Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣3⃣): KARYAWAN YANG DIANCAM OLEH ATASANNYA AKAN DIPECAT JIKA TETAP BERPUASA DAN NASEHAT BAGI ATASAN YANG MUSLIM
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Jika seorang atasan mengancam anak buahnya yang muslim untuk dipecat dari pekerjaannya apabila ia tidak mau membatalkan puasanya (di bulan ramadhan), apakah boleh baginya untuk tidak berpuasa? Dan apa nasihat anda untuk atasan tersebut?
✳️ Maka beliau menjawab,
🌴 "Tidak boleh bagi seorang (muslim) meninggalkan amalan yang telah Allah wajibkan baginya hanya karena faktor paksaan dari orang lain.
🌱 Seorang hamba harus melaksanakan segala kewajibannya.
📖 "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan berikan baginya jalan keluar. Dan Allah akan berikan rizki kepadanya dari jalan yang tidak ia duga."
☑️ Jika ada yang berkata kepadamu,
❌ 'Kamu dilarang melaksanakan shalat. Jika kamu memaksa shalat maka kamu saya pecat',
▶️ Apakah kamu tetap mendengarkan perintahnya ❓
✅ Maka pasti kamu tidak bakal mentaati perintah tersebut.
🌻 Maka demikian pula semua kewajiban lainnya yang telah Allah perintahkan kepadamu.
⛔️ Maka Anda tidak boleh meninggalkan kewajiban tersebut semata-mata karena orang lain mengancam untuk memecatmu dari pekerjaan.
🌷 Nasihatku untuk sang majikan/atasan orang ini,
☑️ Hal yang semestinya anda lakukan -terlebih anda seorang muslim- adalah membantu anak buahmu untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya yang sedang dijalankannya. Bersamaan dengan itu ia tetap menunaikan jam kerja yang telah disepakati antara anda dengannya.
📡 Jika Anda lakukan hal itu, maka sungguh Anda telah membantunya berbuat kebaikan dan ketaqwaan. Siapa saja yang membantu orang lain untuk berbuat kebaikan dan menjalankan ketaqwaan, maka akan mendapatkan pahala sama seperti orang yang melakukannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah;
“Barangsiapa menyiapkan perbekalan orang yang akan pergi berjihad maka sungguh dia telah berjihad, dan barangsiapa mencukupi (kebutuhan) keluarga orang yang berjihad maka sungguh dia telah berjihad.”
⏳ Maka wahai saudaraku, hendaknya Anda mendasari diri dengan taqwa kepada Allah dalam segala urusan anak buahmu.
📛 Janganlah engkau menghalangi upaya anak buahmu untuk meraih karunia Allah, dimana semua itu pada dasarnya tidaklah menghalangi pekerjaan dan tidak pula menguranginya.
🕋 Bahkan bisa jadi, kemudahan yang Anda berikan kepada mereka yang hendak beribadah menjadi sebab keberkahan pada pekerjaanmu.....”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/94)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Jika seorang atasan mengancam anak buahnya yang muslim untuk dipecat dari pekerjaannya apabila ia tidak mau membatalkan puasanya (di bulan ramadhan), apakah boleh baginya untuk tidak berpuasa? Dan apa nasihat anda untuk atasan tersebut?
✳️ Maka beliau menjawab,
🌴 "Tidak boleh bagi seorang (muslim) meninggalkan amalan yang telah Allah wajibkan baginya hanya karena faktor paksaan dari orang lain.
🌱 Seorang hamba harus melaksanakan segala kewajibannya.
📖 "Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan berikan baginya jalan keluar. Dan Allah akan berikan rizki kepadanya dari jalan yang tidak ia duga."
☑️ Jika ada yang berkata kepadamu,
❌ 'Kamu dilarang melaksanakan shalat. Jika kamu memaksa shalat maka kamu saya pecat',
▶️ Apakah kamu tetap mendengarkan perintahnya ❓
✅ Maka pasti kamu tidak bakal mentaati perintah tersebut.
🌻 Maka demikian pula semua kewajiban lainnya yang telah Allah perintahkan kepadamu.
⛔️ Maka Anda tidak boleh meninggalkan kewajiban tersebut semata-mata karena orang lain mengancam untuk memecatmu dari pekerjaan.
🌷 Nasihatku untuk sang majikan/atasan orang ini,
☑️ Hal yang semestinya anda lakukan -terlebih anda seorang muslim- adalah membantu anak buahmu untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, seperti shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya yang sedang dijalankannya. Bersamaan dengan itu ia tetap menunaikan jam kerja yang telah disepakati antara anda dengannya.
📡 Jika Anda lakukan hal itu, maka sungguh Anda telah membantunya berbuat kebaikan dan ketaqwaan. Siapa saja yang membantu orang lain untuk berbuat kebaikan dan menjalankan ketaqwaan, maka akan mendapatkan pahala sama seperti orang yang melakukannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah;
“Barangsiapa menyiapkan perbekalan orang yang akan pergi berjihad maka sungguh dia telah berjihad, dan barangsiapa mencukupi (kebutuhan) keluarga orang yang berjihad maka sungguh dia telah berjihad.”
