📂💠APAKAH JENAZAH SEORANG MUSLIM YANG MATI KARENA VIRUS KORONA DIHUKUMI SEPERTI JENAZAH ORANG YANG MATI SYAHID DALAM MEDAN PERANG MELAWAN ORANG-ORANG KAFIR ?
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
Aku memohon kepada Allah agar merahmati orang-orang yang meninggal dunia dari kaum muslimin, dalam kondisi seorang muslim yang meninggal dunia disebabkan virus korona dan tidak memungkinkan untuk dimandikan atau ditayammumi maka gugur kewajiban tersebut dan ia dikafani dan dishalati, maka jika tidak memungkinkan untuk dishalati dalam keadaan jenazahnya masih ada maka dishalati di atas kuburannya jika memungkinkan dan kalau tidak memungkinkan maka dishalati dengan shalat ghaib, dan barangsiapa yang menyatakan bahwa jenazahnya disikapi seperti menyikapi jenazah orang yang mati syahid pada semua itu maka sungguh ia telah salah dikarenakan itu khusus bagi orang yang mati syahid di medan perang. (Maka orang yang mati syahid di medan perang memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang mati selainnya yaitu ia tidak dishalati, tidak dimandikan dan ia dikafani dengan baju yang berlumuran darah yang ia pakai saat mati dalam medan perang melawan orang-orang kafir, pent).
📅28 Rajab 1441 H / 23 Maret 2020.
قال فضيلة الشيخ أ. د. سليمان الرحيلي حفزه الله :
أسأل الله أن يرحم أموات المسلمين، في حال موت مسلم بالكورونا ولم يمكن أن يغسل أو ييمم فإن ذلك يسقط ويكفن ويصلى عليه فإن لم تمكن الصلاة عليه حاضرا فإنه يصلى عليه في قبره إن أمكن وإلا صلي عليه صلاة الغائب، ومن قال إنه يعامل معاملة الشهيد في كل ذلك فقد أخطأ فإن ذلك خاص بشهيد المعركة.
🔗رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1242074796889866245?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
Aku memohon kepada Allah agar merahmati orang-orang yang meninggal dunia dari kaum muslimin, dalam kondisi seorang muslim yang meninggal dunia disebabkan virus korona dan tidak memungkinkan untuk dimandikan atau ditayammumi maka gugur kewajiban tersebut dan ia dikafani dan dishalati, maka jika tidak memungkinkan untuk dishalati dalam keadaan jenazahnya masih ada maka dishalati di atas kuburannya jika memungkinkan dan kalau tidak memungkinkan maka dishalati dengan shalat ghaib, dan barangsiapa yang menyatakan bahwa jenazahnya disikapi seperti menyikapi jenazah orang yang mati syahid pada semua itu maka sungguh ia telah salah dikarenakan itu khusus bagi orang yang mati syahid di medan perang. (Maka orang yang mati syahid di medan perang memiliki kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang mati selainnya yaitu ia tidak dishalati, tidak dimandikan dan ia dikafani dengan baju yang berlumuran darah yang ia pakai saat mati dalam medan perang melawan orang-orang kafir, pent).
📅28 Rajab 1441 H / 23 Maret 2020.
قال فضيلة الشيخ أ. د. سليمان الرحيلي حفزه الله :
أسأل الله أن يرحم أموات المسلمين، في حال موت مسلم بالكورونا ولم يمكن أن يغسل أو ييمم فإن ذلك يسقط ويكفن ويصلى عليه فإن لم تمكن الصلاة عليه حاضرا فإنه يصلى عليه في قبره إن أمكن وإلا صلي عليه صلاة الغائب، ومن قال إنه يعامل معاملة الشهيد في كل ذلك فقد أخطأ فإن ذلك خاص بشهيد المعركة.
🔗رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1242074796889866245?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
Twitter
سليمان الرحيلي (سليمان بن سليم الله)
اسأل الله أن يرحم أموات المسلمين ،في حال موت مسلم بالكورونا ولم يمكن أن يغسل أو ييمم فإن ذلك يسقط ويكفن ويصلى عليه فإن لم تمكن الصلاة عليه حاضرا فإنه يصلى عليه في قبره إن أمكن وإلاصلي عليه صلاة الغائب ، ومن قال إنه يعامل معاملة الشهيد في كل ذلك فقد أخطأ فإن…
📋🖇HUKUM SHALAT YANG DILAKUKAN OLEH TENAGA MEDIS YANG MEMAKAI ALAT PELINDUNG DIRI DISEBABKAN VIRUS KORONA DENGAN TANPA WUDHU DAN TAYAMMUM
🔸Pertanyaan : apa hukum shalat tanpa wudhu' dan tayammum bagi orang yang memakai baju khusus yang dengan sebab itu ia tidak bisa berwudhu dan tidak bisa bertayammum dikarenakan menangani pasien-pasien terkait virus korona (Covid-19) ? jazakumullahu khairan.
🔻Jawaban Fadhilatusy Syaikh Nu'man bin Abdil Karim Al Watar hafizhahullah :
📍Wajib baginya berwudhu sebelum ia piket dalam menangani pasien, dan ia berusaha menjaga wudhunya, dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam memuji usaha menjaga wudhu dimana beliau bersabda :
لا يحافظ على الوضوء إلا مؤمن.
"Tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang mukmin".
Maka jika dimungkinkan disana ia melakukan piket menangani pasien dalam waktu yang lama yang dengan sebab itu ia tidak mampu berwudhu dan bertayammum disebabkan apa yang dia pakai berupa pakaian-pakaian pelindung diri dan ia sibuk dalam menangani pasien maka ia dihukumi sama dengan orang yang tidak mendapati air dan tanah untuk bersuci sehingga ia melakukan shalat dengan keadaan tersebut (tanpa wudhu dan tayammum) hingga jikapun ia butuh untuk menjamak antara dua shalat karena keadaan tersebut maka ia boleh menjamak, dan Rabb kita (Allah) Subhanahu wa Taala berfirman :
وما جعل عليكم في الدين من حرج.
"Dan Allah tidaklah menjadikan bagi kalian kesulitan dalam agama".
Dan Allah Taala berfirman :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها.
"Dan tidaklah Allah membebani suatu jiwapun kecuali sesuai dengan kemampuannya".
Dan Allah Taala berfirman :
فاتقوا الله ما استطعتم.
"Dan bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian".
Wallahul Musta'an.
🗓2 Sya'ban 1441 H.
🗓#٢_شعبان_١٤٤١هجرية🗓
📚 #الفتوى_رقم_1915 📚
❃ #كتاب_الصلاة ❃ #باب_صلاة_أهل_الأعذار ❃
🔶حكم صلاة الطبيب أو الممرض الذي يرتدي ملابس واقية بسبب مرض كورونا بدون وضوء ولا تيمم🔶
📜 السؤال:
سائل من إندونيسيا
شيخنا حفظك الله:
ما حكم الصلاة بدون وضوء و لا تيمم لمن يلبس لباسا خاصا لا يتمكن معه من الوضوء و لا التيمم لقيامه بأعمال طبية للمرضى بفيروس كورونا ؟ جزاكم الله خيرا
🖋 الجواب:
عليه أن يتوضأ قبل المناوبة في فترة عمله، ويحافظ على وضوئه، وقد مدح النبي صلى الله عليه وسلم المحافظ على الوضوء فقال : "لايحافظ على الوضوء إلا مؤمن" .
فإن فُرضَ أن هناك مناوبة لفترة طويلة لا يستطيع معها الوضوء ولا التيمم بسبب ما يلبسه من الملابس الواقية وانشغاله بالمرضى، فحكمه حكم فاقد الطهورين؛ فيصلي على حاله، حتى لو احتاج والحال ماذكر للجمع بين الصلاتين فيجمع، وربنا سبحانه وتعالى يقول: ( وماجعل عليكم في الدين من حرج) ويقول: ( لايكلف الله نفسا إلا وسعها ) ويقول: ( فاتقوا الله ما استطعتم ) والله المستعان .
✍🏻 نعمان بن عبدالكريم الوتر
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
📲 https://t.me/alwatarftawa
📌 اضغط على الرابط ثم انضم
http://telegram.me/dinulqoyyim
🔸Pertanyaan : apa hukum shalat tanpa wudhu' dan tayammum bagi orang yang memakai baju khusus yang dengan sebab itu ia tidak bisa berwudhu dan tidak bisa bertayammum dikarenakan menangani pasien-pasien terkait virus korona (Covid-19) ? jazakumullahu khairan.
🔻Jawaban Fadhilatusy Syaikh Nu'man bin Abdil Karim Al Watar hafizhahullah :
📍Wajib baginya berwudhu sebelum ia piket dalam menangani pasien, dan ia berusaha menjaga wudhunya, dan sungguh Nabi shallallahu alaihi wasallam memuji usaha menjaga wudhu dimana beliau bersabda :
لا يحافظ على الوضوء إلا مؤمن.
"Tidaklah menjaga wudhu kecuali seorang mukmin".
Maka jika dimungkinkan disana ia melakukan piket menangani pasien dalam waktu yang lama yang dengan sebab itu ia tidak mampu berwudhu dan bertayammum disebabkan apa yang dia pakai berupa pakaian-pakaian pelindung diri dan ia sibuk dalam menangani pasien maka ia dihukumi sama dengan orang yang tidak mendapati air dan tanah untuk bersuci sehingga ia melakukan shalat dengan keadaan tersebut (tanpa wudhu dan tayammum) hingga jikapun ia butuh untuk menjamak antara dua shalat karena keadaan tersebut maka ia boleh menjamak, dan Rabb kita (Allah) Subhanahu wa Taala berfirman :
وما جعل عليكم في الدين من حرج.
"Dan Allah tidaklah menjadikan bagi kalian kesulitan dalam agama".
Dan Allah Taala berfirman :
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها.
"Dan tidaklah Allah membebani suatu jiwapun kecuali sesuai dengan kemampuannya".
Dan Allah Taala berfirman :
فاتقوا الله ما استطعتم.
"Dan bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian".
Wallahul Musta'an.
🗓2 Sya'ban 1441 H.
🗓#٢_شعبان_١٤٤١هجرية🗓
📚 #الفتوى_رقم_1915 📚
❃ #كتاب_الصلاة ❃ #باب_صلاة_أهل_الأعذار ❃
🔶حكم صلاة الطبيب أو الممرض الذي يرتدي ملابس واقية بسبب مرض كورونا بدون وضوء ولا تيمم🔶
📜 السؤال:
سائل من إندونيسيا
شيخنا حفظك الله:
ما حكم الصلاة بدون وضوء و لا تيمم لمن يلبس لباسا خاصا لا يتمكن معه من الوضوء و لا التيمم لقيامه بأعمال طبية للمرضى بفيروس كورونا ؟ جزاكم الله خيرا
🖋 الجواب:
عليه أن يتوضأ قبل المناوبة في فترة عمله، ويحافظ على وضوئه، وقد مدح النبي صلى الله عليه وسلم المحافظ على الوضوء فقال : "لايحافظ على الوضوء إلا مؤمن" .
فإن فُرضَ أن هناك مناوبة لفترة طويلة لا يستطيع معها الوضوء ولا التيمم بسبب ما يلبسه من الملابس الواقية وانشغاله بالمرضى، فحكمه حكم فاقد الطهورين؛ فيصلي على حاله، حتى لو احتاج والحال ماذكر للجمع بين الصلاتين فيجمع، وربنا سبحانه وتعالى يقول: ( وماجعل عليكم في الدين من حرج) ويقول: ( لايكلف الله نفسا إلا وسعها ) ويقول: ( فاتقوا الله ما استطعتم ) والله المستعان .
✍🏻 نعمان بن عبدالكريم الوتر
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
📲 https://t.me/alwatarftawa
📌 اضغط على الرابط ثم انضم
http://telegram.me/dinulqoyyim
Telegram
فتاوى الشيخ نعمان الوتر
قناة متخصصة في الفتاوى الشرعية وفق منهج أهل الحديث والأثر.
أرسل سؤالك:
للرجال:
https://t.me/aboalmonther001
للنساء:
https://t.me/fatawaannesa
⛔️ لا يَحِلُّ لأي شخص التعديل في الفتوى أو مسح توقيع القناة عند تناقل الفتاوى في وسائل التواصل الاجتماعي
أرسل سؤالك:
للرجال:
https://t.me/aboalmonther001
للنساء:
https://t.me/fatawaannesa
⛔️ لا يَحِلُّ لأي شخص التعديل في الفتوى أو مسح توقيع القناة عند تناقل الفتاوى في وسائل التواصل الاجتماعي
📂📋NASEHAT BAGI PARA PEDAGANG AGAR TIDAK MEMANFAATKAN BENCANA VIRUS KORONA
🔻Fadhilatusy Syaikh Dr. Muhammad bin Ghaits hafizhahullah berkata :
🛒Wahai saudaraku pedagang yang mulia....waspadalah dari memanfaatkan musibah yang terjadi dengan engkau menaikkan harga-harga barang atau engkau menimbunnya (dengan membeli semua stok barang tertentu di pasar hingga terjadi kelangkaan pasar kemudian dijual lagi dengan harga tinggi, pent) sehingga engkau memudharatkan saudara-saudaramu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا يحتكر إلا خاطئ.
"Tidaklah menimbun barang melainkan orang yang bersalah". Hadits riwayat Muslim.
💠Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata : "makna orang yang bersalah dalam hadits di atas adalah orang yang bermaksiat lagi berdosa, dan hadits ini sangat jelas menunjukkan haramnya tindakan menimbun barang".
🔸Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إن التجار يحشرون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى وبر وصدق.
"Sesungguhnya para pedagang akan dikumpulkan di hari kiamat sebagai orang-orang yang jahat kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur". Ash Shahihah (994).
Sumber : https://twitter.com/D_ghaith/status/1242302045169868805?s=20
أخي التاجر الكريم .. احذر أن تستغل المصائب فترفع أسعار السلع أو تحتكرها فتضر بإخوانك قال ﷺ: "لا يحتكر إلا خاطئٌ" رواه مسلم قال النووي: "الخاطئ: العاصي الآثم، وهذا الحديث صريح في تحريم الاحتكار" وقال ﷺ: "إن التجار يحشرون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى الله وبر وصدق" الصحيحة (994)
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
🔻Fadhilatusy Syaikh Dr. Muhammad bin Ghaits hafizhahullah berkata :
🛒Wahai saudaraku pedagang yang mulia....waspadalah dari memanfaatkan musibah yang terjadi dengan engkau menaikkan harga-harga barang atau engkau menimbunnya (dengan membeli semua stok barang tertentu di pasar hingga terjadi kelangkaan pasar kemudian dijual lagi dengan harga tinggi, pent) sehingga engkau memudharatkan saudara-saudaramu, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
لا يحتكر إلا خاطئ.
