الدين القيم
2.6K subscribers
868 photos
45 videos
88 files
2.54K links
Download Telegram
🌖🍃SILSILAH SYARH KITABUS SHIYAM DARI KITAB UMDATUL AHKAM (9)

📜Penjelasan Fadhilatusy Syaikh Ubaid bin Abdillah Al Jabiri rahimahullah.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, ia berkata :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا أهلككَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ -وفي رواية : أصبت أهلي في رمضان-. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْه هذا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ : أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »

“Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang membuatmu celaka ?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istriku, padahal aku sedang berpuasa.” -dalam riwayat yang lain : "aku menyetubuhi istriku di bulan Ramadhan"- Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Dimana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah ini dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).

Hadits ini pembicaraan tentangnya terkait hukum-hukum yang terkandung padanya yaitu faedah-faedah hadits tersebut dan fiqih hadits tersebut :
1⃣Maka faedah yang pertama : dalam sikap laki-laki tersebut dengan mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ucapannya : "celaka aku", merupakan dalil bahwasanya telah tetap di sisi para shahabat tentang diharamkannya jima' di siang hari Ramadhan.
2⃣Faedah yang kedua : dalam hadits tersebut terdapat keutamaan bagi laki-laki tersebut yaitu datangnya laki-laki tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam agar menunjukkannya kepada sesuatu yang bisa menghapuskan dosanya, maka dalil yang menunjukkan ia telah melakukan dosa dengan sebab ia bersetubuh dengan istrinya di siang hari Ramadhan adalah ucapannya : "celaka aku", dan dalam riwayat yang lain : "celaka aku dan aku mencelakakan orang lain".

▪️Bersambung.....

http://telegram.me/dinulqoyyim
🌖🍃SILSILAH SYARH KITABUS SHIYAM DARI KITAB UMDATUL AHKAM (10)

📜Penjelasan Fadhilatusy Syaikh Ubaid bin Abdillah Al Jabiri rahimahullah.

3⃣Faedah yang ketiga : kaffarah jima' di siang hari Ramadhan, ini syarat yang harus ada, dan syarat ini (yakni di siang hari Ramadhan, pent) merupakan dalil bahwa tidak ada kaffarah bagi orang yang bersetubuh dengan istrinya dalam keadaan berpuasa di selain Ramadhan, bahkan diantara para ulama ada yang mengatakan : walaupun puasa qadha' Ramadhan tidak ada kaffarah tersebut.
4⃣Faedah yang keempat : bahwasanya kaffarah ini secara berurutan, maka ia sama dengan kaffarah zhihar, maka barangsiapa yang bersetubuh dengan istrinya di siang hari Ramadhan dalam keadaan disengaja, dan ia ingat bahwa ia sedang berpuasa serta tidak terpaksa maka yang pertama diperintahkan adalah memerdekakan budak mukmin, dan syarat ini mengeluarkan budak kafir sehingga jika ia memerdekakan budak kafir maka tidak sah hal tersebut.
Urutan yang kedua : jika ia tidak mendapati budak mukmin maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut, oleh karena inilah Nabi shallallahu alaihi wasallam bertanya kepadanya pertama kali tentang budak : apakah engkau mendapati budak (mukmin) yang bisa engkau bebaskan? Laki-laki tersebut menjawab : tidak, lalu beliau bertanya : apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut? Laki-laki tersebut menjawab : tidak.
Urutan yang ketiga : memberi makan 60 orang miskin.

