MUSTANIR ONLINE
3.24K subscribers
865 photos
163 videos
56 files
900 links
Sharing audio, tulisan karya Dr Adian Husaini, Dr Hamid Fahmy Zarkasyi serta pemikir muslim kontemporer lainnya.
Download Telegram
Mengapa pendidikan Barat tidak ada pelajaran menghapal? Karena memang mereka tidak punya teks untuk dihapal. Maka dari itu, selain tidak menghapal, mereka juga anti dg menghapal.

Pendidikan Islam justru diawali dg menghapal. Sebab, kewajiban seorang muslim yg pertama dan utama adalah shalat. Dalam shalat ada gerakan dan bacaan. Shalat tanpa membaca surat al-Fatihah tidak sah shalatnya. Maka, menghapal surat al-Fatihah hukumnya wajib.

Membaca dan menghapal teks al-Quran mendapat pahala tiap hurufnya. Bahkan membaca dg terbata2 tanpa tahu artinya juga dapat pahala 2, pahala membaca dan pahala usaha kerasnya. Anak2 yg hapal al-Quran akan memakaikan mahkota ke kepala orang tuanya di surga. Artinya, sang penghapal akan berada di surga dan orang tuanya akan dibawanya masuk pula ke surga, meskipun mungkin sebelumnya ia berada di neraka. Bisa menghapal al-Quran merupakan kompetensi yg didambakan semua orang Islam yg berakal.

Kehebatan ulama2 kita jaman dahulu sering diukur dg kekuatan hapalan. Imam Syafii hapal al-Quran umur 6 th dan kitab al-Muwatta, karangan gurunya, umur 10 th. Imam Malik ketika dibawakan 30 hadits, sekali diperdengarkan, 29 hadits langsung hapal. Seorang disebut gelar al-Hafidz (bukan hafidz Quran krn hafidz Quran sdh menjadi hal yg biasa dlm masyarakat Islam kala itu) adalah mereka yg hapal 100.000 hadits beserta sanadnya. Orang membuat klasifikasi berdasarkan jumlah hapalan hadits.

Lalu ada pejabat tinggi bidang pendidikan yg bilang dunia tidak membutuhkan anak2 yg jago menghapal. Mungkin benar bagi dunia yg materialistis. Sudah bagus anak2 menghapal di sekolah dasar jadi cerdas, meringankan tugas dia sbg menteri. Alih2 didukung, malah dibuat demotivasi. Ketika menjadi pejabat publik, sebaiknya karakter sektarian atau sekedar dunia yg digelutinya saja ditinggalkan. Mesti diperluas cakrawalanya. Kalau kemarin2 hanya dari A sd D, sekarang harus ditambah dari E sd Z. Mengecilkan dunia pendidikan dari A sd Z menjadi A cuma sampai D, adalah langkah keliru.

Sebenarnya pandai menghapal juga termasuk salah satu bentuk kecerdasan. Ciri2 orang cerdas itu hapal sesuatu. Dalam film2 Hollywood juga sering digambarkan tokoh yg cerdas jago dalam menghapal. Bahkan karena mereka sekuker, kemampuan menghapal itu digunakan juga utk mencari keuntungan perjudian di kasino2.

Ada pakar (bukan) pendidikan menyebut bahwa menghapal bukan termasuk belajar. Dia hanya mengumpulkan informasi2 saja, tidak membentuk pemahaman. Kalaulah jadi pandai karena kebiasaan saja, seperti otot tangan yg dilatih beban lama2 jadi kuat dan membesar.

Keunikan manusia adalah, ketika otak bekerja maka ia akan membuat simpul2 dendrit terhubung. Makin banyak terhubung makin banyak pengetahuan. Wajar kalau ia makin cerdas. Hanya anak kecil yg belum berakal yg menghapal hanya sekedar menghapal.