"Tidaklah menimbun barang melainkan orang yang bersalah". Hadits riwayat Muslim.
💠Al Imam An Nawawi rahimahullah berkata : "makna orang yang bersalah dalam hadits di atas adalah orang yang bermaksiat lagi berdosa, dan hadits ini sangat jelas menunjukkan haramnya tindakan menimbun barang".
🔸Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إن التجار يحشرون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى وبر وصدق.
"Sesungguhnya para pedagang akan dikumpulkan di hari kiamat sebagai orang-orang yang jahat kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur". Ash Shahihah (994).
Sumber : https://twitter.com/D_ghaith/status/1242302045169868805?s=20
أخي التاجر الكريم .. احذر أن تستغل المصائب فترفع أسعار السلع أو تحتكرها فتضر بإخوانك قال ﷺ: "لا يحتكر إلا خاطئٌ" رواه مسلم قال النووي: "الخاطئ: العاصي الآثم، وهذا الحديث صريح في تحريم الاحتكار" وقال ﷺ: "إن التجار يحشرون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى الله وبر وصدق" الصحيحة (994)
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
Twitter
د.محمد بن غيث
أخي التاجر الكريم .. احذر أن تستغل المصائب فترفع أسعار السلع أو تحتكرها فتضر بإخوانك قال ﷺ: "لا يحتكر إلا خاطئٌ" رواه مسلم قال النووي: "الخاطئ: العاصي الآثم، وهذا الحديث صريح في تحريم الاحتكار" وقال ﷺ: "إن التجار يحشرون يوم القيامة فجارا إلا من اتقى الله…
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
🏡Jadikanlah keadaan engkau tinggal di rumah sebagai sebab untuk memperbanyak dzikir, doa dan istighfar, dan manfaatkanlah waktu luangmu pada hal-hal yang mendekatkanmu kepada Allah Ar Rahman Al Ghaffar.
📍Perbanyaklah berpuasa di bulan Sya'ban dikarenakan Nabimu shallallahu alaihi wasallam banyak berpuasa di bulan Sya'ban hingga seolah-olah beliau berpuasa di bulan Sya'ban seluruhnya dikarenakan ia merupakan bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, dan dikarenakan amalan-amalan (shalih) di bulan tersebut diangkat kepada Allah maka perbanyaklah berpuasa di bulan (Sya'ban) ini.
🗓03 Sya'ban 1441 H / 27 Maret 2020.
🔗رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1243269394286800896?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
🏡Jadikanlah keadaan engkau tinggal di rumah sebagai sebab untuk memperbanyak dzikir, doa dan istighfar, dan manfaatkanlah waktu luangmu pada hal-hal yang mendekatkanmu kepada Allah Ar Rahman Al Ghaffar.
📍Perbanyaklah berpuasa di bulan Sya'ban dikarenakan Nabimu shallallahu alaihi wasallam banyak berpuasa di bulan Sya'ban hingga seolah-olah beliau berpuasa di bulan Sya'ban seluruhnya dikarenakan ia merupakan bulan yang dilalaikan oleh kebanyakan manusia, dan dikarenakan amalan-amalan (shalih) di bulan tersebut diangkat kepada Allah maka perbanyaklah berpuasa di bulan (Sya'ban) ini.
🗓03 Sya'ban 1441 H / 27 Maret 2020.
🔗رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1243269394286800896?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
📂Fadhilatusy Syaikh Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah :
Aku mengucapkan syukur terhadap Menteri Urusan Islam Kerajaan Saudi Arabia, Ma'alisy Syaikh Dr. Abdul Lathif Alusy Syaikh atas sikap loyalitas beliau terhadap pemerintah kita dan keseriusan beliau dalam menunaikan amanah dengan sesuatu yang membuat Allah ridha dan dengan mewujudkan tujuan-tujuan pemerintah yang baik dan atas perhatian beliau terhadap dakwah yang membuat perbaikan dan tidak membuat kerusakan serta menyatukan barisan dan aku mengucapkan syukur kepada beliau atas perhatian beliau yang besar terhadap rumah-rumah (masjid-masjid) Allah kemudian aku mengucapkan syukur kepada beliau atas ditunjuknya aku sebagai imam dan khathib Masjid Jami' Quba' (di kota Madinah An Nabawiyyah) dan aku memohon kepada Allah keikhlasan.
🗓04 Sya'ban 1441 H / 28 Maret 2020.
#الحمد_لله
http://telegram.me/dinulqoyyim
Aku mengucapkan syukur terhadap Menteri Urusan Islam Kerajaan Saudi Arabia, Ma'alisy Syaikh Dr. Abdul Lathif Alusy Syaikh atas sikap loyalitas beliau terhadap pemerintah kita dan keseriusan beliau dalam menunaikan amanah dengan sesuatu yang membuat Allah ridha dan dengan mewujudkan tujuan-tujuan pemerintah yang baik dan atas perhatian beliau terhadap dakwah yang membuat perbaikan dan tidak membuat kerusakan serta menyatukan barisan dan aku mengucapkan syukur kepada beliau atas perhatian beliau yang besar terhadap rumah-rumah (masjid-masjid) Allah kemudian aku mengucapkan syukur kepada beliau atas ditunjuknya aku sebagai imam dan khathib Masjid Jami' Quba' (di kota Madinah An Nabawiyyah) dan aku memohon kepada Allah keikhlasan.
🗓04 Sya'ban 1441 H / 28 Maret 2020.
#الحمد_لله
http://telegram.me/dinulqoyyim
KARANTINA WILAYAH KETIKA TERJADI WABAH PENYAKIT
📋Asy Syaikh Al Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata :
Jika terjadi wabah penyakit wal iyadzu billah di suatu daerah maka tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk mendatangi negeri yang terjangkiti wabah tersebut, dan barangsiapa yang berada di negeri tersebut maka tidak diperbolehkan baginya keluar darinya, inilah yang dinamakan sekarang dengan istilah karantina kesehatan, dan ia merupakan cara yang dituntunkan oleh Allah untuk menjaga manusia dari menyebarnya wabah-wabah penyakit, dan membatasinya di tempatnya hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengangkat wabah tersebut.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/salihalfawzan/status/1243851095891468288?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Asy Syaikh Al Allamah Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah berkata :
Jika terjadi wabah penyakit wal iyadzu billah di suatu daerah maka tidak diperbolehkan bagi kaum muslimin untuk mendatangi negeri yang terjangkiti wabah tersebut, dan barangsiapa yang berada di negeri tersebut maka tidak diperbolehkan baginya keluar darinya, inilah yang dinamakan sekarang dengan istilah karantina kesehatan, dan ia merupakan cara yang dituntunkan oleh Allah untuk menjaga manusia dari menyebarnya wabah-wabah penyakit, dan membatasinya di tempatnya hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengangkat wabah tersebut.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/salihalfawzan/status/1243851095891468288?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
💠Diantara hal-hal yang membuat Ahlussunnah teristimewakan dan membuat terbongkarnya kesalahan Ahlul Ahwa wa Bida' adalah :
-Mendengar dan taat kepada penguasa pada hal-hal selain kemaksiatan kepada Allah.
-Menjaga kewibawaan penguasa.
-Memuliakan penguasa.
-Menasehati penguasa dengan nasehat yang sesuai dengan kedudukan mereka dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
-Tidak memprovokasi massa untuk menentang penguasa baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi dengan mengarahkan seruan-seruan yang bersifat umum kepada penguasa di atas mimbar-mimbar dan di media-media umum.
🗓04 Sya'ban 1441 H /28 Maret 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1244011622462623744?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
💠Diantara hal-hal yang membuat Ahlussunnah teristimewakan dan membuat terbongkarnya kesalahan Ahlul Ahwa wa Bida' adalah :
-Mendengar dan taat kepada penguasa pada hal-hal selain kemaksiatan kepada Allah.
-Menjaga kewibawaan penguasa.
-Memuliakan penguasa.
-Menasehati penguasa dengan nasehat yang sesuai dengan kedudukan mereka dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
-Tidak memprovokasi massa untuk menentang penguasa baik secara terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi dengan mengarahkan seruan-seruan yang bersifat umum kepada penguasa di atas mimbar-mimbar dan di media-media umum.
🗓04 Sya'ban 1441 H /28 Maret 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1244011622462623744?s=20
http://telegram.me/dinulqoyyim
🏘Dari Uqbah bin Amir Al Juhani radhiallahu anhu ia berkata : aku bertanya : wahai Rasulullah apa itu keselamatan ?
🔻Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
أمسك عليك لسانك وليسعك بيتك وابك على خطيئتك.
"Jagalah lisanmu, tetaplah tinggal di rumahmu dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu".
📋Hadits Riwayat Abu Isa At Tirmidzi dalam sunannya dan ia berkata : "ini hadits hasan".
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
🔻Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
أمسك عليك لسانك وليسعك بيتك وابك على خطيئتك.
"Jagalah lisanmu, tetaplah tinggal di rumahmu dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu".
📋Hadits Riwayat Abu Isa At Tirmidzi dalam sunannya dan ia berkata : "ini hadits hasan".
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
SAUDINEWS
Raja Salman bin Abdil Aziz Alu Su'ud hafizhahullah memerintahkan untuk memberikan pengobatan gratis bagi pasien Corona, hal ini ditujukan kepada semua warga baik penduduk asli maupun penduduk ilegal yang tidak memiliki izin tinggal atau masa izin tinggalnya telah habis.
http://spa.gov.sa//
http://telegram.me/dinulqoyyim
Raja Salman bin Abdil Aziz Alu Su'ud hafizhahullah memerintahkan untuk memberikan pengobatan gratis bagi pasien Corona, hal ini ditujukan kepada semua warga baik penduduk asli maupun penduduk ilegal yang tidak memiliki izin tinggal atau masa izin tinggalnya telah habis.
http://spa.gov.sa//
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
Ini bukanlah kedermawanan kalian yang pertama wahai para pemerintah kita dan tidaklah mengherankan sesuatu itu baik dikarenakan berasal dari sumber yang baik.
Pelayan Dua Tanah Haram yang mulia (Raja Salman ) memerintahkan untuk memberikan pengobatan gratis bagi semua warga baik penduduk asli, pemegang izin (visa) tinggal maupun pendatang yang melanggar aturan kependudukan dimana mereka akan dilayani di semua fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang berkaitan dengan perawatan dari virus Corona.
Terima kasih wahai Raja Salman dan putra mahkota beliau yang terpercaya.
🗓06 Sya'ban 1441 H / 20 Maret 2020.
http://telegram.me/dinulqoyyim
Ini bukanlah kedermawanan kalian yang pertama wahai para pemerintah kita dan tidaklah mengherankan sesuatu itu baik dikarenakan berasal dari sumber yang baik.
Pelayan Dua Tanah Haram yang mulia (Raja Salman ) memerintahkan untuk memberikan pengobatan gratis bagi semua warga baik penduduk asli, pemegang izin (visa) tinggal maupun pendatang yang melanggar aturan kependudukan dimana mereka akan dilayani di semua fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang berkaitan dengan perawatan dari virus Corona.
Terima kasih wahai Raja Salman dan putra mahkota beliau yang terpercaya.
🗓06 Sya'ban 1441 H / 20 Maret 2020.
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Abdillah bin Hamd Al Ushaimi hafizhahullah berkata :
Tertipu dengan kekuatan manusia dalam melawan wabah korona (dengan mengucapkan : "kita akan mengalahkan penyakit ini", "kita akan menang melawan wabah ini" dan yang semisalnya) dan menghilangkan pertolongan Allah merupakan tanda bahwa makhluk tersebut telah disesatkan oleh Allah dan merupakan tanda lemahnya sikap penghambaan mereka terhadap Rabb mereka; dikarenakan jika Allah tidak mengizinkan untuk menghilangkan wabah tersebut maka tidak akan terangkat dari muka bumi, Allah Ta'ala berfirman :
ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله.
"Janganlah mengatakan sesuatu yang engkau berniat untuk melakukannya : sesungguhnya aku akan melakukannya besok kecuali engkau menggantungkan ucapanmu tersebut kepada kehendak Allah dengan engkau mengatakan insya Allah". (Al Kahfi : 23-24).
رابط التغريدة :
https://twitter.com/Osaimi0543/status/1245036806279749637?s=09
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
Tertipu dengan kekuatan manusia dalam melawan wabah korona (dengan mengucapkan : "kita akan mengalahkan penyakit ini", "kita akan menang melawan wabah ini" dan yang semisalnya) dan menghilangkan pertolongan Allah merupakan tanda bahwa makhluk tersebut telah disesatkan oleh Allah dan merupakan tanda lemahnya sikap penghambaan mereka terhadap Rabb mereka; dikarenakan jika Allah tidak mengizinkan untuk menghilangkan wabah tersebut maka tidak akan terangkat dari muka bumi, Allah Ta'ala berfirman :
ولا تقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا إلا أن يشاء الله.
"Janganlah mengatakan sesuatu yang engkau berniat untuk melakukannya : sesungguhnya aku akan melakukannya besok kecuali engkau menggantungkan ucapanmu tersebut kepada kehendak Allah dengan engkau mengatakan insya Allah". (Al Kahfi : 23-24).
رابط التغريدة :
https://twitter.com/Osaimi0543/status/1245036806279749637?s=09
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
Wajib secara syariat bagi orang yang terinfeksi virus korona atau diduga terinfeksi virus tersebut untuk mematuhi apa yang dibimbingkan oleh pihak-pihak terkait (pemerintah, pent) dan jika ia tidak melaksanakan bimbingan/instruksi tersebut maka ia berdosa besar, maka jika ia menularkan virus kepada orang lain sehingga menyebabkan orang lain mati maka orang yang menularkan tersebut berarti telah membunuh orang lain secara tidak langsung dengan menjadi penyebab terbunuhnya orang lain dan sungguh merugi orang yang datang menghadap Allah (pada hari kiamat) dengan membawa darah yang dilindungi disertai hukuman yang akan ia dapatkan di dunia sehingga jangan bermudah-mudahan dalam hal ini.
🗓09 Sya'ban 1441 H / 02 April 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1245705402995691520?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
Wajib secara syariat bagi orang yang terinfeksi virus korona atau diduga terinfeksi virus tersebut untuk mematuhi apa yang dibimbingkan oleh pihak-pihak terkait (pemerintah, pent) dan jika ia tidak melaksanakan bimbingan/instruksi tersebut maka ia berdosa besar, maka jika ia menularkan virus kepada orang lain sehingga menyebabkan orang lain mati maka orang yang menularkan tersebut berarti telah membunuh orang lain secara tidak langsung dengan menjadi penyebab terbunuhnya orang lain dan sungguh merugi orang yang datang menghadap Allah (pada hari kiamat) dengan membawa darah yang dilindungi disertai hukuman yang akan ia dapatkan di dunia sehingga jangan bermudah-mudahan dalam hal ini.