Dan sungguh telah nampak bagi kalian dalam hadits ini bahwa perintah ini ditujukan kepada laki-laki tersebut, pertanyaannya disini : apakah wanita sama hukumnya dengan laki-laki ataukah tidak? Yakni apakah diwajibkan bagi wanita kaffarah tersebut secara berurutan semisal kewajiban kaffarah bagi laki-laki?
Jawabannya : pendapat yang paling rajih (kuat) adalah bahwa wajib bagi perempuan kaffarah tersebut dengan beberapa syarat :
-Yang pertama : ia ridha.
-Yang kedua : dengan pilihan dia (tanpa paksaan).
-Yang ketiga : ia ingat bahwa ia sedang berpuasa.
Maka keluar dari syarat yang pertama : jikalau ia tidur lalu suaminya melakukan jima' terhadapnya dalam keadaan demikian dan ia tidak menyadarinya hingga terjadilah apa yang terjadi.
Dan keluar dari syarat yang kedua : jikalau suaminya memaksanya dengan kekuatan hingga suaminya bisa bersetubuh dengannya dengan cara dipukul atau dicekik atau ditindih dengan kuat dan ia tidak mungkin melepaskan diri maka tidak ada kewajiban kaffarah atasnya.
Dan keluar dari syarat yang ketiga : jikalau ia lupa bahwa ia sedang berpuasa dan suaminya ingat maka tidak ada kewajiban kaffarah atas wanita tersebut.
Maka jika seorang wanita ridha (menuruti ajakan suaminya), dalam keadaan tidak dipaksa dan ia ingat bahwa ia sedang berpuasa maka kewajiban kaffarah atasnya semisal laki-laki, maka dikatakan kepadanya : apakah engkau mendapati budak (mukmin) yang bisa engkau merdekakan? Jika ia menjawab : ya, kita katakan : merdekakanlah budak mukmin, jika ia menjawab : tidak, maka ia diperintah untuk berpuasa dua bulan berturut-turut, maka jika ia mengatakan bahwa ia tidak mampu maka katakanlah kepadanya : berilah makan kepada 60 orang miskin.

▪️Bersambung.....

http://telegram.me/dinulqoyyim
🌖🍃SILSILAH SYARH KITABUS SHIYAM DARI KITAB UMDATUL AHKAM (11)

📜Penjelasan Fadhilatusy Syaikh Ubaid bin Abdillah Al Jabiri rahimahullah.

5⃣Diantara faedah hadits ini : bolehnya memberi bantuan terhadap orang yang tidak mampu menunaikan kaffarah, dan ini ditunjukkan oleh tindakan beliau shallallahu alaihi wasallam dimana tatkala beliau diberikan hadiah sewadah kurma, ada yang mengatakan : antara 15 sha' hingga 20 sha' kurma maka beliau memberikannya kepada laki-laki tersebut dan memerintahkannya untuk bersedekah dengannya, ini merupakan bantuan yang jelas dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bagi laki-laki tersebut untuk menunaikan kaffarahnya tatkala nampak ia tidak mampu menunaikannya.
6⃣Dan diantara faedah hadits ini : gugurnya kaffarah dari orang yang tidak mampu dan ini ditunjukkan oleh dua perkara :
-Yang pertama : dari lafazh hadits : disini beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda : "berikanlah kurma tersebut sebagai makanan untuk keluargamu", dan dalam riwayat yang lain : "makanlah kurma tersebut".
-Yang kedua : bahwasanya jika kaffarah diwajibkan atasnya ketika ia memiliki harta atau keluasan riski sebagaimana pendapat sebagian ulama niscaya akan diperintahkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dan niscaya beliau akan berkata kepada laki-laki tersebut : "kemudian tunaikan kaffarah apabila engkau sudah mampu atau engkau sudah memiliki harta", dan tatkala Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak memerintahkan hal tersebut maka menjadi jelas bahwa kaffarah gugur darinya dan tidak ada kewajiban kaffarah jika ia mendapati kemudahan riski.
Dan diantara kaedah yang telah ditetapkan dalam ilmu ushul : "bahwasanya tidak diperbolehkan menunda penjelasan di waktu penjelasan tersebut dibutuhkan dan dari waktu pengamalan", dan keadaan laki-laki tersebut mengharuskan penjelasan dengan apa yang telah lewat yakni berikanlah kurma ini kepada keluargamu, sehingga jika engkau mendapati kemampuan harta maka tunaikanlah kaffarahmu, (namun beliau tidak menjelaskan hal tersebut, pent).

Dan disini ada pertanyaan : tidak disebutkan dalam hadits ini perintah beliau shallallahu alaihi wasallam terhadap laki-laki tersebut untuk mengqadha' puasa hari tersebut, namun datang dalam riwayat-riwayat yang lain yang sebagiannya saling menguatkan terhadap sebagian yang lainnya dengan lafazh :

وصم يوما مكانه.

"Dan berpuasalah sehari sebagai gantinya". Wallahu a'lam.

▪️Bersambung.....

http://telegram.me/dinulqoyyim
🌖🍃SILSILAH SYARH KITABUS SHIYAM DARI KITAB UMDATUL AHKAM (12)

📜Penjelasan Fadhilatusy Syaikh Ubaid bin Abdillah Al Jabiri rahimahullah.

Bab puasa ketika safar.

Aku katakan : syariat Muhammad shallallahu alaihi wasallam dibangun di atas prinsip memberikan kemudahan pada setiap perkara yang disertai kesulitan, dan ini ditunjukkan oleh Al Quran dan Sunnah, maka diantara dalil Al Quran adalah firman Allah Jalla wa 'Ala :
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ

"Allah tidak membebani suatu jiwa melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dan firman Allah Ta'ala :
{فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ}

"Maka bertakwalah kepada Allah semampu kalian"
Dan
diantara dalil sunnah yang mustafidhah (masyhur) adalah hadits Imran bin Hushain radhiallahu anhu beliau berkata :

كَانَتْ بِي بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الصَّلاَةِ، فَقَالَ:
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ.

"Suatu ketika aku menderita sakit wasir lalu aku tanyakan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang cara shalat. Maka beliau menjawab:
Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup maka lakukanlah dengan duduk, dan jika engkau tidak sanggup maka lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi tubuhmu".

Dan ucapan penulis : "bab puasa ketika safar", padanya terdapat pemberitahuan terhadap dua perkara :
Yang pertama : Allah memberikan rukhshah (keringanan) bagi musafir untuk berbuka (tidak berpuasa) ketika ia safar.
Yang kedua : pendapat-pendapat para ulama tentang permasalahan ini dan kesimpulannya ada dua pendapat di kalangan para ulama :
1⃣Pendapat yang pertama : wajibnya berbuka (tidak berpuasa) ketika safar, dan jika berpuasa maka wajib baginya mengqadha', dan ini merupakan pendapat Ahluzh Zhahir (Zhahiriyyah) dan hujjah mereka adalah firman Allah Ta'ala :

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ

"Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit dan berpuasa terasa berat baginya, atau sedang bepergian jauh maka dia harus mengganti berpuasa pada hari-hari yang lain sebanyak hari yang dia tidak berpuasa padanya".
Mereka mengambil faedah dari ayat ini bahwasanya wajib bagi musafir untuk berbuka (tidak berpuasa), namun mereka terbantahkan dengan dua perkara :
-Yang pertama : dalil sunnah yang masyhur tentang kebolehan berbuka di bulan Ramadhan bagi musafir sebagaimana akan datang dan diantaranya adalah hadits-hadits dalam bab ini.
Yang kedua : dalil dari ayat yang sama, dan ini tersamarkan kecuali atas orang-orang khusus dari para ulama, maka firman Allah Ta'ala :

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ
Dalam ayat ini terdapat kalimat yang dibuang yaitu فأفطر (maka dia boleh berbuka/tidak berpuasa),
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ -فأفطر فعليه- فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ
Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit dan berpuasa terasa berat baginya, atau sedang bepergian jauh maka dia boleh tidak berpuasa dan dia harus mengganti berpuasa pada hari-hari yang lain sebanyak hari yang dia tidak berpuasa padanya".
Dan ini disebut di sisi ulama ushul fiqih dengan sebutan dalalatul iqtidha' yakni suatu ucapan mengharuskan adanya sesuatu yang dibuang. Ini dari satu sisi.
Dan dari sisi yang lain : jikalau ada yang mengatakan : ayat ini mujmal dan kita tidak sepakat dengan apa yang kalian sebutkan berupa dalalatul iqtidha' dimana dalam ayat tersebut ada sesuatu yang dibuang berupa kalimat yang kalian sebutkan.
Maka jawabannya : kita sepakat dengan kalian bahwa ayat ini mujmal (belum jelas maknanya), namun ayat ini dijelaskan oleh sunnah yang mustafidhah (masyhur) dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan ini termasuk bentuk sunnah menjelaskan Al Quran maka Al Quran bisa jadi dijelaskan oleh Al Quran itu sendiri, dan jika tidak didapati penjelasannya dalam Al Quran maka penjelasannya ada dalam sunnah yang shahih dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.

▪️Bersambung.....

http://telegram.me/dinulqoyyim
🌖🍃SILSILAH SYARH KITABUS SHIYAM DARI KITAB UMDATUL AHKAM (13)

📜Penjelasan Fadhilatusy Syaikh Ubaid bin Abdillah Al Jabiri rahimahullah.

2⃣Pendapat yang kedua : pendapat jumhur (mayoritas ulama) dimana mereka memberikan rukhshah (keringanan) untuk tidak berpuasa bagi musafir dan mereka terbagi menjadi beberapa kelompok.
-Kelompok yang pertama mengatakan : puasa lebih utama (daripada berbuka), dan mereka berdalil dengan sunnah yang shahih yang akan datang penyebutannya di sela-sela pemaparan hadits-hadits bab ini.
-Kelompok yang kedua mengatakan : berbuka lebih utama (daripada berpuasa).
-Dan kelompok yang ketiga pertengahan dimana mereka mengatakan : berbuka lebih utama ketika ada masyaqqah (kesulitan) dan berpuasa lebih utama ketika tidak ada masyaqqah (kondisi berat atau sulit).
✔️Dan pendapat yang benar adalah pendapat yang menyatakan bahwa secara mutlak berbuka (tidak berpuasa) dalam safar lebih utama daripada berpuasa ketika safar, dan hal ini ditunjukkan oleh dua perkara :
-Perkara yang pertama : secara kasat mata dan realita dimana safar walaupun dengan dimudahkannya alat-alat yang digunakan untuk transportasi (pada zaman ini) maka tidak terlepas dari masyaqqah (kondisi berat atau kesulitan), ambillah contoh secara realita yaitu bahwasanya orang yang ingin melakukan perjalanan menggunakan pesawat menuju kota Juddah misalnya, dan dari sana melanjutkan ke umrah maka ia akan mendapati masyaqqah, maka ia akan melakukan persiapan minimalnya dua jam sebelum melakukan penerbangan, kemudian ia membawa barang-barang yang ia butuhkan di mobilnya hingga ia sampai di bandara satu jam atau satu setengah jam sebelum jadwal keberangkatan, kemudian ia menunggu disertai berdesak-desakan, dan bisa jadi keberangkatan tertunda satu jam atau dua jam sehingga masyaqqah itu ada.
Perkara yang kedua : sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

عليكم برخصة الله التي رخص لكم.

"Hendaklah kalian mengambil rukhshoh (keringanan) yang diberikan oleh Allah kepada kalian.” (HR.Muslim).

▪️Bersambung.....

http://telegram.me/dinulqoyyim
Audio
🌹 سورة الأعراف 🌹

للشيخ الوالد أحمد بن عبدالله الغباني الوصابي
رحمه الله وأسكنه فسيح جناته
إمام دار الحديث بدماج في عهد الشيخ مقبل الوادعي رحمه الله

#تلاوات_للشيخ_أحمد_الوصابي_رحمه_الله_

══════ ❁✿❁ ══════
Aku mengabarkan kepada guru kami Syeikh Muhammad bin Hadi Al Madkhali setelah shalat ied pada 1 Syawwal 1444 H di rumah kediaman beliau tentang wafatnya guru kami Syeikh Shalih Al Hudaitsi rahimahullah maka beliau mendoakan ampunan bagi beliau berkali-kali dan beliau berkata : "semoga Allah merahmatinya, tidaklah kita mengenal beliau melainkan orang yang shalih -sesuai namanya-, semenjak lama beliau telah mengajar di masjid Nabawi, mengajarkan fiqih, tidaklah kami mendengar tentangnya melainkan kebaikan, dan kita bersaksi dengan apa yang kita dengar dan kita ketahui, dan demi Allah tidaklah kita mendengar tentangnya melainkan kebaikan".

Abu Qushay Al Madani.
🌔🏷BIOGRAFI ASY SYAIKH AL ALLAMAH AHMAD BIN YAHYA AN NAJMI RAHIMAHULLAH (1)

🖍Ditulis oleh murid beliau yaitu Asy Syaikh Al Allamah Zaid Al Madkhali rahimahullah atas permintaan Asy Syaikh Dr. Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah.
.................
Kesimpulannya adalah permintaanmu terhadapku untuk menulis apa yang dimudahkan bagiku tentang kehidupan guru kami; maka dalam keyakinanku bahwasanya apa yang engkau tulis sebelumnya dan sesudahnya telah mencukupi dalam menjelaskan hal itu; hanya saja aku akan mencatat bersamamu beberapa poin berikut ini :

1⃣Yang pertama : aku mendapatkan kemuliaan untuk mengambil sebagian ilmu syar'i kepada beliau di Ma'had Al Ilmi di propinsi Shamithah dan beliau mewasiatkan para penuntut ilmu untuk menghafalkan apa yang sudah dipelajari dan mengamalkan ilmu di waktu sendiri maupun di hadapan manusia, maka beliau adalah pengajar sekaligus murabbi.

2⃣Yang kedua : dan setelah aku lulus dari Ma'had maka aku menjadi teman beliau dalam aktivitas mengajar ketika beliau pindah ke Ma'had Shamithah; sehingga beliau menjadi rujukan dalam permasalahan-permasalahan ilmiyyah yang sulit dipahami bagi para ikhwah pengajar, dan bersama beliau pula (sebagai rujukan) ialah Syaikh Muhammad Shaghir Al Muhsin semoga Allah merahmati keduanya.

3⃣Yang ketiga : Asy Syaikh Ahmad An Najmi rahimahullah selalu menyemangati kami untuk keluar ke desa-desa dan pedalaman untuk menyampaikan nasehat dan bimbingan dalam kurun waktu yang lama, dan beliau rahimahullah bagus perhatiannya terhadap saudara-saudaranya.

4⃣Yang keempat : aku mengenal dari Syeikh Ahmad rahimahullah keseriusan beliau dalam terus-menerus untuk mendapatkan ilmu dengan tanpa bosan dan tanpa lemah, maka beliau senantiasa mencari tambahan ilmu dan menyebarkannya pada murid-muridnya baik dari penduduk negerinya sendiri maupun dari kalangan orang-orang yang datang dari tempat-tempat yang jauh dalam rangka mengambil ilmu dari beliau; dikarenakan kepercayaan mereka terhadap beliau dan beliau memang orang yang tsiqah, tsabt dan orang yang paham terhadap matan-matan dan sanad-sanad hadits, dan terhadap kaedah-kaedah fiqih Islam serta permasalahan-permasalahan fiqih yang nampak maupun tersembunyi.


http://telegram.me/dinulqoyyim
🌔🏷BIOGRAFI ASY SYAIKH AL ALLAMAH AHMAD BIN YAHYA AN NAJMI RAHIMAHULLAH (2)

5⃣Yang kelima : pembelaan beliau terhadap Sunnah dan ahlinya dan dukungan beliau yang sempurna serta wasiat beliau untuk kokoh di atasnya secara ilmu dan pengamalan serta penyebaran ilmu, dan di samping itu beliau keras terhadap ahlul bida', disertai dengan mencurahkan nasehat bagi mereka; maka jika mereka menolak (nasehat) maka beliau menampakkan sikap hajr (pemboikotan) terhadap mereka, dan mentahdzir mereka dan kebid'ahan-kebid'ahan mereka; maka semoga Allah membalas beliau dengan kebaikan.

6⃣Yang keenam : kemampuan beliau dalam menulis, dan kecintaannya serta konsisten beliau dalam menulis, maka sungguh beliau dibawa ke rumah sakit dalam keadaan pena beliau masih terhunus untuk mencatat pembahasan-pembahasan yang bagus hingga beliau mencatat mayoritas pelajaran-pelajaran yang beliau sampaikan kepada murid-muridnya dan beliau mendiktenya atas mereka; maka diantara murid-murid beliau ada yang menulis dan ada yang merekam dalam rekaman-rekaman kaset sebagai bentuk kesungguhan beliau dalam memperoleh maklumat yang sempurna dan kebagusan dalam mengurutkannya serta mengambil faedah darinya.

7⃣Yang ketujuh : majelis-majelis beliau dikenal dengan mudzakarah ilmu baik melalui perantara membaca suatu kitab, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kemudian dicatat dan disebarkan; agar banyak orang yang mendapatkan faedah darinya, bagaimana tidak dalam keadaan disebarkan di media-media yang mana ilmu disampaikan melaluinya ke tempat-tempat yang jauh.

8⃣Yang kedelapan : Asy Syaikh Ahmad rahimahullah dikenal dengan sikap menjauhkan dari tersibukkan dengan perkara dunia; dikarenakan beliau sibuk secara lahir dan batin dengan upaya meraih ilmu dan menyebarkannya.

9⃣Yang kesembilan : beliau melakukan tugas berfatwa bagi orang dekat maupun orang jauh, laki-laki maupun perempuan, pada setiap permasalahan dari permasalahan-permasalahan yang ada yang tidak didapati solusinya kecuali di sisi orang-orang yang menonjol dalam ilmu syar'i, dan Syaikh Ahmad rahimahullah salah seorang dari mereka -semoga Allah memperbanyak jumlah mereka-, dan permasalahan yang paling berbahaya adalah permasalah nikah, thalaq dan raj'ah, demikian pula permasalahan warisan yang wajib bagi Mufti (pemberi fatwa) untuk berusaha menyampaikan hak-hak kepada ahlinya.

http://telegram.me/dinulqoyyim
🌔🏷BIOGRAFI ASY SYAIKH AL ALLAMAH AHMAD BIN YAHYA AN NAJMI RAHIMAHULLAH (3)


1⃣0⃣Yang kesepuluh : melakukan upaya amar ma'ruf dan nahi mungkar dengan ilmu dan akal serta mengharapkan pahala; baik di daerah Janub atau di selain itu.

1⃣1⃣Yang kesebelas : perhatian beliau dalam melakukan perdamaian antara manusia, disertai dengan sikap kesungguhan dalam mendatangkan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan serta menghilangkan kezhaliman, disertai wasiat beliau kepada semua pihak untuk saling bermurah hati dan saling memaafkan bagi masing-masing dari dua pihak yang berselisih; beliau melakukan hal itu dalam rangka mengamalkan firman Allah Tabaraka wa Ta'ala :

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ

"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara dalam agama, karena itu apabila mereka bertikai, maka damaikanlah di antara saudara-saudara kalian itu".
Dan dalam rangka mengharapkan pahala yang diakibatkan dari amalan memperbaiki hubungan orang yang berselisih.

1⃣2⃣Yang kedua belas : kuatnya penyampaian beliau, dan bagusnya penyampaian beliau dalam berkhutbah, menyampaikan mauizhah dan muhadharah, disertai dengan kemampuan ilmu beliau terhadap nash-nash Al Quran dan hadits-hadits Nabi serta atsar-atsar salaf; oleh karena itu engkau melihatnya tidak membosankan untuk mendengarkan beliau tatkala beliau menyampaikan khutbah keagamaan atau kalimat nasehat atau muhadharah ilmiyyah.

1⃣3⃣Yang ketiga belas : sikap beliau yang mengutamakan orang lain yang menemani beliau dalam safar; aku mengetahui hal itu ketika kita melakukan safar untuk berhaji bersama tau'iyyah islamiyyah dalam haji, maka beliau mendahulukan aku atas dirinya sendiri pada banyak hal.

1⃣4⃣Yang keempat belas : penjagaan beliau terhadap qiyamul lail disertai panjangnya bacaan beliau dari (melihat) mushaf sebagaimana yang aku lihat, dan memperpanjang rukuk dan sujud serta memohon kepada Allah dengan doa-doa yang ma'tsur.

1⃣5⃣Yang kelima belas : membantu orang-orang yang membutuhkan dengan apa yang dimudahkan bagi beliau berupa shadaqah, dan beliau bersungguh-sungguh untuk menyembunyikannya; dikarenakan pengetahuan beliau terhadap hadits :
"Dan seorang laki-laki yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya".

Ini yang aku ketahui pada waktu ini dari penyebutan sifat-sifat yang terpuji yang aku ketahui dari guru kami yang mulia, dan beliau memiliki keutamaan-keutamaan yang lain semoga para penulis biografi beliau bisa menyempurnakannya.

http://telegram.me/dinulqoyyim
تعليق مختصر على كتاب لمعة الاعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد ويليه مذكرة على لمعة الاعتقاد سؤال وجواب
بقلم: فضيلة الشيخ
محمد بن صالح العثيمين.
🏷SILSILAH PENJELASAN KITAB LUM'ATUL I'TIQAD DENGAN METODE TANYA-JAWAB (1)

Oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

بِسْمِ اللَّــــهِ الَّرحْمَـــــــــنِ الرَّحيم

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, dan kita bershalawat dan mengucapkan salam kepada rasul yang paling mulia yaitu Muhammad dan kepada keluarga beliau serta para shahabatnya semuanya.

Adapun setelah itu : maka ini merupakan mudzakkirah terhadap kurikulum tauhid di tahun pertama Tsanawiyyah yang disusun dalam bentuk tanya jawab secara ringkas yang sesuai dengan tingkatan para pelajar di tahun tersebut.

Soal (1) : siapa penulis kitab Lum'atul I'tiqad ?
Jawaban : beliau adalah Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Qudamah Al Maqdisi, dilahirkan pada Sya'ban tahun 541 H di suatu desa dari wilayah Nabulus, wafat di hari Idul Fithri tahun 620 H di Damaskus, semoga Allah merahmatinya dengan rahmat yang luas.

Soal (2) : apa sikap yang wajib terhadap nash-nash Al Quran dan Sunnah tentang nama-nama Allah dan sifat-sifatNya ? Dan berikan alasan terhadap apa yang engkau katakan, dan berilah contoh.
Jawaban : sikap yang wajib adalah menetapkan makna yang ditunjukkannya sesuai zhahir lafazh dengan tanpa perubahan; dikarenakan merubahnya dari zhahirnya merupakan bentuk berkata tentang Allah dengan tanpa ilmu, dan itu hukumnya haram.
Contohnya : firman Allah Ta'ala :

بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ
"...Justru kedua tanganNYa terbentang". (Al Maidah : 63).
Maka zhahir lafazh adalah kedua tangan yang hakiki, maka wajib ditetapkan kedua tangan tersebut demikian, sehingga jikalau seseorang menafsirkannya dengan kekuatan maka itu diharamkan; dikarenakan ia merupakan bentuk merubah lafazh dari zhahirnya dengan tanpa dalil.

http://telegram.me/dinulqoyyim
🏷SILSILAH PENJELASAN KITAB LUM'ATUL I'TIQAD DENGAN METODE TANYA-JAWAB (2)

Oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

Soal (3) : nama-nama Allah Ta'ala semuanya Husna, maka apa makna Husna ? Apa dalilnya ? Dan berikan contohnya.
Jawaban : dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ

"Dan Allah mempunyai asmā`ul ḥusnā (nama-nama yang terbaik) yang menunjukkan keagungan dan kesempurnaan-Nya". (Al A'raf : 180).
Dan makna Husna adalah (nama-namaNya) sampai puncaknya dalam hal keindahan, dimana tidak mengandung kekurangan dari sisi manapun.
Contohnya : Ar Rahman adalah nama dari nama-nama Allah yang Husna yang menunjukkan sifat yang agung yaitu rahmat yang luas.

Soal (4) : apakah nama-nama Allah terbatas dengan bilangan tertentu ? Apa dalilnya ?
Jawaban : nama-namaNya tidak terbatas dengan bilangan tertentu; berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits yang masyhur :

أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ.

"Aku meminta kepadaMu dengan seluruh nama yang Engkau miliki, yang Engkau beri nama diriMu dengan nama itu, atau yang Engkau turunkan dalam KitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhlukMu, atau yang Engkau simpan dalam perbendaharaan ilmu ghaib di sisiMu".
Dan apa yang Allah simpan (dalam ilmu ghaib di sisiNya) tidak mungkin dibatasi dan tidak mungkin untuk diliputi (oleh manusia).

http://telegram.me/dinulqoyyim
🏷SILSILAH PENJELASAN KITAB LUM'ATUL I'TIQAD DENGAN METODE TANYA-JAWAB (3)

Oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

Soal (5) : bagaimana engkau mengkompromikan antara hadits ini dan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَة وَتِسْعِينَ اِسْمًا، مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّة.

”Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, barangsiapa yang menghitungnya dan memahami maknanya serta berdoa kepada Allah dengan nama-nama tersebut maka ia akan masuk surga".
Dimana zhahir hadits ini menunjukkan pembatasan nama-nama Allah menjadi 99 ?
Jawaban : pengkompromian antara keduanya adalah bahwasanya bilangan ini tidak dimaukan dengannya makna pembatasan, namun maknanya : bahwa diantara nama-nama Allah ada 99 nama yang memiliki kekhususan yaitu barangsiapa yang menghitungnya maka ia akan masuk surga, dan semisal dengan ini adalah ucapanmu : aku memiliki 100 kuda yang aku persiapkan untuk jihad, maka ini tidak menafikan bahwa engkau memiliki kuda-kuda yang lainnya selain yang disiapkan untuk jihad.

Soal (6) : apakah nama-nama Allah ditetapkan dengan akal ataukah ia bersifat tauqifiyyah ? Dan berikan alasan atas apa yang engkau katakan.
Jawaban : nama-namaNya tidak ditetapkan dengan akal, namun ia bersifat tauqifiyyah yaitu penetapannya berhenti pada apa yang datang dalam kitabullah dan sunnah RasulNya shallallahu alaihi wasallam, maka tidak bisa ditambah dan tidak bisa dikurangi; dikarenakan akal tidak memungkinkan untuk menjangkau nama-nama yang berhak bagi Allah Ta'ala, sehingga wajib berhenti pada syariat dalam menetapkannya.

http://telegram.me/dinulqoyyim
🏷SILSILAH PENJELASAN KITAB LUM'ATUL I'TIQAD DENGAN METODE TANYA-JAWAB (4)

Oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

Soal (7) : apa syarat beriman terhadap nama-nama Allah ? Dan berikan contohnya.
Jawaban : apabila nama dari nama-nama Allah itu muta'addi maka beriman terhadapnya dinilai sah dengan tiga syarat :
Yang pertama : menetapkan nama tersebut.
Yang kedua : menetapkan sifat.
Yang ketiga : menetapkan pengaruhnya.
Contohnya : nama Ar Rahman maka tidak sah keimanan terhadapnya kecuali dengan menetapkan nama tersebut yaitu Ar Rahman, dan menetapkan sifat (yang terkandung pada nama tersebut) yaitu sifat rahmat, serta menetapkan pengaruhnya yaitu bahwa Allah merahmati orang-orang yang Allah kehendaki.

Dan jika nama dari nama-nama Allah itu lazim bukan muta'addi maka beriman terhadapnya dinilai sah dengan dua syarat :
Yang pertama : menetapkan nama.
Yang kedua : menetapkan sifat.
Contohnya : nama Al Azhiim, maka tidak sah beriman terhadapnya kecuali dengan menetapkan nama tersebut yaitu Al Azhiim dan menetapkan sifat yaitu Al 'azhamah (kebesaran Allah).

http://telegram.me/dinulqoyyim
🏷SILSILAH PENJELASAN KITAB LUM'ATUL I'TIQAD DENGAN METODE TANYA-JAWAB (5)

Oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah.

Soal (8) : sebutkan dalil yang menunjukkan bahwa sifat-sifat Allah itu 'ulya, dan apa makna 'ulya ?
Jawaban : dalilnya adalah firman Allah Ta'ala :

وَلِلَّهِ ٱلْمَثَلُ ٱلْأَعْلَىٰ ۚ

"...dan Allah mempunyai sifat yang Mahatinggi”. (An Nahl : 60).
Dan makna 'ulya adalah sempurna yang tidak ada kekurangan padanya dari segala sisi.

Soal (9) : apakah sifat-sifat Allah sifatnya tauqifiyyah ataukah bisa ditetapkan dengan akal ? Apa alasannya ?
Jawaban : sifat-sifat Allah bersifat tauqifiyyah, tidak bisa ditetapkan dengan akal secara rinci; dikarenakan tidak memungkinkan bagi akal untuk menjangkau rincian apa yang wajib bagi Allah berupa sifat-sifat kesempurnaan, maka wajib berhenti dalam hal ini pada apa datang dalam syariat.

Soal (10) : sebutkan macam-macam sifat Allah dari segi penetapan dan penafian, dan berikan contohnya.
Jawaban : sifat-sifat Allah terbagi menjadi dua :
-Sifat-sifat tsubutiyyah yaitu apa yang Allah tetapkan untuk dirinya seperti sifat ilmu dan sifat mendengar.
-Sifat-sifat salbiyyah yaitu apa yang Allah nafikan dari dirinya seperti sifat zhalim, sehingga wajib menafikan sifat zhalim dari Allah dan menetapkan keadilan bagiNya.

http://telegram.me/dinulqoyyim
Foto dari hairurrahim