MUSTANIR ONLINE
3.18K subscribers
865 photos
163 videos
56 files
900 links
Sharing audio, tulisan karya Dr Adian Husaini, Dr Hamid Fahmy Zarkasyi serta pemikir muslim kontemporer lainnya.
Download Telegram
*Muawiyah Bin Abu Sufyan*
Penulis: Dr. Ali bin Muhammad ash-Shallabi

Sinopsis:
Mu’awiyah bin Abu Sufyan Radhiallahu ‘nhuma telah menjadi orang besar sejak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih hidup, yaitu sebagai salah seorang penulis wahyu.

Di zaman kekhalifahan Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu, Mu’awiyah adalah salah seorang panglima penting dalam penaklukan Syam. Pada masa Umar Radhiallahu ‘anhu , Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhutelah muncul menjadi sosok yang unggul hingga khalifah Umar menyerahkan Damaskus dan Ba’labak di bawah kepemimpinannya. Dan di masa Utsman , Mu’awiyah meraih puncak pencapaian yang gemilang; berhasil menaklukkan banyak wilayah di Syam, salah satu pusat kekuatan Romawi paling kokoh ketika itu. Dan di masa itu pula, untuk pertama kali, umat Islam berhasil membentuk pasukan angkatan laut yang hebat, dan ini sekali lagi adalah jasa Mu’awiyah.

Tetapi ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, kenapa Mu’awiyah tidak mau berbai’at? Sikap Mu’awiyah ini kemudian memicu berbagai peristiwa besar: Perang Shiffin, peristiwa tahkim, munculnya Khawarij, munculnya agama Syi’ah; yang hingga kini semua itu terus menjadi bahan kajian menarik.

Buku ini, mengulas secara faktual disertai dengan analisa yang kuat, semua yang terjadi dalam kurun waktu itu, kasus demi kasus; sehingga berbagai peristiwa yang tampak bagaikan tumpukan peristiwa acak, dan fitnah tumpang tindih menjadi terurai dan terpetakan dengan jelas. Di antara gerakan Jihad yang dilakukan Mu’awiyah adalah menghadapi Romawi Byzantium yang berpusat di Konstantinopel, yang ketika itu adalah palang pintu benua Eropa.

Dan yang paling spektakuler adalah keberhasilan Mu’awiyah menaklukkan Afrika Utara seluruhnya. Kemudian menaklukkan ke arah timur hingga mencapai Khurasan, Sijistan, dan negeri-negeri seberang sungai Jaihun (kini: Sungai Amu Darya). Mu’awiyah telah mengabdikan hidupnya di jalan Allah selama empat puluh tahun; dua puluh tahun sebagai gubernur dan dua puluh tahun sebagai khalifah, yang sepanjang masa itu penuh dengan torehan jasa yang luar biasa bagi kaum Muslimin. Tetapi di akhir hidupnya, mengapa Mu’awiyah membai’at putranya, Yazid? Padahal kala itu masih banyak para sahabat hebat yang masih hidup. Kemudian di zaman Yazid inilah cucu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, al-Husain bin Ali Radhiallahu ‘anhuma terbunuh.

Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang bertanggung jawab? Lebih dari itu, apa sebenarnya yang menyebabkan hari terbunuhnya al-Husain diperingati oleh agama Syi’ah sebagai hari yang utama dalam agama mereka? Kemudian, jauh hari setelah al-Husain terbunuh, khurafat tersebar simpang siur, hingga tidak kurang dari enam kota besar di berbagai belahan bumi ini mengklaim bahwa kepala al-Husain dimakamkan di sana; di mana sebenarnya kepala al-Husain dimakamkan? Buku ini adalah salah satu rujukan sejarah yang penting bagi kaum Muslimin. Dan ini adalah salah satu usaha kami untuk ikut mengurai sejarah yang telah dibuat kusut oleh para Orientalis dan Syi’ah.
------------------------------------------------
*Muawiyah Bin Abu Sufyan*
Penulis: Dr. Ali bin Muhammad ash-Shallabi
Ukuran: 16 x 24,5 cm ( Hard Cover)
Tebal buku: 1076 halaman.
Berat buku: 1,5 Kg.
Harga: Rp.159.000.

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran.
SIAPA MENYATUKAN NUSANTARA?
Oleh: Dr. Adian Husaini

Sejumlah pemikir dan tokoh di Indonesia pernah mengungkap teori “lapis-budaya”. Bahwa, kata mereka, Pancasila sebenarnya digali dari bumi Indonesia asli. Bahkan, seorang tokoh ternama, mengaku, ia menggali Pancasila dari bumi Indonesia yang paling dalam, yakni zaman pra-Hindu.

Teori “lapis budaya”, misalnya, pernah diungkap oleh Pendeta Dr. Eka Darmaputera, dalam disertasi doktornya yang berjudul Pancasila and the Search for Identity and Modernity, di Ph.D. Joint Graduate Program Boston and Andover Newton Theological School, tahun 1982. Eka menyebutkan adanya tiga lapisan budaya di Indonesia, yaitu Indonesia asli, India, dan Islam. Tentang lapisan asli Indoenesia, Eka menyimpulkan:
“Lapisan asli Indonesia merupakan sesuatu yang amat sulit, bila tidak dapat dikatakan mustahil, untuk dijabarkan dengan lengkap dan pasti. Kesepakatan yang ada ialah, bahwa sebelum datangnya peradaban India ke Indonesia, ia telah mencapai tingkat kebudayaan yang relatif tinggi dan berakar cukup dalam. Secara umum, lapisan ini dapat digambarkan sebagai berikut: dasar peradabannya adalah pertanian (sawah dan ladang); struktur sosialnya adalah desa; kepercayaan agamaniahnya adalah animisme; …” (Eka Darmaputera, Pancasila: Identitas dan Modernitas (Jakarta: Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia, 1997).

Upaya untuk mengaitkan Indonesia dengan budaya asli pernah ditentang keras oleh Prof. Sutan Takdir Alisyahbana. Tapi, tokoh Pujangga Baru ini justru mengajak bangsa Indonesia untuk menengok ke Barat: “Dan sekarang ini tiba waktunya kita mengarahkan mata kita ke Barat.” Namun, Takdir menepis tuduhan bahwa ia mengarahkan Indonesia agar membebek pada Barat. Katanya: “Saya tidak pernah berkata, bahwa generasi baru tidak usah tahu kebudayaan lama. Saya hanya berkata, bahwa generasi baru harus bebas, jangan terikat kepada kebudayaan lama.” (Lihat, buku Polemik Kebudayaan (Jakarta: Pustaka Jaya, 1977, cet.ke-3).

Upaya untuk membangun citra bahwa Indonesia mengalami zaman kejayaan saat berada di zaman pra-Islam, secara sistematis dikembangkan oleh para orientalis. T. Ceyler Young, seorang orientalis membuat pengakuan: “Di setiap negara yang kami masuki, kami gali tanahnya untuk membongkar peradaban-peradaban sebelum Islam. Tujuan kami bukanlah untuk mengembalikan umat Islam kepada akidah-akidah sebelum Islam tapi cukuplah bagi kami membuat mereka terombang-ambing antara memilih Islam atau peradaban-peradaban lama tersebut”. (Muhammad Quthb, Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995).

Mohammad Natsir, seorang pahlawan nasional, menyebut upaya mengecilkan peran Islam dalam sejarah Indonesia sebagai sebuah bentuk ”nativisasi”. Sejak usia dini, anak-anak Muslim Indonesia sudah dicekoki dengan ajaran sejarah, bahwa Indonesia pernah jaya di bawah Kerajaan Majapahit. Lalu, datanglah kerajaan Islam, bernama Kerajaan Demak, menghancurkan kejayaan Hindu tersebut. Jadi, seolah-olah hendak ditanamkan pada para siswa, bahwa kedatangan Islam tidak membangun kejayaan Indonesia, tetapi justru menghancurkan kejayaannya. Islam tidak pernah menjadi pemersatu bangsa. Majapahitlah yang menyatukan Indonesia. Padahal, tidak ada bukti sejarah yang kuat, Majapahit pernah menyatukan seluruh wilayah Nusantara.

Prof. Dr. C.C. Berg melalui tulisan-tulisannya telah mengungkapkan, bahwa wilayah Majapahit hanya meliputi wilayah Jawa Timur, Bali, dan Madura. Masuknya wilayah-wilayah lain di Nusantara, hanya merupakan cita-cita, dan tidak pernah masuk ke dalam wilayah Majapahit. (Lihat, Hasan Djafar, Masa Akhir Majapahit (Depok: Komunitas Bambu, 2009).

Ada juga cerita yang memposisikan Majapahit sebagai “penjajah”, sehingga muncul perlawanan dari wilayah yang ditaklukkan. Babad Soengenep, misalnya, menceritakan bagaimana proses penaklukan Majapahit atas Soengenep yang berdarah-darah dan bangkitnya pahlawan setempat yang bernama Jaran Panole dalam melawan agresi militer Majapahit yang dipimpin oleh Gajah Mada. Juga cerita yang mendasari Perang Bubat yang merupakan kesalahan besar dalam diploma
si Majapahit. Dimana terjadi kesepakatan antara Maharaja Pajajaran untuk menikahkan putrinya dengan sang Prabu Hayamwuruk. Sang Maharaja Pajajaran kemudian mengantarkan putrinya hingga ke sebuah gelanggang yang bernama Bubat. Sesuai kebiasaan kuno, raja Sunda tersebut hendak menantikan kedatangan sang menantu untuk menjemput mempelainya.

Padahal, sejarah membuktikan, para ulama dan pendakwah Islam-lah yang menyatukan wilayah Nusantara dalam satu agama, satu bahasa, dan satu pandangan alam (worldview). Bahkan, penyatuan itu sampai meliputi wilayah Thailan Selatan, Filipina Selatan, dan Malaka. Bahasa Melayu yang telah di-Islamkan menjadi alat pemersatu bangsa yang efektif.

Keberadaan dan penyebaran bahasa Melayu pernah dianggap sebagai ancaman bagi misi Kristen oleh tokoh Jesuit, Frans van Lith (m. 1926). Dalam bukunya, Orang-Orang Katolik di Indonesia, Karel A. Steenbrink, mengutip ucapan van Lith: “Melayu tidak pernah bisa menjadi bahasa dasar untuk budaya Jawa di sekolah-sekolah, tetapi hanya berfungsi sebagai parasit. Bahasa Jawa harus menjadi bahasa pertama di Tanah Jawa dan dengan sendirinya ia akan menjadi bahasa pertama di Nusantara.”

Kiprah Pater van Lith dalam gerakan misi di Jawa digambarkan oleh Fl. Hasto Rosariyanto, SJ dalam bukunya, Van Lith, Pembuka Pendidikan Guru di Jawa, Sejarah 150 th Serikat Jesus di Indonesia (2009). Dalam buku ini diceritakan, bahwa dalam suatu Kongres bahasa Jawa, secara provokatif van Lith memperingatkan orang-orang Jawa untuk berbangga akan budaya mereka dan karena itu mereka harus menghapus bahasa Melayu dari sekolah. Van Lith lebih suka mempromosikan bahasa Belanda, karena dianggapnya sebagai bahasa kemajuan.

Misi ini kemudian gagal. Pada 28 Oktober 1928, para pemuda Indonesia mengikrarkan sumpah: Berbahasa satu, bahasa Indonesia. (***)
*PROMO KITAB FATHUL BARI*
DISKON 10% DAN GRATIS ONGKOS KIRIM WILAYAH PULAU JAWA*
============================
FATHUL BARI | PAKET 1(JILID 1-7)
• Jilid 1: Kitab Wahyu & Iman
• Jilid 2: Kitab Ilmu
• Jilid 3: Kitab Wudhu
• Jilid 4: Kitab Mandi, Haidh & Tayammum
• Jilid 5: Kitab Shalat
• Jilid 6: Kitab Waktu-waktu Shalat & Adzan
• Jilid 7: Kitab Adzan, Shalat Berjama'ah & Imamah

FATHUL BARI | PAKET 2 (JILID 8-14)
• Jilid 8 : Kitab Adzan ( Sifat Shalat)
• Jilid 9 : Kitab Shalat Jum'at, Shalat Khauf, Shalat Ied
• Jilid 10 : Kitab Salat Witir, Shalat Istisqa', Shalat Gerhana, Sujud Tilawah, dan Shalat Qashar
• Jilid 11 : Kitab Shalta Tahajjud, Keutamaas Shalat di Masjid Haram & Nabawi, Melakukan Perbuatan Selain Rkun Shalat, Sujud Sahwi.
• Jilid 12 : Kitab Jenazah
• Jilid 13 : Kitab Zakat.
• Jilid 14 : Kitab Haji Bag. 1.

FATHUL BARI | PAKET 3 (JILID 15-21)
• Jilid 15 : Kitab Haji Bag. 2.
• Jilid 16 : Kitab Umrah; Terhalang dalam menyempurnakan Haji, Sanksi berburu di Tanah Haram, Keutamaan kota Madinah.
• Jilid 17 : Kitab Puasa, Shalat Tarawih, Keutamaan Lailatul Qadar, I'tikaf.
• Jilid 18 : Kitab Jual Beli
• Jilid 19 : Kitab Salam, Syuf'ah Ijarah, Hawalah; Kaalah, Utang Piutang , dll.
• Jilid 20: Kitab Perihal Kedzaliman; Perkongsian; Penggadaian; pembebasan Budak; Hibah.
• Jilid 21 : Kitab Kesaksian; Perdamaian; Syarat; Wasiat

FATHUL BARI | PAKET 4 (JILID 22-28)
• Jilid 22 : Kitab Jihad & Ekspedisi Militer
• Jilid 23 :Jihad dan Ekspedisi Militer, bagian seperlima harta Ghanimah untuk Allah dan Rasul-Nya, Membayar jizyah dan Gencatan senjata
• Jilid 24 : Awal Penciptaan, Kisah Nabi-nabi
• Jilid 25 : Kisah nabi-nabi, Parameter Kemuliaan
• Jilid 26 : Parameter Kemuliaan, Keutamaan Sahabat Nabi
• Jilid 27 : Keutamaan Kaum Anshar
• Jilid 28 : Peperangan Rasulullah

FATHUL BARI | PAKET 5 (JILID 29-35)
• Jilid 29: Kitab Al-Maghazi (Peperangan)
• Jilid 30: Kitab Al-Maghazi (Peperangan)
• Jilid 31: Kitab At-Tafsir (Tafsir al-Quran)
• Jilid 32: Kitab At-Tafsir (Tafsir al-Quran)
• Jilid 33: Kitab at-Tafsir (Tafsir al-Quran)
• Jilid 34: Kitab At-Tafsir (Tafsir al-Quran)
• Jilid 35: Kitab at-Tafsir (Tafsir al-Quraan)

Harga per-paket Rp. 910.000,-
Harga 5 paket lengkap Rp. 4.550.000,-
Diskon 10% dan gratis ongkos kirim untuk wilayah pulau Jawa.

Pemesanan silahkan SMS/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
Sejatinya, pembakaran al-Qur’an oleh John Terry atau siapapun tidak berdampak apa-apa bagi Muslim. Orang masih bisa mencetak lagi. Kita perlu marah karena ghirah kita, karena keimanan kita dan karena merusak sesuatu yang kita sucikan.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1248806575259290&id=153825841424041
*WALI ALLAH ATAU WALI SYAITAN?*
Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Ukuran: 15 cm x 24 cm
Tebal: 419 Halaman
Berat: 0,8 Kg, Hard Cover
Kitab Asli: Al-Furqaan baina Auliyaair Rahmaan wa Auliyaaisy Syaithaan
Judul Buku Lengkap: Wali Allah Ataukah Wali Syaitan, Ciri, Syarat Dan Tanda Tanda Yang Membedakan Antara Wali Allah dan Wali Syaitan


Resensi:
Kita berlindung kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dari godaan syaithan yang terkutuk, buku ini mengupas tentang pengertian wali Allah dan wali syaithan serta ciri-ciri yang membedakan antara keduanya, berikut di antara isinya:

***

Sifat Maksum Bukan Syarat Kewalian

Sifat maksum yang berarti tidak berbuat keliru dan salah bukanlah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang wali Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

Bahkan, seorang wali Allah boleh jadi tidak mengetahui sebagian dari keseluruhan ilmu syariat. Boleh jadi juga ada sebagian masalah agama yang masih samar bagi seorang wali Allah, hingga dia mengira sebagian perintah-Nya sebagai larangan-Nya.

Boleh jadi pula, salah seorang wali Allah menduga bahwa sebagian kejadian luar biasa yang dialaminya ialah karamah para wali Allah, padahal sebenarnya ia berasal dari syaithan yang telah mengaburkan akalnya. Sebab tingkat kewaliannya masih rendah, maka dia tidak mengetahui kalau kondisi itu berasal dari syaithan.

Namun, kekurangan yang demikian tidaklah mengeluarkan orang mukmin dari lingkup kewalian, karena Allah memaafkan ketidaksengajaan dan kelupaan umat ini.

Jaminan ampunan Allah itu sesuai dengan firman-Nya pada surat Al-Baqarah, ayat: 285-286
----------------------------------
*WALI ALLAH ATAU WALI SYAITAN?*
Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Ukuran: 15 cm x 24 cm
Tebal: 419 Halaman
Berat: 0,8 Kg, Hard Cover
Kitab Asli: Al-Furqaan baina Auliyaair Rahmaan wa Auliyaaisy Syaithaan
Judul Buku Lengkap: Wali Allah Ataukah Wali Syaitan, Ciri, Syarat Dan Tanda Tanda Yang Membedakan Antara Wali Allah dan Wali Syaitan
Harga Rp. 80.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
BEGINILAH KYAI DAHLAN
MENDIDIK KITA

Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS, Pendiri Pesantren at-Taqwa, Depok)

“Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kyai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil (mengikuti. Pen.) kepadanya, tahun 1938 saya resmi menjadi anggota Muhammadiyah, tahun 46 saya minta jangan dicoret nama saya dari Muhammadiyah; tahun ’62 ini saya berkata, moga-moga saya diberi umur panjang oleh Allah Subhaanahu wa-Ta’ala, dan jikalau saya meninggal supaya saya dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan saya.” (Soekarno).

*
Itulah sebagian isi pidato Bung Karno pada Muktamar Muhammadiyah di Jakarta, 25 November 1962. Bung Karno mengaku kagum dengan Kyai Ahmad Dahlan sejak usia muda, tatkala masih berdiam di rumah HOS Tjokroaminoto. Karena terpesona dengan ceramah-ceramah Kyai Dahlan, maka Soekarno muda berkali-kali mengikuti tabligh Kyai Dahlan. “… saya tatkala berusia 15 tahun telah buat pertama kali berjumpa dan terpukau – dalam arti yang baik – oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan,” kata Presiden Soekarno. Karena itu, lanjut Bung Karno, “saya ngintil – ngintil artinya mengikuti – Kyai Ahmad Dahlan itu.”

Itulah sosok Kyai Haji Ahmad Dahlan yang membuat Soekarno muda terpukau dan ‘ngintil’ kemana saja Kyai Dahlan berceramah. Seperti apakah pribadi Kyai Dahlan yang mempesona itu? Solichin Salam, dalam bukunya, K.H. Ahmad Dahlan, Reformer Islam Indonesia (1963), mendokumentasikan sosok dan perjuangan Kyai Dahlan.

“Kebesaran Kyai Dahlan tidaklah terletak pada luasnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya, melainkan terletak pada kebesaran jiwanya, kebesaran pribadinya. Dengan bermodalkan kebesaran jiwanya dan disertai keichlasan dalam berjuang dan berkorban inilah yang menyebabkan segala gerak-langkahnya, amal usaha dan perjuangannya senantiasa berhasil,” tulis Solichin Salam.

Tentang kepribadian Kyai Dahlan, digambarkan: “Pribadi manusia Ahmad Dahlan ialah pribadi manusia yang sepi ing pamrih, tapi rame ing gawe. Manusia yang ikhlas, manusia yang jernih, jauh dari rasa dendam dan dengki. Kyai Ahmad Dahlan adalah manusia yang telah matang jiwanya, karenanya beliau dapat tenang dalam hidupnya.”

Semangat perjuangan dan pengorbanan Kyai Dahlan dapat disimak dalam sejumlah kisah berikut. Saat Kyai Dahlan jatuh sakit, seorang dokter Belanda menasehatinya untuk beristirahat. Kata si Dokter: “Saya mengetahui apa yang menjadi cita-cita Tuan, dan sebagai seorang dokter, saya pun mengetahui penyakit yang kyai derita. Penyakit kyai ini tidak memerlukan tetirah keluar kota, tetapi cukup di rumah saja. Sakit kyai ini hanya memerlukan mengaso, lain tidak.”

Tetapi, kyai Dahlan tidak memperhatikan nasehat dokter tersebut. Ia terus berkeliling daerah, bertabligh, tanpa peduli kesehatannya. Kyai Dahlan wafat pada 23 Februari 1923. Beberapa bulan sebelum wafatnya, Kyai Dahlan pergi 17 kali meninggalkan Yogyakarta untuk berbagai kegiatan dakwah.

Berikut ini diantara kegiatan Kyai Dahlan pada akhir-akhir hidupnya. Pada 7 Januari 1922, membuka rapat di Banyuwangi; 28 Januari 1922, membuat promosi di Jakarta tentang pendirian Sekolah Guru Agama Islam; 6 Agustus 1922, membuka pengajaran agama Islam di sekolah Hoogere Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers (Sekolah Guru Tinggi untuk guru Bumiputra) di Purworejo; 7 Agustus 1922 membantu usaha pendirian sekolah agama Islam di Kepanjen; 21 September 1922, mengurus pengajaran agama Islam di H.K.S. Purworejo; 4 November 1922, membuka pengajaran agama Islam di O.S.V.I.A (Opleidingschool voor Indlansche Ambtenaren) di Magelang; dan berbagai kegiatan lainnya.

Jadilah guru!
Tidak diragukan, Kyai Ahmad Dahlan adalah pejuang dan tokoh pendidikan nasional sejati. Disebutkan, bahwa sebab-sebab didirikannya Persyarikatan Muhammadiyah adalah: (a) Umat Islam tidak memegang teguh tuntunanal-Quran dan Sunnah Nabi sehingga merajalelanya syirik, bid’ah, dan tachyul. Akibatnya agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi, (b) ketiadaan persatuan dan kesatuan diantara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi Islam yan
g kuat, (c) kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memproduksi kader-kader, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman, (d) karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam umat Islam, bagi keluhuran serta keberlangsungan agama Islam di Indonesia, berhubung dengan kegiatan dari zending dan missi Kristen di Indonesia, (e) adanya tantangan dan sikap acuh tak acuh (onverschillig) atau rasa kebencian di kalangan intelegensia terhadap agama Islam, yang oleh mereka dianggap sudah kolot serta tidak up-to-date lagi, (f) ingin menciptakan suatu masyarakat, dimana di dalamnya benar-benar berlaku segala ajaran dan hukum-hukum Islam.
Kyai Ahmad Dahlan memang seorang manusia amal. Ia bukan hanya berpikir, dan memahami masalah. Tetapi, lebih penting lagi, ia berpikir jauh ke depan, dan mencarikan salusi masalah secara mendasar. Bahkan, lebih dari itu, Kyai Dahlan langsung memimpin perjuangan itu sendiri; menjadikan dirinya, istrinya, dan keluarganya sebagai teladan perjuangan. Inilah yang membuat seorang Soekarno terpesona sejak usia mudanya.

Meskipun terjajah secara ekonomi, politik, dan militer, Kyai Dahlan paham benar, bahwa akar masalah umat dan bangsa ini terletak pada masalah pendidikan. Dari pendidikan inilah akan dilahirkan kader-kader umat dan bangsa. Uniknya, Kyai Dahlan memulai dari pendidikan kaum perempuan. Sebab, menurutnya, perempuan memegang peran penting dalam pendidikan anak.
Kyai Dahlan tidak menunggu gedung megah untuk membuka sekolah. Ia mulai dari serambi rumahnya. Di situlah belajar sejumlah murid pertama, seperti Aisyah Hilal, Busyro Isom, Zahro Muhsin, Wadi’ah Nuh, Dalalah Hisyam, Bariah, Dawinah, dan Badilah Zuber. Kyai Dahlan sendiri yang mengajar mereka. Sekolah itu belum diberi nama. Para murid belajar ilmu aqaid, fiqih, akhlak, qira’ah, dan lain-lain.

Barulah pada tahun 1913, sekolah itu berpindah ke gedung baru. Atas jasa putranya, H. Siraj Dahlan, terbentuklah sebuah madrasah yang diberi nama “al-Qismul Arqa”. Pada tahun-tahun berikutnya, madrasah ini diberi nama Hooger Muhammadiyah School, lalu menjadi Kweekschool Islam, dan pada 1932 berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Inilah sekolah guru Muhammadiyah.

Sekolah guru ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader pejuang. Patut dicatat, bahwa ketika itu, banyak orang tertarik menjadi guru karena status sosial yang tinggi. Banyak anak-anak muslim memasuki sekolah guru Belanda atau sekolah Guru Kristen, sehingga mereka menjadi sekuler atau menjadi Kristen.

Salah satu anak muslim yang berubah menjadi Katolik setelah memasuki sekolah guru Katolik adalah Soegijapranata. Buku “Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an sampai Sekarang” karya Dr. Th. Van den End dan Dr. J. Weitjens SJ (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) menuliskan sekilas kisah Soegija pranata bersekolah guru dan mengubah agama menjadi Katolik di bawah asuhan Frans van Lith: “Waktu masuk Muntilan, Soegija menyatakan dia ingin sekolah, tak mau jadi Katolik, tetapi pada tanggal 24 Desember 1909 Albertus Soegijapranata dibaptis.”

Posisi sekolah guru (kweekschool) asuhan Frans van Lith diuntungkan oleh kebijakan pemerintah penjajah Belanda, khususnya di bawah Gubernur Jenderal AF van Idenburg (1909-1916) yang sangat berpihak kepada misi Kristen di Hindia Belanda (Indonesia). Lulusan sekolah ini diberi hak yang sama dengan sekolah milik Belanda untuk menjadi guru di sekolah-sekolah negeri. Bagi masyarakat umum saat itu, menjadi guru di sekolah-sekolah milik pemerintahan Hindia Belanda, dianggap bergengsi.

Jadi, Kyai Ahmad Dahlan paham benar akan nilai strategisnya aspek pendidikan. Sedangkan kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas guru. Dari sekolah-sekolah Guru Muhammadiyah inilah lahir para pemimpin, ulama, dan tokoh masyarakat. Bangsa Indonesia tak akan lupa sosok pahlawan besar, Jenderal Sudirman, seorang guru Muhammadiyah.

Batu pertama
Di bulan-bulan menjelang wafatnya, kondisi kesehatan Kyai Ahmad Dahlan semakin menurun. Dokter menyarankan ia beristirahat di sebuah daerah di lereng Gunung Bromo. Tapi, lagi-la
gi, di situ pula Kyai Dahlan justru aktif berdakwah. Usaha murid-muridnya untuk membujuknya beristirahat gagal lagi. Maka, dimintalah Nyai Dahlan menasehati Sang Suami.
“Istirahat dulu, Kyai!” saran sang istri.
“Mengapa saya akan istirahat?” tanya Kyai Dahlan.
“Kyai sakit, istirahatlah dulu, menunggu sembuh,” kata Nyai Dahlan lagi.
“Ajaib,” kata Kyai Dahlan, “Orang di kiri kananku menyuruh aku berhenti beramal, tidak saya pedulikan. Tetapi sekarang kau sendiri pun ikut pula.”
Dengan meneteskan air mata, istrinya berucap, “Saya bukan menghalangi Kyai beramal, tetapi mengharap kesehatan Kyai, karena dengan kesehatan itulah Kyai dapat bekerja lebih giat di belakang hari.”

Kyai Dahlan pun menenangkan istrinya; menjelaskan latar belakang perjuangannya. “Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama dari pada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau pun saya hentikan, lantaran sakitku ini, maka tidak ada orang yang akan sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa, bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin, maka yang tinggal sedikit itu, mudahlah yang di bekalang nanti untuk menyempurnakannya.”

Suatu saat, seorang keponakan Kyai Dahlan bernama Badawi, menengoknya. Sang Kyai bertanya, “Apa maksudmu datang kemari, menghendaki matiku ataukah sakitku?” Badawi menjawab, “Tentu menghendaki sembuhnya Kyai.”
Maka Kyai Dahlan berujar, “Kalau kamu menghendaki sembuhku, tahukah kamu apa yang menjadi sebab sakitku ini? Yaitu, karena memikirkan Muhammadiyah. Karena itu bantulah Muhammadiyah. Pergilah kepada Muchtar dan tanyakan apa yang diperlukan Muhammadiyah.”

Ternyata, menurut Muchtar, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah memerlukan tenaga guru. Akhirnya, Badawi pun menyumbangkan tenaganya, mengajar di Mu’allimin Muhammadiyah.
Kira-kira seminggu sebelum wafatnya, Kyai Dahlan berpesan kepada murid-muridnya, “Aku tak lara ya, kowe kabeh temandanga!” (Saya mau sakit, bekerjalah kalian semua!”).

Beginilah Kyai Ahmad Dahlan mendidik kita; bagaimana memahami hidup, cinta dan ikhlas dalam perjuangan dan pengorbanan; juga bagaimana menjadi guru sejati, guru pejuang! Ia pun berpesan, “Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali buat bertaruh. Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?”

Semoga dunia pendidikan kita TIDAK menghasilkan manusia-manusia yang gila dunia, lupa akhirat, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk meraih kursi sekolah, harta, dan tahta! Wallahu A’lam bish-shawab. (Artikel ini dimuat di Jurnal ISLAMIA, Republika-INSISTS, edisi 19 Juli 2018)
*TALBIS IBLIS*
Penulis: IBNUL JAUZI   
 
Sinopsis:
Iblis menyatakan permusuhan kepada manusia secara terang – terangan dan akan terus mengganggu Adam beserta anak keturunannya hingga datangnya hari Kiamat. Permusuhan ini berawal sejak iblis diperintah oleh Alllah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan, bukan sujud sebagai bentuk ibadah. Iblis menolak dengan penuh kesombongan karena merasa lebih baik dan lebih utama dari Adam. Atas pengingkarannya ini, maka Allah melaknat dan mengusirnya dari surga, bahkan Allah mengusirnya dari kedudukannya yang tinggi bersama malaikat.

Sejak hari itu, kemenangan silih berganti; kadang di pihak setan dan para pengikutnya, dan kadang berpihak kepada para kekasih Allah dan hambaNya.

Para ulama tergugah untuk menuliskan sejarah pertempuran berkepanjangan ini. Mereka mengarang kitab – kitab demi mengingatkan kaum muslimin agar tidak terperosok kedalam lubang –lubang jebakan Iblis, di antaranya adalah buku yang ada di hadapan pembaca ini, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi (w. 550 H).

Kitab Talbis Iblis ini diringkas, sekaligus dita’liq dan ditakhrij oleh Abu Al – Harist Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al – Halabi Al – Atsari dengan judul Al – Muntaqa An – Nafis min Talbis Iblis Lil Iman Ibn Al – Jauzi. Dalam buku ini, penulis membuang sanad hadist secara keseluruhan, membuang hadist yang tidak shahih dan terulang dalam satu tema, mentakhrij hadist- hadist shahih secara ringkas, membuang kisah dan cerita yang tidak banyak berfaidah, serta member catatan dan penjelasan yang dianggap perlu.
Banyak pelajaran penting yang bias kita dapatkan dari buku ini. Inilah yang hendak disampaikan penulis, agar setiap muslim mawas diri dari perangkap setan dengan berbagai macam tipu dayanya.
--------------------------------------
*TALBIS IBLIS*
Penulis: IBNUL JAUZI   
Ukuran: 24,5 × 16 cm
Tebal: 412 hlm 
Sampul: Hard Cover
ISBN :     978-602-7965-17-1
Harga Rp. 132.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran..
*Subulus Sallam*
*Syarah Bulughul Maram*   
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani

Sinopsis:
Sebagaimana kita ketahui bahwa Subulus Salam merupakan karya terbesar dari Imam Ash-Shan’ani. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Bulugh Al-Maram karya Imam Hajar Al-Asqalani. Subulus Salam sangat masyhur di kalangan umat Islam dari berbagai madzhab dan golongan, karena cakupan isinya tentang hadits-hadits ahkam (hukum-hukum) sangat dibutuhkan umat Islam untuk dijadikan sebagai rujukan.

Di antara kelebihan kitab ini, disamping penyajian, sistematika penulisan dan ulasannya yang sempurna, juga dilengkapi dengan takhrij hadits yang mengacu pada kitab-kitab Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah.   

Semoga buku terjemahan kitab Subulus Salam ini yang berjumlah empat jilid (edisi lengkap) dapat bermanfaat bagi kalangan kaum muslimin pada umumnya.
-------------------------------------------
*Subulus Sallam*
*Syarah Bulughul Maram*   
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
Berat: 6 Kg
ISBN : 978-602-7965-88-3

Harga Rp. 450.000,-

Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.

Syukran...
Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” , “pedoman amal” dan sumber dari segala sumber hukum, yang seharusnya merupakan wilayah Islam. Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan pemikirannya.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1251860168287264&id=153825841424041
BUYA HAMKA TIDAK MEMBODOHI KITA
Oleh: Dr. Adian Husaini

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin di antara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah tergolong dari mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS al-Maidah: 51).
****

Sejak tahun 1959, Prof. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Buya Hamka, sudah mengajar Tafsir al-Quran di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta. Tahun 1964, Buya Hamka dijebloskan ke dalam tahanan oleh Rezim Orde Lama. Ketika itulah, Ketua MUI Pertama itu berkesempatan menyelesaikan Tafsir al-Azhar, yang kini masih menjadi salah satu Buku Tafsir rujukan di Indonesia. Dari waktu ke waktu, Tafsir ini berganti-ganti penerbit. Terakhir, tahun 2015, Tafsir al-Azhar diterbitkan oleh penerbit Gema Insani Press (GIP) Jakarta dalam bentuk edisi mewah.

Di tengah gegap gempita pembahasan QS al-Maidah ayat 51 – yang dipicu pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – ada baiknya kita menelaah bagaimana Buya Hamka menafsirkan QS al-Maidah: 51. Sebab, selama puluhan tahun, belum pernah kita dengar satu makhluk pun di muka bumi yang berani menuduh para mufassir al-Quran seperti Buya Hamka ini, telah membohongi dan membodohi umat Islam pakai al-Maidah:51.

Karena itulah, ucapan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, sangat bersejarah. Dalam pernyataannya, 11 Oktober 2016, MUI secara resmi menyatakan, bahwa Ahok telah menghina al-Quran dan menghina ulama-ulama Islam. Kita simak kembali petikan ucapan Ahok yang juga dikutip dalam pernyataan resmi MUI: “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”

Maka, adalah menarik untuk menelaah isi Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka tentang QS al-Maidah:51. Setelah itu, kita bertanya, layakkah ulama terkemuka seperti Buya Hamka ini dikatakan telah membohongi dan membodohi umat Islam? Juga, kepada siapa seharusnya penghina al-Quran dan ulama itu meminta maaf? Siapa pula yang pantas memberikan maaf?

Buya Hamka mengawali penjelasan tentang QS al-Maidah:51 dengan kata-kata yang tegas: “Untuk memperteguh disiplin, menyisihkan mana kawan mana lawan, maka kepada orang yang beriman diperingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin.” (pangkal ayat 51).

Selanjutnya, kita ikuti uraian Buya Hamka dalam Kitab Tafsirnya tersebut:

“Disini jelas dalam kata seruan pertama, bahwa bagi orang yang beriman sudah ada satu konsekuensi sendiri karena imannya. Kalau dia mengaku beriman pemimpin atau menyerahkan pimpinannya kepada Yahudi atau Nasrani. Atau menyerahkan kepada mereka rahasia yang tidak patut mereka ketahui, sebab dengan demikian bukanlah penyelesaian yang akan didapat, melainkan bertambah kusut…”

“… Sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian.” Maksud ayat ini dalam dan jauh. Artinya jika pun orang Yahudi dan Nasrani itu yang kamu hubungi atau kamu angkat menjadi pemimpinmu, meskipun beberapa orang saja, ingatlah kamu, bahwa sebagian yang berdekat dengan kamu itu akan menghubungi kawannya yang lain, yang tidak kelihatan menonjol ke muka. Sehingga yang mereka kerjakan diatas itu pada hakikatnya ialah tidak turut dengan kamu. Kadang-kadang lebih dahsyat lagi dari itu. Dalam kepercayaan sangatlah bertentangan di antara Yahudi dan Nasrani; Yahudi menuduh Maryam berzina dan Isa al-Masih anak Tuhan, dan juga Allah sendiri yang menjelma jadi insan. Sejak masa Isa al-Masih hidup, orang Yahudi memusuhi Nasrani, dan kalau Nasrani telah kuat kedudukannya, merekapun membalaskan permusuhan itu pula dengan kejam sebagaimana selalu tersebut dalam riwayat lama dan riwayat zaman baru. Tetapi apabila mereka hendak menghadapi Islam,