🗓09 Sya'ban 1441 H / 02 April 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1245705402995691520?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
💠📋SILSILAH FIQIH PUASA DARI KITAB NURUL BASHAIR WAL ALBAB KARYA ASY SYAIKH ABDURRAHMAN AS SI'DI RAHIMAHULLAH (1)
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah (Anggota Haiah Kibaril Ulama Kerajaan Saudi Arabia).
Kitabus shiyam
Ash shiyam (puasa) adalah menahan dari segala hal-hal yang membatalkan semenjak dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari
Shiyam Ramadhan merupakan salah satu rukun islam.
Dan sungguh telah datang penekanan tentang kewajiban puasa Ramadhan di beberapa nash-nash dalil, Allah Ta'ala berfirman :
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون.
"Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa". (Al Baqarah : 183).
Dan Allah Taala berfirman :
فمن شهد منكم الشهر فليصمه.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan Ramadhan ini (dalam keadaan mukim dan sehat) maka hendaklah ia berpuasa". (Al Baqarah : 185).
Dan puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun islam sebagaimana datang dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam shahihain bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
بني الإسلام على خمس.
"Islam dibangun di atas 5 perkara".
Dan beliau menyebut diantaranya adalah puasa Ramadhan.
Dan puasa Ramadhan hukumnya fardhu (wajib) bagi setiap mukallaf dan mampu.
Dan yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang yang sudah baligh dan berakal, adapun orang gila dan yang hilang akalnya maka tidak diwajibkan baginya berpuasa, dan diantara contohnya adalah orang yang kacau pikirannya karena tua (pikun) dimana ia tidak bisa berpuasa dengan baik sehingga tidak diwajibkan baginya berpuasa dan tidak pula diwajibkan untuk memberi makan serta tidak ada kewajiban apapun baginya dikarenakan ia tidak mukallaf.
Adapun anak kecil; maka jika ia belum mumayyiz maka tidak wajib baginya berpuasa dan tidak diperintahkan untuk berpuasa, adapun jika telah mumayyiz dan belum baligh maka dalam kondisi ini jika ia mampu berpuasa maka ia diperintahkan untuk berpuasa agar ia terbiasa untuk berpuasa namun tidak wajib baginya, dan jika ditaqdirkan ia berbuka (tidak berpuasa) maka ia tidak mendapatkan dosa dikarenakan ia belum mukallaf.
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan anak-anak kecil dari kalangan shahabat untuk dibiasakan berpuasa, maka sungguh datang dalam hadits bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam tatkala memerintahkan manusia untuk berpuasa di hari Asyura' dalam keadaan puasa hari Asyura' di awal-awal islam hukumnya wajib sebelum ada kewajiban puasa Ramadhan, dan mereka (para shahabat) memerintahkan anak-anak kecil mereka berpuasa dan mereka memberikan anak-anak mereka mainan dari kulit wol agar mereka tersibukkan dengannya dari meminta makanan.
Dan yang diwajibkan di awal-awal islam adalah puasa hari Asyura' yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharram, kemudian tatkala datang bulan Ramadhan maka kewajiban puasa Asyura' dihapus, dan puasa Ramadhan di awal-awal islam bisa dipilih yakni seseorang boleh memilih antara kewajiban berpuasa dan kewajiban memberi makan, Allah Taala berfirman :
وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين.
"Bagi orang-orang yang mampu berpuasa namun memilih berbuka maka mereka harus memberi fidyah yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari ia berbuka". (Al Baqarah : 184).
Kemudian setelah itu diwajibkan puasa Ramadhan (bagi semua muslim yang sudah baligh dan mampu berpuasa, pent), Allah Taala berfirman :
فمن شهد منكم الشهر فليصمه.
"Barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan Ramadhan (dalam keadaan mukim dan sehat) maka hendaklah ia berpuasa".
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam berpuasa Ramadhan selama 9 tahun dimulai sejak tahun kedua hijriyyah.
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 211-212.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah (Anggota Haiah Kibaril Ulama Kerajaan Saudi Arabia).
Kitabus shiyam
Ash shiyam (puasa) adalah menahan dari segala hal-hal yang membatalkan semenjak dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari
Shiyam Ramadhan merupakan salah satu rukun islam.
Dan sungguh telah datang penekanan tentang kewajiban puasa Ramadhan di beberapa nash-nash dalil, Allah Ta'ala berfirman :
يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون.
"Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa". (Al Baqarah : 183).
Dan Allah Taala berfirman :
فمن شهد منكم الشهر فليصمه.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang menyaksikan bulan Ramadhan ini (dalam keadaan mukim dan sehat) maka hendaklah ia berpuasa". (Al Baqarah : 185).
Dan puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun islam sebagaimana datang dalam hadits Ibnu Umar radhiallahu anhuma dalam shahihain bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
بني الإسلام على خمس.
"Islam dibangun di atas 5 perkara".
Dan beliau menyebut diantaranya adalah puasa Ramadhan.
Dan puasa Ramadhan hukumnya fardhu (wajib) bagi setiap mukallaf dan mampu.
Dan yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang yang sudah baligh dan berakal, adapun orang gila dan yang hilang akalnya maka tidak diwajibkan baginya berpuasa, dan diantara contohnya adalah orang yang kacau pikirannya karena tua (pikun) dimana ia tidak bisa berpuasa dengan baik sehingga tidak diwajibkan baginya berpuasa dan tidak pula diwajibkan untuk memberi makan serta tidak ada kewajiban apapun baginya dikarenakan ia tidak mukallaf.
Adapun anak kecil; maka jika ia belum mumayyiz maka tidak wajib baginya berpuasa dan tidak diperintahkan untuk berpuasa, adapun jika telah mumayyiz dan belum baligh maka dalam kondisi ini jika ia mampu berpuasa maka ia diperintahkan untuk berpuasa agar ia terbiasa untuk berpuasa namun tidak wajib baginya, dan jika ditaqdirkan ia berbuka (tidak berpuasa) maka ia tidak mendapatkan dosa dikarenakan ia belum mukallaf.
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan anak-anak kecil dari kalangan shahabat untuk dibiasakan berpuasa, maka sungguh datang dalam hadits bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam tatkala memerintahkan manusia untuk berpuasa di hari Asyura' dalam keadaan puasa hari Asyura' di awal-awal islam hukumnya wajib sebelum ada kewajiban puasa Ramadhan, dan mereka (para shahabat) memerintahkan anak-anak kecil mereka berpuasa dan mereka memberikan anak-anak mereka mainan dari kulit wol agar mereka tersibukkan dengannya dari meminta makanan.
Dan yang diwajibkan di awal-awal islam adalah puasa hari Asyura' yaitu hari kesepuluh dari bulan Muharram, kemudian tatkala datang bulan Ramadhan maka kewajiban puasa Asyura' dihapus, dan puasa Ramadhan di awal-awal islam bisa dipilih yakni seseorang boleh memilih antara kewajiban berpuasa dan kewajiban memberi makan, Allah Taala berfirman :
وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين.
"Bagi orang-orang yang mampu berpuasa namun memilih berbuka maka mereka harus memberi fidyah yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari ia berbuka". (Al Baqarah : 184).
Kemudian setelah itu diwajibkan puasa Ramadhan (bagi semua muslim yang sudah baligh dan mampu berpuasa, pent), Allah Taala berfirman :
فمن شهد منكم الشهر فليصمه.
"Barangsiapa diantara kalian menyaksikan bulan Ramadhan (dalam keadaan mukim dan sehat) maka hendaklah ia berpuasa".
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam berpuasa Ramadhan selama 9 tahun dimulai sejak tahun kedua hijriyyah.
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 211-212.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
💠🗞SILSILAH FIQIH PUASA DARI KITAB NURUL BASHAIR WAL ALBAB KARYA ASY SYAIKH ABDURRAHMAN AS SI'DI RAHIMAHULLAH (2)
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah (Anggota Haiah Kibaril Ulama Kerajaan Saudi Arabia)
Maka barangsiapa yang menderita penyakit yang tidak diharapkan kesembuhannya atau orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa maka ia memberi makan satu orang miskin setiap harinya.
Dan barangsiapa yang menderita penyakit yang diharapkan kesembuhannya atau ia dalam kondisi safar maka diperbolehkan baginya berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan dan ia mengqadha (mengganti) puasanya di hari-hari yang lain sebanyak bilangan hari ia tidak berpuasa.
🔻Orang-orang yang diberikan rukhshah (keringanan) untuk meninggalkan puasa ada beberapa jenis :
1⃣Jenis pertama : orang sakit, dan ia ada tiga macam :
1- Yang hilang akalnya, maka orang ini tidak wajib baginya puasa dan tidak wajib baginya memberi fidyah atau memberi makan dan tidak wajib baginya kaffarah serta tidak ada kewajiban apapun baginya, dan yang semisal dengannya adalah orang tua yang kacau pikirannya (pikun) dimana ia tidak bisa berpuasa dengan baik, dan ia tidak bisa membedakan antara bulan puasa dan bulan yang lain.
2- Orang yang menderita penyakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, dan para dokter menduga ia tidak akan sembuh dari penyakitnya maka dalam kondisi ini tidak mengapa baginya berbuka (tidak berpuasa) dan ia wajib memberi makan satu orang miskin setiap harinya, hal ini berdasarkan firman Allah Taala :
وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين.
"Dan bagi orang-orang yang kesulitan untuk berpuasa dan ia merasa berat sekali untuk melaksanakannya (seperti orang yang tua renta atau orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya) maka ia memberi makan orang miskin setiap harinya". (Al Baqarah : 184).
3- Orang yang menderita penyakit sementara dan keadaan puasa bisa mempengaruhi kesembuhannya maka ia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan wajib baginya mengqadha hari-hari ia tidak berpuasa berdasarkan firman Allah Taala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian sakit atau sedang safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib mengganti puasanya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
🔸Dan penyakit yang seseorang diberikan rukhshah (keringanan) untuk berbuka (tidak berpuasa) ada tiga macam :
1- Penyakit yang bisa menambah parah jika seseorang berpuasa, seperti jika disana ada penyakit yang penderitanya membutuhkan asupan makanan agar badannya kuat dalam menghadapi penyakit tersebut, maka dalam kondisi ini kita katakan : ia boleh berbuka, dikarenakan jika ia berpuasa maka menyebabkan penyakitnya bertambah parah.
2- Penyakit yang kesembuhannya bisa terlambat jika seseorang berpuasa, seperti jika disana ada orang sakit yang butuh untuk mengkonsumsi obat-obatan, dan obat-obatan ini harus ia konsumsi di siang hari maka dalam kondisi ini kita katakan : ia boleh berbuka dan ia wajib mengqadha hari-hari yang ia meninggalkan puasa padanya.
3- Apabila orang yang sakit merasakan sakit ketika berpuasa, seperti orang yang memiliki luka di pencernaannya, apabila tidak ada makanan di pencernaannya maka ia merasakan sakit, maka dalam kondisi ini tidak mengapa ia berbuka (tidak berpuasa) dan ia wajib mengqadha di hari-hari yang lain sebagai ganti hari-hari ia tidak berpuasa padanya.
2⃣Jenis kedua : Ucapan penulis : "atau ia dalam kondisi safar", ini adalah jenis kedua dari orang-orang yang diberikan rukhshah (keringanan) untuk meninggalkan puasa, maka ia diperbolehkan berbuka di bulan Ramadhan dan ia mengqadha di hari-hari yang lain sebanyak hari ia tidak berpuasa padanya berdasarkan firman Allah Ta'ala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dakam kondisi safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib menggantinya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 212-213.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah (Anggota Haiah Kibaril Ulama Kerajaan Saudi Arabia)
Maka barangsiapa yang menderita penyakit yang tidak diharapkan kesembuhannya atau orang lanjut usia yang tidak mampu berpuasa maka ia memberi makan satu orang miskin setiap harinya.
Dan barangsiapa yang menderita penyakit yang diharapkan kesembuhannya atau ia dalam kondisi safar maka diperbolehkan baginya berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan dan ia mengqadha (mengganti) puasanya di hari-hari yang lain sebanyak bilangan hari ia tidak berpuasa.
🔻Orang-orang yang diberikan rukhshah (keringanan) untuk meninggalkan puasa ada beberapa jenis :
1⃣Jenis pertama : orang sakit, dan ia ada tiga macam :
1- Yang hilang akalnya, maka orang ini tidak wajib baginya puasa dan tidak wajib baginya memberi fidyah atau memberi makan dan tidak wajib baginya kaffarah serta tidak ada kewajiban apapun baginya, dan yang semisal dengannya adalah orang tua yang kacau pikirannya (pikun) dimana ia tidak bisa berpuasa dengan baik, dan ia tidak bisa membedakan antara bulan puasa dan bulan yang lain.
2- Orang yang menderita penyakit yang tidak diharapkan kesembuhannya, dan para dokter menduga ia tidak akan sembuh dari penyakitnya maka dalam kondisi ini tidak mengapa baginya berbuka (tidak berpuasa) dan ia wajib memberi makan satu orang miskin setiap harinya, hal ini berdasarkan firman Allah Taala :
وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين.
"Dan bagi orang-orang yang kesulitan untuk berpuasa dan ia merasa berat sekali untuk melaksanakannya (seperti orang yang tua renta atau orang sakit yang tidak diharapkan kesembuhannya) maka ia memberi makan orang miskin setiap harinya". (Al Baqarah : 184).
3- Orang yang menderita penyakit sementara dan keadaan puasa bisa mempengaruhi kesembuhannya maka ia boleh berbuka (tidak berpuasa) dan wajib baginya mengqadha hari-hari ia tidak berpuasa berdasarkan firman Allah Taala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian sakit atau sedang safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib mengganti puasanya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
🔸Dan penyakit yang seseorang diberikan rukhshah (keringanan) untuk berbuka (tidak berpuasa) ada tiga macam :
1- Penyakit yang bisa menambah parah jika seseorang berpuasa, seperti jika disana ada penyakit yang penderitanya membutuhkan asupan makanan agar badannya kuat dalam menghadapi penyakit tersebut, maka dalam kondisi ini kita katakan : ia boleh berbuka, dikarenakan jika ia berpuasa maka menyebabkan penyakitnya bertambah parah.
2- Penyakit yang kesembuhannya bisa terlambat jika seseorang berpuasa, seperti jika disana ada orang sakit yang butuh untuk mengkonsumsi obat-obatan, dan obat-obatan ini harus ia konsumsi di siang hari maka dalam kondisi ini kita katakan : ia boleh berbuka dan ia wajib mengqadha hari-hari yang ia meninggalkan puasa padanya.
3- Apabila orang yang sakit merasakan sakit ketika berpuasa, seperti orang yang memiliki luka di pencernaannya, apabila tidak ada makanan di pencernaannya maka ia merasakan sakit, maka dalam kondisi ini tidak mengapa ia berbuka (tidak berpuasa) dan ia wajib mengqadha di hari-hari yang lain sebagai ganti hari-hari ia tidak berpuasa padanya.
2⃣Jenis kedua : Ucapan penulis : "atau ia dalam kondisi safar", ini adalah jenis kedua dari orang-orang yang diberikan rukhshah (keringanan) untuk meninggalkan puasa, maka ia diperbolehkan berbuka di bulan Ramadhan dan ia mengqadha di hari-hari yang lain sebanyak hari ia tidak berpuasa padanya berdasarkan firman Allah Ta'ala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dakam kondisi safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib menggantinya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 212-213.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
📋Fadhilatusy Syaikh Prof. Dr. Sulaiman bin Salimullah Ar Ruhaili hafizhahullah berkata :
Diantara adab ketika musibah datang adalah hendaknya seseorang berburuk sangka terhadap dirinya maka ia mengatakan : barangkali Allah memberi cobaan kepadaku dan memberi cobaan kepada manusia disebabkan dosa-dosaku sehingga ia bertaubat kepada Allah, dan hendaknya ia berbaik sangka kepada Allah dan ia harus meyakini bahwa di balik cobaan tersebut ada hikmah, serta hendaknya ia berbaik sangka kepada orang lain dan ia mengatakan : barangkali Allah menginginkan untuk mengangkat derajat mereka (disebabkan cobaan yang mereka dapatkan).
Dan tidak pantas di hari-hari ini diucapkan : "Allah telah mengusir kita dari rumah-rumahNya (masjid-masjidNya)", namun hendaknya dikatakan : "Rabb kita menyayangi kita dan memberikan keringanan kepada kita".
🗓12 Sya'ban 1441 H / 4 April 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1246482095272329216?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
Diantara adab ketika musibah datang adalah hendaknya seseorang berburuk sangka terhadap dirinya maka ia mengatakan : barangkali Allah memberi cobaan kepadaku dan memberi cobaan kepada manusia disebabkan dosa-dosaku sehingga ia bertaubat kepada Allah, dan hendaknya ia berbaik sangka kepada Allah dan ia harus meyakini bahwa di balik cobaan tersebut ada hikmah, serta hendaknya ia berbaik sangka kepada orang lain dan ia mengatakan : barangkali Allah menginginkan untuk mengangkat derajat mereka (disebabkan cobaan yang mereka dapatkan).
Dan tidak pantas di hari-hari ini diucapkan : "Allah telah mengusir kita dari rumah-rumahNya (masjid-masjidNya)", namun hendaknya dikatakan : "Rabb kita menyayangi kita dan memberikan keringanan kepada kita".
🗓12 Sya'ban 1441 H / 4 April 2020.
رابط التغريدة :
https://twitter.com/solyman24/status/1246482095272329216?s=20
#Covid_19
http://telegram.me/dinulqoyyim
💠📍SILSILAH FIQIH PUASA DARI KITAB NURUL BASHAIR WAL ALBAB KARYA ASY SYAIKH ABDURRAHMAN AS SA'DI RAHIMAHULLAH (3)
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah.
🔻Dan safar yang membolehkan bagi seseorang untuk mengambil rukhshah (keringanan) untuk berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan dipersyaratkan oleh para ulama dengan beberapa syarat :
1⃣Syarat yang pertama : Safar yang dilakukan adalah safar yang diperbolehkan di dalamnya untuk mengqashar shalat, adapun safar yang sebentar dan jarak safar yang ditempuh seseorang itu dekat maka safar yang demikian tidak membolehkan baginya untuk berbuka, hal itu dikarenakan ia tidak bisa disebut sebagai musafir secara syariat, dan telah lewat pembahasan tentang perselisihan para fuqaha tentang ketentuan safar yang membolehkan seseorang untuk mengambil rukhshah safar (dimana pensyarh merajihkan pendapat bahwa jarak safar yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat padanya adalah jarak perjalanan sehari-semalam yakni seukuran 40 kilometer, pent).
2⃣Syarat yang kedua : safar yang dilakukan adalah safar yang tidak diharamkan sehingga jika seseorang melakukan safar untuk tujuan yang diharamkan maka tidak diperbolehkan baginya mengambil rukhshah-rukhshah safar, seperti orang yang melakukan safar dalam rangka untuk membegal atau mencuri atau untuk melakukan transaksi riba atau melakukan safar dalam rangka berzina, atau melakukan safar dalam rangka agar bisa tidak berpuasa, maka para ulama mengatakan : safar ini diharamkan, dan rukhshah-rukhshah (keringanan) syariat -dan diantaranya adalah keringanan berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan- tidak boleh dikaitkan dengan kemaksiatan, dan pendapat ini dipegangi oleh jumhur ulama diantaranya adalah Malik, Asy Syafi'i dan Ahmad, dan mereka berdalil dengan firman Allah Taala :
فمن اضطر غير باغ ولا عاد فلا إثم عليه.
"Maka barangsiapa yang terpaksa memakan (makanan yang diharamkan baginya) dengan tanpa berbuat zhalim dan tanpa melampaui batasan-batasan Allah maka tidak ada dosa baginya". (Al Baqarah : 173).
Mereka mengatakan : maka mengambil rukhshah-rukshah (keringanan syariat) dipersyaratkan untuk tidak berbuat zhalim dan melampaui batas, dan dari sinilah maka barangsiapa yang melampaui batas dengan berbuat maksiat dalam safarnya maka tidak boleh baginya mengambil rukhshah-rukhshah safar.
3⃣Syarat yang ketiga : seseorang harus keluar meninggalkan semua rumah-rumah negerinya, sehingga apabila seseorang masih berada di negerinya maka ia tidak dinilai sebagai musafir secara bahasa arab, dan syariat hanya membolehkan berbuka (tidak berpuasa) bagi musafir sedangkan orang ini tidak disebut musafir; dikarenakan tidaklah dinilai sebagai musafir kecuali ketika ia telah nampak di luar negerinya.
Apabila seseorang berbuka dalam safarnya maka wajib baginya mengqadha' hari-hari yang ia tidak berpuasa padanya, berdasarkan firman Allah Taala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dalam keadaan safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib menggantinya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 213-215.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah.
🔻Dan safar yang membolehkan bagi seseorang untuk mengambil rukhshah (keringanan) untuk berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan dipersyaratkan oleh para ulama dengan beberapa syarat :
1⃣Syarat yang pertama : Safar yang dilakukan adalah safar yang diperbolehkan di dalamnya untuk mengqashar shalat, adapun safar yang sebentar dan jarak safar yang ditempuh seseorang itu dekat maka safar yang demikian tidak membolehkan baginya untuk berbuka, hal itu dikarenakan ia tidak bisa disebut sebagai musafir secara syariat, dan telah lewat pembahasan tentang perselisihan para fuqaha tentang ketentuan safar yang membolehkan seseorang untuk mengambil rukhshah safar (dimana pensyarh merajihkan pendapat bahwa jarak safar yang diperbolehkan untuk mengqashar shalat padanya adalah jarak perjalanan sehari-semalam yakni seukuran 40 kilometer, pent).
2⃣Syarat yang kedua : safar yang dilakukan adalah safar yang tidak diharamkan sehingga jika seseorang melakukan safar untuk tujuan yang diharamkan maka tidak diperbolehkan baginya mengambil rukhshah-rukhshah safar, seperti orang yang melakukan safar dalam rangka untuk membegal atau mencuri atau untuk melakukan transaksi riba atau melakukan safar dalam rangka berzina, atau melakukan safar dalam rangka agar bisa tidak berpuasa, maka para ulama mengatakan : safar ini diharamkan, dan rukhshah-rukhshah (keringanan) syariat -dan diantaranya adalah keringanan berbuka (tidak berpuasa) di bulan Ramadhan- tidak boleh dikaitkan dengan kemaksiatan, dan pendapat ini dipegangi oleh jumhur ulama diantaranya adalah Malik, Asy Syafi'i dan Ahmad, dan mereka berdalil dengan firman Allah Taala :
فمن اضطر غير باغ ولا عاد فلا إثم عليه.
"Maka barangsiapa yang terpaksa memakan (makanan yang diharamkan baginya) dengan tanpa berbuat zhalim dan tanpa melampaui batasan-batasan Allah maka tidak ada dosa baginya". (Al Baqarah : 173).
Mereka mengatakan : maka mengambil rukhshah-rukshah (keringanan syariat) dipersyaratkan untuk tidak berbuat zhalim dan melampaui batas, dan dari sinilah maka barangsiapa yang melampaui batas dengan berbuat maksiat dalam safarnya maka tidak boleh baginya mengambil rukhshah-rukhshah safar.
3⃣Syarat yang ketiga : seseorang harus keluar meninggalkan semua rumah-rumah negerinya, sehingga apabila seseorang masih berada di negerinya maka ia tidak dinilai sebagai musafir secara bahasa arab, dan syariat hanya membolehkan berbuka (tidak berpuasa) bagi musafir sedangkan orang ini tidak disebut musafir; dikarenakan tidaklah dinilai sebagai musafir kecuali ketika ia telah nampak di luar negerinya.
Apabila seseorang berbuka dalam safarnya maka wajib baginya mengqadha' hari-hari yang ia tidak berpuasa padanya, berdasarkan firman Allah Taala :
فمن كان منكم مريضا أو على سفر فعدة من أيام أخر.
"Maka barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dalam keadaan safar maka ia boleh tidak berpuasa dan ia wajib menggantinya di hari-hari yang lain". (Al Baqarah : 184).
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 213-215.
Sumber : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
💠📋SILSILAH FIQIH PUASA DARI KITAB NURUL BASHAIR WAL ALBAB KARYA ASY SYAIKH ABDURRAHMAN AS SI'DI RAHIMAHULLAH (4).
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah.
🔻Dan para fuqaha berbeda pendapat : apakah yang lebih utama bagi musafir adalah berpuasa dalam safarnya ataukah berbuka ? maka jumhur berkata : sesungguhnya yang lebih utama baginya adalah berpuasa; agar ia berpuasa di bulan Ramadhan, mereka berdalil dengan firman Allah Taala :
وأن تصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون.
"Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui". (Al Baqarah 184).
🔸Dan Al Imam Ahmad berpendapat bahwa yang lebih utama adalah berbuka dalam safar dan beliau berdalil dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
ليس من البر الصيام في السفر.
"Bukan termasuk kebaikan adalah berpuasa ketika safar". Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim.
Dan juga apa yang datang dalam hadits yang shahih bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah melakukan safar bersama para sahabatnya, maka tatkala sampai di tengah perjalanan beliau berbuka dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berbuka, maka dikatakan kepada beliau bahwa sebagian mereka tidak berbuka, maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
أولئك العصاة.
"Mereka telah berbuat maksiat". Hadits riwayat Muslim.
🔺Dan sekelompok ulama berpendapat berpendapat bahwa musafir hendaknya memperhatikan hal yang lebih baik bagi kondisinya saat ia safar, maka jika yang lebih baik baginya adalah berbuka dan mengqadha dikarenakan ia butuh berbuka ketika safarnya maka ia lakukan, dan jika yang lebih baik baginya adalah berpuasa agar selamat dari mengqadha setelah bulan Ramadhan maka dalam kondisi ini yang lebih utama baginya adalah berpuasa, dan mereka berdalil dengan apa yang datang dalam hadits Amr bin Hamzah Al Aslami bahwasanya ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam : wahai Rasulullah sesungguhnya aku adalah seorang yang sering melakukan safar, maka apakah aku berpuasa ketika safar ? maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إن شئت فصم، وإن شئت فأفطر.
"Jika engkau berkehendak maka berpuasalah, dan jika engkau berkehendak maka berbukalah". Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim.
Dan barangkali pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang bisa mengkompromikan dalil-dalil yang telah lewat.
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 215.
Unduh kitab : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim
✍Penjelasan Ma'alisy Syaikh Sa'd bin Nashir Asy Syitsri hafizhahullah.
🔻Dan para fuqaha berbeda pendapat : apakah yang lebih utama bagi musafir adalah berpuasa dalam safarnya ataukah berbuka ? maka jumhur berkata : sesungguhnya yang lebih utama baginya adalah berpuasa; agar ia berpuasa di bulan Ramadhan, mereka berdalil dengan firman Allah Taala :
وأن تصوموا خير لكم إن كنتم تعلمون.
"Dan berpuasa lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui". (Al Baqarah 184).
🔸Dan Al Imam Ahmad berpendapat bahwa yang lebih utama adalah berbuka dalam safar dan beliau berdalil dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
ليس من البر الصيام في السفر.
"Bukan termasuk kebaikan adalah berpuasa ketika safar". Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim.
Dan juga apa yang datang dalam hadits yang shahih bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah melakukan safar bersama para sahabatnya, maka tatkala sampai di tengah perjalanan beliau berbuka dan beliau memerintahkan para sahabatnya untuk berbuka, maka dikatakan kepada beliau bahwa sebagian mereka tidak berbuka, maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
أولئك العصاة.
"Mereka telah berbuat maksiat". Hadits riwayat Muslim.
🔺Dan sekelompok ulama berpendapat berpendapat bahwa musafir hendaknya memperhatikan hal yang lebih baik bagi kondisinya saat ia safar, maka jika yang lebih baik baginya adalah berbuka dan mengqadha dikarenakan ia butuh berbuka ketika safarnya maka ia lakukan, dan jika yang lebih baik baginya adalah berpuasa agar selamat dari mengqadha setelah bulan Ramadhan maka dalam kondisi ini yang lebih utama baginya adalah berpuasa, dan mereka berdalil dengan apa yang datang dalam hadits Amr bin Hamzah Al Aslami bahwasanya ia pernah bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam : wahai Rasulullah sesungguhnya aku adalah seorang yang sering melakukan safar, maka apakah aku berpuasa ketika safar ? maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
إن شئت فصم، وإن شئت فأفطر.
"Jika engkau berkehendak maka berpuasalah, dan jika engkau berkehendak maka berbukalah". Hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim.
Dan barangkali pendapat yang ketiga ini adalah pendapat yang bisa mengkompromikan dalil-dalil yang telah lewat.
📚Syarh Nurul Bashair wal Albab hal. 215.
Unduh kitab : https://archive.org/download/jkrx7/jkrx7.pdf
http://telegram.me/dinulqoyyim