⏳ Maka wahai saudaraku, hendaknya Anda mendasari diri dengan taqwa kepada Allah dalam segala urusan anak buahmu.
📛 Janganlah engkau menghalangi upaya anak buahmu untuk meraih karunia Allah, dimana semua itu pada dasarnya tidaklah menghalangi pekerjaan dan tidak pula menguranginya.
🕋 Bahkan bisa jadi, kemudahan yang Anda berikan kepada mereka yang hendak beribadah menjadi sebab keberkahan pada pekerjaanmu.....”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/94)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz at-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣4⃣): APABILA SEORANG WANITA YANG HAID SUCI DI SIANG HARI APAKAH IA HARUS MENAHAN DIRI DARI MAKAN DAN MINUM?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seorang wanita yang sedang haid dan wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, apakah ia wajib menahan diri (dari makan dan minum,pen) ?
✳️ Maka beliau menjawab:
📡 "Jika wanita yang sedang haid atau wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, maka ia tidak wajib menahan diri, bahkan ia boleh makan dan minum. Disebabkan perbuatannya menahan diri sama sekali tidak bermanfaat, karena ia wajib untuk mengganti puasa hari tersebut (di hari yang lain,pen).
Ini adalah pendapat madzhab Malik, Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
🌙 Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Barangsiapa makan di pagi hari, maka hendaknya ia makan di sore hari.”
👉🏻 Maksudnya barangsiapa berbuka di pagi hari maka ia boleh berbuka (makan dan minum) di sore hari.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/99)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seorang wanita yang sedang haid dan wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, apakah ia wajib menahan diri (dari makan dan minum,pen) ?
✳️ Maka beliau menjawab:
📡 "Jika wanita yang sedang haid atau wanita nifas telah suci di siang hari bulan Ramadhan, maka ia tidak wajib menahan diri, bahkan ia boleh makan dan minum. Disebabkan perbuatannya menahan diri sama sekali tidak bermanfaat, karena ia wajib untuk mengganti puasa hari tersebut (di hari yang lain,pen).
Ini adalah pendapat madzhab Malik, Syafi’i, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.
🌙 Dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa ia berkata, “Barangsiapa makan di pagi hari, maka hendaknya ia makan di sore hari.”
👉🏻 Maksudnya barangsiapa berbuka di pagi hari maka ia boleh berbuka (makan dan minum) di sore hari.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/99)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣5⃣): KELUAR CAIRAN KERUH SETELAH DARAH HAID BERHENTI. BAGAIMANA HUKUM PUASANYA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Seorang wanita bertanya, bahwasanya datang kebiasaan haidnya, dan darah sudah berhenti di hari yang ke 6 semenjak maghrib hingga pukul 12 malam (darah tidak keluar lagi,pen).
Lalu ia pun mandi dan berpuasa di esok harinya. Ternyata setelah itu, keluar kudroh (cairan keruh) tapi ia tetap melanjutkan puasanya di hari tersebut. Apakah yang seperti ini dianggap sebagai haid, padahal kebiasaannya hanya 7 hari ?
✳️ Maka beliau menjawab:
🌻 "Cairan keruh ini bukan bagian dari haid. Cairan keruh yang menimpah seorang wanita setelah ia suci bukan termasuk haid. Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata,
🌱 “Dahulu kami tidak menganggap cairan kuning dan keruh setelah masa suci sebagai haid.” Dalam riwayat lain, “Kami tidak menganggapnya sebagai haid.” (pada riwayat ke dua ini) tidak disebutkan setelah masa suci.
⭕️ Haid adalah darah, ia bukan cairan keruh atau kuning.
💯 Atas dasar ini maka puasa wanita tersebut adalah sah, pada hari yang dia tidak melihat cairan keruh atau pada hari yang dia melihat cairan keruh. Karena cairan keruh itu bukan dari haid.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Seorang wanita bertanya, bahwasanya datang kebiasaan haidnya, dan darah sudah berhenti di hari yang ke 6 semenjak maghrib hingga pukul 12 malam (darah tidak keluar lagi,pen).
Lalu ia pun mandi dan berpuasa di esok harinya. Ternyata setelah itu, keluar kudroh (cairan keruh) tapi ia tetap melanjutkan puasanya di hari tersebut. Apakah yang seperti ini dianggap sebagai haid, padahal kebiasaannya hanya 7 hari ?
✳️ Maka beliau menjawab:
🌻 "Cairan keruh ini bukan bagian dari haid. Cairan keruh yang menimpah seorang wanita setelah ia suci bukan termasuk haid. Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata,
🌱 “Dahulu kami tidak menganggap cairan kuning dan keruh setelah masa suci sebagai haid.” Dalam riwayat lain, “Kami tidak menganggapnya sebagai haid.” (pada riwayat ke dua ini) tidak disebutkan setelah masa suci.
⭕️ Haid adalah darah, ia bukan cairan keruh atau kuning.
💯 Atas dasar ini maka puasa wanita tersebut adalah sah, pada hari yang dia tidak melihat cairan keruh atau pada hari yang dia melihat cairan keruh. Karena cairan keruh itu bukan dari haid.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣6⃣): WANITA YANG DATANG BULAN SESAAT SETELAH MATAHARI TERBENAM, BAGAIMANA HUKUM PUASANYA DI HARI ITU?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar, tetapi ia tidak mandi melainkan setelah fajar. Bagaimana hukum puasanya ?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar walaupun hanya satu menit, dan ia yakin dirinya telah suci. Bila hal itu terjadi di bulan ramadhan maka ia harus menahan dirinya (dari makan dan minum, yakni tetap berpuasa), dan puasanya pada hari itu adalah sah. Karena ia melakukan puasa dalam keadaan telah suci.
🌙 Dan jika ia tidak mandi melainkan setelah terbitnya fajar, maka tidak mengapa. Sebagaimana halnya seorang laki-laki yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena jima’ atau mimpi basah, kemudian ia makan sahur dan ia belum mandi kecuali setelah terbit fajar maka puasanya sah.
🔘 Pada kesempatan ini aku ingin mengingatkan perkara lain yang terjadi pada kaum wanita, bahwasanya jika ia datang bulan, sementara ia berpuasa di hari itu. Sebagian wanita ada yang menganggap bahwasanya haid yang datang setelah matahari terbenam dan belum shalat isya’ maka puasanya di hari itu tidak sah. Anggapan ini tidak ada dasarnya. Bahkan jika haid itu datang walaupun sesaat setelah matahari terbenam maka puasanya sempurna dan sah.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar, tetapi ia tidak mandi melainkan setelah fajar. Bagaimana hukum puasanya ?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Apabila seorang wanita yang haid telah suci sebelum terbitnya fajar walaupun hanya satu menit, dan ia yakin dirinya telah suci. Bila hal itu terjadi di bulan ramadhan maka ia harus menahan dirinya (dari makan dan minum, yakni tetap berpuasa), dan puasanya pada hari itu adalah sah. Karena ia melakukan puasa dalam keadaan telah suci.
🌙 Dan jika ia tidak mandi melainkan setelah terbitnya fajar, maka tidak mengapa. Sebagaimana halnya seorang laki-laki yang memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena jima’ atau mimpi basah, kemudian ia makan sahur dan ia belum mandi kecuali setelah terbit fajar maka puasanya sah.
🔘 Pada kesempatan ini aku ingin mengingatkan perkara lain yang terjadi pada kaum wanita, bahwasanya jika ia datang bulan, sementara ia berpuasa di hari itu. Sebagian wanita ada yang menganggap bahwasanya haid yang datang setelah matahari terbenam dan belum shalat isya’ maka puasanya di hari itu tidak sah. Anggapan ini tidak ada dasarnya. Bahkan jika haid itu datang walaupun sesaat setelah matahari terbenam maka puasanya sempurna dan sah.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/105)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣7⃣): SAKIT YANG TIDAK ADA HARAPAN SEMBUH DAN TATACARA MEMBERI FIDYAH
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Ia juga tidak mampu berpuasa. Lalu bagaimanakah hukumnya?
Berikanlah fatwa kepada kami semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda atas jasanya kepada kami dan kaum muslimin.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ Seorang yang sakit dan tidak bisa diharapkan lagi akan hilang sakitnya, maka ia tidak dituntut untuk berpuasa karena tidak memiliki kemampuan.
👉🏻 Hanya saja ia dituntut untuk mengganti puasa dengan memberikan makan seorang miskin sebagai ganti satu hari puasa. Kewajiban ini apabila keadaannya masih sebagai orang yang berakal dan baligh.
📡 Adapun cara memberi makan ada dua:
1⃣ Cara pertama: membuat jamuan makan siang atau makan malam kemudian mengundang sejumlah orang miskin sesuai dengan hari yang wajib ia menunaikan puasa padanya sebagaimana yang dilakukan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika telah mencapai usia tua.
2⃣ Cara kedua: membagikan gandum atau beras sebanyak satu mud. Dan ukuran mud yang dipakai adalah mud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu seperempat sha’. Satu sha’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setara dengan 2 kg lebih 40 gram. Sehingga satu mud sama dengan 0,5 kg lebih 10 gram. Sehingga yang ia berikan adalah beras atau gandum dengan jumlah ini dan ditambah daging sebagai lauknya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/110)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Fathul Mujib Hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Ia juga tidak mampu berpuasa. Lalu bagaimanakah hukumnya?
Berikanlah fatwa kepada kami semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepada Anda atas jasanya kepada kami dan kaum muslimin.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ Seorang yang sakit dan tidak bisa diharapkan lagi akan hilang sakitnya, maka ia tidak dituntut untuk berpuasa karena tidak memiliki kemampuan.
👉🏻 Hanya saja ia dituntut untuk mengganti puasa dengan memberikan makan seorang miskin sebagai ganti satu hari puasa. Kewajiban ini apabila keadaannya masih sebagai orang yang berakal dan baligh.
📡 Adapun cara memberi makan ada dua:
1⃣ Cara pertama: membuat jamuan makan siang atau makan malam kemudian mengundang sejumlah orang miskin sesuai dengan hari yang wajib ia menunaikan puasa padanya sebagaimana yang dilakukan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ketika telah mencapai usia tua.
2⃣ Cara kedua: membagikan gandum atau beras sebanyak satu mud. Dan ukuran mud yang dipakai adalah mud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu seperempat sha’. Satu sha’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setara dengan 2 kg lebih 40 gram. Sehingga satu mud sama dengan 0,5 kg lebih 10 gram. Sehingga yang ia berikan adalah beras atau gandum dengan jumlah ini dan ditambah daging sebagai lauknya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/110)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Fathul Mujib Hafizhahullah
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣8⃣): JATUH SAKIT SEBELUM RAMADHAN KEMUDIAN MENINGGAL DI BULAN RAMADHAN
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ibuku jatuh sakit sembilan hari sebelum Ramadhan. Kemudian ia meninggal dunia di hari kelima Ramadhan. Apakah ia memiliki beban hutang puasa atau tidak? Berilah kami faedah, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ “Jika sakitnya tidak ada harapan untuk sembuh, maka bayarkanlah fidyah untuknya dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin.
👉🏻 Karena setiap insan yang memasuki bulan ramadhan dan dia mengidap penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, maka ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/116)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ibuku jatuh sakit sembilan hari sebelum Ramadhan. Kemudian ia meninggal dunia di hari kelima Ramadhan. Apakah ia memiliki beban hutang puasa atau tidak? Berilah kami faedah, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ “Jika sakitnya tidak ada harapan untuk sembuh, maka bayarkanlah fidyah untuknya dengan memberi makan setiap hari satu orang miskin.
👉🏻 Karena setiap insan yang memasuki bulan ramadhan dan dia mengidap penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, maka ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/116)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (2⃣9⃣): SEORANG YANG TIDAK MAMPU BERPUASA KARENA SAKIT GULA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang menderita sakit gula dan ia tidak mampu berpuasa di bulan ramadhan. Setelah bulan Ramadhan selesai, ia merasa baikan dan menganggap bahwa dirinya wajib mengganti puasa tersebut. Lalu ia pun mencoba (berpuasa) satu hari tapi ternyata dia kelelahan. Dan penyakit ini sudah berlangsung lama. Lalu apa hukumnya?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Orang ini hendaknya memberi makan satu orang miskin setiap harinya, karena ia meninggalkan puasa disebabkan penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Penyakit gula -semoga Allah menjaga kami dan kalian darinya- secara umum tidak akan sembuh. Maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/115)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang menderita sakit gula dan ia tidak mampu berpuasa di bulan ramadhan. Setelah bulan Ramadhan selesai, ia merasa baikan dan menganggap bahwa dirinya wajib mengganti puasa tersebut. Lalu ia pun mencoba (berpuasa) satu hari tapi ternyata dia kelelahan. Dan penyakit ini sudah berlangsung lama. Lalu apa hukumnya?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Orang ini hendaknya memberi makan satu orang miskin setiap harinya, karena ia meninggalkan puasa disebabkan penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh. Penyakit gula -semoga Allah menjaga kami dan kalian darinya- secara umum tidak akan sembuh. Maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/115)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣0⃣): SEORANG YANG SAKIT DI TENGAH RAMADHAN KEMUDIAN MENINGGAL DI BULAN SYAWWAL, BAGAIMANAKAH DENGAN PUASANYA?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Pada bulan ramadhan yang telah lewat, tepatnya pada hari yang ke 21 ayahku tidak berpuasa karena sakit. Kemudian beliau meninggal dunia di rumah sakit tanggal 9 syawwal. Apa hukum dalam masalah ini? -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan-.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Jika sakit yang dideritanya sudah tidak ada harapan untuk sembuh, maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.
📡 Tetapi Jika sakitnya masih ada harapan untuk sembuh, dan setelah Ramadhan selesai ternyata penyakitnya bertambah parah -sebagaimana dijelaskan dalam suratmu- sampai kemudian dia meninggal. Maka tidak ada kewajiban apapun atasnya (yakni dia tidak punya hutang puasa dan tidak perlu membayar fidyah,pen). Karena kewajiban dia adalah mengqodho’, hanya saja hal itu tidak memungkinkan lagi (karena telah meninggal).”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdullah (Majalengka)
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Pada bulan ramadhan yang telah lewat, tepatnya pada hari yang ke 21 ayahku tidak berpuasa karena sakit. Kemudian beliau meninggal dunia di rumah sakit tanggal 9 syawwal. Apa hukum dalam masalah ini? -semoga Allah membalas anda dengan kebaikan-.
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Jika sakit yang dideritanya sudah tidak ada harapan untuk sembuh, maka dia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.
📡 Tetapi Jika sakitnya masih ada harapan untuk sembuh, dan setelah Ramadhan selesai ternyata penyakitnya bertambah parah -sebagaimana dijelaskan dalam suratmu- sampai kemudian dia meninggal. Maka tidak ada kewajiban apapun atasnya (yakni dia tidak punya hutang puasa dan tidak perlu membayar fidyah,pen). Karena kewajiban dia adalah mengqodho’, hanya saja hal itu tidak memungkinkan lagi (karena telah meninggal).”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdullah (Majalengka)
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣1⃣): SESEORANG MENDERITA PENYAKIT HATI DAN HARUS MENGONSUMSI OBAT BEBERAPA JAM SEKALI, BAGAIMANA DENGAN PUASANYA?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit pada hatinya. Hanya bagian kecil hatinya yang berfungsi sehingga ia butuh minum obat secara berkala, yaitu sekitar 8 jam atau 9 jam sekali. Apakah kewajiban puasanya gugur?
✳️ Maka beliau menjawab:
"Benar, (kewajiban) puasa gugur darinya, dan ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.
👉🏻 Jika dia mau bisa memberikan (bahan makanan mentah) kepada orang-orang miskin, setiap mereka diberi beras seperempat sho’, kalau diberi daging (atau lauk lainnya) itu lebih baik.
👉🏻 Atau bisa juga (mengumpulkan mereka) untuk makan malam di hari terakhir ramadhan, atau menjamu mereka makan siang di hari lainnya.
📡 Semua itu boleh.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Ada seseorang yang menderita sakit pada hatinya. Hanya bagian kecil hatinya yang berfungsi sehingga ia butuh minum obat secara berkala, yaitu sekitar 8 jam atau 9 jam sekali. Apakah kewajiban puasanya gugur?
✳️ Maka beliau menjawab:
"Benar, (kewajiban) puasa gugur darinya, dan ia harus memberi makan setiap hari satu orang miskin.
👉🏻 Jika dia mau bisa memberikan (bahan makanan mentah) kepada orang-orang miskin, setiap mereka diberi beras seperempat sho’, kalau diberi daging (atau lauk lainnya) itu lebih baik.
👉🏻 Atau bisa juga (mengumpulkan mereka) untuk makan malam di hari terakhir ramadhan, atau menjamu mereka makan siang di hari lainnya.
📡 Semua itu boleh.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/122)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣2⃣): SESEORANG SEMBUH DARI PENYAKIT YANG TELAH DIVONIS DOKTER TIDAK AKAN SEMBUH
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seseorang sembuh dari penyakit yang telah divonis oleh dokter sangat mustahil bisa sembuh. Orang itu sembuh beberapa hari setelah masuknya bulan Ramadhan. Apakah ia harus mengqadha’ hari-hari sebelumnya?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Apabila seseorang tidak berpuasa pada bulan ramadhan disebabkan penyakit yang tidak ada harapan sembuh secara adat kebiasaan atau karena vonis dokter yang terpecaya, maka kewajibannya adalah memberi makan setiap hari satu orang miskin.
📡 Apabila ia telah membayar fidyah dan ternyata takdir Allah menentukan dia sembuh setelah itu, maka dia tidak diharuskan mengganti puasa yang telah ia bayar dengan memberi makan (orang miskin), karena kewajibannya telah hilang dengan dia memberi makan tersebut sebagai pengganti dari puasa. Dan jika bebannya telah hilang maka tidak ada kewajiban yang harus dia tunaikan setelah itu.
🕋 Permasalahan yang sama dengan ini adalah apa yang disebutkan oleh para ahli fikih –semoga Allah merahmati mereka- tentang seorang yang tidak bisa menunaikan ibadah haji karena lemah (disebabkan penyakit atau kondisi fisik,pen) yang tidak ada harapan untuk pulih. Lalu dia pun digantikan oleh orang lain, tapi ternyata setelah itu dia sembuh. Maka ia tidak diharuskan melakukan kewajiban untuk yang kedua kalinya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/126)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apabila seseorang sembuh dari penyakit yang telah divonis oleh dokter sangat mustahil bisa sembuh. Orang itu sembuh beberapa hari setelah masuknya bulan Ramadhan. Apakah ia harus mengqadha’ hari-hari sebelumnya?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Apabila seseorang tidak berpuasa pada bulan ramadhan disebabkan penyakit yang tidak ada harapan sembuh secara adat kebiasaan atau karena vonis dokter yang terpecaya, maka kewajibannya adalah memberi makan setiap hari satu orang miskin.
📡 Apabila ia telah membayar fidyah dan ternyata takdir Allah menentukan dia sembuh setelah itu, maka dia tidak diharuskan mengganti puasa yang telah ia bayar dengan memberi makan (orang miskin), karena kewajibannya telah hilang dengan dia memberi makan tersebut sebagai pengganti dari puasa. Dan jika bebannya telah hilang maka tidak ada kewajiban yang harus dia tunaikan setelah itu.
🕋 Permasalahan yang sama dengan ini adalah apa yang disebutkan oleh para ahli fikih –semoga Allah merahmati mereka- tentang seorang yang tidak bisa menunaikan ibadah haji karena lemah (disebabkan penyakit atau kondisi fisik,pen) yang tidak ada harapan untuk pulih. Lalu dia pun digantikan oleh orang lain, tapi ternyata setelah itu dia sembuh. Maka ia tidak diharuskan melakukan kewajiban untuk yang kedua kalinya.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/126)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣3⃣): BATASAN SAFAR YANG BOLEH UNTUK BERBUKA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa (ketentuan) safar yang boleh untuk berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
📡 "Safar yang boleh berbuka dan mengqashar shalat adalah (perjalanan) kurang lebih 38,5 kilometer.
💢 Di antara ulama ada yang tidak membatasi dengan jarak tertentu, bahkan setiap perjalanan yang menurut kebiasaan orang disebut safar maka itu adalah safar.
☑️ Dan dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah melakukan safar sejauh 3 farsakh (16623 meter,pen) maka beliau mengqashar shalat.
❌ Safar yang haram (atau safar maksiat) tidak membuat ia boleh untuk mengqashar dan berbuka, karena safar maksiat bukanlah rukhsoh.
🚫 Ada sebagian ahlul ilmi yang tidak membedakan antara safar maksiat dan safar taat berdasarkan keumuman ayat, wal ‘ilmu indallah.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/132)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa (ketentuan) safar yang boleh untuk berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
📡 "Safar yang boleh berbuka dan mengqashar shalat adalah (perjalanan) kurang lebih 38,5 kilometer.
💢 Di antara ulama ada yang tidak membatasi dengan jarak tertentu, bahkan setiap perjalanan yang menurut kebiasaan orang disebut safar maka itu adalah safar.
☑️ Dan dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam apabila telah melakukan safar sejauh 3 farsakh (16623 meter,pen) maka beliau mengqashar shalat.
❌ Safar yang haram (atau safar maksiat) tidak membuat ia boleh untuk mengqashar dan berbuka, karena safar maksiat bukanlah rukhsoh.
🚫 Ada sebagian ahlul ilmi yang tidak membedakan antara safar maksiat dan safar taat berdasarkan keumuman ayat, wal ‘ilmu indallah.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/132)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
👆🏻 RALAT: Tertulis: "Safar yang boleh berbuka dan mengqashar shalat adalah (perjalanan) kurang lebih 38,5 kilometer. "
Seharusnya: "83,5 kilometer"
Seharusnya: "83,5 kilometer"
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣4⃣): SENGAJA MELAKUKAN SAFAR AGAR BISA BERBUKA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum (sengaja) melakukan safar di bulan ramadhan agar bisa berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ Hukum asal berpuasa adalah wajib bagi kaum muslimin. Bahkan ia fardhu dan merupakan bagian dari rukun Islam sebagaimana diketahui.
📛 Sesuatu yang wajib dalam syari’at maka tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar kewajiban itu gugur dari dirinya.
❌ Sehingga orang yang safar agar bisa berbuka maka safar itu haram baginya, dan berbuka juga haram baginya.
🌙 Wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan segera pulang (ke daerahnya) dan melanjutkan puasanya (di hari itu).
📡 Jika dia tidak pulang maka ia tetap harus berpuasa walaupun musafir.
🌴 Ringkasnya: Tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar bisa berbuka di bulan ramadhan dengan sengaja melakukan perjalanan. Karena melakukan hilah untuk menggugurkan yang wajib tidak lantas menggugurkan kewajiban itu, sebagaimana melakukan hilah atas sesuatu yang haram tidak lantas menjadikan yang haram itu boleh (dilakukan).
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/133)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum (sengaja) melakukan safar di bulan ramadhan agar bisa berbuka?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ Hukum asal berpuasa adalah wajib bagi kaum muslimin. Bahkan ia fardhu dan merupakan bagian dari rukun Islam sebagaimana diketahui.
📛 Sesuatu yang wajib dalam syari’at maka tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar kewajiban itu gugur dari dirinya.
❌ Sehingga orang yang safar agar bisa berbuka maka safar itu haram baginya, dan berbuka juga haram baginya.
🌙 Wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah Azza wa Jalla dan segera pulang (ke daerahnya) dan melanjutkan puasanya (di hari itu).
📡 Jika dia tidak pulang maka ia tetap harus berpuasa walaupun musafir.
🌴 Ringkasnya: Tidak boleh bagi seseorang melakukan hilah (tipu daya/mengakali) agar bisa berbuka di bulan ramadhan dengan sengaja melakukan perjalanan. Karena melakukan hilah untuk menggugurkan yang wajib tidak lantas menggugurkan kewajiban itu, sebagaimana melakukan hilah atas sesuatu yang haram tidak lantas menjadikan yang haram itu boleh (dilakukan).
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/133)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣5⃣): HUKUM DARAH WANITA YANG KELUAR SETELAH KEGUGURAN
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum darah wanita yang keluar setelah mengalami keguguran janin?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Para ulama mengatakan, jika janin yang keluar telah berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita tersebut adalah darah nifas.
📛 Wanita tersebut dilarang shalat dan puasa. Serta dilarang pula bagi suaminya untuk menyetubuhinya hingga wanita itu suci.
🌴 Namun apabila janin yang keluar belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita itu bukan nifas, akan tetapi darah penyakit.
🌻 Wanita tersebut tetap wajib menjalankan shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.
📡 Para ulama berkata, "(Janin dianggap telah memiliki bentuk manusia) minimalnya telah berumur delapan puluh satu hari (81 hari)."
⏳ Hal itu karena janin yang berada di dalam kandungan ibunya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud, berkata Rasulullah bersabda;
🌱 “Sesungguhnya seseorang di antara kalian dipadukan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal darah selama empat puluh hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari berikutnya, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dengan perintah 4 hal. Maka ditulislah rizkinya, umurnya, amalannya yang buruk, dan amalannya yang baik."
🔵 Atas dasar itu, apabila janin lahir kurang dari 80 hari, maka darah yang keluar dari wanita tersebut bukan nifas. Karena waktu tersebut belum saatnya terbentuk janin manusia. Sehingga wanita tersebut tetap wajib menjalankan puasa, shalat, dan kewajiban lainnya seperti yang dilakukan wanita yang sedang suci. Allahlah yang memberi taufik."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/292)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz At-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum darah wanita yang keluar setelah mengalami keguguran janin?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Para ulama mengatakan, jika janin yang keluar telah berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita tersebut adalah darah nifas.
📛 Wanita tersebut dilarang shalat dan puasa. Serta dilarang pula bagi suaminya untuk menyetubuhinya hingga wanita itu suci.
🌴 Namun apabila janin yang keluar belum berbentuk manusia, maka darah yang keluar dari wanita itu bukan nifas, akan tetapi darah penyakit.
🌻 Wanita tersebut tetap wajib menjalankan shalat, puasa, dan kewajiban lainnya.
📡 Para ulama berkata, "(Janin dianggap telah memiliki bentuk manusia) minimalnya telah berumur delapan puluh satu hari (81 hari)."
⏳ Hal itu karena janin yang berada di dalam kandungan ibunya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Mas’ud, berkata Rasulullah bersabda;
🌱 “Sesungguhnya seseorang di antara kalian dipadukan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Kemudian menjadi segumpal darah selama empat puluh hari berikutnya, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari berikutnya, kemudian Allah mengutus malaikat kepadanya dengan perintah 4 hal. Maka ditulislah rizkinya, umurnya, amalannya yang buruk, dan amalannya yang baik."
🔵 Atas dasar itu, apabila janin lahir kurang dari 80 hari, maka darah yang keluar dari wanita tersebut bukan nifas. Karena waktu tersebut belum saatnya terbentuk janin manusia. Sehingga wanita tersebut tetap wajib menjalankan puasa, shalat, dan kewajiban lainnya seperti yang dilakukan wanita yang sedang suci. Allahlah yang memberi taufik."
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/292)
📖 Diterjemahkan Oleh: al-Ustadz Abdul Wahid bin Faiz At-Tamimi
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣6⃣): MANA YANG LEBIH UTAMA BAGI MUSAFIR, BERPUASA ATAUKAH BERBUKA?
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apakah berpuasa lebih afdhal bagi musafir ataukah tidak berpuasa?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "yang lebih utama adalah melakukan apa yang mudah baginya;
⏳ Jika berpuasa lebih mudah baginya maka berpuasa lebih utama.
📡 Dan jika berbuka lebih mudah baginya maka berbuka lebih utama.
💢 Tapi jika berpuasa dan berbuka sama-sama mudah baginya maka berpuasa lebih utama.
🌱 Dikarenakan:
▶️ ini merupakan perbuatan dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
▶️ dan (dengan berpuasa) dia lebih cepat menghilangkan tanggungan (puasa),
▶️ dan berpuasa lebih mudah bagi seseorang, karena mengganti puasa (di luar ramadhan) akan terasa berat bagi jiwa.
▶️ Dan bisa kita kuatkan pendapat ini (dengan sebab keempat), dikarenakan berpuasa (bagi musafir) akan bertepatan dengan bulan shiyam.
🌴 Sehingga, permasalahan ini memiliki tiga keadaan:
1⃣ Pertama: Berbuka lebih mudah baginya, maka hendaknya dia berbuka.
2⃣ Kedua: berpuasa lebih mudah baginya, hendaknya dia berpuasa.
3⃣ Ketiga: Keduanya sama-sama mudah maka berpuasa lebih utama.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/137)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apakah berpuasa lebih afdhal bagi musafir ataukah tidak berpuasa?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "yang lebih utama adalah melakukan apa yang mudah baginya;
⏳ Jika berpuasa lebih mudah baginya maka berpuasa lebih utama.
📡 Dan jika berbuka lebih mudah baginya maka berbuka lebih utama.
💢 Tapi jika berpuasa dan berbuka sama-sama mudah baginya maka berpuasa lebih utama.
🌱 Dikarenakan:
▶️ ini merupakan perbuatan dan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
▶️ dan (dengan berpuasa) dia lebih cepat menghilangkan tanggungan (puasa),
▶️ dan berpuasa lebih mudah bagi seseorang, karena mengganti puasa (di luar ramadhan) akan terasa berat bagi jiwa.
▶️ Dan bisa kita kuatkan pendapat ini (dengan sebab keempat), dikarenakan berpuasa (bagi musafir) akan bertepatan dengan bulan shiyam.
🌴 Sehingga, permasalahan ini memiliki tiga keadaan:
1⃣ Pertama: Berbuka lebih mudah baginya, maka hendaknya dia berbuka.
2⃣ Kedua: berpuasa lebih mudah baginya, hendaknya dia berpuasa.
3⃣ Ketiga: Keduanya sama-sama mudah maka berpuasa lebih utama.
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/137)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣7⃣): BANTAHAN TERHADAP ANGGAPAN BAHWA MUSAFIR JIKA MENYEMPURNAKAN PUASANYA AKAN MENDAPAT DUA PAHALA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa pendapat anda tentang ucapan “Seorang musafir jika menyempurnakan puasanya maka dia mendapat dua pahala.” ?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Pendapatku adalah bahwasanya ucapan ini tidak ada dalilnya. Bahkan seorang musafir jika kesusahan melakukan puasa maka dia dilarang untuk berpuasa.
🌱 Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihat ada seseorang yang pingsan dan dikerumuni oleh manusia. Maka beliau bertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab, “seorang berpuasa (pingsan)” maka beliau mengatakan, “Bukan termasuk kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/136)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa pendapat anda tentang ucapan “Seorang musafir jika menyempurnakan puasanya maka dia mendapat dua pahala.” ?
✳️ Maka beliau menjawab:
☑️ "Pendapatku adalah bahwasanya ucapan ini tidak ada dalilnya. Bahkan seorang musafir jika kesusahan melakukan puasa maka dia dilarang untuk berpuasa.
🌱 Dahulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melihat ada seseorang yang pingsan dan dikerumuni oleh manusia. Maka beliau bertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab, “seorang berpuasa (pingsan)” maka beliau mengatakan, “Bukan termasuk kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/136)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Forwarded from WarisanSalaf.Com
📚 RANGKAIAN FATWA PUASA (3⃣8⃣): SEORANG MUSAFIR YANG MERASA KESULITAN BERPUASA
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum puasanya seorang musafir yang kesulitan berpuasa?"
✳️ Maka beliau menjawab:
1⃣ Apabila kesulitan puasanya masih dalam batas ihtimal (tidak terlalu berat,pen) maka BERPUASA adalah makruh baginya. Dikarenakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika melihat seseorang pingsan dan dikerumuni oleh para shahabat, maka beliau pertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab “seorang berpuasa (pingsan)”, beliau mengatakan, “Bukan dari kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”
2⃣ Adapun jika kesulitan itu sangat berat maka BERBUKA adalah wajib baginya, dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika para shahabat mengeluh kepada beliau beratnya berpuasa ketika itu, maka beliau pun berbuka. Kemudian ada yang melaporkan kepada beliau, “sesungguhnya sebagian manusia masih berpuasa.” Maka beliau bersabda, “mereka telah membangkang, mereka telah membangkang.”
3⃣ Sedangkan bagi orang yang tidak merasa kesulitan, maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa, dalam rangka mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Abu Darda’ menuturkan, “Dahulu kami safar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di bulan Ramadhan pada cuaca yang sangat panas. Ketika itu tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/134)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
〰〰⚪️〰〰
▶️ Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al' Utsaimin rahimahullah Ta’ala ditanya,
☎️ "Apa hukum puasanya seorang musafir yang kesulitan berpuasa?"
✳️ Maka beliau menjawab:
1⃣ Apabila kesulitan puasanya masih dalam batas ihtimal (tidak terlalu berat,pen) maka BERPUASA adalah makruh baginya. Dikarenakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika melihat seseorang pingsan dan dikerumuni oleh para shahabat, maka beliau pertanya, “ada apa ini?” mereka menjawab “seorang berpuasa (pingsan)”, beliau mengatakan, “Bukan dari kebaikan seseorang berpuasa ketika safar.”
2⃣ Adapun jika kesulitan itu sangat berat maka BERBUKA adalah wajib baginya, dikarenakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika para shahabat mengeluh kepada beliau beratnya berpuasa ketika itu, maka beliau pun berbuka. Kemudian ada yang melaporkan kepada beliau, “sesungguhnya sebagian manusia masih berpuasa.” Maka beliau bersabda, “mereka telah membangkang, mereka telah membangkang.”
3⃣ Sedangkan bagi orang yang tidak merasa kesulitan, maka yang lebih utama baginya adalah berpuasa, dalam rangka mencontoh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Abu Darda’ menuturkan, “Dahulu kami safar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di bulan Ramadhan pada cuaca yang sangat panas. Ketika itu tidak ada di antara kami yang berpuasa selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Abdullah bin Rawahah.”
🌏 Sumber: Majmu' Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin (19/134)
📖 Diterjemahkan Oleh: Tim Warisan Salaf
#silsilahfatawashiyam #shiyam #puasa
〰〰➰〰〰
🍉 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
🍏 Channel kami https://bit.ly/warisansalaf
💻 Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
Telegram
WarisanSalaf.Com
Warisan Salaf
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah
Menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah