# BANYAKLAH MEMBACA AL-QU'RAN #
Ust. Firanda MA
Tatkala Ad-Dhiyaa' al-Maqdisi akan bersafar untuk menuntut ilmu hadits maka Ibrahim bin Abdil Wahid Al-Maqdisi berwashiat kepadanya seraya berkata :
أَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَلاَ تَتْرُكْهُ فَإِنَّهُ يَتَيَّسَرُ لَكَ الَّذِي تَطْلُبُهُ عَلَى قَدْرِ مَا تَقْرَأُ
"Perbanyaklah membaca Al-Qur'an dan jangan kau tinggalkan Al-Qur'an. Karena akan dipermudah bagimu apa yang kau cari sesuai dengan kadar bacaannmu"
Ad-Dliyaa' Al-Maqdisi berkata
فَرَأَيْتُ ذَلِكَ وَجَرَّبْتُهُ كَثِيْراً، فَكُنْتُ إِذَا قَرَأْتُ كَثِيْراً تَيَسَّرَ لِي مِنْ سَمَاعِ الْحَدِيْثِ وَكِتَابَتِهِ الْكَثِيْرِ، وَإِذَا لَمْ أَقْرَأْ لَمْ يَتَيَّسَرْ لِي
"Maka akupun melihat hal itu dan sudah sering aku mencobanya. Jika aku banyak membaca Al-Qur'an maka dimudahkan bagiku untuk mendengar dan mencatat banyak hadits. Namun jika aku tidak membaca Al-Qur'an maka tidak dimudahkan bagiku" (Dzail Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab Al-Hanbali 3/205)
Ya Allah jadikanlah kami para pecinta Al-Qur'an yang berisi firman-firmanMu…yang membacanya siang dan tengah malam…
Janganlah jadikan kami orang-orang yang lalai membacanya hanya karena secercah dunia…
yang merasa dirinya sibuk…merasa waktunya kurang...
tidak sempat untuk membaca Al-Qur'an…
akan tetapi selalu saja sempat untuk internetan dan bersenda gurau…
Ust. Firanda MA
Tatkala Ad-Dhiyaa' al-Maqdisi akan bersafar untuk menuntut ilmu hadits maka Ibrahim bin Abdil Wahid Al-Maqdisi berwashiat kepadanya seraya berkata :
أَكْثِرْ مِنْ قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، وَلاَ تَتْرُكْهُ فَإِنَّهُ يَتَيَّسَرُ لَكَ الَّذِي تَطْلُبُهُ عَلَى قَدْرِ مَا تَقْرَأُ
"Perbanyaklah membaca Al-Qur'an dan jangan kau tinggalkan Al-Qur'an. Karena akan dipermudah bagimu apa yang kau cari sesuai dengan kadar bacaannmu"
Ad-Dliyaa' Al-Maqdisi berkata
فَرَأَيْتُ ذَلِكَ وَجَرَّبْتُهُ كَثِيْراً، فَكُنْتُ إِذَا قَرَأْتُ كَثِيْراً تَيَسَّرَ لِي مِنْ سَمَاعِ الْحَدِيْثِ وَكِتَابَتِهِ الْكَثِيْرِ، وَإِذَا لَمْ أَقْرَأْ لَمْ يَتَيَّسَرْ لِي
"Maka akupun melihat hal itu dan sudah sering aku mencobanya. Jika aku banyak membaca Al-Qur'an maka dimudahkan bagiku untuk mendengar dan mencatat banyak hadits. Namun jika aku tidak membaca Al-Qur'an maka tidak dimudahkan bagiku" (Dzail Tobaqoot Al-Hanaabilah karya Ibnu Rojab Al-Hanbali 3/205)
Ya Allah jadikanlah kami para pecinta Al-Qur'an yang berisi firman-firmanMu…yang membacanya siang dan tengah malam…
Janganlah jadikan kami orang-orang yang lalai membacanya hanya karena secercah dunia…
yang merasa dirinya sibuk…merasa waktunya kurang...
tidak sempat untuk membaca Al-Qur'an…
akan tetapi selalu saja sempat untuk internetan dan bersenda gurau…
Surah Al Qamar 17
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Imam Al-qurtubi dlm tafsirnya:
"Kami telah memudahkan untuk dihafal Dan Kami menolong org yg ingin menghafalnya, mk adakah pelajar yg ingin menghafal shgg Ia akan ditolong?"
وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
Imam Al-qurtubi dlm tafsirnya:
"Kami telah memudahkan untuk dihafal Dan Kami menolong org yg ingin menghafalnya, mk adakah pelajar yg ingin menghafal shgg Ia akan ditolong?"
# Maqoshid syari'ah 2.
Ust. Badrusalam LC
"Mendatangkan yang lebih banyak mashlahatnya dan menolak yang lebih banyak mudlaratnya."
Syarah:
Tidak setiap yang ada manfaatnya diperintahkan oleh syari'at, sebagaimana tidak setiap yang ada mudlaratnya dilarang oleh syari'at.
Namun yang diperintahkan adalah yang manfaatnya lebih kuat dan yang dilarang adalah yang mudlaratnya lebih kuat.
Arak misalnya ada manfaatnya, namun mudlaratnya lebih kuat.
Bid'ah terkadang memberi manfaat, namun mudlaratnya untuk agama amat berat.
Pergi ke pasar untuk belanja ada mudlaratnya seperti ikhtilat antara laki-laki dan wanita, memandang yang haram dan lainnya, namun mashlahatnya lebih banyak karena untuk menghasilkan kebutuhan primer.
Terkadang, seseorang hanya melihat sisi manfaat. saja, tanpa melihat sisi mafsadah dan mempertimbangkan keduanya. Jelas ini adalah perbuatan kaum pengikut hawa nafsu.
Atau sebaliknya, ada orang hanya melihat sisi mafsadat saja, tanpa melihat mashalahatnya yang lebih besar.
Terkadang, bekerjasama dengan ahlul bid'ah untuk memerangi syi'ah dan menegakkan sunnah menjadi boleh.
Namun sebagian yang amat picik pandangannya seringkali hanya sebatas melihat mafsadat tanpa melihat kepada mashalahat yang lebih besar.
Wallahu a'lam.
Ust. Badrusalam LC
"Mendatangkan yang lebih banyak mashlahatnya dan menolak yang lebih banyak mudlaratnya."
Syarah:
Tidak setiap yang ada manfaatnya diperintahkan oleh syari'at, sebagaimana tidak setiap yang ada mudlaratnya dilarang oleh syari'at.
Namun yang diperintahkan adalah yang manfaatnya lebih kuat dan yang dilarang adalah yang mudlaratnya lebih kuat.
Arak misalnya ada manfaatnya, namun mudlaratnya lebih kuat.
Bid'ah terkadang memberi manfaat, namun mudlaratnya untuk agama amat berat.
Pergi ke pasar untuk belanja ada mudlaratnya seperti ikhtilat antara laki-laki dan wanita, memandang yang haram dan lainnya, namun mashlahatnya lebih banyak karena untuk menghasilkan kebutuhan primer.
Terkadang, seseorang hanya melihat sisi manfaat. saja, tanpa melihat sisi mafsadah dan mempertimbangkan keduanya. Jelas ini adalah perbuatan kaum pengikut hawa nafsu.
Atau sebaliknya, ada orang hanya melihat sisi mafsadat saja, tanpa melihat mashalahatnya yang lebih besar.
Terkadang, bekerjasama dengan ahlul bid'ah untuk memerangi syi'ah dan menegakkan sunnah menjadi boleh.
Namun sebagian yang amat picik pandangannya seringkali hanya sebatas melihat mafsadat tanpa melihat kepada mashalahat yang lebih besar.
Wallahu a'lam.
✽Beberapa Doa Bermanfaat di Kala Musim Penghujan✽
✓ Saat Angin Kencang
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺧﻴﺮﻫﺎ ﻭﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ
ﻭﺃﻋﻮﺫ ﺑﻚ ﻣﻦ ﺷﺮﻫﺎ ﻭﺷﺮ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﺷﺮ ﻣﺎ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ
”Allahumma innii as’aluka khairaha wa khaira maa fiihaa wa khaira maa ursilat bihi.
wa ’udzu bika min syarriha wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bihi”
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang terkandung padanya serta kebaikan apa yang dibawanya...
Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan apa yang dibawanya...”
[HR Bukhari 4/76, Muslim 2/616]
✓ Bila Mendengar Petir
ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺴﺒﺢ ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺑﺤﻤﺪﻩ ﻭﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ
ﻣﻦ ﺧﻴﻔﺘﻪ
"Subhaanalladzi yusabbihur ra’du bihamdihi wal malaaikatu min khiifatihi"
“Maha Suci Allah yang petir bertasbih dengan memujiNya, begitu juga para malaikat, karena takut kepadaNya..”
[Al-Muwaththa’ 2/992, Al-Albani menyatakan Shahih Mauquf]
✓ Ketika Turun Hujan
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan,
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻴﺒﺎ ﻧﺎﻓﻌﺎ
”Allahumma shoyyiban nafi’an”
"Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat”
[HR Bukhari: 1032]
✓ Adapun Apabila Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺣﻮﺍﻟﻴﻨﺎ ﻭﻟﺎ ﻋﻠﻴﻨﺎ,ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺂﻛﺎﻡ ﻭﺍﻟﻈﺮﺍﺏ ﻭﺑﻄﻮﻥ ﺍﻟﺄﻭﺩﻳﺔ ﻭﻣﻨﺎﺑﺖ ﺍﻟﺸﺠﺮ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami, wazh dzhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari"
"Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami.
Ya Allah, turunkanlah hujan di dataran tinggi, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.."
[HR Bukhari: 1/224, Muslim: 2/614]
✓ Dan... Setelah Turun Hujan
ﻣﻄﺮﻧﺎ ﺑﻔﻀﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺣﻤﺘﻪ.
’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih"
"Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah"
[HR. Bukhari: 1/205, Muslim: 1/83]
✓ Saat Angin Kencang
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺧﻴﺮﻫﺎ ﻭﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﺧﻴﺮ ﻣﺎ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ
ﻭﺃﻋﻮﺫ ﺑﻚ ﻣﻦ ﺷﺮﻫﺎ ﻭﺷﺮ ﻣﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﺷﺮ ﻣﺎ ﺃﺭﺳﻠﺖ ﺑﻪ
”Allahumma innii as’aluka khairaha wa khaira maa fiihaa wa khaira maa ursilat bihi.
wa ’udzu bika min syarriha wa syarri maa fiihaa wa syarri maa ursilat bihi”
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan angin ini, dan kebaikan yang terkandung padanya serta kebaikan apa yang dibawanya...
Dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya, dan kejelekan yang ada padanya, dan kejelekan apa yang dibawanya...”
[HR Bukhari 4/76, Muslim 2/616]
✓ Bila Mendengar Petir
ﺳﺒﺤﺎﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﺴﺒﺢ ﺍﻟﺮﻋﺪ ﺑﺤﻤﺪﻩ ﻭﺍﻟﻤﻼﺋﻜﺔ
ﻣﻦ ﺧﻴﻔﺘﻪ
"Subhaanalladzi yusabbihur ra’du bihamdihi wal malaaikatu min khiifatihi"
“Maha Suci Allah yang petir bertasbih dengan memujiNya, begitu juga para malaikat, karena takut kepadaNya..”
[Al-Muwaththa’ 2/992, Al-Albani menyatakan Shahih Mauquf]
✓ Ketika Turun Hujan
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan,
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺻﻴﺒﺎ ﻧﺎﻓﻌﺎ
”Allahumma shoyyiban nafi’an”
"Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat”
[HR Bukhari: 1032]
✓ Adapun Apabila Hujan Lebat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺣﻮﺍﻟﻴﻨﺎ ﻭﻟﺎ ﻋﻠﻴﻨﺎ,ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺂﻛﺎﻡ ﻭﺍﻟﻈﺮﺍﺏ ﻭﺑﻄﻮﻥ ﺍﻟﺄﻭﺩﻳﺔ ﻭﻣﻨﺎﺑﺖ ﺍﻟﺸﺠﺮ
“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami, wazh dzhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari"
"Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami.
Ya Allah, turunkanlah hujan di dataran tinggi, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan.."
[HR Bukhari: 1/224, Muslim: 2/614]
✓ Dan... Setelah Turun Hujan
ﻣﻄﺮﻧﺎ ﺑﻔﻀﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺭﺣﻤﺘﻪ.
’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih"
"Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah"
[HR. Bukhari: 1/205, Muslim: 1/83]
# Maqashid syariah 3#
Ust. Badrusalam LC
"Parameter untuk menilai mashlahat dan mafsadat bukan hawa nafsu#
Syarah:
Untuk menetapkan mashlahat dan mafsadat membutuhkan ilmu yang luas dan dalam.
Bukan mengikuti hawa nafsu belaka, karena jika setiap orang memandang dari sisi nafsunya saja tentu akan berantakan agama dan dunia.
Ilmu yang dangkal seringkali membawa kepada pandangan yang picik, akibat kurangnya pengetahuan tentang ukuran mashlahat dan mafsadat.
Contohnya, sebuah kisah yang ada di zaman imam Malik rahimahullah. Beliau ditanya, "Dari mana saya mulai berihram? Beliau menjawab dari Dzulhulaifah."
Ia berkata, "Saya mau berihram dari sisi kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Beliau menjawab, "Jangan, aku khawatir kamu terkena fitnah."
Ia berkata, "Fitnah apa? Saya hanya menambahnya beberapa mil saja."
Beliau menjawab, "Fitnah mana yang lebih berat dari kamu memandang telah mendahului keutamaan yang Nabi saja tidak melakukannya."
Jadi, parameter mashlahat dan mafsadat adalah ilmu dan bukan hawa nafsu.
Ust. Badrusalam LC
"Parameter untuk menilai mashlahat dan mafsadat bukan hawa nafsu#
Syarah:
Untuk menetapkan mashlahat dan mafsadat membutuhkan ilmu yang luas dan dalam.
Bukan mengikuti hawa nafsu belaka, karena jika setiap orang memandang dari sisi nafsunya saja tentu akan berantakan agama dan dunia.
Ilmu yang dangkal seringkali membawa kepada pandangan yang picik, akibat kurangnya pengetahuan tentang ukuran mashlahat dan mafsadat.
Contohnya, sebuah kisah yang ada di zaman imam Malik rahimahullah. Beliau ditanya, "Dari mana saya mulai berihram? Beliau menjawab dari Dzulhulaifah."
Ia berkata, "Saya mau berihram dari sisi kuburan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam."
Beliau menjawab, "Jangan, aku khawatir kamu terkena fitnah."
Ia berkata, "Fitnah apa? Saya hanya menambahnya beberapa mil saja."
Beliau menjawab, "Fitnah mana yang lebih berat dari kamu memandang telah mendahului keutamaan yang Nabi saja tidak melakukannya."
Jadi, parameter mashlahat dan mafsadat adalah ilmu dan bukan hawa nafsu.
(*) KEUTAMAAN MENGAJAK ORANG LAIN KEPADA ILMU AGAMA DAN KEBAIKAN (*)
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم)
(*) TERJEMAH HADITS:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada hidayah (jalan petunjuk dan kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikuti (atau mengerjakan)nya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang mengikuti (mengerjakan)nya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”. (HR. Muslim no. 6750).
(*) BIOGRAFI SINGKAT PERAWI HADITS:
Nama Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi Al-Yamani radhiyallahu anhu. Beliau masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah pada saat terjadinya perang khoibar. Beliau selalu menyertai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan safar maupun mukim, karena kecintaannya terhadap ilmu agama.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menjadi sahabat Nabi yang paling banyak menghafal n meriwayatkan hadits melebihi para sahabat yg lain. Hal ini dikarenakan beberapa sebab n alasan yg tidak mustahil n bisa diterima akal manusia. Diantaranya:
1. Abu Hurairah radhiyallahu anhu meluangkan waktunya utk senantiasa ber-mulazamah (bergaul n berdampingan) dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam dlm rangka menimba ilmu, baik di saat Nabi mukim, maupun safar untuk berjihad, menunaikan ibadah Haji n Umroh atau selainnya. Berbeda dengan sebagian sahabat yg lain menggunakan sebagian waktunya utk berdagang atau bekerja.
2. Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah mendoakan Abu Hurairah radhiyallahu anhu agar diberi oleh Allah hafalan (daya ingat) yg kuat. Dan doa Nabi mustajab (dikabulkan Allah).
3. Abu Hurairah radhiyallahu anhu tidak hanya meriwayatkan hadits yg ia dengar n lihat langsung dr Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi beliau jg meriwayatkan hadits dr para sahabat lain yg lebih dahulu masuk Islam.
Abu Hurairah wafat pada tahun 59 Hijriyah.
(*) BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH DARI HADITS INI:
1) Anjuran untuk bersemangat dalam berdakwah (mengajak dan menunjuki orang lain) kepada jalan petunjuk dan kebaikan.
2) Keutamaan para ulama dan penuntut ilmu yang senantiasa berdakwah kepada agama Allah, dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain dengan niat ikhlas karena mengharap wajah Allah semata.
3) Anjuran bagi para juru dakwah dan pengajar ilmu untuk mengamalkan apa yg didakwahkan dan diajarkannya agar ia menjadi panutan/ teladan yg baik bagi orang lain.
4) Besarnya pahala orang yang berdakwah kepada agama Allah dan setiap jalan kebaikan, yg mana pahala dakwah tsb akan selalu mengalir kepada dirinya hingga terjadinya hari kiamat sebanyak pahala orang yang menerima, mengikuti dan mengamalkan ilmu yg di dakwahkan dan diajarkannya.
5) Yang dimaksud Al-Huda (petunjuk) di dalam hadits ini ialah setiap ilmu yang bermanfaat dan amal sholih yang ada dalilnya di dalam Al-Quran Al-Karim dan Al-Hadits yang Shohih.
6) Ancaman keras bagi siapa saja yang mengajarkan dan mendakwahkan kpd orang lain kemusyrikan, kekufuran, kebid’ahan, kesesatan, dan kefasikan. Yaitu ia akan memikul dosa perbuatannya tersebut, dan dosa orang-orang yang mengikuti seruannya tsb hingga hari Kiamat tanpa mengurangi dosa para pengikut sedikit pun. Dan yang demikian ini dikarenakan ia menjadi sebab penyimpangan manusia dari jalan kebenaran.
7) Keutamaan dan pahala mengajak orang lain kepada kebaikan dan kebenaran ini bisa diraih oleh setiap orang muslim dan muslimah, para ulama dan penuntut ilmu, orang kaya dan orang miskin, penguasa maupun rakyat. Dengan syarat, melakukan dakwah kepada kebaikan dan kebenaran itu dilakukan dengan cara-cara yan
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنْ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا. (رواه مسلم)
(*) TERJEMAH HADITS:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada hidayah (jalan petunjuk dan kebaikan), maka ia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang yang mengikuti (atau mengerjakan)nya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang mengikuti (mengerjakan)nya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun.”. (HR. Muslim no. 6750).
(*) BIOGRAFI SINGKAT PERAWI HADITS:
Nama Abu Hurairah adalah Abdurrahman bin Shakhr Ad-Dausi Al-Yamani radhiyallahu anhu. Beliau masuk Islam pada tahun ke-7 Hijriyah pada saat terjadinya perang khoibar. Beliau selalu menyertai Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan safar maupun mukim, karena kecintaannya terhadap ilmu agama.
Abu Hurairah radhiyallahu anhu menjadi sahabat Nabi yang paling banyak menghafal n meriwayatkan hadits melebihi para sahabat yg lain. Hal ini dikarenakan beberapa sebab n alasan yg tidak mustahil n bisa diterima akal manusia. Diantaranya:
1. Abu Hurairah radhiyallahu anhu meluangkan waktunya utk senantiasa ber-mulazamah (bergaul n berdampingan) dengan Nabi shallallahu alaihi wasallam dlm rangka menimba ilmu, baik di saat Nabi mukim, maupun safar untuk berjihad, menunaikan ibadah Haji n Umroh atau selainnya. Berbeda dengan sebagian sahabat yg lain menggunakan sebagian waktunya utk berdagang atau bekerja.
2. Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah mendoakan Abu Hurairah radhiyallahu anhu agar diberi oleh Allah hafalan (daya ingat) yg kuat. Dan doa Nabi mustajab (dikabulkan Allah).
3. Abu Hurairah radhiyallahu anhu tidak hanya meriwayatkan hadits yg ia dengar n lihat langsung dr Nabi shallallahu alaihi wasallam, akan tetapi beliau jg meriwayatkan hadits dr para sahabat lain yg lebih dahulu masuk Islam.
Abu Hurairah wafat pada tahun 59 Hijriyah.
(*) BEBERAPA PELAJARAN PENTING DAN FAEDAH ILMIYAH DARI HADITS INI:
1) Anjuran untuk bersemangat dalam berdakwah (mengajak dan menunjuki orang lain) kepada jalan petunjuk dan kebaikan.
2) Keutamaan para ulama dan penuntut ilmu yang senantiasa berdakwah kepada agama Allah, dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain dengan niat ikhlas karena mengharap wajah Allah semata.
3) Anjuran bagi para juru dakwah dan pengajar ilmu untuk mengamalkan apa yg didakwahkan dan diajarkannya agar ia menjadi panutan/ teladan yg baik bagi orang lain.
4) Besarnya pahala orang yang berdakwah kepada agama Allah dan setiap jalan kebaikan, yg mana pahala dakwah tsb akan selalu mengalir kepada dirinya hingga terjadinya hari kiamat sebanyak pahala orang yang menerima, mengikuti dan mengamalkan ilmu yg di dakwahkan dan diajarkannya.
5) Yang dimaksud Al-Huda (petunjuk) di dalam hadits ini ialah setiap ilmu yang bermanfaat dan amal sholih yang ada dalilnya di dalam Al-Quran Al-Karim dan Al-Hadits yang Shohih.
6) Ancaman keras bagi siapa saja yang mengajarkan dan mendakwahkan kpd orang lain kemusyrikan, kekufuran, kebid’ahan, kesesatan, dan kefasikan. Yaitu ia akan memikul dosa perbuatannya tersebut, dan dosa orang-orang yang mengikuti seruannya tsb hingga hari Kiamat tanpa mengurangi dosa para pengikut sedikit pun. Dan yang demikian ini dikarenakan ia menjadi sebab penyimpangan manusia dari jalan kebenaran.
7) Keutamaan dan pahala mengajak orang lain kepada kebaikan dan kebenaran ini bisa diraih oleh setiap orang muslim dan muslimah, para ulama dan penuntut ilmu, orang kaya dan orang miskin, penguasa maupun rakyat. Dengan syarat, melakukan dakwah kepada kebaikan dan kebenaran itu dilakukan dengan cara-cara yan
g sesuai dengan kemampuannya.
Diantara cara-cara dakwah kepada agama Allah agar meraih pahala yang besar yang bisa mengalir sampai hari Kiamat adalah sebagaimana berikut ini:
1. Berdakwah secara langsung di hadapan manusia di dalam masjid, sekolah/pesantren, rumah, tempat kerja, atau selainnya.
2. Berdakwah kepada agama Allah melalui media massa cetak dan elektronik, dan cara pertama dan kedua ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang sudah memiliki ilmu dan pemahaman yang benar tentang agama Islam. Adapun orang yang tidak memiliki ilmu agama, maka dilarang keras terjun ke medan dakwah karena ia akan lebih banyak merusak keadaan umat Islam.
3. Membiayai dan menfasilitasi aktifitas dakwah tauhid dan sunnah, membagi-bagikan/menghadiahkan buku-buku/buletin dakwah/majalah Islam/VCD dakwah atau selainnya. Dan ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang diberi kelapangan rezeki oleh Allah.
4. Membuat peraturan dan perundang-undangan tentang Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar yang diterapkan dan diwajibkan kepada pemerintah dan rakyat. Dan cara ini bisa dilakukan oleh penguasa atau pemerintah Muslim.
Demikian beberapa pelajaran penting dan faedah ilmiyah yang dapat kami simpulkan dari hadits ini. Semoga dapat dipahami dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi At-Taufiq.
#GRUP WA & BB MAJLIS HADITS
(*) Blog Dakwah Sunnah, KLIK:
https://abufawaz.wordpress.com/2013/04/07/keutamaan-mengajak-orang-lain-kepada-ilmu-agama-dan-kebaikan/
Diantara cara-cara dakwah kepada agama Allah agar meraih pahala yang besar yang bisa mengalir sampai hari Kiamat adalah sebagaimana berikut ini:
1. Berdakwah secara langsung di hadapan manusia di dalam masjid, sekolah/pesantren, rumah, tempat kerja, atau selainnya.
2. Berdakwah kepada agama Allah melalui media massa cetak dan elektronik, dan cara pertama dan kedua ini hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang sudah memiliki ilmu dan pemahaman yang benar tentang agama Islam. Adapun orang yang tidak memiliki ilmu agama, maka dilarang keras terjun ke medan dakwah karena ia akan lebih banyak merusak keadaan umat Islam.
3. Membiayai dan menfasilitasi aktifitas dakwah tauhid dan sunnah, membagi-bagikan/menghadiahkan buku-buku/buletin dakwah/majalah Islam/VCD dakwah atau selainnya. Dan ini bisa dilakukan oleh orang-orang yang diberi kelapangan rezeki oleh Allah.
4. Membuat peraturan dan perundang-undangan tentang Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar yang diterapkan dan diwajibkan kepada pemerintah dan rakyat. Dan cara ini bisa dilakukan oleh penguasa atau pemerintah Muslim.
Demikian beberapa pelajaran penting dan faedah ilmiyah yang dapat kami simpulkan dari hadits ini. Semoga dapat dipahami dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi At-Taufiq.
#GRUP WA & BB MAJLIS HADITS
(*) Blog Dakwah Sunnah, KLIK:
https://abufawaz.wordpress.com/2013/04/07/keutamaan-mengajak-orang-lain-kepada-ilmu-agama-dan-kebaikan/
MUHAMMAD WASITHO ABU FAWAZ
KEUTAMAAN MENGAJAK ORANG LAIN KEPADA ILMU AGAMA DAN KEBAIKAN
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ م…
* JAGA PANDANGAN ANDA *
Ust. Rochmad supriyadi LC
Mata merupakan karunia yang Allah سبحانه وتعالى kepada hamba, sepantasnya hamba tersebut menjaga dan memelihara, serta menggunakan nya sejalan dengan Aturan dan rambu-rambu agama.
Didalam atsar disebutkan," Pandangan adalah panah beracun yang dilemparkan iblis, maka barang siapa yang menundukkan dan menahan pandangan nya karena Allah niscaya ia akan merasakan kemanisan dan ketentraman dihati nya hingga hari perjumpaan dengan Nya ". HR At-Thobrony dengan sanad yg lemah.
Berkata para salaf," Antara mata dan hati terdapat celah dan jalan, bila mata rusak dan busuk, niscaya busuk pula hati manusia tersebut bak layaknya tong sampah yg diisi penuh dengan najis dan kotoran, hingga tidak dapat lagi merasakan makrifat dan kecintaan Allah, tidak kenal lagi inabah dan mahabah, dan akan senantiasa melakukan apa yg berlawanan itu semua".
Membiarkan mata secara bebas adalah dosa dan melanggar aturan agama, Allah سبحانه وتعالى berfirman," Katakanlah kepada para mukminin laki-laki agar mereka menahan pandangan mereka dan menjaga farji-farji mereka, hal itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui dengan apa yg mereka lakukan ". QS An-Nur 30.
Berkata salaf," Barang siapa yg memakmurkan bagian dhohir tubuh nya dengan menampakkan sunnah, dan memenuhi bathin nya dg senantiasa terus-menerus murokobah, menahan pandangan dari penglihatan haram, menjaga diri dari syubhat, memakan barang halal, niscaya firasat nya tidak akan kliru ".
Ust. Rochmad supriyadi LC
Mata merupakan karunia yang Allah سبحانه وتعالى kepada hamba, sepantasnya hamba tersebut menjaga dan memelihara, serta menggunakan nya sejalan dengan Aturan dan rambu-rambu agama.
Didalam atsar disebutkan," Pandangan adalah panah beracun yang dilemparkan iblis, maka barang siapa yang menundukkan dan menahan pandangan nya karena Allah niscaya ia akan merasakan kemanisan dan ketentraman dihati nya hingga hari perjumpaan dengan Nya ". HR At-Thobrony dengan sanad yg lemah.
Berkata para salaf," Antara mata dan hati terdapat celah dan jalan, bila mata rusak dan busuk, niscaya busuk pula hati manusia tersebut bak layaknya tong sampah yg diisi penuh dengan najis dan kotoran, hingga tidak dapat lagi merasakan makrifat dan kecintaan Allah, tidak kenal lagi inabah dan mahabah, dan akan senantiasa melakukan apa yg berlawanan itu semua".
Membiarkan mata secara bebas adalah dosa dan melanggar aturan agama, Allah سبحانه وتعالى berfirman," Katakanlah kepada para mukminin laki-laki agar mereka menahan pandangan mereka dan menjaga farji-farji mereka, hal itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha mengetahui dengan apa yg mereka lakukan ". QS An-Nur 30.
Berkata salaf," Barang siapa yg memakmurkan bagian dhohir tubuh nya dengan menampakkan sunnah, dan memenuhi bathin nya dg senantiasa terus-menerus murokobah, menahan pandangan dari penglihatan haram, menjaga diri dari syubhat, memakan barang halal, niscaya firasat nya tidak akan kliru ".
# Menyambut gerhana matahari dengan meriah? #
By Ust DR Muhammad Arifin Badri
Gegap gempita , riuh riang & pesta pora menyambut momentum gerhana matahari seakan gerhana matahari adalah berkah dan rejeki.
Betulkah demikian dahulu Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tatkala mendapatkan momentum serupa beliau tidak menyambutnya dengan pesta apalagi menganggapnya sebagai ajang wisata yang patut dipromosikan atau dimeriahkan.
Dahulu nabi sallallahu alaihi wasallam begitu takut dan khawatir dengan gerhana matahari beliau beralasan bahwa gerhana bukanlah rejeki atau wisata akan tetapi gerhana matahari adalah ancaman dan peringatan tidak allah mengancam dan memberi peringatan bahawa allah kuasa menjadikan matahari tidak lagi berputar tidak lagi bersinar tidak lagi berjalan namun berhenti di tempat atau bisa pula menjadikan perjalanan matahari dan bulan terus beriringan sehingga gelap gulita .
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
الشمس والقمر أيتان من ايات الله يخوف الله بهما عباده لا تنكسفان لموت أحد ولا لحياته فأذا رايتم شيئا من ذلك فازعوا الى الصلاة
Matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda keesaan Allah dengan keduanya Allah memberi peringatan kepada hamba-hambanya keduanya tidak akan mengalami gerhana hanya karena kematian seseorang atau terlahirnya seseorang jika kalian mendapatkan gerhana maka segera tegakkanlah sholat
Sobat masihkah anda ingin menyambut gerhana matahari karena ingin berwisata Menikmati keindahan gerhana selanjutnya selfi sana dan Selfi sini ataukah anda ingin menjadikan momentum gerhana matahari total sebagai momentum bermuhasabah mengasah rasa takut; khawatir dan iman anda kepada kuasa Allah & selanjutnya memperbanyak doa kepada Allah?
Astaghfirullahalazim. astaghfirullahalazim.
http://www.salamdakwah.com/baca-artikel/menyambut-gerhana-matahari-dengan-meriah-.html
# Menyambut gerhana matahari dengan meriah? #
By Ust DR Muhammad Arifin Badri
Gegap gempita , riuh riang & pesta pora menyambut momentum gerhana matahari seakan gerhana matahari adalah berkah dan rejeki.
Betulkah demikian dahulu Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tatkala mendapatkan momentum serupa beliau tidak menyambutnya dengan pesta apalagi menganggapnya sebagai ajang wisata yang patut dipromosikan atau dimeriahkan.
Dahulu nabi sallallahu alaihi wasallam begitu takut dan khawatir dengan gerhana matahari beliau beralasan bahwa gerhana bukanlah rejeki atau wisata akan tetapi gerhana matahari adalah ancaman dan peringatan tidak allah mengancam dan memberi peringatan bahawa allah kuasa menjadikan matahari tidak lagi berputar tidak lagi bersinar tidak lagi berjalan namun berhenti di tempat atau bisa pula menjadikan perjalanan matahari dan bulan terus beriringan sehingga gelap gulita .
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
الشمس والقمر أيتان من ايات الله يخوف الله بهما عباده لا تنكسفان لموت أحد ولا لحياته فأذا رايتم شيئا من ذلك فازعوا الى الصلاة
Matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda keesaan Allah dengan keduanya Allah memberi peringatan kepada hamba-hambanya keduanya tidak akan mengalami gerhana hanya karena kematian seseorang atau terlahirnya seseorang jika kalian mendapatkan gerhana maka segera tegakkanlah sholat
Sobat masihkah anda ingin menyambut gerhana matahari karena ingin berwisata Menikmati keindahan gerhana selanjutnya selfi sana dan Selfi sini ataukah anda ingin menjadikan momentum gerhana matahari total sebagai momentum bermuhasabah mengasah rasa takut; khawatir dan iman anda kepada kuasa Allah & selanjutnya memperbanyak doa kepada Allah?
Astaghfirullahalazim. astaghfirullahalazim.
http://www.salamdakwah.com/baca-artikel/menyambut-gerhana-matahari-dengan-meriah-.html
# Menyambut gerhana matahari dengan meriah? #
Salamdakwah
Menyambut gerhana matahari dengan meriah?
Menyambut gerhana matahari dengan meriah?
Gegap gempita , riuh riang & pesta pora menyambut momentum gerhana matahari seakan gerhana matahari adalah berkah dan rejeki.
Betulkah demikian dahulu Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tatkala mendapatkan momentum…
Gegap gempita , riuh riang & pesta pora menyambut momentum gerhana matahari seakan gerhana matahari adalah berkah dan rejeki.
Betulkah demikian dahulu Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam tatkala mendapatkan momentum…
# Maqashid Syari'ah 4#
Ust. Badrusalam LC
"Menegakkan dunia untuk tujuan akhirat#
Islam tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, karena ia fana dan akan hancur.
Namun, menitik beratkan kepada akhirat. Karena itu adalah akhir kehidupan manusia.
Islam memerintahkan memperbaiki dunia, dan mencarinya. Namun melarang untuk tertipu dengan dunia. Bahkan islam menyuruh untuk zuhud terhadap dunia.
Zuhud tidak bertentangan dengan kekayaan, karena hakikat zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.
Berbeda halnya dengan selain islam, yang orientasinya sebatas dunia. Mereka memandang kesuksesan hanya sebatas di dunia. Na'udzu billah min dzalika.
Ust. Badrusalam LC
"Menegakkan dunia untuk tujuan akhirat#
Islam tidak menjadikan dunia sebagai tujuan hidup, karena ia fana dan akan hancur.
Namun, menitik beratkan kepada akhirat. Karena itu adalah akhir kehidupan manusia.
Islam memerintahkan memperbaiki dunia, dan mencarinya. Namun melarang untuk tertipu dengan dunia. Bahkan islam menyuruh untuk zuhud terhadap dunia.
Zuhud tidak bertentangan dengan kekayaan, karena hakikat zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk kehidupan akhirat.
Berbeda halnya dengan selain islam, yang orientasinya sebatas dunia. Mereka memandang kesuksesan hanya sebatas di dunia. Na'udzu billah min dzalika.
📰 Bolehkan Anak Memakai Baju Bergambar Makhluk Bernyawa
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya :
Apa hukum memakaikan anak pakaian yang terdapat gambar makhluk bernyawa padanya?
Jawaban :
Para ahli ilmu mengatakan bahwa haram memakaikan anak dengan pakaian yang haram dipakai oleh orang dewasa. Pakaian bergambar makhluk bernyawa haram dipakai oleh orang dewasa, maka memakaikannya kepada anak kecil juga haram. Itulah hukum dalam masalah ini.
Yang wajib bagi kaum muslimin adalah menjauhi dari pakaian serta alas kaki semacam itu, sehingga orang-orang yang cenderung pada kejelekan dan kerusakan tidak bisa masuk dari sisi tersebut. Apabila pakaian semacam itu ditinggalkan maka mereka tidak akan memperoleh jalan untuk memasukkannya ke negeri ini, dan perkaranya akan menjadi rendah di kalangan mereka.[1]
(Diterjemahkan dari : Durus Al ‘Aam, karya Syaikh Abdul Malik Al Qosim, terbitan Darul Qosim lin Nasyr wat Tauzi’, Cetakan I Tahun 1421 H/2000 M, Hlm. 50)
[1] Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 2/275.
📌Bagikan melalui link ini: http://klikuk.com/eCzoi
KlikUK.Com
titian ilmu penyejuk qalbu
🌼🌼🌼🌹🌼🌼🌼
Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin pernah ditanya :
Apa hukum memakaikan anak pakaian yang terdapat gambar makhluk bernyawa padanya?
Jawaban :
Para ahli ilmu mengatakan bahwa haram memakaikan anak dengan pakaian yang haram dipakai oleh orang dewasa. Pakaian bergambar makhluk bernyawa haram dipakai oleh orang dewasa, maka memakaikannya kepada anak kecil juga haram. Itulah hukum dalam masalah ini.
Yang wajib bagi kaum muslimin adalah menjauhi dari pakaian serta alas kaki semacam itu, sehingga orang-orang yang cenderung pada kejelekan dan kerusakan tidak bisa masuk dari sisi tersebut. Apabila pakaian semacam itu ditinggalkan maka mereka tidak akan memperoleh jalan untuk memasukkannya ke negeri ini, dan perkaranya akan menjadi rendah di kalangan mereka.[1]
(Diterjemahkan dari : Durus Al ‘Aam, karya Syaikh Abdul Malik Al Qosim, terbitan Darul Qosim lin Nasyr wat Tauzi’, Cetakan I Tahun 1421 H/2000 M, Hlm. 50)
[1] Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 2/275.
📌Bagikan melalui link ini: http://klikuk.com/eCzoi
KlikUK.Com
titian ilmu penyejuk qalbu
🌼🌼🌼🌹🌼🌼🌼
KlikUK.com
Fatwa : Bolehkan Anak Memakai Baju Bergambar Makhluk Bernyawa
Bagikan melalui link ini: http://klikuk.com/eCzoi
SHALAT GERHANA BULAN DAN GERHANA MATAHARI
Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu didasarkan pada dalil berikut ini.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا ثُمَّ قَالَ : يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ مَامِن أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَاأُمَّةَ مُحَمَّدٍ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ، لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً، وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرً
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]
Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut kesepakatan ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga dengan perintah untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2] .Wallaahul Muwaffiq.
SIFAT DAN JUMLAH RAKAA’AT SHALAT KUSUF
Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf
Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ (الصَّلاَةُ جَامِعَة) Ash-Shalaatu Jaami’ah”.
Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]
Kedua : Jumlah Raka’at Shalat Kusuf
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pe
Oleh
Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul
Shalat kusuf (gerhana bulan) dan khusuf (gerhana matahari) merupakan sunnat mua’kkad. Disunatkan bagi orang muslim untuk mengerjakannya. Hal itu didasarkan pada dalil berikut ini.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha, dia bercerita bahwa pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi gerhana matahari, lalu beliau mengerjakan shalat bersama orang-orang. Maka beliau berdiri dan memanjangkan waktu berdiri, lalu beliau ruku dan memanjangkannya. Kemudian beliau berdiri dan memanjangkannya –berdiri yang kedua ini tidak selama berdiri pertama-. Setelah itu, beliau ruku dan memanjangkan ruku, ruku-nya ini lebih pendek dari ruku pertama. Selanjutnya, beliau sujud dan memanjangkannya. Kemudian beliau mengerjakan pada rakaat kedua seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Setelah itu, beliau berbalik sedang matahari telah muncul. Lalu beliau memberikan khutbah kepada orang-orang. Beliau memanjatkan pujian dan sanjungan kepada Allah. Dan setelah itu, beliau bersabda.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوْا، وَصَلُّوْا، وَتَصَدَّقُوْا ثُمَّ قَالَ : يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ، وَاللَّهِ مَامِن أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ، يَاأُمَّةَ مُحَمَّدٍ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَاأَعْلَمُ، لَضَحِكْتُمْ قَلِيْلاً، وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيْرً
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua (tanda) dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut maka hendaklah kalian berdo’a kepada Allah, bertakbir, shalat dan bersedekah”. Setelah itu, beliau bersabda : “Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang yang lebih cemburu dari Allah jika hambaNya, laki-laki atau perempuan berzina. Wahai umat Muhammad, seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [1]
Dapat saya katakan, sisi dalil yang dikandung hadits di atas, bahwa perintah mengerjakan shalat itu berbarengan dengan perintah untuk bertakbir, berdo’a, dan bersedekah. Dan tidak ada seorangpun yang mewajibkan bersedekah, bertakbir dan berdo’a pada saat terjadi gerhana. Dengan demikian, menurut kesepakatan ijma’ bahwa perintah tersebut bersifat sunnat. Demikian juga dengan perintah untuk mengerjakan shalat yang berbarengan dengannya. [2] .Wallaahul Muwaffiq.
SIFAT DAN JUMLAH RAKAA’AT SHALAT KUSUF
Pertama : Tidak Ada Adzan Dan Iqamah Untuk Shalat Kusuf
Para ulama telah sepakat untuk tidak mengumandangkan adzan dan iqomah bagi shalat kusuf [3]. Dan yang disunnahkan [4] menyerukan untuknya “ (الصَّلاَةُ جَامِعَة) Ash-Shalaatu Jaami’ah”.
Yang menjadi dalih bagi hal tersebut adalah apa yang ditegaskan dari Abdullah bin Amr Radhiyallahuma, dia bercerita : “Ketika terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, diserukan : Innash Shalaata Jaami’ah” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani.[5]
Kedua : Jumlah Raka’at Shalat Kusuf
Shalat gerhana itu dikerjakan dua rakaat dengan dua ruku’ pada setiap rakaat. Yang menjadi dalil hal tersebut adalah hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha yang telah kami sampaikan sebelumnya. Dan juga hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, dia bercerita : “Pernah terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dengan waktu yang panjang sepanjang bacaan surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang cukup panjang, lalu beliau bangkit dan berdiri dalam waktu yang lama juga- -tetapi lebih pendek dari berdiri pertama-. Kemudian beliau ruku dengan ruku yang lama –ruku yang lebih pendek dari ruku pertama-. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berdiri dalam waktu yang lama –tetapi lebih pendek dari berdiri pertama. Selanjutnya, beliau ruku dengan ruku yang lama- ruku yang lebih pe
ndek dari ruku pertama. Setelah itu, beliau sujud. Kemudian beliau berbalik, sedang matahari telah muncul. Maka beliau bersabda.
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْكُرُواللَّهَ
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”
Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.
ِنِّي رَأَيْتُ الْجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ عُنْقُوْدًا، وَلَوْ أَصَبْتُهُ، لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَابَقِيَتِ الدُّنْيَا، وَرَأَيْتُ النَّارَ، فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ، وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.
Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. Beliau menjawab.
يَكْفُرْنَ الْعَثِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْأَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَا هُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ ثَيْئًا، قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]
Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]
Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf
Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan empat sujud.” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]
At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul Fithi dan Idul Adha serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam shalat sunnat [9]
Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq
Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.
Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.
1. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah”
2. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.[11]
3. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat gerhana itu se
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَيَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُم ذَلِكَ، فَادْكُرُواللَّهَ
“Sesungguhnya matahari dan bulan itu merupakan dua dari tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak juga karena kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika kalian melihat hal tersebut, maka berdzikirlah kepada Allah”
Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, kami melihatmu mengambil sesuatu di tempat berdirimu, kemudian kami melihatmu mundur ke belakang”. Beliau bersabda.
ِنِّي رَأَيْتُ الْجَنَّةَ، فَتَنَاوَلْتُ عُنْقُوْدًا، وَلَوْ أَصَبْتُهُ، لَأَكَلْتُمْ مِنْهُ مَابَقِيَتِ الدُّنْيَا، وَرَأَيْتُ النَّارَ، فَلَمْ أَرَ مَنْظَرًا كَالْيَوْمِ قَطُّ أَفْظَعَ، وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ
“Sesungguhnya aku melihat Surga, maka aku berusaha mengambil setandan (buah-buahan). Seandainya aku berhasil meraihnya, niscaya kalian akan dapat memakannya selama dunia ini masih ada. Dan aku juga melihat Neraka, aku sama sekali tidak pernah melihat pemandangan yang lebih menyeramkan dari pemandangan hari ini. Aku melihat kebanyakan penghuninya adalah wanita”.
Para sahabat bertanya, “Karena apa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Karena kekufuran mereka”. Ada yang bertanya “Apakah mereka kufur kepada Allah?”. Beliau menjawab.
يَكْفُرْنَ الْعَثِيْرَ، وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْأَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَا هُنَّ الدَّهْرَ كُلَّهُ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ ثَيْئًا، قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Mereka kufur kepada keluarganya (suaminya), dan kufur terhadap kebaikan (tidak berterima kasih). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka sepanjang waktu, lalu dia melihat sesuatu (kesalahan) darimu, niscaya dia akan mengatakan : “Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu” [Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [6]
Kesimpulan
Didalam hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma diatas terdapat dalil yang menunjukkan disunnatkannya khutbah dalam shalat kusuf, yang disampaikan setelah shalat.[7]
Ketiga : Menjaharkan Bacaan Dalam Shalat Kusuf
Bacaan dalam shalat kusuf dibaca dengan jahr (suara keras), sebagaimana yang dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘anha : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjaharkan bacaannya dalam shalat kusuf. Jika selesai dari bacaannya, beliau pun bertakbir dan ruku. Dan jika dia bangkit ruku, maka beliau berucap : “Sami Allaahu liman Hamidah. Rabbana lakal hamdu”. Kemudian beliau kembali mengulang bacaan dalam shalat kusuf. Empat ruku dalam dua rakaat dan empat sujud.” Diriwayatkan oleh Asy-Syaikhani] [8]
At-Tirmidizi rahimahullah mengatakan : “Para ulama telah berbeda pendapat mengenai bacaan didalam shalat kusuf. Sebagian ulama berpendapat supaya dibaca pelan (sirr, dengan suara tidak terdengar) dalam shalat kusuf pada waktu siang hari. Sebagian lainnya berpendapat supaya menjaharkan bacaan dalam shalat kusuf pada siang hari. Sebagaimana halnya dengan shalat ‘Idul Fithi dan Idul Adha serta shalat Jum’at. Pendapat itulah yang dikemukakan oleh Malik, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat menjaharkan bacaan pada shalat tersebut. Asy-Syafi’i mengatakan : Bacaan tidak dibaca Jahr dalam shalat sunnat [9]
Dapat saya katakan bahwa apa yang sesuai dengan hadits, itulah yang dijadikan sandaran [10]. Wabillahi Taufiq
Keempat : Shalat Kusuf Dikerjakan Berjamah Di Masjid.
Yang sunnat dikerjakan pada shalat kusuf adalah mengerjakannya di masjid. Hal tersebut didasarkan pada beberapa hal berikut ini.
1. Disyariatkannya seruan di dalam shalat kusuf, yaitu dengan “Ash-Shalaatu Jaami’ah”
2. Apa yang disebutkan bahwa sebagian sahabat mengerjakan shalat kusuf ini dengan berjama’ah di masjid.[11]
3. Isyarat yang diberikan oleh kedua riwayat di atas dari hadits Aisyah dan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat gerhana itu se
cara berjama’ah di masjid. Bahkan dalam sebuah riwayat hadits Aisyah di atas, dia bercerita, “Pada masa hidup Rasulullah pernah terjadi gerhana matahari, lalu beliau pergi ke masjid, kemudian beliau berdiri dan bertakbir, dan orang-orang pun membuat barisan di belakang beliau. [12]
Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu Raka’at.
Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.
Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.
Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]
Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam
almanhaj.or.id
Kelima : Jika Seseorang Tertinggal Mengerjakan Satu dari Dua Ruku Dalam Satu Raka’at.
Shalat kusuf ini terdiri dari dua rakaat, masing-masing rakaat terdiri dari dua ruku dan dua sujud. Dengan demikian, secara keseluruhan, shalat kusuf ini terdiri dari empat ruku dan empat sujud di dalam dua rakaat.
Barangsiapa mendapatkan ruku kedua dari rakaat pertama, berarti dia telah kehilangan berdiri, bacaan, dan satu ruku. Dan berdasarkan hal tersebut, berarti dia belum mengerjakan satu dari dua rakaat shalat kusuf, sehingga rakaat tersebut tidak dianggap telah dikerjakan.Berdasarkan hal tersebut, setelah imam selesai mengucapkan salam, maka hendaklah dia mengerjakan satu rakaat lagi dengan dua ruku, sebagaimana yang ditegaskan di dalam hadits-hadits shahih. Wallahu a’lam.
Yang menjadi dalil baginya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang bukan atas perintah kami, maka dia akan ditolak” [Muttaffaq ‘alaihi] [13]
Dan bukan dari perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat satu rakaat saja dari shalat kusuf dengan satu ruku. Wallahu ‘alam
almanhaj.or.id
# Maqashid Syari'ah 5#
Ust. Badrusalam LC
"Menjaga masalah juz'iy (cabang) untuk menjaga masalah kulliiy (pokok)#
Syarah:
Masalah juz'iy adalah masalah masalah terperinci yang merupakan bagian dari masalah kulliy.
Tentunya yang kulliy tidak bisa dijaga kecuali dengan yang juz'iy.
Sholat misalnya, tidak mungkin terjaga bila kita tidak memperhatikan juz'iy dari Sholat seperti takbirotul ihrom, ruku' dan bacaannya dsb.
Yang dekat dengan masalah ini adalah masalah yang dianggap parsial.
Masalah yang dianggap parsial tidak boleh dianggap remeh, karena itu untuk menjaga ushul.
Bahkan kita dapati masalah yang dianggap parsial justru menjadi tonggak kebaikan umat seperti ta'jil (bergegas berbuka puasa).
Banyak orang di zaman ini meremehkan masalah yang dianggap parsial, bahkan membagi agama menjadi cangkang dan inti. Padahal agama itu semuanya inti sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz dalam kitab Fathul Baari.
Ust. Badrusalam LC
"Menjaga masalah juz'iy (cabang) untuk menjaga masalah kulliiy (pokok)#
Syarah:
Masalah juz'iy adalah masalah masalah terperinci yang merupakan bagian dari masalah kulliy.
Tentunya yang kulliy tidak bisa dijaga kecuali dengan yang juz'iy.
Sholat misalnya, tidak mungkin terjaga bila kita tidak memperhatikan juz'iy dari Sholat seperti takbirotul ihrom, ruku' dan bacaannya dsb.
Yang dekat dengan masalah ini adalah masalah yang dianggap parsial.
Masalah yang dianggap parsial tidak boleh dianggap remeh, karena itu untuk menjaga ushul.
Bahkan kita dapati masalah yang dianggap parsial justru menjadi tonggak kebaikan umat seperti ta'jil (bergegas berbuka puasa).
Banyak orang di zaman ini meremehkan masalah yang dianggap parsial, bahkan membagi agama menjadi cangkang dan inti. Padahal agama itu semuanya inti sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz dalam kitab Fathul Baari.
Apakah Allah Mencintaiku...?
Syeikh Ali Musthafa Thanthawi -rahimahullah- pernah berkata:
"Apakah Allah mencintaiku?"
Pertanyaan ini terus mengusikku!
Aku teringat bahwa kecintaan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya hadir karena beberapa sebab dan sifat yang disebutkan didalam al Quran al Karim..
Aku membalikkannya kedalam memoriku, untuk membandingkan apakah diriku sudah seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an, agar aku dapat menemukan jawaban atas pertanyaanku itu.
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang bertakwa" dan aku tidak berani menganggap diriku bagian dari mereka (yang bertakwa)..!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang sabar" maka aku teringat betapa tipisnya kesabaranku...!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berjihad" maka aku pun tersadar akan kemalasanku dan rendahnya perjuanganku...!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berbuat baik" Betapa jauhnya diriku dari sifat ini.
Saat itulah aku berhenti meneruskan pencaharian dan pengamatanku : Aku takut bila nanti aku tidak menemukan sesuatu pun didalam diriku yang dapat menyebabkan Allah mencintaiku !
Aku periksa semua amal-amalku....
Ternyata di dalamnya banyak yang bercampur dengan kemalasan/kelemahan, kotoran-kotoran dan dosa-dosa. seketika itu terbersitlah dalam ingatanku firman Allah Ta'ala :
( إنّ الله يحب التوابين )
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat."
Seakan-akan aku menjadi faham bahwa ayat itu adalah untuk diriku dan orang-orang yang sepertiku, seketika mulutkupun mulai komat-kamit membaca:
أستغفر الله وأتوب إليه
أستغفر الله وأتوب إليه
أستغفر الله وأتوب إليه
Astaghfirullah wa Atuubu ilaihi
"Aku memohon ampunan Allah dan aku bertaubat kepada Nya".
Diterjemahkan dari: www.mktaba.org
Oleh: ACT El-Gharantaly, حفظه الله تعالى
Syeikh Ali Musthafa Thanthawi -rahimahullah- pernah berkata:
"Apakah Allah mencintaiku?"
Pertanyaan ini terus mengusikku!
Aku teringat bahwa kecintaan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya hadir karena beberapa sebab dan sifat yang disebutkan didalam al Quran al Karim..
Aku membalikkannya kedalam memoriku, untuk membandingkan apakah diriku sudah seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an, agar aku dapat menemukan jawaban atas pertanyaanku itu.
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang bertakwa" dan aku tidak berani menganggap diriku bagian dari mereka (yang bertakwa)..!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang sabar" maka aku teringat betapa tipisnya kesabaranku...!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berjihad" maka aku pun tersadar akan kemalasanku dan rendahnya perjuanganku...!
Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berbuat baik" Betapa jauhnya diriku dari sifat ini.
Saat itulah aku berhenti meneruskan pencaharian dan pengamatanku : Aku takut bila nanti aku tidak menemukan sesuatu pun didalam diriku yang dapat menyebabkan Allah mencintaiku !
Aku periksa semua amal-amalku....
Ternyata di dalamnya banyak yang bercampur dengan kemalasan/kelemahan, kotoran-kotoran dan dosa-dosa. seketika itu terbersitlah dalam ingatanku firman Allah Ta'ala :
( إنّ الله يحب التوابين )
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat."
Seakan-akan aku menjadi faham bahwa ayat itu adalah untuk diriku dan orang-orang yang sepertiku, seketika mulutkupun mulai komat-kamit membaca:
أستغفر الله وأتوب إليه
أستغفر الله وأتوب إليه
أستغفر الله وأتوب إليه
Astaghfirullah wa Atuubu ilaihi
"Aku memohon ampunan Allah dan aku bertaubat kepada Nya".
Diterjemahkan dari: www.mktaba.org
Oleh: ACT El-Gharantaly, حفظه الله تعالى
# Wara'
Ust. Fuad Hamzah Baraba LC
@fuadhbaraba
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda,
فضل العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع
“Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara’".(HR. Ath-Thabrani).
Dalam hadits yang mulia ini Nabi صلى الله عليه و سلم menjelasakan bahwa, "sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara'"
Apa itu wara'?
Wara’ adalah sifat kehati-hatian dan tidak berani untuk mendekati sesuatu yang haram, termasuk hal-hal yang ragu-ragu atau subhat, dan yang mudah secara berlebih-lebihan.
Seseorang yang memiliki sifat wara' atau (kehati-hatian) pada dirinya, adalah orang yang baik dalam menjaga agamanya, karena sifat wara' tersebut melindungi dan menghalanginya dari melakukan hal-hal yang terlarang. Dan akan selalu bersemangat dalam ibadah.
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ الناسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ الناسِ وَأَحِب لِلناسِ مَا تُحِب لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِل الضحِكَ فَإِن كَثْرَةَ الضحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baik ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur. Senangi sesuatu yang ada pada manusia sebagaimana engkau senang jika itu ada pada dirimu, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati". (HR. Ibnu Majah).
Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjadikan kita orang-orang yang memiliki sifat wara'
Ust. Fuad Hamzah Baraba LC
@fuadhbaraba
Nabi صلى الله عليه و سلم bersabda,
فضل العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع
“Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara’".(HR. Ath-Thabrani).
Dalam hadits yang mulia ini Nabi صلى الله عليه و سلم menjelasakan bahwa, "sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara'"
Apa itu wara'?
Wara’ adalah sifat kehati-hatian dan tidak berani untuk mendekati sesuatu yang haram, termasuk hal-hal yang ragu-ragu atau subhat, dan yang mudah secara berlebih-lebihan.
Seseorang yang memiliki sifat wara' atau (kehati-hatian) pada dirinya, adalah orang yang baik dalam menjaga agamanya, karena sifat wara' tersebut melindungi dan menghalanginya dari melakukan hal-hal yang terlarang. Dan akan selalu bersemangat dalam ibadah.
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda kepada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ الناسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ الناسِ وَأَحِب لِلناسِ مَا تُحِب لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِل الضحِكَ فَإِن كَثْرَةَ الضحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
“Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baik ahli ibadah. Jadilah orang yang qona’ah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang paling bersyukur. Senangi sesuatu yang ada pada manusia sebagaimana engkau senang jika itu ada pada dirimu, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati". (HR. Ibnu Majah).
Mudah-mudahan Allah Ta'ala menjadikan kita orang-orang yang memiliki sifat wara'
📖 Jenis-Jenis Teman
Teman ada beberapa macam:
Teman atas dasar asas manfa’at.Teman untuk bersenang-senang.Teman yang utama.
Siapakah mereka?
1⃣ Teman atas dasar asas manfa’at
Dialah yang berteman denganmu ketika dia dapat mengambil manfaat darimu berupa harta, kedudukan, dsb. Jika dia tidak lagi mengambil manfaat darimu, dia akan membelakangimu, seolah-olah dia tidak pernah mengenalmu dan engkau tidak pernah mengenalnya, betapa banyaknya teman seperti ini.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْها رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْها إِذا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah”.
(QS. At Taubah: 58).
2⃣ Teman yang utama.
Dia membawamu kepada kebaikan dan melarangmu dari keburukan. Dia membuka pintu kebaikan dan menunjukkanmu padanya. Bila engkau tergelincir, maka dia menyelamatkanmu dengan cara yang tidak menjatuhkan kemuliaannya.
(Syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya “Hilyah thaalib al-‘ilm“, hal.23).
Umar bin Khaththab berkata:
ما أعطي بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح، فإذا وجد أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به
“Tiada setelah nikmat Islam yang lebih baik daripada nikmat seorang teman yang shalih, jika kalian menemukan cinta itu pada temannya, maka hendaklah dia berpegang erat dengannya”
Imam Asy Syafi’i berkata:
إذا كان لك صديق -يعينك على الطاعة- فشد يديك به؛ فإن اتخاذ الصديق صعب ومفارقته سهل
“Jika engkau mempunyai teman yang membantumu kepada keta’atan, maka eratkanlah peganganmu padanya, karena mendapatkan teman itu sulit, sedangkan berpisah darinya sangat mudah”
3⃣ Teman untuk bersenang-senang.
Dialah yang berteman denganmu karena ingin bersenang-senang denganmu dalam percakapan dan pergaulan, namun dia tidak bermanfaat bagimu dan tidak ingin memberimu faidah berteman dengannya. Berteman dengannya hanyalah menghabiskan waktu, hindarilah teman seperti ini.
✒️. Penulis: Ustadzah Arfah Ummu Faynan Lc.
🌍 Artikel Muslimah.or.id
Teman ada beberapa macam:
Teman atas dasar asas manfa’at.Teman untuk bersenang-senang.Teman yang utama.
Siapakah mereka?
1⃣ Teman atas dasar asas manfa’at
Dialah yang berteman denganmu ketika dia dapat mengambil manfaat darimu berupa harta, kedudukan, dsb. Jika dia tidak lagi mengambil manfaat darimu, dia akan membelakangimu, seolah-olah dia tidak pernah mengenalmu dan engkau tidak pernah mengenalnya, betapa banyaknya teman seperti ini.
وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْها رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْها إِذا هُمْ يَسْخَطُونَ
“Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah”.
(QS. At Taubah: 58).
2⃣ Teman yang utama.
Dia membawamu kepada kebaikan dan melarangmu dari keburukan. Dia membuka pintu kebaikan dan menunjukkanmu padanya. Bila engkau tergelincir, maka dia menyelamatkanmu dengan cara yang tidak menjatuhkan kemuliaannya.
(Syaikh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya “Hilyah thaalib al-‘ilm“, hal.23).
Umar bin Khaththab berkata:
ما أعطي بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح، فإذا وجد أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به
“Tiada setelah nikmat Islam yang lebih baik daripada nikmat seorang teman yang shalih, jika kalian menemukan cinta itu pada temannya, maka hendaklah dia berpegang erat dengannya”
Imam Asy Syafi’i berkata:
إذا كان لك صديق -يعينك على الطاعة- فشد يديك به؛ فإن اتخاذ الصديق صعب ومفارقته سهل
“Jika engkau mempunyai teman yang membantumu kepada keta’atan, maka eratkanlah peganganmu padanya, karena mendapatkan teman itu sulit, sedangkan berpisah darinya sangat mudah”
3⃣ Teman untuk bersenang-senang.
Dialah yang berteman denganmu karena ingin bersenang-senang denganmu dalam percakapan dan pergaulan, namun dia tidak bermanfaat bagimu dan tidak ingin memberimu faidah berteman dengannya. Berteman dengannya hanyalah menghabiskan waktu, hindarilah teman seperti ini.
✒️. Penulis: Ustadzah Arfah Ummu Faynan Lc.
🌍 Artikel Muslimah.or.id
Muslimah.or.id
Muslimah.or.id - Meraih Kebahagiaan Muslimah di Atas Jalan Salaful Ummah
edit post Kisah Masih Berat Menutup Aurat? by Redaksi Muslimah.Or.Id 17 Juli 2020 edit post Keluarga dan Wanita Sejak Kapankah Anak-Anak Mulai Ditutup Auratnya? by Yulian Purnama 14 Juni 2014 edit post Keluarga dan Wanita Gadis Masa Kini by Siti Hardiyanti…
# Maqashid syari'ah 6#
Ust. Badrusalam LC
"Maqashid syari'ah itu umum dan abadi#
Syarah:
Umum artinya berlaku untuk semua, bukan hanya untuk kepentingan individu atau kelompok.
Bahkan mashlahat individu atau kelompok tidak boleh mengalahkan mashlahat umum.
Abadi artinya akan terus berlaku sampai hari kiamat.
Karena ia cocok untuk setiap waktu dan tempat.
Ini adalah keindahan agama islam. Agama yang berasal dari pencipta alam yang Maha mengetahui segala sesuatu lagi Maha bijaksana.
Ust. Badrusalam LC
"Maqashid syari'ah itu umum dan abadi#
Syarah:
Umum artinya berlaku untuk semua, bukan hanya untuk kepentingan individu atau kelompok.
Bahkan mashlahat individu atau kelompok tidak boleh mengalahkan mashlahat umum.
Abadi artinya akan terus berlaku sampai hari kiamat.
Karena ia cocok untuk setiap waktu dan tempat.
Ini adalah keindahan agama islam. Agama yang berasal dari pencipta alam yang Maha mengetahui segala sesuatu lagi Maha bijaksana.
Kajian bulughul maram oleh Ust. Kholid syamhudi LC
UK B001
Pengantar
إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلوات الله وسلامه عليه، وعلى اله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Kebutuhan terhadap ilmu menjadi sebuah tuntutan. Ilmu merupakan kebutuhan yang paling mulia, dan menjadi sarana yang dapat mengantarkan seorang hamba dalam meraih kedudukan sebagai seorang yang shalih, baik, memiliki derajat tertinggi di dunia dan akhirat.
Diantara ilmu yang mulia dan memiliki kedudukan tinggi –setelah Kitabullah- adalah memahami Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam secara riwayat dan diroyat, lantaran keduanya merupakan landasan dalam istidlal bagi hukum-hukum syari’at. Para ulama terdahulu telah memberikan perhatian terhadap jenis dalil ini dan membuat karya tulis yang beraneka ragam metodologinya.
Diantara metodologi tersebut, yaitu mencukupkan dengan menyampaikan hadits-hadits hukum semata dan memisahkannya dari hadits-hadits tentang aqidah, siroh (sejarah, perjalanan hidup) dan selainnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah para penuntut ilmu menghafal, juga dalam ber-istidlal (menetapkan dalil).
Diantara mereka adalah al-Haafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalaani (wafat tahun 853 H). Beliau Rahimahullah menulis kitab Bulugh al-Maraam min Adillati al-Ahkaam. Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits berkenaan dengan masalah-masalah pokok dalam fikih dan hukum syari’at. Beliau Rahimahullah menyusunnya berdasarkan bab-bab fikih yang masyhur sehingga mempermudah pembaca dalam melakukan muraja’ah. Beliau Rahimahullah tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih dalam kitab ini, tetapi juga membawakan sebagian hadits-hadits lemah; sebab mengenal hadits shahih adalah ilmu, dan demikian pula mengenal hadits yang lemah juga merupakan ilmu. Beliau Rahimahullah memiliki tujuan agar penuntut ilmu ber-ijtihad (bersungguh-sungguh) dalam mempelajarinya. Hal itu karena terkadang hadits-hadits tersebut memiliki penguat dari hadits lain atau jalan periwayatan lainnya yang harus dicari dan diteliti, apakah hadits tersebut dapat diperkuat ataukah tidak?
Al-Haafidz mencukupkan dengan menyampaikan kitab dan bab-bab yang umum tanpa menyampaikan judul pada setiap hadits. Beliau Rahimahullah menyampaikan di akhir kitabnya, yaitu kitab al-Jaami’ untuk etika. Seolah beliau Rahimahullah menginginkan hal itu membekali penuntut ilmu setelah menghafal hadits-hadits tentang hukum agar menghafal hadits-hadits tersebut karena mereka sangat membutuhkannya. Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab ini berjumlah 1.568 hadits, bisa kurang dan bisa juga lebih mengikuti perbedaan cetakan kitab atau perbedaan pandangan seputar riwayat dan atsar.
Kitab ini memiliki keistimewaan yang banyak, diantaranya:
1. Beliau Rahimahullah menyusun kitab, bab dan hadits-haditsnya sesuai dengan bab-bab fikih. Beliau Rahimahullah menyampaikan nama kitab, kemudian bab, kemudian menyampaikan hadits-hadits yang khusus tentang hal itu. Terkadang menyampaikan nama kitab, kemudian menyampaikan hadits-hadits tanpa menyebutkan bab sebagaimana dilakukan pada kitab al-Janaaiz dan awal-awal kitab az-Zakaat, Shiyam dan an-Nikah dan selainnya.
2. Beliau Rahimahullah mencukupkan hadits-hadits marfu’ dan tidak memasukkan hadits-hadits mauquf kecuali sedikit, sebagaimana dalam kitab an-Nikaah, Bab al-Ielaa’, 'iddah dan selainnya.
3. Beliau Rahimahullah menuliskan hadits-hadits yang panjang secara ringkas dan indah, meski begitu tidak terjadi perubahan. Ibarat (ungkapan), beliau Rahimahullah dengan mencukupkan pada tempat istidlalnya saja.
4. Beliau Rahimahullah menghapus sanad periwayatan dan mencukupkan dengan perawi yang tertinggi saja. Terkadang beliau Rahimahullah menyampaikan perawi sebelum perawi tersebut dengan satu tujuan, namun hal itu sedikit sekali.
5. Umumnya beliau Rahimahullah menjelaskan derajat hadits dari sisi shahih, hasan atau dha'if (lemah). Adakalanya juga menukil dari selainnya atau menghuk
UK B001
Pengantar
إن الحمد لله، نحمده، ونستعينه، ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله، صلوات الله وسلامه عليه، وعلى اله وأصحابه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
Kebutuhan terhadap ilmu menjadi sebuah tuntutan. Ilmu merupakan kebutuhan yang paling mulia, dan menjadi sarana yang dapat mengantarkan seorang hamba dalam meraih kedudukan sebagai seorang yang shalih, baik, memiliki derajat tertinggi di dunia dan akhirat.
Diantara ilmu yang mulia dan memiliki kedudukan tinggi –setelah Kitabullah- adalah memahami Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam secara riwayat dan diroyat, lantaran keduanya merupakan landasan dalam istidlal bagi hukum-hukum syari’at. Para ulama terdahulu telah memberikan perhatian terhadap jenis dalil ini dan membuat karya tulis yang beraneka ragam metodologinya.
Diantara metodologi tersebut, yaitu mencukupkan dengan menyampaikan hadits-hadits hukum semata dan memisahkannya dari hadits-hadits tentang aqidah, siroh (sejarah, perjalanan hidup) dan selainnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah para penuntut ilmu menghafal, juga dalam ber-istidlal (menetapkan dalil).
Diantara mereka adalah al-Haafizh Ahmad bin ‘Ali bin Hajar al-‘Asqalaani (wafat tahun 853 H). Beliau Rahimahullah menulis kitab Bulugh al-Maraam min Adillati al-Ahkaam. Kitab ini mengumpulkan hadits-hadits berkenaan dengan masalah-masalah pokok dalam fikih dan hukum syari’at. Beliau Rahimahullah menyusunnya berdasarkan bab-bab fikih yang masyhur sehingga mempermudah pembaca dalam melakukan muraja’ah. Beliau Rahimahullah tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih dalam kitab ini, tetapi juga membawakan sebagian hadits-hadits lemah; sebab mengenal hadits shahih adalah ilmu, dan demikian pula mengenal hadits yang lemah juga merupakan ilmu. Beliau Rahimahullah memiliki tujuan agar penuntut ilmu ber-ijtihad (bersungguh-sungguh) dalam mempelajarinya. Hal itu karena terkadang hadits-hadits tersebut memiliki penguat dari hadits lain atau jalan periwayatan lainnya yang harus dicari dan diteliti, apakah hadits tersebut dapat diperkuat ataukah tidak?
Al-Haafidz mencukupkan dengan menyampaikan kitab dan bab-bab yang umum tanpa menyampaikan judul pada setiap hadits. Beliau Rahimahullah menyampaikan di akhir kitabnya, yaitu kitab al-Jaami’ untuk etika. Seolah beliau Rahimahullah menginginkan hal itu membekali penuntut ilmu setelah menghafal hadits-hadits tentang hukum agar menghafal hadits-hadits tersebut karena mereka sangat membutuhkannya. Hadits-hadits yang terdapat dalam kitab ini berjumlah 1.568 hadits, bisa kurang dan bisa juga lebih mengikuti perbedaan cetakan kitab atau perbedaan pandangan seputar riwayat dan atsar.
Kitab ini memiliki keistimewaan yang banyak, diantaranya:
1. Beliau Rahimahullah menyusun kitab, bab dan hadits-haditsnya sesuai dengan bab-bab fikih. Beliau Rahimahullah menyampaikan nama kitab, kemudian bab, kemudian menyampaikan hadits-hadits yang khusus tentang hal itu. Terkadang menyampaikan nama kitab, kemudian menyampaikan hadits-hadits tanpa menyebutkan bab sebagaimana dilakukan pada kitab al-Janaaiz dan awal-awal kitab az-Zakaat, Shiyam dan an-Nikah dan selainnya.
2. Beliau Rahimahullah mencukupkan hadits-hadits marfu’ dan tidak memasukkan hadits-hadits mauquf kecuali sedikit, sebagaimana dalam kitab an-Nikaah, Bab al-Ielaa’, 'iddah dan selainnya.
3. Beliau Rahimahullah menuliskan hadits-hadits yang panjang secara ringkas dan indah, meski begitu tidak terjadi perubahan. Ibarat (ungkapan), beliau Rahimahullah dengan mencukupkan pada tempat istidlalnya saja.
4. Beliau Rahimahullah menghapus sanad periwayatan dan mencukupkan dengan perawi yang tertinggi saja. Terkadang beliau Rahimahullah menyampaikan perawi sebelum perawi tersebut dengan satu tujuan, namun hal itu sedikit sekali.
5. Umumnya beliau Rahimahullah menjelaskan derajat hadits dari sisi shahih, hasan atau dha'if (lemah). Adakalanya juga menukil dari selainnya atau menghuk