Kata "Pakar" ini juga, salah kalau dibilang dari kecil rajin menghapal akan ingat sampai dewasa. Kalau tidak dihapal terus ya hilang. Memang tidak salah. Lha wong dihapal saja bisa hilang hapalannya apalagi tidak. Ada2 saja bapak ini....

Kalau hapalan tidak penting buat anak2 sekolah, saya menunggu kebijakan pemerintah bahwa semua ujian, termasuk ujian nasional (kemarin katanya mau dihapus, eh belum lama diralat, nggak jadi) open book!

Kita juga tahu bahwa pemahaman itu penting. Tp dg mengatakan bahwa menghapal tidak penting, apalagi bilang menghapal tidak dibutuhkan, maka pemahaman ini harus diluruskan. Pendidikan di indonesia, tidak sama dg pendidikan di Barat. "Kita kan hidup di Indonesia, bukan di sana. Mereka bukan kita..." kata Utha Likumahuwa.

Saudara2ku kaum muslim, banyak keuntungan menghapal, terutama menghapal al-Quran, doa2 dan dzikir. Banyak orang sakit, sekarat, hati sedang galau, pikiran sedang kacau dan sebagainya, tidak ada quran, tp mulutnya bisa komat kamit membaca quran, doa dan dzikir. Kemudian hati menjadi tenang. Bayangkan jika seseorang berada di rumah sakit dalam.kondisi kritis tidak bisa apa2. Ia hanya bisa memandangi langit2 kamar. Mungkin sdg menunggu malaikat maut mencabut nyawa. Ia ingin sekali turun dari tempat tidur, berw
udhu, mengambil mushaf dan mengaji, tp tentu tidak bisa. Dg dia hapal al Quran maka pikirannya akan menelusuri lembar demi lembar mushaf al Quran yg sdh dihapalnya itu. Dan ketika malaikat akan mencabut nyawa, ia sdh siap dalam keadaan bersih dan suci.

Rajin menghapal di waktu muda juga mencegah kepikunan di kala tua. Banyak orang sdh tua menjadi pikun krn malas menghapal di waktu muda terutama al-Quran. Sampai2 istrinya pun lupa. Sebuah anekdot, seorang bapak tua memanggil istrinya dg panggilan mesra, "sayangku", "manisku", "adindaku", dan semisalnya. Ada anak muda heran, sdh setua itu rumah tangga pasangan tsb, si bapak kok masih mesra. Maka ditanyakanlah apa resepnya oleh anak muda itu ke bapak tsb. Jawabnya, "Ssst...jangan bilang2, saya sdh 3 bulan ini lupa nama istri saya..."

Ada pula bapak2 yg sdh tua, istrinya protes. "Pak, kenapa sih sdh seminggu ini Bapak tidak cium kening saya sebelum berangkat kerja?" Dalam hati sang bapak kaget, "Loh, siapa yg selama seminggu ini aku cium keningnya..."

Makanya rajin menghapal, biar tua nggak cepat pikun....

- Dr. Budi Handrianto -
*Dilema Kaum Muslimin*
Prof. Dr. Muhammad An Naquib Al Atthas

Bina Ilmu cet. 1, 1986, New, Ori, Stok Lawas, Mulus.
viii + 176 hlm hvs.
Stok 7 eks.
Harga Rp. 105.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
UMAT ISLAM TIDAK TOLERAN?
Oleh: Dr. Adian Husaini

Pada 1 Juli 2009, Dr. Marwa El-Sherbini, seorang Muslimah yang sedang hamil tiga bulan dibunuh oleh seorang non-Muslim di Pengadilan Dresden Jerman. Dr. Marwa dibunuh dengan sangat biadab. Ia dihujani tusukan pisau sebanyak 18 kali, dan meninggal di ruang sidang.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1566256830180928&id=153825841424041
Qalbu
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi

Akhir-akhir ini pendidikan disoroti sebagai terlalu intelektualistis. Terkadang juga dianggap terlalu job-oriented (berorientasi kerja). Sementara pendidikan agama dituduh sebagai terlampau spiritualistis sehingga nampak tidak rasional.

Sebenarnya pendidikan dalam Islam tidak demikian. Ia meliputi seluruh aspek dalam diri manusia. Tidak melulu spiritualistis dan tidak pula terlalu intelektualistis atau pragmatis dan praktis.

Pendidikan dalam Islam berkaitan dengan soal ilmu dan ilmu dalam Islam berdimensi iman dan amal. Oleh sebab itu pendidikan Islam mengharuskan pemahaman tentang dua hal: Pertama, Letak iman, ilmu dan amal tersebut dalam jiwa manusia. Kedua, Bagaimana menanamkan itu semua kedalam diri manusia.

Sistem apa yang cocok untuk pengembangan anak dalam berbagai aspek kejiwaannya dalam sebuah sistem pendidikan yang terpadu, perlu dipikirkan terus menerus dan seksama.
Namun, sebelum berpikir tentang metode atau sistem perlu dijelaskan terlebih dulu konsep jiwa manusia yang akan menjadi obyek pendidikan itu. Sebab jiwa manusia memiliki bagian-bagian penting yang saling berkaitan.

Hakim Tirmidhi seorang ulama abad ke 9 menulis buku berjudul Bayan al-Farq, Bayn al-Sadr wa al-Qalb wa al-Fuad wa al-Lub. (Penjelasan Tentang Perbedaan antara Sadr (sadar), Qalb (kalbu/hati), Fuad (nurani) dan Lubb (akal pikiran).

Istilah-istilah sadr yang dalam bahasa Indonesia menjadi sadar-kesadaran ternyata berbeda artinya dari istilah qalb, hati atau kalbu. Fuad yang diIndonesiakan menjadi nurani berbeda lagi dari lubb yang arti sebenarnya adalah akal pikiran yang beriman. Ulul Albab adalah orang yang berakal pikiran tauhidi.

Namun itu semua merujuk kepada sesuatu yang bersifat batiniyah. Jika seseorang dibedah dadanya tentu sadr, qalb, fuad dan lub itu tidak akan ditemukan secara fisik. Maka dalam buku ini Hakim Tirmidhi menjelaskan bahwa hati atau qalb itu adalah nama yang komprehensif yang kesemuanya bersifat batiniyah alias tidak zahir alias tidak empiris.

Sadr ada di dalam qalb seperti kedudukan putihnya mata didalam mata. Sadr adalah pintu masuk segala sesuatu ke dalam diri manusia. Perasaan waswas, lalai, kebencian, kejahatan, kelapangan dan kesempitan masuk melalui sadr. Nafsu amarah, cita-cita, keinginan, nafsu birahi, itu pun masuk kedalam sadr dan bukan kedalam qalb.

Akan tetapi sadr itu juga tempat masuknya ilmu yang datang melalui pendengaran atau khabar. Maka dari itu pengajaran, hafalan, dan pendengaran itu berhubungan dengan sadr. Dinamakan sadr karena merujuk kepada kata sadara (muncul), atau sadr (pusat). Jadi kesadaran adalah inti atau pusat dari hati (qalb).

Jika sadr ada didalam qalb maka qalb itu ada dalam genggaman nafs atau jiwa. Namun, qalb itu adalah raja dan jiwa itu adalah kerajaannya. “Jika rajanya baik” seperti sabda Nabi, “Maka baiklah bala tentaranya dan jika rusak maka rusaklah bala tentaranya”.

Demikian pula baik-buruknya jasad itu tergantung pada hati (qalb). Hati (qalb) itu bagaikan lampu dan baiknya suatu lampu itu terlihat dari cahaya. Dan baiknya hati terlihat dari cahaya ketaqwaan dan keyakinan.

Sebagai raja, qalb adalah tempat bersemayamnya cahaya Iman, cahaya kekhusyu’an, ketaqwaan, kecintaan, keridhaan, keyakinan, ketakutan, harapan, kesabaran, kepuasan. Karena iman dalam Islam berasaskan pada ilmu, maka qalb juga merupakan sumber ilmu. Karena sadr itu tempat masuknya ilmu, sedangkan qalb itu tempat keimanan, maka didalam qalb itu pun terdapat ilmu.

Jika qalb (hati) itu adalah mata maka fuad itu adalah hitamnya pupil mata. Fuad ini adalah tempat bersemayamnya ma’rifah, ide, pemikiran, konsep, pandangan. Ketika seseorang berpikir maka fuadnya lebih dulu yang bekerja baru kemudian hatinya. Fuad itu ada di tengah-tengah hati, sedangkan hati di tengah-tengah sadar.

Jika qalb adalah mata, sadr adalah putih mata, fuad adalah hitamnya pupil mata, maka lubb adalah cahaya mata. Jika qalb adalah tempat bersemayamnya cahaya keimanan dan sadr tempat cahaya keislaman, dan fuad adalah tempat cahaya ma’rifah maka lubb berkaitan dengan cahay
a ketauhidan.

Gambaran diatas mungkin nampak terlalu spiritual atau dalam bahasa Kant transcendent. Tapi memang proses berpikir demikian adanya. Hanya saja yang ditekankan disini bukan bagaimana ilmu didapat akan tetapi bagaimana ia berproses menuju dari ilmu menjadi iman.

Apabila pendidikan Islam memperhatikan potensi batiniyah manusia seperti digambarkan Hakim Tirmidhi diatas maka yang akan lahir adalah manusia-manusia tinggi ilmu dan imannya sekaligus banyak amalnya. Yaitu manusia-manusia yang hati (qalb), kesadaran (sadr), nurani (fuad) dan pikirannya (lubb) berjalan seimbang.
Tafsir Mimpi: Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah
Penulis: Muhammad Ibnu Sirin

Sinopsis:
Mimpi memang seringkali disebut sebagai bunga tidur yang kehadirannya dianggap wajar saja. Namun, bagaimana jika mimpi tersebut membuat kita gelisah, senang berlebihan, bahkan sampai melupakan Allah SWT?

Agar mimpi tidak membawa dampak negatif bagi keseharian, kita perlu memahami tafsir nya. Namun, sebagai seorang Muslim, kita wajib memilih bagaimana cara kita menafsirkan mimpi.

Kita bisa menjadikan buku Tafsir Mimpi: Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah karya Muhammad Ibnu Sirin sebagai referensi untuk memahami seputar tafsir mimpi. Selain dibahas tentang tafsir berbagai jenis mimpi, penulis juga menjelaskan waktu mimpi yang benar, prinsip-prinsip takwil mimpi, dan sebagainya.

Pembahasannya dibuat menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, 2 sumber terpercaya sebagai pedoman manusia dalam menjalani hidup. Oleh karena itu, buku ini memberikan manfaat yang luar biasa bagi kita, khususnya dalam memahami tafsir mimpi dan hal-hal yang berkaitan tentang mimpi.
--------------------------
Tafsir Mimpi: Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah
Penulis: Muhammad Ibnu Sirin
ISBN: 978-602-250-563-1
Berat: 1kg
Isi: 384 halaman
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 165.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
KAMUS AL-WAFI
ARAB - INDONESIA
INDONESIA ARAB
Oleh: Syaikh A. Thoha Husein al-Mujahid dan A. Atho’ilah Fathoni al-Khalil.

Jika sebelumnya kita telah mengenal kamus-kamus sekaliber Kamus Munawir, Kamus Mahmud Yunus, dan sejenisnya. Nah, kini saatnya Anda harus ‘bersua / bertatap muka’ dengan kamus dengan genre ‘termudah’ untuk dipakai. Siapa dia? Inilah “AL-WAFI”, spesial hadir untuk menemani kesibukan Anda dalam mempelajari ilmu Nahwu dan Sharaf.

MENGENAL KAMUS BAHASA ARAB
Kamus adalah sejenis buku rujukan yang menerangkan makna kata-kata. Ia berfungsi untuk membantu seseorang mengenal perkataan baru. Selain menerangkan maksud kata, kamus juga mungkin mempunyai pedoman sebutan, asal usul (etimologi) sesuatu perkataan dan juga contoh penggunaan bagi sesuatu perkataan. Untuk memperjelas kadang kala terdapat juga ilustrasi di dalam kamus. Biasanya hal ini terdapat dalam kamus bahasa Perancis.

Kata kamus diserap dari bahasa Arab qamus (قاموس), dengan bentuk jamaknya qawamis. Kata Arab itu sendiri berasal dari kata Yunani Ωκεανός (okeanos) yang berarti 'samudra'.

Bahasa Arab merupakan bahasa al-Qur’an, bahasa yang di gunakan oleh Rasulullah - shallallahu 'alaihi wa sallam - dan para sahabatnya untuk berdialog dan menyampaikan wahyu dari Allah - Ta’ala -. Kosakata dalam bahasa Arab sangat banyak, sehingga tidak mungkin akan bisa menguasainya dalam waktu yang cepat. Untuk itu kehadiran kamus akan sangat membantu bagi kita untuk mengetahui arti dari tiap kata bahasa arab.

APA KATA TOKOH TENTANG KAMUS AL-WAFI?
"Alhamdulillah atas hadirnya kamus bahasa Arab yang disusun oleh dua orang bersaudara ini, yaitu A. Thoha Husein dan A. Atho'illah Fathoni. Kamus ini sangat memudahkan dan membantu umat Islam yang berkeinginan belajar bahasa Arab. Kamus ini juga merupakan salah satu sarana umat Islam untuk mengetahui bahasa Arab sebagai bahasa sumber umat agama Islam."

--Prof. Dr. K.H. Didin Hafidhuddin, Guru Besar IPB dan UIKA
-------------------------
Kamus Al-Wafi
Arab - Indonesia Kamus
Sampul: Hardcover,
Tebal: 1466 halaman,
Ukuran buku: 16,5 x 23,5 cm
Berat: 1,9 Kg.
Penulis: A. Husein Al-Mujahid Dan A. Atho'illah Fathoni Al-Khalil

KAMUS AL-WAFI ARAB - INDONESIA
Harga Rp. 243.000,-

KAMUS AL-WAFI INDONESIA-ARAB
Sampul: Hard Cover
Ukuran buku: 16,5 x 23,5 cm
Tebal: 1268 halaman
Berat: 1,6 Kg
Harga Rp. 220.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
Buku Best Seller:
*TA'LIMUL MUTA'ALLIM*

Sinopsis:
Salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).

KETIKA ILMU TANPA ADAB, MAKA:
🗣 Keahlian retorika menjadi senjata untuk memenangkan debat, tanpa peduli benar atau keliru.

🥀 Ilmu mengolah alam menjadi alat keserakahan pribadi, tak peduli dampaknya bagi sesama.

🥊 Kekuasaan dan kepandaian menjadi kendaraan untuk melakukan korupsi dan kesewenang-wenangan.

🚥 Karenanya, para ulama menekankan PENTINGNYA ADAB SEBELUM ILMU.

Agar ilmu benar-benar hadir sebagai berkah dan rahmatan lil-alamin.

Buku ini adalah salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).

Buku wajib di beberapa pesantren yang menekankan pentingnya adab sebelum ilmu.

---------------------------------
Buku Ta'limul Muta'allim
(soft cover, 166 hlm, 14x20 cm, 200 gram). Harga Rp. 53.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
Seni Interaksi Rasulullah
Penulis: Syekh Shalih Al-Munajjid

Sinopsis:
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128)

Mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap keadaan. Itulah bukti konkret keimanan sekaligus kecintaan kepada beliau. Siapa yang menjadikannya sebagai suri teladan berarti telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah.

“Pada diri Rasulullah telah terhimpun sifat-sifat yang terpuji sepertimalu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik.” (Syekh Mushthafa Al-Adawi, Fiqhul Akhlaq: I/7)

Buku ini mengajak kita untuk mengetahui aspek-aspek dalam meneladani Rasulullah. Penulisnya—Syekh Al-Munajjid—menjelaskan secara rinci dengan contoh nyata bagaimana beliau berinteraksi dengan berbagai kalangan, seperti:
- keluarga, saudara, dan orang-orang di sekitarnya seperti tetangga;
- berbagai kelompok Sosial, baik kalangan miskin maupun kaya;
-kalangan yang membutuhkan pendekatan dakwah khusus, seperti para mualaf dan munafikin;
-wanita, anak-anak, hingga binatang.

Semuanya ditunjukkan dengan kasih sayang dan keteladanan Rasulullah yang paling tampak adalah sifat penyayang. Namun, sudahkah sifat ini melekat pada diri kita?

Rasulullah bersabda, “Tidaklah sifat kelemah lembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim dari Aisyah)

Setelah membaca buku ini, semoga kita dapat berhias dengan kasih sayang dalam interaksi kehidupan, sebagaimana teladan Rasulullah.
-------------------
Seni Interaksi Rasulullah
Penulis: Syekh Shalih Al-Munajjid
Ukuran: 17×24 cm
Tebal: 588 hlm
Berat: 1 kg
ISBN: 978-979-039-591-6
Harga: Rp 139.000,-

Pemesanan silahkan sms/WhatsApp ke 087878147997.

Syukran...
MUKADDIMAH IBNU KHALDUN
Penulis: Syaikh Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun,

Sinopsis:
Anugerah berupa kemuliaan diberikan kepada setiap hamba yang dikehendaki-Nya, di antaranya Ibnu Khaldun. Beliau bernama Waliuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad bin Abi Bakar Muhammad bin al-Hasan, lahir di Tunisia, pada 1 Ramadhan 732 H yang bertepatan dengan 27 Mei 1332 M. Beliau merupakan sosok ulama’ multidisipliner (yang menguasai bermacam-macam bidang ilmu). Suatu kali dalam masa perenungannaya beliau menelorkan sebuah kitab yang diberi judul “al-‘Ibrar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min Dzawi al-Sulthan al-‘Akbar” (Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa politik tentang Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka). Namun anehnya, mendadak yang populer di tengah umat adalah mukaddimahnya, bukan isi bukunya. Mengapa bisa demikian?

*APA KATA PAKAR TENTANG IBNU KHALDUN*

Berkata S. Colosia (Pakar Ekonomi Dunia), “Apabila pendapat-pendapat Ibnu Khaldun tentang kehidupan sosial menjadikannya sebagai pionir ilmu filsafat sejarah, maka pemahamannya terhadap peranan kerja, kepemilikan dan upah, menjadikannya pionir ilmuwan ekonomi modern.”

Berkata DR. Bryan S. Turner (Guru Besar Sosiologi, University of Aberdeen, Scotland), “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui oleh dunia barat, terutama ahli-ahli sosiologi yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris.”

Berkata Prof.DR. Muhammad Nejatullah ash-Shiddiqy (Guru Besar Ekonomi, Universitas King Abdul Aziz, Arab Saudi), “Ibnu Khaldun adalah salah seorang Bapak Ilmu Ekonomi.”

Berkata Heinrich Simon (Ilmuwan asal Jerman), “Ibnu Khaldun adalah sarjana pertama yang berusaha merumuskan hukum-hukum sosial.”

Sebagian isi buku:
PERBEDAAN ANTARA PEDANG DAN PENA PADA BERBAGAI DAULAH
Pedang dan pena adalah alat bagi kepala negara untuk menangani berbagai urusan. Hanya saja kebutuhan kepada pedang pada masa awal daulah ketika warganya masih dalam tahap merintis pendirian kerajaan itu lebih besar dibandingkan kebutuhan kepada pena. Sebab, dalam kondisi tersebut pena hanyalah sebagai pelayan saja yang melaksanakan keputusan Sulthan. Sedangkan pedang adalah sekutu yang dapat membantu. Demikian juga pada masa akhir  sebuah negara. Sebab, pada saat itu fanatisme telah melemah, sebagaimana telah kami sebutkan. Warganya menjadi sedikit karena negara dilanda kelemahan seperti telah kami kemukakan. Karenanya, daulah kembali membutuhkan bantuan orang-orang yang memiliki pedang. Kebutuhan kepada mereka untuk melindungi dan membela daulah menjadi lebih besar, sebagaimana pertama kali merintisnya. karenanya, pedang memiliki kelebihan di atas pena dalam kedua kondisi itu. Dengan demikian, para pemilik pedang lebih luas jabatannya, lebih banyak kenikmatannya dan lebih besar pemberian yang ia terima. (Bagaimana selengkapnya? Simak pada halaman 457 -458).
-----
Buku ini menjadi bukti terpenting betapa piawainya Ibnu Khaldun dalam berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Keahliannya dalam sosiologi, filsafat, ekonomi, politik, dan budaya, tampak jelas dalam buku ini. Pada saat yang  sama, Ibnu Khaldun juga tampak sangat menguasai ilmu-ilmu keislaman, saat menguraikan tentang ilmu hadits, fiqh, ushul fiqh, dan lainnya.

Salah satu teorinya tentang ekonomi, apa yang disebut dengan “Model Dinamika”. Teori tersebut memberikan pandangan jelas bahwa semua faktor-faktor dinamika sosial, moral, politik, dan ekonomi meski berbeda, tapi saling berhubungan satu dengan yang lainnya bagi kemajuan maupun kemunduran pemerintahan dan masyarakat dalam sebuah wilayah atau negara. Selain itu, Ibnu Khaldun juga telah menyumbangkan pemikiran tentang teori produksi, teori nilai, teori pemasaran, dan teori siklus yang dipadu menjadi teori ekonomi umum yang koheren yang disusun dalam kerangka sejarah.

Dalam soal politik, Ibnu Khaldun mengetengahkan teori tentang ashabiyah sebagai p
erekat hubungan politik antarwarga dalam sebuah negara. Dengan keluasan wawasan ini, wajar jika banyak ilmuwan yang menulis tentang sosok Ibnu Khaldun, antara lain: Spengler yang menulis Economic Thought of Islam: Ibnu Khaldun, Ahmad Ali menulis Economics of Ibn Khaldun-A Selection, T.B. Irving menulis Ibn Khaldun on Agriculture, dan masih banyak lagi literatur lainnya.
-----------------------
Mukaddimah Ibnu Khaldun
Penulis: Syaikh Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun,
Tebal buku 1087 halaman,
ukuran buku 17 x 24,5 cm,
berat buku 2,5 Kg,
Harga Rp. 260.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
MEMAHAMI KONSEP JIHAD
Dr. Syamsuddin Arif

Tidak ada istilah paling sering disebut orang belakangan ini kecuali kata terorisme dan jihad. Pengaburan dan kejahilan sebagian orang membuat kesan seolah-olah dua kata ini sinonim atau sama artinya. Karena gagal atau salah memahami konsep jihad dan bahkan melupakan sama sekali konteks sejarah, hukum, rukun, syarat, dan adab-adabnya, terjadilah berbagai macam aksi dan reaksi yang merugikan, distorsi, dan disfungsi yang kontraproduktif.

Menurut Sayyid Sabiq, jihad berasal dari kata juhd, artinya 'upaya', 'usaha', 'kerja keras', dan 'perjuangan'. Seseorang dikatakan berjihad apabila ia berusaha mati-matian dengan mengerahkan segenap kemampuan fisik maupun materiil dalam memerangi dan melawan musuh agama (lihat Fiqh as-Sunnah, Beirut: Mu'assasat ar-Risalah, 1422 H/2002, 3:79). Dengan kata lain, berjihad sama dengan berperang (qital), seperti dimaksud dalam imperatif ini: jaahidi l-kuffar wa l-munafiqin (QS 9: 73 dan 66: 9).

Adapun hadis riwayat Imam al-Bayhaqi dan al-Baghdadi yang menyatakan perang melawan hawa nafsu adalah "jihad akbar", sebagian ulama seperti az-Zayn al-'Iraqi dan Ibn Hajar al-'Asqalani menilainya sebagai hadis lemah.

Dalam sejarah Islam, perintah jihad dalam arti qital turun di Madinah pada tahun kedua Hijriyah atau kurang lebih 14 tahun setelah beliau berdakwah, mengajak orang kepada Islam, memperkenalkan dan mengajarkannya secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Selama lebih dari satu dekade di Makkah, Rasulullah SAW diperintahkan menghindari konfrontasi dengan kaum pagan. Beliau disuruh bersabar dan memaafkan mereka yang tak henti-hentinya mengintimidasi dan meneror.

Seperti kita ketahui, teroris semacam Abu Jahl ibn Hisyam dan Abu Lahab tidak hanya menolak, tapi juga merintangi dan berusaha melumpuhkan dakwah Islam, sering kali bahkan dengan kekerasan dan penyiksaan. Namun, Allah SWT berfirman, "Maafkan mereka dan katakanlah salam perdamaian!" (QS 43: 89). "Beritahukan kaum beriman, hendaklah mereka mengampuni orang-orang yang tidak mengharapkan hari-hari Allah." (QS 45: 14). Kaum Muslim pada masa itu juga dilarang membalas kekerasan dengan kekerasan. Mereka dipuji karena mampu bersabar dan membalas kejahatan dengan kebaikan (QS 13: 22).

Yang menjadi prioritas pada masa itu adalah pembinaan individu dan pembentukan jamaah Muslim yang solid (Imam Ibn Katsir, Tafsir al-Qur'an al-'Azhim, Beirut, al-Maktabah al-'Ashriyyah, 1416 H/1995, jilid 3, hlm 213).

Penindasan, kezaliman, dan teror kaum kafir Quraisy terhadap komunitas Muslim mencapai klimaks ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya mulai dipersekusi. Saat itu di Makkah hampir tidak ada lagi ruang tersisa untuk kaum Muslim menghirup kebebasan beragama.

Sejumlah petinggi Quraisy telah berkonspirasi untuk menghabisi Nabi Muhammad SAW, once and for all. Hanya ada dua pilihan bagi kaum Muslim saat itu: bertahan di Makkah tetapi keluar dari Islam atau bertahan dalam Islam tetapi keluar dari Makkah. Dan mereka memilih kedua: hijrah ke Madinah (lihat Imam Ibn Katsir, as-Sirah an-Nabawiyyah, ed Mushthafa Abdul Wahid, Beirut, Dar al-Fikr, 1398 H/1978, jilid 2, hlm 213-266).

Di Madinah, Rasulullah SAW melakukan penataan ke dalam dan perluasan sayap dakwah Islam ke luar. Beliau mendirikan masjid, memimpin shalat Jumat, mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar, melakukan diplomasi, negosiasi, dan ekspedisi dakwah, baik dengan komunitas lokal (seperti kaum Yahudi dengan membuat Perjanjian Madinah), maupun komunitas internasional (dengan para kepala negara di sekelilingnya). Kemudian turun pula perintah azan, menyeru orang untuk shalat berjamaah, dan perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Dan tidak lama kemudian turunlah perintah berjihad (QS 22: 39-41; 2: 190-193 dan 2: 216-218).

Dalam ayat tersebut dijelaskan mengapa dan untuk apa jihad dilakukan, yaitu apabila orang Islam diperangi, dizalimi, dihalau dari kampung halamannya sendiri, semata-mata karena agama yang diyakininya itu. Jihad diizinkan apabila jalan dakwah disekat, kaum Muslim dimusuhi dan diserang, dijajah dan dirampas hak asasin