramadhan, mereka berusaha melihat hilal dengan bantuan teropong.
🔘 Intinya, kapan saja hilal itu berhasil dilihat dengan perantara apa pun maka wajib mengamalkan konsekuensinya, berdasarkan keumuman sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berbukalah.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah ditanya:
👉🏻 Apa metode yang syar’i dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Apakah boleh bersandar kepada hisab falaki dalam menetapkan masuk dan keluarnya bulan (ramadhan)?
👉🏻 Dan apakah boleh bagi seorang muslim menggunakan alat yang disebut darbil (teropong) untuk melihat hilal?
✳️ Maka beliau menjawab: Metode yang syar’i di dalam menetapkan masuknya bulan (ramadhan) adalah dengan berusaha melihat hilal,
☑️ dan seharusnya hal itu dilakukan oleh orang yang dipercaya agamanya dan memiliki penglihatan yang kuat.
🌙 Apabila mereka berhasil melihatnya maka wajib mengamalkan konsekuensi dari rukyah tersebut, yaitu berpuasa bila itu hilal ramadhan, dan berbuka bila itu hilal syawwal.
⛔️ Tidak boleh bersandar pada Hisab Falaki ketika ru'yah tidak ada (tidak berhasil).
💢 Apabila ada ru'yah (berhasil) meskipun menggunakan teropong, maka itulah yang dijadikan sandaran/dasar, berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”
❌Sedangkan hisab falaki maka tidak boleh beramal dengannya dan (tidak boleh) bersandar dengannya.
🔎 Adapun penggunaan alat yang disebut darbil yaitu teropong untuk melihat hilal maka tidak mengapa, akan tetapi hal itu tidak wajib. Karena zhahir dari sunnah bahwasanya sandaran dasar adalah ru’yah yang biasa (yaitu dengan mata telanjang,pen) bukan kepada selainnya. Akan tetapi, jikalau menggunakan (alat tersebut) kemudian hilal berhasil dilihat oleh orang yang terpercaya maka harus diamalkan rukyah tersebut.
🌴 Dahulu manusia juga menggunakan alat itu ketika mereka menaiki menara-menara di malam ke tiga puluh sya’ban atau malam 30 ramadhan, mereka berusaha melihat hilal dengan bantuan teropong.
🔘 Intinya, kapan saja hilal itu berhasil dilihat dengan perantara apa pun maka wajib mengamalkan konsekuensinya, berdasarkan keumuman sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berbukalah.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/36)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (9⃣): ANTARA HISAB DAN RU'YAH MANA YANG DIKEDEPANKAN ?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya,
👉🏻 (dalam menetapkan masuknya bulan ramadhan) apakah hisab lebih didahulukan daripada ru’yah hilal?
👉🏻 Apabila hilal telah terlihat di suatu tempat apakah hukumnya berlaku bagi seluruh negeri?
👉🏻 apa hukum melihat hilal menggunakan teropong atau teleskop?
👉🏻 Dan apa pula hukum melihat hilal dari pesawat terbang dan satelit?
✳️ Maka beliau menjawab,
☑️ "Ru’yah hilal lebih didahulukan daripada hisab, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
📖 “Barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya mengganti), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
📡 Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”
🌐 Akan tetapi dengan syarat, orang yang melihatnya adalah:
👉🏻 orang yang dipercaya dari sisi penglihatannya yang sehat,
👉🏻 adil dalam agamanya,
👉🏻 dan ucapannya dapat dipegang.
✅ Sebagian ulama’ berpendapat bahwasanya bila hilal telah terlihat di suatu tempat maka hukumnya berlaku bagi seluruh negeri,
▶️ tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa hukumnya tidak berlaku melainkan bagi negeri yang disitu terlihat hilal dan juga negeri-negeri yang matlaknya sama. Pendapat ini lebih shahih, akan tetapi ini merupakan wewenang waliyyul amr (pemerintah). Adapun masyakarat hanya mengikuti (keputusan) pemerintahnya.
✅ Dan tidak mengapa kita berupaya melihat hilal dengan teleskop/teropong.
❌ Adapun melalui pesawat terbang atau satelit maka tidak (boleh). Hal itu disebabkan pesawat terbang dan satelit berada di tempat yang tinggi di atas bumi yang mana bumi adalah tempat untuk melihat hilal.
📝 Ditulis oleh:
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
Pada 1/3/1409 H
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/61)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah ditanya,
👉🏻 (dalam menetapkan masuknya bulan ramadhan) apakah hisab lebih didahulukan daripada ru’yah hilal?
👉🏻 Apabila hilal telah terlihat di suatu tempat apakah hukumnya berlaku bagi seluruh negeri?
👉🏻 apa hukum melihat hilal menggunakan teropong atau teleskop?
👉🏻 Dan apa pula hukum melihat hilal dari pesawat terbang dan satelit?
✳️ Maka beliau menjawab,
☑️ "Ru’yah hilal lebih didahulukan daripada hisab, berdasarkan firman Allah Ta’ala,
📖 “Barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya mengganti), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah:185)
📡 Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Apabila kalian melihatnya (hilal ramadhan) maka berpuasalah dan apabila kalian melihatnya (hilal syawwal) maka berhari rayalah.”
🌐 Akan tetapi dengan syarat, orang yang melihatnya adalah:
👉🏻 orang yang dipercaya dari sisi penglihatannya yang sehat,
👉🏻 adil dalam agamanya,
👉🏻 dan ucapannya dapat dipegang.
✅ Sebagian ulama’ berpendapat bahwasanya bila hilal telah terlihat di suatu tempat maka hukumnya berlaku bagi seluruh negeri,
▶️ tetapi sebagian yang lain berpendapat bahwa hukumnya tidak berlaku melainkan bagi negeri yang disitu terlihat hilal dan juga negeri-negeri yang matlaknya sama. Pendapat ini lebih shahih, akan tetapi ini merupakan wewenang waliyyul amr (pemerintah). Adapun masyakarat hanya mengikuti (keputusan) pemerintahnya.
✅ Dan tidak mengapa kita berupaya melihat hilal dengan teleskop/teropong.
❌ Adapun melalui pesawat terbang atau satelit maka tidak (boleh). Hal itu disebabkan pesawat terbang dan satelit berada di tempat yang tinggi di atas bumi yang mana bumi adalah tempat untuk melihat hilal.
📝 Ditulis oleh:
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin
Pada 1/3/1409 H
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/61)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣0⃣): BERPUASA DAN BERHARI RAYA MENGIKUTI NEGERI YANG DITINGGALI WALAUPUN HARUS BERPUASA LEBIH DARI 30 HARI ATAU KURANG DARI 29 HARI
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
🔗 "Apa hukum seseorang yang memulai puasa di negeri muslim, lalu ia pindah ke negeri lain yang penduduknya lebih telat (berpuasa) dari negeri yang pertama. Mengikuti mereka mengharuskan ia berpuasa lebih dari 30 hari atau sebaliknya (yakni kurang dari 29 hari,pen)?
✳️ Maka beliau menjawab: Apabila seseorang berpindah dari negeri Islam ke negeri islam, dan negeri yang ia pindah tersebut lebih telat berhari raya, maka ia tetap bersama mereka hingga mereka berbuka (berhari raya),
👉🏻 disebabkan puasa adalah pada hari dimana manusia berpuasa, dan berhari raya pada hari dimana manusia berhari raya, demikian pula berkurban pada hari di mana manusia berkurban.
🔷 Walaupun ia menambah satu hari atau lebih, itu sebagaimana halnya seorang yang berpuasa ke negeri yang telat terbenam matahari padanya, maka ia tetap berpuasa hingga (matahari) terbenam, walaupun ia harus menambah untuk hari tersebut dua jam, tiga jam, atau bahkan lebih.
👉🏻 Dan disebabkan pula, apabila ia pindah ke negeri yang kedua, tentu saja hilal belum terlihat, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar kita tidak berpuasa dan berbuka melainkan setelah melihatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal ramadhan), dan berhari rayalah kalian karena melihatnya (hilal syawwal).”
☑️ Adapun (keadaan) yang sebaliknya, dimana ia pindah dari negeri yang telat penetapan masuknya bulan (ramadhan) kepada negeri yang lebih dahulu menetapkan masuknya bulan (ramadhan), maka ia juga berbuka bersama mereka.
📡 Dan ia harus mengganti puasa yang kurang dari bulan ramadhan tersebut. Jika ia kurang satu hari maka ia mengganti satu hari, dan jika ia kurang dua hari maka ia mengganti dua hari.
▶️ Apabila ia berhari raya pada 28 hari maka ia harus mengganti sebanyak dua hari jika (hitungan) bulannya sempurna (yakni 30 hari ramadhan) pada dua negeri tersebut, dan (mengganti) satu hari jika (hitungan bulannya) kurang (yakni 29 hari) di kedua negeri tersebut atau di salah satunya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/66)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
🔗 "Apa hukum seseorang yang memulai puasa di negeri muslim, lalu ia pindah ke negeri lain yang penduduknya lebih telat (berpuasa) dari negeri yang pertama. Mengikuti mereka mengharuskan ia berpuasa lebih dari 30 hari atau sebaliknya (yakni kurang dari 29 hari,pen)?
✳️ Maka beliau menjawab: Apabila seseorang berpindah dari negeri Islam ke negeri islam, dan negeri yang ia pindah tersebut lebih telat berhari raya, maka ia tetap bersama mereka hingga mereka berbuka (berhari raya),
👉🏻 disebabkan puasa adalah pada hari dimana manusia berpuasa, dan berhari raya pada hari dimana manusia berhari raya, demikian pula berkurban pada hari di mana manusia berkurban.
🔷 Walaupun ia menambah satu hari atau lebih, itu sebagaimana halnya seorang yang berpuasa ke negeri yang telat terbenam matahari padanya, maka ia tetap berpuasa hingga (matahari) terbenam, walaupun ia harus menambah untuk hari tersebut dua jam, tiga jam, atau bahkan lebih.
👉🏻 Dan disebabkan pula, apabila ia pindah ke negeri yang kedua, tentu saja hilal belum terlihat, sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan agar kita tidak berpuasa dan berbuka melainkan setelah melihatnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
“Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal ramadhan), dan berhari rayalah kalian karena melihatnya (hilal syawwal).”
☑️ Adapun (keadaan) yang sebaliknya, dimana ia pindah dari negeri yang telat penetapan masuknya bulan (ramadhan) kepada negeri yang lebih dahulu menetapkan masuknya bulan (ramadhan), maka ia juga berbuka bersama mereka.
📡 Dan ia harus mengganti puasa yang kurang dari bulan ramadhan tersebut. Jika ia kurang satu hari maka ia mengganti satu hari, dan jika ia kurang dua hari maka ia mengganti dua hari.
▶️ Apabila ia berhari raya pada 28 hari maka ia harus mengganti sebanyak dua hari jika (hitungan) bulannya sempurna (yakni 30 hari ramadhan) pada dua negeri tersebut, dan (mengganti) satu hari jika (hitungan bulannya) kurang (yakni 29 hari) di kedua negeri tersebut atau di salah satunya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/66)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
✅📖 PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM (Bagian 1⃣9⃣)
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
......
〰〰〰
✳️ FAEDAH HADITS (LANJUTAN)
4⃣ Di dalam penetapan niat puasa Wajib, seseorang harus menentukan jenis puasanya; sebelum fajar Shubuh.
(Hal ini sering diistilahkan dengan “Ta’yin An-Niyyah”, pen)
Misal:
🔻Seseorang meyakini bahwa puasa yang akan dilakukannya besok adalah puasa Romadhon, atau;
🔻Seseorang meyakini bahwa puasa yang akan dia lakukan besok adalah puasa Qodho` (untuk mengganti puasa Romadhon yang dia tinggalkan karena udzur, pen);
🔻Atau puasa wajib lainnya; seperti: Puasa Kaffaroh dan puasa Nazar. (Lihat Al-Mughni Libni-Qudamah; 3/112, Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/294)
📋 Catatan: Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menyinggung masalah tersebut dalam Asy-Syarhul Mumthi’; 6/355)
👉🏻 Sedangkan, dalam penentuan niat puasa Sunnah; Seseorang tidak diharuskan untuk menentukan niatnya sebelum fajar Shubuh. Bahkan diperbolehkan baginya untuk memulai niat ketika matahari sudah terang; dengan syarat belum melakukan pembatal-pembatal puasa. (Akan kita lewati pembahasannya, insya Allah, pen) (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/188; & Asy-Syarhul Mumthi’; 6/358)
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
—----------------—
✳️ HADITS KETUJUH
🔗 (Tuntunan Niat Puasa)
......
〰〰〰
✳️ FAEDAH HADITS (LANJUTAN)
4⃣ Di dalam penetapan niat puasa Wajib, seseorang harus menentukan jenis puasanya; sebelum fajar Shubuh.
(Hal ini sering diistilahkan dengan “Ta’yin An-Niyyah”, pen)
Misal:
🔻Seseorang meyakini bahwa puasa yang akan dilakukannya besok adalah puasa Romadhon, atau;
🔻Seseorang meyakini bahwa puasa yang akan dia lakukan besok adalah puasa Qodho` (untuk mengganti puasa Romadhon yang dia tinggalkan karena udzur, pen);
🔻Atau puasa wajib lainnya; seperti: Puasa Kaffaroh dan puasa Nazar. (Lihat Al-Mughni Libni-Qudamah; 3/112, Al-Majmu’ Lin-Nawawi; 6/294)
📋 Catatan: Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menyinggung masalah tersebut dalam Asy-Syarhul Mumthi’; 6/355)
👉🏻 Sedangkan, dalam penentuan niat puasa Sunnah; Seseorang tidak diharuskan untuk menentukan niatnya sebelum fajar Shubuh. Bahkan diperbolehkan baginya untuk memulai niat ketika matahari sudah terang; dengan syarat belum melakukan pembatal-pembatal puasa. (Akan kita lewati pembahasannya, insya Allah, pen) (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/188; & Asy-Syarhul Mumthi’; 6/358)
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📕📘 ☝🏻️ (PDF) SHOUM RAMADHAN DAN HARI RAYA BERSAMA PEMERINTAH
📖 Judul: Shaum Ramadhan dan Hari Raya bersama Penguasa, Syi'ar Kebersamaan Umat Islam
📝 Penulis: al-Ustadz Ruwaifi' bin Sulaimi hafizhahullah
🌍 Sumber: Majalah Asy-Syari'ah
📕 di PDF kan oleh Tim Warisan Salaf
🍇 Silahkan didownload dan disebarkan kepada kaum muslimin, semoga menjadi amal jariyah.
☑️ Admin Warisan Salaf
📖 Judul: Shaum Ramadhan dan Hari Raya bersama Penguasa, Syi'ar Kebersamaan Umat Islam
📝 Penulis: al-Ustadz Ruwaifi' bin Sulaimi hafizhahullah
🌍 Sumber: Majalah Asy-Syari'ah
📕 di PDF kan oleh Tim Warisan Salaf
🍇 Silahkan didownload dan disebarkan kepada kaum muslimin, semoga menjadi amal jariyah.
☑️ Admin Warisan Salaf
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣1⃣): KEADAAN SESEORANG YANG SAFAR DARI NEGERI YANG SUDAH MENETAPKAN SYAWWAL MENUJU NEGERI YANG BELUM MENETAPKAN SYAWWAL
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📡 "Apabila aku telah menunaikan puasa 29 hari dan aku akan berhari raya pada hari ke 30 di negeri yang aku berpuasa di situ. Akan tetapi pada pagi hari ied aku pergi menuju negeri lain, dalam keadaan aku berbuka. Ternyata aku mendapati penduduk negeri tersebut masih berpuasa. Maka apakah aku harus berpuasa ataukah aku berbuka dan tetap di atas ‘iedku?
✳️ Maka beliau menjawab, "Tidaklah mengharuskan bagimu untuk berpuasa, karena sesungguhnya engkau telah berbuka puasa dengan jalan yang dibenarkan syariat.
🌴 Maka hari tersebut menjadi hari yang mubah bagimu, engkau tidak diharuskan menahan diri (berpuasa).
☑️ Andaikata matahari terbenam dalam keadaan engkau berada di suatu negeri, kemudian engkau safar menuju negeri lain, kemudian engkau masih mendapati matahari sebelum terbenam, maka sesungguhnya yang demikian itu tidaklah megharuskan engkau untuk menahan diri (berpuasa).
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/72)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Huda Mantingan hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📡 "Apabila aku telah menunaikan puasa 29 hari dan aku akan berhari raya pada hari ke 30 di negeri yang aku berpuasa di situ. Akan tetapi pada pagi hari ied aku pergi menuju negeri lain, dalam keadaan aku berbuka. Ternyata aku mendapati penduduk negeri tersebut masih berpuasa. Maka apakah aku harus berpuasa ataukah aku berbuka dan tetap di atas ‘iedku?
✳️ Maka beliau menjawab, "Tidaklah mengharuskan bagimu untuk berpuasa, karena sesungguhnya engkau telah berbuka puasa dengan jalan yang dibenarkan syariat.
🌴 Maka hari tersebut menjadi hari yang mubah bagimu, engkau tidak diharuskan menahan diri (berpuasa).
☑️ Andaikata matahari terbenam dalam keadaan engkau berada di suatu negeri, kemudian engkau safar menuju negeri lain, kemudian engkau masih mendapati matahari sebelum terbenam, maka sesungguhnya yang demikian itu tidaklah megharuskan engkau untuk menahan diri (berpuasa).
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/72)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Huda Mantingan hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣2⃣): KETIKA SEORANG ANAK MEMAKSAKAN DIRI UNTUK BERPUASA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 “Anakku yang masih kecil tetap berpuasa ramadhan meskipun puasa dapat membahayakannya, karena usianya yang masih kecil dan ia kurang sehat. Apakah aku boleh bersikap keras kepadanya agar ia berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
🔗 "Jika ia masih kecil belum mencapai usia baligh maka tidak harus baginya untuk berpuasa,
🌴 namun jika ia sanggup berpuasa tanpa keberatan maka hendaknya ia disuruh agar berpuasa.
📡 Dahulu para sahabat memerintahkan anak-anak mereka untuk berpuasa, sampai sebagian dari anak kecil tersebut menangis (karena lapar) maka mereka memberinya mainan untuk menghiburnya.
📛 Akan tetapi jika jelas bahwa hal ini (yaitu puasa) membahayakannya maka ia (harus) dilarang melakukan puasa.
⏺ Bila Allah melarang kita untuk memberikan kepada anak kecil (yang belum baligh,pen) harta mereka karena takut terjadi kerusakan terhadap harta tersebut, maka sesungguhnya rasa takut terjadinya mudharat (dampak buruk/kerusakan) pada badan lebih-lebih lagi untuk melarang mereka darinya,
⭕️ Akan tetapi pelarangan dilakukan bukan dengan cara kekerasan, karena hal itu tidak pantas dilakukan di dalam bermuamalah terhadap anak-anak ketika mentarbiyah (mendidik) mereka”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abu Ja'far (Jember) hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 “Anakku yang masih kecil tetap berpuasa ramadhan meskipun puasa dapat membahayakannya, karena usianya yang masih kecil dan ia kurang sehat. Apakah aku boleh bersikap keras kepadanya agar ia berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
🔗 "Jika ia masih kecil belum mencapai usia baligh maka tidak harus baginya untuk berpuasa,
🌴 namun jika ia sanggup berpuasa tanpa keberatan maka hendaknya ia disuruh agar berpuasa.
📡 Dahulu para sahabat memerintahkan anak-anak mereka untuk berpuasa, sampai sebagian dari anak kecil tersebut menangis (karena lapar) maka mereka memberinya mainan untuk menghiburnya.
📛 Akan tetapi jika jelas bahwa hal ini (yaitu puasa) membahayakannya maka ia (harus) dilarang melakukan puasa.
⏺ Bila Allah melarang kita untuk memberikan kepada anak kecil (yang belum baligh,pen) harta mereka karena takut terjadi kerusakan terhadap harta tersebut, maka sesungguhnya rasa takut terjadinya mudharat (dampak buruk/kerusakan) pada badan lebih-lebih lagi untuk melarang mereka darinya,
⭕️ Akan tetapi pelarangan dilakukan bukan dengan cara kekerasan, karena hal itu tidak pantas dilakukan di dalam bermuamalah terhadap anak-anak ketika mentarbiyah (mendidik) mereka”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abu Ja'far (Jember) hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
✅📖 PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM (Bagian 2⃣0⃣)
—----------------—
✳️ HADITS KEDELAPAN
🔗 (Bolehnya Memutus Puasa Sunnah)
▶️ Dari (Ummul Mukminin) ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, beliau pernah berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: « هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ?» قُلْنَا: لَا. قَالَ: «فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ » ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ: «أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا» فَأَكَلَ.
📡 “Pada suatu hari, Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungiku, lantas mengatakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan)?”
“Tidak” , Jawab Kami.
“Kalau begitu saya puasa.”, Kata beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam.
☑️ Di lain hari beliau kembali mendatangi kami. Maka kami katakan kepada beliau:
“Ada ‘makanan Haisah Tamer’ yang diberikan kepada kita”
🌴 Beliau mengatakan: “Bawa sini, Sebenarnya dari pagi tadi aku sedang berpuasa.” , Kemudian beliau pun memakannya.
〰〰〰
(*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari gandum, kurma, dan minyak samin.
✳️ TAKHRIJ HADITS
🔘 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan, Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (nomor (1154)-169; & (1154)-170).
📡 Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Khomsah; Ahmad no.24220, 25731; Abu Dawud no.2455; At-Tirmidzi no.733, 734; An-Nasa`i no.2322 s/d 2328, 2330; Ibnu Majah no.1701, dan selain mereka.
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
—----------------—
✳️ HADITS KEDELAPAN
🔗 (Bolehnya Memutus Puasa Sunnah)
▶️ Dari (Ummul Mukminin) ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha, beliau pernah berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ اَلنَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - ذَاتَ يَوْمٍ. فَقَالَ: « هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ?» قُلْنَا: لَا. قَالَ: «فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ » ثُمَّ أَتَانَا يَوْمًا آخَرَ, فَقُلْنَا: أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ, فَقَالَ: «أَرِينِيهِ, فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا» فَأَكَلَ.
📡 “Pada suatu hari, Nabi Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungiku, lantas mengatakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan)?”
“Tidak” , Jawab Kami.
“Kalau begitu saya puasa.”, Kata beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam.
☑️ Di lain hari beliau kembali mendatangi kami. Maka kami katakan kepada beliau:
“Ada ‘makanan Haisah Tamer’ yang diberikan kepada kita”
🌴 Beliau mengatakan: “Bawa sini, Sebenarnya dari pagi tadi aku sedang berpuasa.” , Kemudian beliau pun memakannya.
〰〰〰
(*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari gandum, kurma, dan minyak samin.
✳️ TAKHRIJ HADITS
🔘 Al-Hafizh Ibnu Hajar Rohimahullah mengatakan, Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (nomor (1154)-169; & (1154)-170).
📡 Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Khomsah; Ahmad no.24220, 25731; Abu Dawud no.2455; At-Tirmidzi no.733, 734; An-Nasa`i no.2322 s/d 2328, 2330; Ibnu Majah no.1701, dan selain mereka.
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
📕📘☝🏻️ (PDF) ADAB BERCANDA DALAM ISLAM
📖 Judul: Adab Bercanda dalam Islam
📝 Penulis: Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullah
📚 DAFTAR ISI:
🔹 Mukaddimah
🔹 Apa itu Bercanda?
🔹 Hukum Bercanda
🔹 Canda Rasulullah
🔹 6 Etika Bercanda
🔹 Penutup
📡 Fenomena yang tidak dapat dipungkiri, dimana banyak ditemui orang-orang tidak lagi memperhatikan etika di dalam bercanda, tidak peduli apa yang dia ucapkan, karena tujuannya adalah bagaimana membuat orang tertawa, walaupun harus menyakiti perasaan orang lain. Sehingga tidak jarang kita saksikan dua orang yang awalnya berteman karib tiba-tiba menjadi musuh akibat canda yang kelewat batas.
✒️ Oleh karena itu, penulis melihat bahwa permasalahan ini termasuk dalam deretan kasus penting yang harus diselesaikan. Sehingga ditengah kesibukannya, beliau meluangkan waktu untuk meracik obat mujarab agar kaum muslimin terbebaskan dari penyakit berbahaya tersebut yaitu Bercanda yang melewati batas.
Semoga Allah membalas jerih payah beliau dan menjadikannya sebagai pemberat timbangan kebaikan beliau pada hari kiamat, amin
🍇 Silahkan didownload dan disebarkan kepada kaum muslimin, semoga menjadi amal jariyah.
🌐 Admin Warisan Salaf.
📖 Judul: Adab Bercanda dalam Islam
📝 Penulis: Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullah
📚 DAFTAR ISI:
🔹 Mukaddimah
🔹 Apa itu Bercanda?
🔹 Hukum Bercanda
🔹 Canda Rasulullah
🔹 6 Etika Bercanda
🔹 Penutup
📡 Fenomena yang tidak dapat dipungkiri, dimana banyak ditemui orang-orang tidak lagi memperhatikan etika di dalam bercanda, tidak peduli apa yang dia ucapkan, karena tujuannya adalah bagaimana membuat orang tertawa, walaupun harus menyakiti perasaan orang lain. Sehingga tidak jarang kita saksikan dua orang yang awalnya berteman karib tiba-tiba menjadi musuh akibat canda yang kelewat batas.
✒️ Oleh karena itu, penulis melihat bahwa permasalahan ini termasuk dalam deretan kasus penting yang harus diselesaikan. Sehingga ditengah kesibukannya, beliau meluangkan waktu untuk meracik obat mujarab agar kaum muslimin terbebaskan dari penyakit berbahaya tersebut yaitu Bercanda yang melewati batas.
Semoga Allah membalas jerih payah beliau dan menjadikannya sebagai pemberat timbangan kebaikan beliau pada hari kiamat, amin
🍇 Silahkan didownload dan disebarkan kepada kaum muslimin, semoga menjadi amal jariyah.
🌐 Admin Warisan Salaf.
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (1⃣3⃣): MEMERINTAHKAN ANAK KECIL UNTUK BERPUASA SEBAGAI BENTUK KASIH SAYANG KEPADA MEREKA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 Apakah anak kecil yang berumur kurang dari 15 tahun diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana mereka diperintahkan untuk mengerjakan shalat?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "ya. Anak-anak yang belum baligh diperintahkan untuk berpuasa kalau mereka mampu. Sebagaimana dahulu para sahabat radhiallahu anhum melakukannya terhadap anak-anak mereka.
📕 Para ulama telah menetapkan bahwa para wali harus memerintahkan anak-anak kecil yang berada dalam tanggung jawabnya untuk berpuasa, dalam rangka melatih dan membiasakan mereka, dan menanamkan dasar-dasar keislaman dalam jiwa mereka, sehingga puasa menjadi seperti sebuah tabiat bagi mereka.
📛 Tetapi jika berpuasa memberatkan atau membahayakan mereka, maka sesungguhnya mereka tidak diharuskan berpuasa.
📡 Hanya saja di sini aku ingin mengingatkan suatu permasalahan yang dilakukan sebagian orang tua, yaitu mereka MELARANG anak-anaknya untuk berpuasa menyelisihi apa yang dahulu para sahabat lakukan.
⭕️ Para orang tua mengaku melarang anak-anaknya berpuasa sebagai bentuk kasih sayang kepada mereka.
✅ Padahal kasih sayang yang sebenarnya terhadap anak-anak adalah dengan memerintahkan mereka menjalankan syariat Islam dan membiasakannya, dan menjadikan anak-anak senang dengan syariat Islam. Karena tanpa diragukan lagi ini merupakan tarbiyah yang baik, dan kesempurnaan tanggung jawab.
Telah shahih dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إن الرجل راع في أهل بيته ومسؤول عن رعيته
“Sesungguhnya seorang laki-laki adalah penanggung jawab bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang tanggung jawabnya terhadap mereka”
🌴 Maka seyogyanya bagi para wali yang telah Allah bebankan kepadanya kewajiban mengurus/bertanggung jawab atas isteri dan anak-anak, hendaknya bertakwa kepada Allah dalam mengurusi mereka, dan hendaknya para wali menjalankan kewajibannya, yaitu memerintahkan mereka (isteri dan anak-anaknya) dengan syariat Islam."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdulloh (Majalengka) hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
📞 Apakah anak kecil yang berumur kurang dari 15 tahun diperintahkan untuk berpuasa sebagaimana mereka diperintahkan untuk mengerjakan shalat?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "ya. Anak-anak yang belum baligh diperintahkan untuk berpuasa kalau mereka mampu. Sebagaimana dahulu para sahabat radhiallahu anhum melakukannya terhadap anak-anak mereka.
📕 Para ulama telah menetapkan bahwa para wali harus memerintahkan anak-anak kecil yang berada dalam tanggung jawabnya untuk berpuasa, dalam rangka melatih dan membiasakan mereka, dan menanamkan dasar-dasar keislaman dalam jiwa mereka, sehingga puasa menjadi seperti sebuah tabiat bagi mereka.
📛 Tetapi jika berpuasa memberatkan atau membahayakan mereka, maka sesungguhnya mereka tidak diharuskan berpuasa.
📡 Hanya saja di sini aku ingin mengingatkan suatu permasalahan yang dilakukan sebagian orang tua, yaitu mereka MELARANG anak-anaknya untuk berpuasa menyelisihi apa yang dahulu para sahabat lakukan.
⭕️ Para orang tua mengaku melarang anak-anaknya berpuasa sebagai bentuk kasih sayang kepada mereka.
✅ Padahal kasih sayang yang sebenarnya terhadap anak-anak adalah dengan memerintahkan mereka menjalankan syariat Islam dan membiasakannya, dan menjadikan anak-anak senang dengan syariat Islam. Karena tanpa diragukan lagi ini merupakan tarbiyah yang baik, dan kesempurnaan tanggung jawab.
Telah shahih dari Nabi shalallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
إن الرجل راع في أهل بيته ومسؤول عن رعيته
“Sesungguhnya seorang laki-laki adalah penanggung jawab bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang tanggung jawabnya terhadap mereka”
🌴 Maka seyogyanya bagi para wali yang telah Allah bebankan kepadanya kewajiban mengurus/bertanggung jawab atas isteri dan anak-anak, hendaknya bertakwa kepada Allah dalam mengurusi mereka, dan hendaknya para wali menjalankan kewajibannya, yaitu memerintahkan mereka (isteri dan anak-anaknya) dengan syariat Islam."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/83)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdulloh (Majalengka) hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
✅📖 PEMBAHASAN KITAB SHIYAM DARI BULUGHUL MAROM (Bagian 2⃣1⃣)
——————————
✳️ HADITS KEDELAPAN
🔗 (Bolehnya Memutus Puasa Sunnah)
..............
〰〰〰
✳️ PENJELASAN HADITS
📡 Di dalam hadits ini, Ummul Mukminin ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha menyebutkan, bahwa pada suatu hari Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungi dirinya, Kebetulan saat itu tidak ada sesuatu apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal perut.
Hingga akhirnya beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam memutuskan untuk berpuasa; dalam keadaan belum makan dan minum sejak shubuh tadi.
👉🏻 Pada kesempatan yang lain di hari yang lain; Keadaan berbalik 180 derajat. Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam kembali mengunjungi ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha dalam keadaan berpuasa. Sejenis makanan yang disebut Haisah Tamer (*) telah siap disajikan; "Hadiah dari seseorang", katanya.
👉🏻Ringkas cerita, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam meminta tolong kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha untuk menghidangkannya. Setelah makanan terhidang; beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam membatalkan puasa dan menyantap hidangan tersebut.
▶️ (*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari tepung gandum, kurma, dan minyak samin.
Lain daerah lain resepnya, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menjelaskan, Resep tadi bisa kita dapatkan di daerah perkotaan. Adapun di daerah pedalaman padang pasir sana; Orang-orang badui mengganti bahan tepung gandum dengan susu yang dikeringkan (الأقط).
Ternyata Resep ini adalah resep leluhur yang turun temurun hingga zaman kita sekarang ini. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/187)
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
——————————
✳️ HADITS KEDELAPAN
🔗 (Bolehnya Memutus Puasa Sunnah)
..............
〰〰〰
✳️ PENJELASAN HADITS
📡 Di dalam hadits ini, Ummul Mukminin ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha menyebutkan, bahwa pada suatu hari Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam datang mengunjungi dirinya, Kebetulan saat itu tidak ada sesuatu apapun yang bisa digunakan untuk mengganjal perut.
Hingga akhirnya beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam memutuskan untuk berpuasa; dalam keadaan belum makan dan minum sejak shubuh tadi.
👉🏻 Pada kesempatan yang lain di hari yang lain; Keadaan berbalik 180 derajat. Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam kembali mengunjungi ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha dalam keadaan berpuasa. Sejenis makanan yang disebut Haisah Tamer (*) telah siap disajikan; "Hadiah dari seseorang", katanya.
👉🏻Ringkas cerita, Rasulullah Shollallahu ‘alaihi waSallam meminta tolong kepada ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha untuk menghidangkannya. Setelah makanan terhidang; beliau Shollallahu ‘alaihi waSallam membatalkan puasa dan menyantap hidangan tersebut.
▶️ (*) Haisah Tamer adalah makanan yang terbuat dari tepung gandum, kurma, dan minyak samin.
Lain daerah lain resepnya, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin Rohimahullah menjelaskan, Resep tadi bisa kita dapatkan di daerah perkotaan. Adapun di daerah pedalaman padang pasir sana; Orang-orang badui mengganti bahan tepung gandum dengan susu yang dikeringkan (الأقط).
Ternyata Resep ini adalah resep leluhur yang turun temurun hingga zaman kita sekarang ini. (Lihat Fathu Dzil-Jalal; 3/187)
Wallahu A’lam Bisshowaab
✅(Bersambung Insya Allah,...)
🌍 Ikuti terus pelajaran Kitab Shiyam dari Bulughul Marom di channel ini.
📝 Disusun oleh Al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan Hafizhahullahu Ta'ala.
#ahkamshiyam #puasaramadhan #kitabshiyam
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah