💐📝ZAKAT FITHRI
✅Apakah yang Dimaksud dengan Zakat Fithri?
Zakat fithri adalah zakat dalam bentuk bahan makanan pokok yang dikeluarkan di akhir Ramadhan, diwajibkan kepada seluruh kaum muslimin yang mampu untuk diserahkan kepada fakir miskin.
Banyak saudara kita menyebut dengan zakat fitrah. Namun, sebutan dalam lafadz-lafadz hadits adalah zakatul fithri atau shodaqotul fithri. Al-Fithr artinya adalah berbuka. Zakat fithri adalah zakat yang dikeluarkan pada saat awal masuk Syawwal/ di akhir Ramadhan karena terkait dengan bolehnya kaum muslimin kembali berbuka (setelah sebulan penuh berpuasa).
✅Apa Tujuan dari Zakat Fithri?
Pembayaran zakat fithri dimaksudkan sebagai pembersih bagi puasa seorang muslim dari perbuatan-perbuatan sia-sia dan rofats (ucapan/perbuatan kotor), sekaligus sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
dari Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan rofats dan pemberian makanan untuk orang-orang miskin (H.R Abu Dawud)
Tujuan pemberian makanan pada fakir miskin di akhir Ramadhan tersebut adalah agar mereka tidak meminta-minta dan ikut dalam kegembiraan pada saat Iedul Fithri.
✅Siapa yang Diwajibkan Mengeluarkan Zakat Fithri?
Zakat fithri wajib dikeluarkan oleh semua kaum muslimin yang mampu: baik kecil maupun dewasa, laki-laki maupun wanita.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاةِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sho’ kurma, atau satu sho’ gandum, bagi budak, orang yang merdeka, laki, perempuan, anak kecil, dewasa dari kaum muslimin dan Rasul memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya manusia menuju sholat (Ied)(H.R alBukhari dan Muslim)
Seseorang yang mengeluarkan zakat fithr adalah seorang yang mampu. Kriteria mampu adalah memiliki kelebihan makanan bagi dia dan keluarga yang menjadi tanggungannya dalam sehari semalam menjelang Iedul Fithri.
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ... فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيهِ ...أَنْ يَكُونَ لَهُ شِبْعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ أَوْ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ
Barangsiapa yang meminta-minta sedangkan ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka (pada hakikatnya) ia sedang memperbanyak api neraka….Para Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang mencukupinya (kadar kecukupan)…Rasul bersabda: Ia memiliki sesuatu yang mengenyangkannya sehari semalam atau semalam dan sehari (H.R Abu Dawud dan al-Baihaqy)
✅Kapan Waktu Dikeluarkannya Zakat Fithri?
Batas akhir pengeluaran zakat fithr adalah sebelum sholat Ied. Sedangkan batas awal adalah 2 hari sebelum Iedul Fithri (malam 28 Ramadhan).
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Dan mereka (para Sahabat Nabi) memberikan (zakat fithr) sebelum Iedul Fithri sehari atau dua hari (sebelumnya)(H.R alBukhari no 1415 dari Ibnu Umar)
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat (Ied), maka itu adalah zakat yang diterima. Barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat (Ied), maka itu (terhitung) shodaqoh (saja)(H.R Abu Dawud dari Ibnu Abbas).
Secara asal, awal mula diwajibkan pembayaran zakat fithr adalah pada saat Maghrib berakhirnya bulan Ramadhan atau awal bulan Syawwal. Bagi yang meninggal sebelum itu, tidak wajib zakat fithri baginya (Fiqhul Ibaadaat karya Syaikh Ibnu Utsaimin hal 211).
Pembayaran zakat fithri sehari ata
✅Apakah yang Dimaksud dengan Zakat Fithri?
Zakat fithri adalah zakat dalam bentuk bahan makanan pokok yang dikeluarkan di akhir Ramadhan, diwajibkan kepada seluruh kaum muslimin yang mampu untuk diserahkan kepada fakir miskin.
Banyak saudara kita menyebut dengan zakat fitrah. Namun, sebutan dalam lafadz-lafadz hadits adalah zakatul fithri atau shodaqotul fithri. Al-Fithr artinya adalah berbuka. Zakat fithri adalah zakat yang dikeluarkan pada saat awal masuk Syawwal/ di akhir Ramadhan karena terkait dengan bolehnya kaum muslimin kembali berbuka (setelah sebulan penuh berpuasa).
✅Apa Tujuan dari Zakat Fithri?
Pembayaran zakat fithri dimaksudkan sebagai pembersih bagi puasa seorang muslim dari perbuatan-perbuatan sia-sia dan rofats (ucapan/perbuatan kotor), sekaligus sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
dari Ibnu Abbas –radhiyallahu anhuma- beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan rofats dan pemberian makanan untuk orang-orang miskin (H.R Abu Dawud)
Tujuan pemberian makanan pada fakir miskin di akhir Ramadhan tersebut adalah agar mereka tidak meminta-minta dan ikut dalam kegembiraan pada saat Iedul Fithri.
✅Siapa yang Diwajibkan Mengeluarkan Zakat Fithri?
Zakat fithri wajib dikeluarkan oleh semua kaum muslimin yang mampu: baik kecil maupun dewasa, laki-laki maupun wanita.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاةِ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sho’ kurma, atau satu sho’ gandum, bagi budak, orang yang merdeka, laki, perempuan, anak kecil, dewasa dari kaum muslimin dan Rasul memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya manusia menuju sholat (Ied)(H.R alBukhari dan Muslim)
Seseorang yang mengeluarkan zakat fithr adalah seorang yang mampu. Kriteria mampu adalah memiliki kelebihan makanan bagi dia dan keluarga yang menjadi tanggungannya dalam sehari semalam menjelang Iedul Fithri.
مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ... فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا يُغْنِيهِ ...أَنْ يَكُونَ لَهُ شِبْعُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ أَوْ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ
Barangsiapa yang meminta-minta sedangkan ia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka (pada hakikatnya) ia sedang memperbanyak api neraka….Para Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang mencukupinya (kadar kecukupan)…Rasul bersabda: Ia memiliki sesuatu yang mengenyangkannya sehari semalam atau semalam dan sehari (H.R Abu Dawud dan al-Baihaqy)
✅Kapan Waktu Dikeluarkannya Zakat Fithri?
Batas akhir pengeluaran zakat fithr adalah sebelum sholat Ied. Sedangkan batas awal adalah 2 hari sebelum Iedul Fithri (malam 28 Ramadhan).
وَكَانُوا يُعْطُونَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ
Dan mereka (para Sahabat Nabi) memberikan (zakat fithr) sebelum Iedul Fithri sehari atau dua hari (sebelumnya)(H.R alBukhari no 1415 dari Ibnu Umar)
مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum sholat (Ied), maka itu adalah zakat yang diterima. Barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat (Ied), maka itu (terhitung) shodaqoh (saja)(H.R Abu Dawud dari Ibnu Abbas).
Secara asal, awal mula diwajibkan pembayaran zakat fithr adalah pada saat Maghrib berakhirnya bulan Ramadhan atau awal bulan Syawwal. Bagi yang meninggal sebelum itu, tidak wajib zakat fithri baginya (Fiqhul Ibaadaat karya Syaikh Ibnu Utsaimin hal 211).
Pembayaran zakat fithri sehari ata
u dua hari sebelum hari raya adalah sebagai bentuk kehati-hatian yang diperbolehkan (dicontohkan para Sahabat Nabi).
✅Apakah yang Dikeluarkan dari Zakat Fithri?
Yang dikeluarkan adalah bahan makanan pokok.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ...
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu beliau berkata: Kami memberikan (zakat fithr) di masa Nabi shollallahu alaihi wsallam: 1 sho’ makanan…(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Kalau di Indonesia, bisa berupa beras. Takarannya adalah 1 sho’ yang jika dikonversikan ke dalam kg adalah sekitar 2,25 hingga 3 kg. Sebenarnya, takaran sho’ adalah 4 kali cidukan penuh 2 telapak tangan laki-laki dewasa yang ukuran tangannya sedang. Sebagai kehati-hatian bisa menggunakan ukuran 3 kg, sebagaimana penjelasan Syaikh Bin Baz.
✅Bolehkah Zakat Fithr Diberikan Kepada Selain Fakir Miskin?
Pendapat yang benar dari para Ulama’ adalah zakat fithr hanya diberikan kepada fakir dan miskin saja. Berbeda dengan zakat maal yang bisa diberikan kepada 8 golongan, tidak khusus untuk fakir miskin. Zakat fithr khusus untuk fakir miskin saja, sebagaimana atsar dari Ibnu Abbas:
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
dan (zakat fithr) adalah pemberian makanan untuk orang-orang miskin (H.R Abu Dawud).
(dikutip dari buku "Ramadhan Bertabur Berkah", Abu Utsman Kharisman, penerbit Pena Hikmah Yogya)
💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom
Turut Publikasi:
🌏 WA Salafy Purwakarta
▶ https://t.me/salafypurwakarta
✅Apakah yang Dikeluarkan dari Zakat Fithri?
Yang dikeluarkan adalah bahan makanan pokok.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كُنَّا نُعْطِيهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ...
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu anhu beliau berkata: Kami memberikan (zakat fithr) di masa Nabi shollallahu alaihi wsallam: 1 sho’ makanan…(H.R al-Bukhari dan Muslim)
Kalau di Indonesia, bisa berupa beras. Takarannya adalah 1 sho’ yang jika dikonversikan ke dalam kg adalah sekitar 2,25 hingga 3 kg. Sebenarnya, takaran sho’ adalah 4 kali cidukan penuh 2 telapak tangan laki-laki dewasa yang ukuran tangannya sedang. Sebagai kehati-hatian bisa menggunakan ukuran 3 kg, sebagaimana penjelasan Syaikh Bin Baz.
✅Bolehkah Zakat Fithr Diberikan Kepada Selain Fakir Miskin?
Pendapat yang benar dari para Ulama’ adalah zakat fithr hanya diberikan kepada fakir dan miskin saja. Berbeda dengan zakat maal yang bisa diberikan kepada 8 golongan, tidak khusus untuk fakir miskin. Zakat fithr khusus untuk fakir miskin saja, sebagaimana atsar dari Ibnu Abbas:
وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ
dan (zakat fithr) adalah pemberian makanan untuk orang-orang miskin (H.R Abu Dawud).
(dikutip dari buku "Ramadhan Bertabur Berkah", Abu Utsman Kharisman, penerbit Pena Hikmah Yogya)
💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom
Turut Publikasi:
🌏 WA Salafy Purwakarta
▶ https://t.me/salafypurwakarta
Telegram
Salafy Purwakarta
Info Ma'had Purwakarta
Menyajikan Artikel, Poster dan Audio Kajian Salafy di Purwakarta - Jawa Barat
Pembina :
al-Ustadz Hamzah Bajry
al-Ustadz Mahmud Barjib
al-Ustadz Idris
Hafidzahumullah Jami'an
Menyajikan Artikel, Poster dan Audio Kajian Salafy di Purwakarta - Jawa Barat
Pembina :
al-Ustadz Hamzah Bajry
al-Ustadz Mahmud Barjib
al-Ustadz Idris
Hafidzahumullah Jami'an
TATA-CARA-SHALAT-ID-DI-RUMAH.pdf
725.9 KB
TATA-CARA-SHALAT-ID-DI-RUMAH.pdf
Forwarded from Salafy Ngapak
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
💎 *VIDEO FAWAID* 💎
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🗒 *NASI DAN GARAM *
📚 *Pemateri:*
🎙 Al-Ustadz *ABU HAMZAH HUSAIN* حفظه الله
⏱ *Durasi Video*: [04:31]
📲 *SEBARKAN DAN BERGABUNGLAH BERSAMA KAMI:*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🖼 *TELEGRAM*:
https://telegram.me/salafyngapak
🌏 *WEBSITE* :
https://salafyngapak.com/kategori/video/
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🗒 *NASI DAN GARAM *
📚 *Pemateri:*
🎙 Al-Ustadz *ABU HAMZAH HUSAIN* حفظه الله
⏱ *Durasi Video*: [04:31]
📲 *SEBARKAN DAN BERGABUNGLAH BERSAMA KAMI:*
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
🖼 *TELEGRAM*:
https://telegram.me/salafyngapak
🌏 *WEBSITE* :
https://salafyngapak.com/kategori/video/
💐📝MENSYUKURI KERINGANAN ALLAH DALAM BERIBADAH DI RUMAH (RENUNGAN IBADAH SAAT PANDEMI CORONA)
Setiap muslim seharusnya memahami bahwa Nabi dan para Sahabat adalah teladan utama dalam semangat ibadah. Namun, dalam kondisi tertentu, mereka mengambil rukhshah (keringanan) untuk menghindar dari kemudaratan yang lebih besar dan kasih sayang mereka untuk kaum muslimin.
Bagaimana semangat para Sahabat Nabi untuk mendatangi shalat 5 waktu berjamaah di masjid, terekam dalam ungkapan Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu:
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
Dan sungguh aku melihat keadaan kami (para Sahabat Nabi) tidaklah tertinggal darinya (shalat berjamaah di masjid) kecuali seorang munafik yang telah diketahui kemunafikannya. Sungguh, ada seorang laki-laki yang sampai dipapah oleh dua orang laki-laki (lain) hingga diberdirikan di shaf (H.R Muslim)
Jadi, jangankan shalat Jumat, shalat 5 waktu berjamaah di masjid saja para Sahabat Nabi begitu bersemangat. Namun, ketika turun hujan lebat, lafadz adzan ada sedikit perubahan. Terdapat anjuran untuk tidak usah mendatangi masjid shalat Jumat, namun diperintahkan untuk shalat di rumah saja (shalat Zhuhur).
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu pernah menerapkan hal itu sebagai sunnah dari Nabi shollallahu alaihi wasallam. Pada saat hari Jumat, beliau perintahkan kepada muadzin untuk mengganti lafadz hayya alash sholaah menjadi sholluu fii buyuutikum, yang artinya: sholatlah di rumah-rumah kalian.
Bagi banyak orang yang belum mengenal sunnah Nabi tersebut, tentu keheranan dan menganggap sebagai sesuatu yang aneh. Kemudian Ibnu Abbas menyampaikan hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا قَالَ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالدَّحَضِ
Ibnu Abbas berkata kepada muadzdzinnya di hari (Jumat) yang hujan: Jika engkau selesai mengucapkan ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ROSULULLAH, janganlah mengucapkan: HAYYA ‘ALAS SHOLAAH. Ucapkanlah: SHOLLUU FII BUYUUTIKUM (Sholatlah di rumah-rumah kalian). Maka seakan-akan orang-orang menganggap itu hal yang sangat aneh. Ibnu Abbas pun berkata: Hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (maksud Ibnu Abbas adalah Rasulullah, pent). Sesungguhnya (shalat) Jumat (secara asal) adalah kewajiban. Namun aku tidak suka membuat kalian kesulitan berjalan di tanah liat dan (permukaan) yang licin (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat al-Bukhari).
Subhanallah, demikianlah orang yang ‘alim, lautan ilmu. Tidak sekedar ngerti, tapi paham benar dengan pemahaman yang mendalam dan luas. Tidak sekedar berilmu, beliau memiliki perasaan kasih sayang kepada kaum muslimin. Benar-benar Ulama Robbaniy.
Ibnu Abbas paham benar bahwa shalat Jumat itu suatu kewajiban bagi laki-laki muslim yang mukim dan tidak sakit. Namun, hujan lebat yang bisa berpotensi menyulitkan, sudah merupakan keringanan untuk tidak menghadirinya.
Padahal, sebenarnya sekedar hujan tidaklah otomatis membuat orang sakit. Tapi berpotensi menyebabkan orang sakit. Sakitnya pun bisa jadi tidak langsung saat terkena hujan, tapi baru beberapa waktu kemudian.
Sedangkan Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhu juga pernah mengumandangkan adzan dengan lafadz: Shollu fi rihaalikum (shalatlah di tempat-tempat tinggal kalian). Beliau menilai ada 3 keadaan yang membuat seseorang tidak harus menghadiri panggilan adzan ke masjid, yaitu: cuaca sangat dingin, hujan, dan angin kencang.
Mari kita simak hadits berikut:
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ نَادَى بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ ثُمَّ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
Setiap muslim seharusnya memahami bahwa Nabi dan para Sahabat adalah teladan utama dalam semangat ibadah. Namun, dalam kondisi tertentu, mereka mengambil rukhshah (keringanan) untuk menghindar dari kemudaratan yang lebih besar dan kasih sayang mereka untuk kaum muslimin.
Bagaimana semangat para Sahabat Nabi untuk mendatangi shalat 5 waktu berjamaah di masjid, terekam dalam ungkapan Sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu:
وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِي الصَّفِّ
Dan sungguh aku melihat keadaan kami (para Sahabat Nabi) tidaklah tertinggal darinya (shalat berjamaah di masjid) kecuali seorang munafik yang telah diketahui kemunafikannya. Sungguh, ada seorang laki-laki yang sampai dipapah oleh dua orang laki-laki (lain) hingga diberdirikan di shaf (H.R Muslim)
Jadi, jangankan shalat Jumat, shalat 5 waktu berjamaah di masjid saja para Sahabat Nabi begitu bersemangat. Namun, ketika turun hujan lebat, lafadz adzan ada sedikit perubahan. Terdapat anjuran untuk tidak usah mendatangi masjid shalat Jumat, namun diperintahkan untuk shalat di rumah saja (shalat Zhuhur).
Sahabat Nabi Ibnu Abbas radhiyallahu anhu pernah menerapkan hal itu sebagai sunnah dari Nabi shollallahu alaihi wasallam. Pada saat hari Jumat, beliau perintahkan kepada muadzin untuk mengganti lafadz hayya alash sholaah menjadi sholluu fii buyuutikum, yang artinya: sholatlah di rumah-rumah kalian.
Bagi banyak orang yang belum mengenal sunnah Nabi tersebut, tentu keheranan dan menganggap sebagai sesuatu yang aneh. Kemudian Ibnu Abbas menyampaikan hadits Nabi shollallahu alaihi wasallam.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ لِمُؤَذِّنِهِ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا قَالَ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ وَالدَّحَضِ
Ibnu Abbas berkata kepada muadzdzinnya di hari (Jumat) yang hujan: Jika engkau selesai mengucapkan ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ROSULULLAH, janganlah mengucapkan: HAYYA ‘ALAS SHOLAAH. Ucapkanlah: SHOLLUU FII BUYUUTIKUM (Sholatlah di rumah-rumah kalian). Maka seakan-akan orang-orang menganggap itu hal yang sangat aneh. Ibnu Abbas pun berkata: Hal itu telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dari aku (maksud Ibnu Abbas adalah Rasulullah, pent). Sesungguhnya (shalat) Jumat (secara asal) adalah kewajiban. Namun aku tidak suka membuat kalian kesulitan berjalan di tanah liat dan (permukaan) yang licin (H.R al-Bukhari dan Muslim, lafadz sesuai riwayat al-Bukhari).
Subhanallah, demikianlah orang yang ‘alim, lautan ilmu. Tidak sekedar ngerti, tapi paham benar dengan pemahaman yang mendalam dan luas. Tidak sekedar berilmu, beliau memiliki perasaan kasih sayang kepada kaum muslimin. Benar-benar Ulama Robbaniy.
Ibnu Abbas paham benar bahwa shalat Jumat itu suatu kewajiban bagi laki-laki muslim yang mukim dan tidak sakit. Namun, hujan lebat yang bisa berpotensi menyulitkan, sudah merupakan keringanan untuk tidak menghadirinya.
Padahal, sebenarnya sekedar hujan tidaklah otomatis membuat orang sakit. Tapi berpotensi menyebabkan orang sakit. Sakitnya pun bisa jadi tidak langsung saat terkena hujan, tapi baru beberapa waktu kemudian.
Sedangkan Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallahu anhu juga pernah mengumandangkan adzan dengan lafadz: Shollu fi rihaalikum (shalatlah di tempat-tempat tinggal kalian). Beliau menilai ada 3 keadaan yang membuat seseorang tidak harus menghadiri panggilan adzan ke masjid, yaitu: cuaca sangat dingin, hujan, dan angin kencang.
Mari kita simak hadits berikut:
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ نَادَى بِالصَّلَاةِ فِي لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ ثُمَّ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ أَوْ ذَاتُ رِيحٍ فِي السَّفَرِ أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ
Dari Nafi’ bahwasanya Ibnu Umar mengumandangkan adzan untuk shalat pada malam yang sangat dingin disertai angin kencang. Kemudian di akhir adzannya, Ibnu Umar mengucapkan: ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM... ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM... ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM...(Sholatlah di tempat tinggal...sholatlah di tempat tinggal..sholatlah di tempat tinggal)...Karena sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memerintahkan muadzin jika malam yang sangat dingin, atau hujan, atau angin kencang, di saat safar, untuk mengumandangkan: ALAA SHOLLUU FIR RIHAAL (sholatlah di tempat tinggal) (H.R Ahmad dan Ibnu Awaanah, dinilai sanadnya shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Asy-Syaukaaniy rahimahullah menyatakan:
وفيه أن كلا من الثلاثة عذر في التأخر عن الجماعة ونقل ابن بطال فيه الإجماع
Dan dalam hadits ini (terdapat pelajaran) bahwasanya seluruh dari ketiga hal itu (sangat dingin, hujan, dan angin kencang) adalah udzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah. Dan Ibnu Baththol menukilkan ijmak (kesepakatan ulama) akan hal itu (Nailul Authar (3/190)).
Perhatikan hal ini...Keluar rumah untuk menghadiri panggilan adzan di masjid saat cuaca sangat dingin, tidaklah otomatis membuat orang sakit. Ada orang yang sudah biasa dengan dingin, tidak terpengaruh. Ada pula yang sangat terpengaruh. Jadi, ia berpotensi menyebabkan seseorang sakit. Biidznillah. Namun panggilan adzan dengan tambahan lafadz itu menganjurkan agar semua yang mendengar adzan untuk shalat di rumah.
Kita kembali lagi tentang hujan sebagai udzur untuk tidak menghadiri panggilan adzan ke masjid. Kita perlu melihat perbuatan Sahabat lain sebagai saksi sejarah bagaimana penerapannya di masa Nabi. Ternyata, sekedar hujan rintik saja, sudah membuat lafadz adzan yang sebelumnya panggilan agar datang ke masjid berubah menjadi anjuran untuk shalat di rumah. Mari perhatikan pemahaman Sahabat Nabi Usamah bin Umair radhiyallahu anhu berikut ini:
عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ قَالَ خَرَجْتُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ فَلَمَّا رَجَعْتُ اسْتَفْتَحْتُ فَقَالَ أَبِي مَنْ هَذَا قَالَ أَبُو الْمَلِيحِ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ وَأَصَابَتْنَا سَمَاءٌ لَمْ تَبُلَّ أَسَافِلَ نِعَالِنَا فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ
Dari Abul Malih beliau berkata: Aku pernah keluar (menuju masjid) pada malam yang hujan. Ketika aku kembali ke rumah, aku meminta dibukakan pintu. Kemudian ayahku (Usamah bin Umair) bertanya (dari balik pintu): Siapa? Aku menjawab: ‘Abul Malih’. Kemudian ayahku berkata: Sungguh aku pernah bersama Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Hudaibiyah kemudian kami ditimpa hujan yang tidak sampai membasahi bagian bawah sandal-sandal kami, kemudian berserulah muadzin Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam: SHOLLUU FII RIHAALIKUM (‘Sholatlah di tempat tinggal kalian’) (H.R Ibnu Majah, Ahmad)
Saat hujan masih belum sampai membasahi bagian bawah sandal, artinya belum deras, sudah ada pengubahan lafadz adzan. Justru dianjurkan shalat di tempat masing-masing. Padahal itu masih hujan rintik. Belum deras. Ada 2 kemungkinan. Setelah itu menjadi deras, atau justru berhenti hujannya. Tapi kumandang adzan sudah bisa diubah.
Memang di sini ada pembahasan Ulama tentang hal itu. Sebagian Ulama memandang beda antara adzan shalat 5 waktu dengan adzan untuk shalat Jumat. Kalau shalat 5 waktu, cukup hujan rintik saja sudah ada keringanan untuk tidak hadir di masjid. Tapi kalau shalat Jumat, harus berupa hujan lebat. Tentang masalah ini kita tidak membahasnya lebih jauh.
Karena itu sebagian Ulama menilai bahwa kekhawatiran akan terjadinya kemudaratan pada diri, harta, maupun keluarga, adalah udzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah atau bahkan shalat Jumat di masjid.
Ibnu Qudamah al-Maqdisiy rahimahullah (wafat 620 Hijriyah) menyatakan:
وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِهِمَا الْخَائِفُ ؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّ
Dari Nafi’ bahwasanya Ibnu Umar mengumandangkan adzan untuk shalat pada malam yang sangat dingin disertai angin kencang. Kemudian di akhir adzannya, Ibnu Umar mengucapkan: ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM... ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM... ALAA SHOLLU FII RIHAALIKUM...(Sholatlah di tempat tinggal...sholatlah di tempat tinggal..sholatlah di tempat tinggal)...Karena sesungguhnya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam memerintahkan muadzin jika malam yang sangat dingin, atau hujan, atau angin kencang, di saat safar, untuk mengumandangkan: ALAA SHOLLUU FIR RIHAAL (sholatlah di tempat tinggal) (H.R Ahmad dan Ibnu Awaanah, dinilai sanadnya shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir)
Asy-Syaukaaniy rahimahullah menyatakan:
وفيه أن كلا من الثلاثة عذر في التأخر عن الجماعة ونقل ابن بطال فيه الإجماع
Dan dalam hadits ini (terdapat pelajaran) bahwasanya seluruh dari ketiga hal itu (sangat dingin, hujan, dan angin kencang) adalah udzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah. Dan Ibnu Baththol menukilkan ijmak (kesepakatan ulama) akan hal itu (Nailul Authar (3/190)).
Perhatikan hal ini...Keluar rumah untuk menghadiri panggilan adzan di masjid saat cuaca sangat dingin, tidaklah otomatis membuat orang sakit. Ada orang yang sudah biasa dengan dingin, tidak terpengaruh. Ada pula yang sangat terpengaruh. Jadi, ia berpotensi menyebabkan seseorang sakit. Biidznillah. Namun panggilan adzan dengan tambahan lafadz itu menganjurkan agar semua yang mendengar adzan untuk shalat di rumah.
Kita kembali lagi tentang hujan sebagai udzur untuk tidak menghadiri panggilan adzan ke masjid. Kita perlu melihat perbuatan Sahabat lain sebagai saksi sejarah bagaimana penerapannya di masa Nabi. Ternyata, sekedar hujan rintik saja, sudah membuat lafadz adzan yang sebelumnya panggilan agar datang ke masjid berubah menjadi anjuran untuk shalat di rumah. Mari perhatikan pemahaman Sahabat Nabi Usamah bin Umair radhiyallahu anhu berikut ini:
عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ قَالَ خَرَجْتُ فِي لَيْلَةٍ مَطِيرَةٍ فَلَمَّا رَجَعْتُ اسْتَفْتَحْتُ فَقَالَ أَبِي مَنْ هَذَا قَالَ أَبُو الْمَلِيحِ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةِ وَأَصَابَتْنَا سَمَاءٌ لَمْ تَبُلَّ أَسَافِلَ نِعَالِنَا فَنَادَى مُنَادِي رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ
Dari Abul Malih beliau berkata: Aku pernah keluar (menuju masjid) pada malam yang hujan. Ketika aku kembali ke rumah, aku meminta dibukakan pintu. Kemudian ayahku (Usamah bin Umair) bertanya (dari balik pintu): Siapa? Aku menjawab: ‘Abul Malih’. Kemudian ayahku berkata: Sungguh aku pernah bersama Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Hudaibiyah kemudian kami ditimpa hujan yang tidak sampai membasahi bagian bawah sandal-sandal kami, kemudian berserulah muadzin Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam: SHOLLUU FII RIHAALIKUM (‘Sholatlah di tempat tinggal kalian’) (H.R Ibnu Majah, Ahmad)
Saat hujan masih belum sampai membasahi bagian bawah sandal, artinya belum deras, sudah ada pengubahan lafadz adzan. Justru dianjurkan shalat di tempat masing-masing. Padahal itu masih hujan rintik. Belum deras. Ada 2 kemungkinan. Setelah itu menjadi deras, atau justru berhenti hujannya. Tapi kumandang adzan sudah bisa diubah.
Memang di sini ada pembahasan Ulama tentang hal itu. Sebagian Ulama memandang beda antara adzan shalat 5 waktu dengan adzan untuk shalat Jumat. Kalau shalat 5 waktu, cukup hujan rintik saja sudah ada keringanan untuk tidak hadir di masjid. Tapi kalau shalat Jumat, harus berupa hujan lebat. Tentang masalah ini kita tidak membahasnya lebih jauh.
Karena itu sebagian Ulama menilai bahwa kekhawatiran akan terjadinya kemudaratan pada diri, harta, maupun keluarga, adalah udzur untuk tidak menghadiri shalat berjamaah atau bahkan shalat Jumat di masjid.
Ibnu Qudamah al-Maqdisiy rahimahullah (wafat 620 Hijriyah) menyatakan:
وَيُعْذَرُ فِي تَرْكِهِمَا الْخَائِفُ ؛ لِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّ
ى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { الْعُذْرُ خَوْفٌ أَوْ مَرَضٌ } وَالْخَوْفُ ، ثَلَاثَةُ أَنْوَاعٍ ؛ خَوْفٌ عَلَى النَّفْسِ ، وَخَوْفٌ عَلَى الْمَالِ ، وَخَوْفٌ عَلَى الْأَهْلِ
Dan termasuk udzur dalam meninggalkan keduanya (shalat Jumat dan shalat berjamaah di masjid) adalah orang yang takut (khawatir). Berdasarkan sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam (yang artinya): udzur itu adalah perasaan takut dan sakit. Perasaan takut (kekhawatiran itu) ada 3 macam, yaitu takut terhadap diri sendiri (jiwa), takut terhadap harta, dan takut terhadap keluarga (al-Mughniy (3/110))
Alaauddin Abul Hasan Ali bin Sulaiman al-Mirdaawiy (wafat tahun 885 Hijriyah) rahimahullah menyatakan:
وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوْثِ الْمَرَضِ
Dan termasuk udzur juga untuk meninggalkan keduanya (shalat Jumat dan shalat berjamaah) adalah karena kekhawatiran terjadinya penyakit (al-Inshaaf fii Ma’rifatir Raajih minal Khilaaf ‘alaa Madzhabil Imaam Ahmad bin Hanbal (2/210))
Ibnun Najjaar rahimahullah (wafat 972 Hijriyah) menyatakan:
يُعْذَرْ بِتَرْكِ جُمْعَةٍ وَجَمَاعَةٍ مَرِيْضٌ وخَائِفٌ حُدُوثَ مَرَضٍ لَيْسَا بِالْمَسْجِدِ
Memiliki udzur untuk meninggalkan (shalat) Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit dan orang yang takut terjadinya sakit yang keduanya tidak berada di masjid (Muntahaa al-Iroodaat (1/319)).
Kekhawatiran sakit, karena dugaan kuat atau bahkan keyakinan, membuat adanya keringanan dalam pelaksanaan ibadah. Sebagai contoh, saat cuaca sangat dingin, seorang yang junub boleh untuk tidak mandi janabah diganti dengan tayammum. Kalau ia khawatir bisa sakit. Sebagian Ulama memberi catatan, selama ia tidak memungkinkan mandi dengan air hangat.
Mari kita simak pernyataan dari al-Imam al-Bukhari berikut ini, beliau menyatakan dalam kitab yang masyhur dikenal sebagai Shahih al-Bukhari:
بَاب إِذَا خَافَ الْجُنُبُ عَلَى نَفْسِهِ الْمَرَضَ أَوْ الْمَوْتَ أَوْ خَافَ الْعَطَشَ تَيَمَّمَ وَيُذْكَرُ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ أَجْنَبَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فَتَيَمَّمَ وَتَلَا { وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا }
Bab: Jika seorang yang junub mengkhawatirkan pada dirinya sakit atau mati atau takut kehausan, ia boleh bertayammum. Dan disebutkan bahwasanya Amr bin al-Ash pernah mengalami junub di malam yang sangat dingin, kemudian beliau bertayammum. Beliau pun membaca ayat:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Pengasih terhadap kalian (Q.S anNisaa’ ayat 29)(Shahih al-Bukhari, Kitab ke-7: Tayammum, Bab ke-6)
Secara lebih lengkap, haditsnya ada dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan lainnya. Bahwa Sahabat ‘Amr bin al-‘Ash ditunjuk sebagai pimpinan pasukan dalam perang Dzatus Salaasil. Pada malam harinya beliau mimpi basah, sehingga mengalami junub. Namun, cuaca sangat dingin sekali. Beliau khawatir, jika mandi junub, bisa menyebabkan beliau mati. Maka beliaupun bertayammum. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa beliau berwudhu’ saja, tidak mandi janabah. ‘Amr bin al-‘Ash ini menjadi imam shalat Subuh dalam kondisi demikian. Hal itu diketahui oleh Sahabat yang lain dan disampaikan kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ketika Nabi menanyakan alasannya kepada ‘Amr bin al-Ash, beliau berdalil dengan firman Allah surah anNisaa’ ayat 29 itu, bahwa Allah melarang membunuh diri kalian karena Allah Maha Penyayang terhadap kalian. Nabi pun tersenyum dan diam sebagai pembenaran terhadap sikap itu.
Perhatikan kefakihan Sahabat Nabi tersebut....
Kalau kita perhatikan keadaan kita di masa pandemi Corona seperti saat tulisan ini dibuat, banyak Ulama dan pemerintah muslim yang menganjurkan kaum muslimin untuk beribadah shalat di rumah saja. Hal ini adalah sikap yang benar.
Karena, sifat virus Corona (SARS-CoV-2) bisa menjangkiti seseorang tanpa disadari. Seseorang bisa menjadi pembawa virus itu tanpa terpantau gejalanya. Orang yang sebenarnya membawa virus Corona tersebut tapi tidak menunjukkan gejala, disebut dengan OTG (Orang Tanpa Gejala).
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada 14 Mei 2020 di Gedung FMIPA
Dan termasuk udzur dalam meninggalkan keduanya (shalat Jumat dan shalat berjamaah di masjid) adalah orang yang takut (khawatir). Berdasarkan sabda Nabi shollallahu alaihi wasallam (yang artinya): udzur itu adalah perasaan takut dan sakit. Perasaan takut (kekhawatiran itu) ada 3 macam, yaitu takut terhadap diri sendiri (jiwa), takut terhadap harta, dan takut terhadap keluarga (al-Mughniy (3/110))
Alaauddin Abul Hasan Ali bin Sulaiman al-Mirdaawiy (wafat tahun 885 Hijriyah) rahimahullah menyatakan:
وَيُعْذَرُ أَيْضًا فِي تَرْكِهِمَا لِخَوْفِ حُدُوْثِ الْمَرَضِ
Dan termasuk udzur juga untuk meninggalkan keduanya (shalat Jumat dan shalat berjamaah) adalah karena kekhawatiran terjadinya penyakit (al-Inshaaf fii Ma’rifatir Raajih minal Khilaaf ‘alaa Madzhabil Imaam Ahmad bin Hanbal (2/210))
Ibnun Najjaar rahimahullah (wafat 972 Hijriyah) menyatakan:
يُعْذَرْ بِتَرْكِ جُمْعَةٍ وَجَمَاعَةٍ مَرِيْضٌ وخَائِفٌ حُدُوثَ مَرَضٍ لَيْسَا بِالْمَسْجِدِ
Memiliki udzur untuk meninggalkan (shalat) Jumat dan jamaah adalah orang yang sakit dan orang yang takut terjadinya sakit yang keduanya tidak berada di masjid (Muntahaa al-Iroodaat (1/319)).
Kekhawatiran sakit, karena dugaan kuat atau bahkan keyakinan, membuat adanya keringanan dalam pelaksanaan ibadah. Sebagai contoh, saat cuaca sangat dingin, seorang yang junub boleh untuk tidak mandi janabah diganti dengan tayammum. Kalau ia khawatir bisa sakit. Sebagian Ulama memberi catatan, selama ia tidak memungkinkan mandi dengan air hangat.
Mari kita simak pernyataan dari al-Imam al-Bukhari berikut ini, beliau menyatakan dalam kitab yang masyhur dikenal sebagai Shahih al-Bukhari:
بَاب إِذَا خَافَ الْجُنُبُ عَلَى نَفْسِهِ الْمَرَضَ أَوْ الْمَوْتَ أَوْ خَافَ الْعَطَشَ تَيَمَّمَ وَيُذْكَرُ أَنَّ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ أَجْنَبَ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ فَتَيَمَّمَ وَتَلَا { وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا }
Bab: Jika seorang yang junub mengkhawatirkan pada dirinya sakit atau mati atau takut kehausan, ia boleh bertayammum. Dan disebutkan bahwasanya Amr bin al-Ash pernah mengalami junub di malam yang sangat dingin, kemudian beliau bertayammum. Beliau pun membaca ayat:
وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah Maha Pengasih terhadap kalian (Q.S anNisaa’ ayat 29)(Shahih al-Bukhari, Kitab ke-7: Tayammum, Bab ke-6)
Secara lebih lengkap, haditsnya ada dalam riwayat Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan lainnya. Bahwa Sahabat ‘Amr bin al-‘Ash ditunjuk sebagai pimpinan pasukan dalam perang Dzatus Salaasil. Pada malam harinya beliau mimpi basah, sehingga mengalami junub. Namun, cuaca sangat dingin sekali. Beliau khawatir, jika mandi junub, bisa menyebabkan beliau mati. Maka beliaupun bertayammum. Sebagian riwayat menjelaskan bahwa beliau berwudhu’ saja, tidak mandi janabah. ‘Amr bin al-‘Ash ini menjadi imam shalat Subuh dalam kondisi demikian. Hal itu diketahui oleh Sahabat yang lain dan disampaikan kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ketika Nabi menanyakan alasannya kepada ‘Amr bin al-Ash, beliau berdalil dengan firman Allah surah anNisaa’ ayat 29 itu, bahwa Allah melarang membunuh diri kalian karena Allah Maha Penyayang terhadap kalian. Nabi pun tersenyum dan diam sebagai pembenaran terhadap sikap itu.
Perhatikan kefakihan Sahabat Nabi tersebut....
Kalau kita perhatikan keadaan kita di masa pandemi Corona seperti saat tulisan ini dibuat, banyak Ulama dan pemerintah muslim yang menganjurkan kaum muslimin untuk beribadah shalat di rumah saja. Hal ini adalah sikap yang benar.
Karena, sifat virus Corona (SARS-CoV-2) bisa menjangkiti seseorang tanpa disadari. Seseorang bisa menjadi pembawa virus itu tanpa terpantau gejalanya. Orang yang sebenarnya membawa virus Corona tersebut tapi tidak menunjukkan gejala, disebut dengan OTG (Orang Tanpa Gejala).
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada 14 Mei 2020 di Gedung FMIPA
Unpad mengungkapkan bahwa 70% pasien yang terkonfirmasi COVID-19 di Jawa Barat saat itu adalah OTG (Orang Tanpa Gejala).
Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengingatkan potensi penyebaran virus Covid-19 melalui orang tanpa gejala (OTG) mencapai 75 persen. Hal itu beliau sampaikan dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta pada 10 Mei 2020.
Bahaya Covid-19 ini sudah demikian nyata. Hingga 19 Mei 2020 tercatat yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 18.496 orang. Jumlah yang sudah meninggal dunia dengan sebab itu adalah 1.221 orang. Sedangkan di dunia, tercatat 4,81 juta jiwa terkena Covid-19 dan telah meninggal sebanyak 319 ribu jiwa.
Kalau seseorang memilih untuk tidak shalat di masjid sementara waktu selama bahaya pandemi Corona ini masih mengancam, itu adalah langkah yang bijak. Sikapnya akan bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, maupun kaum muslimin yang lain.
Untuk hujan, cuaca sangat dingin, maupun angin kencang saja, bisa menjadi rukhshah (keringanan) untuk tidak mendatangi masjid. Padahal itu bukanlah sesuatu yang otomatis langsung membuat orang sakit. Hanya berpotensi membuat orang menjadi sakit. Apalagi dengan virus Corona yang berpotensi tidak hanya membuat satu orang menjadi sakit, tapi ia bisa membawa dan menularkannya –dengan izin Allah- kepada orang-orang yang juga tidak hadir di masjid saat itu. Bisa membahayakan anak kecil, orang lanjut usia, ataupun orang dengan penyakit bawaan lainnya, dengan dampak risiko yang lebih besar.
Saudaraku, tidaklah selalu perbuatan yang lebih besar perjuangannya, lebih membuat capek, membawa pahala yang lebih besar. Dalam kondisi tertentu, mengambil keringanan, itulah yang diharapkan.
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
Sesungguhnya Allah suka keringanannya diambil, sebagaimana ia suka kewajiban-kewajiban terhadap-Nya ditunaikan (H.R al-Bazzar dan atThobaroniy dari Ibnu Abbas, dishahihkan Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albaniy)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
Sesungguhnya Allah suka diambil keringanan-keringanan dari-Nya sebagaimana Dia benci dilakukan kemaksiatan-kemaksiatan terhadap-Nya (H.R Ahmad dari Ibnu Umar, dinyatakan sanadnya shahih oleh oleh al-Mundziri dan Syaikh Ahmad Syakir)
Bahkan Nabi shollallahu alaihi wasallam mencela seseorang yang memaksakan diri untuk beribadah dalam kondisi menyulitkan dirinya bahkan kemudian merepotkan orang lain, padahal ada keringanan pada dia untuk tidak melaksanakan ibadah tersebut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلًا قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ مَا هَذَا فَقَالُوا صَائِمٌ فَقَالَ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhai mereka- ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam saat safar melihat kerumunan orang dan ada satu laki-laki yang dinaungi (agar tidak terkena terik panas langsung). Nabi bertanya: Mengapa ini? Para Sahabat berkata: Ia berpuasa. Nabi bersabda: Bukanlah termasuk kebaikan, berpuasa saat safar (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Artinya, ia tetap memaksa berpuasa saat safar, dalam kondisi menyulitkan dia. Kemudian justru ia pingsan dan merepotkan orang lain. Nabi menyatakan bahwa tidak ada kebaikan untuk yang memaksa berpuasa dalam kondisi demikian. Karena semestinya ia mengambil keringanan tidak berpuasa saat safar.
Ada seseorang yang bernadzar untuk berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Ternyata, untuk memenuhi nadzarnya itu ia sampai harus dipapah oleh dua orang. Ia menyusahkan dirinya sendiri dan merepotkan orang lain. Nabi pun mencela perbuatan tersebut dan menyatakan bahwa Allah tidak butuh dengan sikap dia menyiksa dirinya sendiri tersebut, serta menyuruh orang itu untuk naik kendaraan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى شَيْخًا يُهَادَى بَيْنَ ابْنَيْهِ قَالَ مَا بَالُ هَذَا قَالُوا نَذَرَ أَنْ يَمْشِيَ قَال
Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengingatkan potensi penyebaran virus Covid-19 melalui orang tanpa gejala (OTG) mencapai 75 persen. Hal itu beliau sampaikan dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta pada 10 Mei 2020.
Bahaya Covid-19 ini sudah demikian nyata. Hingga 19 Mei 2020 tercatat yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia sebanyak 18.496 orang. Jumlah yang sudah meninggal dunia dengan sebab itu adalah 1.221 orang. Sedangkan di dunia, tercatat 4,81 juta jiwa terkena Covid-19 dan telah meninggal sebanyak 319 ribu jiwa.
Kalau seseorang memilih untuk tidak shalat di masjid sementara waktu selama bahaya pandemi Corona ini masih mengancam, itu adalah langkah yang bijak. Sikapnya akan bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, maupun kaum muslimin yang lain.
Untuk hujan, cuaca sangat dingin, maupun angin kencang saja, bisa menjadi rukhshah (keringanan) untuk tidak mendatangi masjid. Padahal itu bukanlah sesuatu yang otomatis langsung membuat orang sakit. Hanya berpotensi membuat orang menjadi sakit. Apalagi dengan virus Corona yang berpotensi tidak hanya membuat satu orang menjadi sakit, tapi ia bisa membawa dan menularkannya –dengan izin Allah- kepada orang-orang yang juga tidak hadir di masjid saat itu. Bisa membahayakan anak kecil, orang lanjut usia, ataupun orang dengan penyakit bawaan lainnya, dengan dampak risiko yang lebih besar.
Saudaraku, tidaklah selalu perbuatan yang lebih besar perjuangannya, lebih membuat capek, membawa pahala yang lebih besar. Dalam kondisi tertentu, mengambil keringanan, itulah yang diharapkan.
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى عَزَائِمُهُ
Sesungguhnya Allah suka keringanannya diambil, sebagaimana ia suka kewajiban-kewajiban terhadap-Nya ditunaikan (H.R al-Bazzar dan atThobaroniy dari Ibnu Abbas, dishahihkan Ibnu Hibban dan Syaikh al-Albaniy)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
Sesungguhnya Allah suka diambil keringanan-keringanan dari-Nya sebagaimana Dia benci dilakukan kemaksiatan-kemaksiatan terhadap-Nya (H.R Ahmad dari Ibnu Umar, dinyatakan sanadnya shahih oleh oleh al-Mundziri dan Syaikh Ahmad Syakir)
Bahkan Nabi shollallahu alaihi wasallam mencela seseorang yang memaksakan diri untuk beribadah dalam kondisi menyulitkan dirinya bahkan kemudian merepotkan orang lain, padahal ada keringanan pada dia untuk tidak melaksanakan ibadah tersebut.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَرَأَى زِحَامًا وَرَجُلًا قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ فَقَالَ مَا هَذَا فَقَالُوا صَائِمٌ فَقَالَ لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Jabir bin Abdillah –semoga Allah meridhai mereka- ia berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam saat safar melihat kerumunan orang dan ada satu laki-laki yang dinaungi (agar tidak terkena terik panas langsung). Nabi bertanya: Mengapa ini? Para Sahabat berkata: Ia berpuasa. Nabi bersabda: Bukanlah termasuk kebaikan, berpuasa saat safar (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Artinya, ia tetap memaksa berpuasa saat safar, dalam kondisi menyulitkan dia. Kemudian justru ia pingsan dan merepotkan orang lain. Nabi menyatakan bahwa tidak ada kebaikan untuk yang memaksa berpuasa dalam kondisi demikian. Karena semestinya ia mengambil keringanan tidak berpuasa saat safar.
Ada seseorang yang bernadzar untuk berjalan kaki menuju Masjidil Haram. Ternyata, untuk memenuhi nadzarnya itu ia sampai harus dipapah oleh dua orang. Ia menyusahkan dirinya sendiri dan merepotkan orang lain. Nabi pun mencela perbuatan tersebut dan menyatakan bahwa Allah tidak butuh dengan sikap dia menyiksa dirinya sendiri tersebut, serta menyuruh orang itu untuk naik kendaraan.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى شَيْخًا يُهَادَى بَيْنَ ابْنَيْهِ قَالَ مَا بَالُ هَذَا قَالُوا نَذَرَ أَنْ يَمْشِيَ قَال
َ إِنَّ اللَّهَ عَنْ تَعْذِيبِ هَذَا نَفْسَهُ لَغَنِيٌّ وَأَمَرَهُ أَنْ يَرْكَبَ
Dari Anas –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam melihat seorang tua dipapah oleh kedua anak lelakinya. Nabi bertanya: Mengapa orang ini? Mereka berkata: Ia bernadzar untuk berjalan. Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah sangat tidak butuh dengan sikap dia menyiksa dirinya sendiri. Nabi pun memerintahkan kepadanya untuk naik kendaraan (H.R al-Bukhari)
Seseorang yang memaksakan diri ke masjid padahal ada keringanan untuk tidak melaksanakan hal itu, dikhawatirkan justru ia tercela. Jika ternyata menyebabkan kesulitan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Terakhir, berhati-hatilah untuk mengimbau atau menganjurkan agar tetap melaksanakan ibadah tertentu, padahal ada keringanan terhadapnya. Apalagi jika bisa menyebabkan kematian bagi seseorang.
Apabila kita memerintahkan sesuatu hal yang asalnya wajib, namun sebenarnya dalam kondisi itu ada keringanan, hati-hati untuk mewajibkannya. Apalagi jika nantinya berimplikasi tanpa kita sadari menjadi sebab kematian orang lain.
Ada seorang Sahabat Nabi yang saat dalam suatu safar perang di jalan Allah mengalami luka di kepalanya. Kemudian Sahabat yang luka kepalanya ini mengalami ihtilam (mimpi basah), sehingga ia mengalami junub. Ia pun bertanya kepada orang lain:
هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً
Apakah kalian mendapati adanya keringanan padaku untuk tidak mandi wajib?
Orang yang ditanya saat itu menjawab: Tidak ada keringanan bagimu. Akhirnya Sahabat itu tetap mandi wajib, dan menyebabkan ia meninggal dunia.
Ketika sampai berita itu kepada Nabi, Nabi pun marah dan menyatakan:
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّه
Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka (H.R Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah)
Nabi menganggap mereka yang memfatwakan masih harus mandi wajib seperti biasa dalam kondisi seperti itu adalah sebagai pembunuh orang tersebut. Karena dengan sebab fatwa dan anjuran dia kemudian orang itu meninggal dunia.
Maka berhati-hatilah untuk menyatakan keharusan sesuatu, padahal dalam kondisi tertentu sesuatu itu ada keringanan untuk tidak dilaksanakan. Apalagi tanpa kita sadari kemudian hal itu menjadi sebab meninggalnya muslim lain.
Nyawa seorang muslim sangat berharga di sisi Allah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, pertolongan, ‘afiyat, dan ampunan-Nya kepada segenap kaum muslimin.
(Abu Utsman Kharisman)
💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom
Turut Publikasi:
🌏 WA Salafy Purwakarta
▶ https://t.me/salafypurwakarta
Dari Anas –semoga Allah meridhainya- bahwasanya Nabi shollallahu alaihi wasallam melihat seorang tua dipapah oleh kedua anak lelakinya. Nabi bertanya: Mengapa orang ini? Mereka berkata: Ia bernadzar untuk berjalan. Nabi bersabda: Sesungguhnya Allah sangat tidak butuh dengan sikap dia menyiksa dirinya sendiri. Nabi pun memerintahkan kepadanya untuk naik kendaraan (H.R al-Bukhari)
Seseorang yang memaksakan diri ke masjid padahal ada keringanan untuk tidak melaksanakan hal itu, dikhawatirkan justru ia tercela. Jika ternyata menyebabkan kesulitan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Terakhir, berhati-hatilah untuk mengimbau atau menganjurkan agar tetap melaksanakan ibadah tertentu, padahal ada keringanan terhadapnya. Apalagi jika bisa menyebabkan kematian bagi seseorang.
Apabila kita memerintahkan sesuatu hal yang asalnya wajib, namun sebenarnya dalam kondisi itu ada keringanan, hati-hati untuk mewajibkannya. Apalagi jika nantinya berimplikasi tanpa kita sadari menjadi sebab kematian orang lain.
Ada seorang Sahabat Nabi yang saat dalam suatu safar perang di jalan Allah mengalami luka di kepalanya. Kemudian Sahabat yang luka kepalanya ini mengalami ihtilam (mimpi basah), sehingga ia mengalami junub. Ia pun bertanya kepada orang lain:
هَلْ تَجِدُونَ لِي رُخْصَةً
Apakah kalian mendapati adanya keringanan padaku untuk tidak mandi wajib?
Orang yang ditanya saat itu menjawab: Tidak ada keringanan bagimu. Akhirnya Sahabat itu tetap mandi wajib, dan menyebabkan ia meninggal dunia.
Ketika sampai berita itu kepada Nabi, Nabi pun marah dan menyatakan:
قَتَلُوهُ قَتَلَهُمْ اللَّه
Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka (H.R Abu Dawud dari Jabir bin Abdillah)
Nabi menganggap mereka yang memfatwakan masih harus mandi wajib seperti biasa dalam kondisi seperti itu adalah sebagai pembunuh orang tersebut. Karena dengan sebab fatwa dan anjuran dia kemudian orang itu meninggal dunia.
Maka berhati-hatilah untuk menyatakan keharusan sesuatu, padahal dalam kondisi tertentu sesuatu itu ada keringanan untuk tidak dilaksanakan. Apalagi tanpa kita sadari kemudian hal itu menjadi sebab meninggalnya muslim lain.
Nyawa seorang muslim sangat berharga di sisi Allah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, pertolongan, ‘afiyat, dan ampunan-Nya kepada segenap kaum muslimin.
(Abu Utsman Kharisman)
💡💡📝📝💡💡
WA al I'tishom
Turut Publikasi:
🌏 WA Salafy Purwakarta
▶ https://t.me/salafypurwakarta
Telegram
Salafy Purwakarta
Info Ma'had Purwakarta
Menyajikan Artikel, Poster dan Audio Kajian Salafy di Purwakarta - Jawa Barat
Pembina :
al-Ustadz Hamzah Bajry
al-Ustadz Mahmud Barjib
al-Ustadz Idris
Hafidzahumullah Jami'an
Menyajikan Artikel, Poster dan Audio Kajian Salafy di Purwakarta - Jawa Barat
Pembina :
al-Ustadz Hamzah Bajry
al-Ustadz Mahmud Barjib
al-Ustadz Idris
Hafidzahumullah Jami'an
بســم اللـہ الرحمن الرحيـــم
*MA’HAD DAARUL ATSAAR PURWAKARTA MEMBUKA PENERIMAAN SANTRI BARU*
TAHUN AJARAN 1441– 1442 H / 2020 – 2021 M
-------------------
*TINGKAT :*
1️⃣ Pra TD
2️⃣ TD (Tadribud Du’at)
📝 *PERSYARATAN :*
1️⃣ *PROGRAM PRA TD*
1. Laki – laki
2. Usia maksimal 20 tahun
3. Memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk)
4. Sehat jasmani dan Rohani
5. FC Akta lahir dan Kartu keluarga
6. Belum pernah menikah
7. Surat rekomendasi dari ponpes atau Ustadz Salafy Setempat
8. Mengikuti seleksi
9. Sanggup mematuhi peraturan pondok
2️⃣ *PROGRAM TD (TADRIBUD DU’AT)*
1. Laki – laki
2. Usia minimal 20 tahun
3. Memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk)
4. Sehat jasmani dan Rohani
5. FC Akta lahir dan Kartu keluarga
6. Belum pernah menikah
7. Surat rekomendasi dari ponpes atau Ustadz Salafy setempat.
8. Mengikuti seleksi
9. Sanggup mematuhi peraturan pondok
3️⃣ *MEMBAYAR BIAYA PENDAFTARAN :*
1. Membayar biaya Pendaftaran Rp. 100.000
2. Membayar Infak Pembangunan Rp. 1.000.000
3. Membayar operasional bulanan (Makan dan asrama) Rp. 500.000
4. Membayar Infak Perlengkapan (Kasur, Lemari dan Meja Belajar - Hak Pakai) Rp. 1.000.000
4️⃣ *WAKTU PENDAFTARAN*
Dimulai sejak dipostingnya pengumuman ini sampai dengan 12 Syawwal 1441 H / 4 Juni 2020
📱 *INFORMASI DAN PENDAFTARAN :*
a. USTADZ QUSHOY SYAWIE : 0877-7878-2288 ( WA/ SMS / TLP )
b. USTADZ ABDURROHIM : 0856-4230-3850 ( WA/ SMS / TLP )
1️⃣ *Tes dan Wawancara :*
Hari Sabtu, 14 Syawwal 1441 H / 06 Juni 2020 M
2️⃣ *Pengumuman Hasil Seleksi :*
Hari Ahad, 15 Syawwal 1441 H / 07 Juni 2020 M
💡📚 *KBM ( KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR )*
🗓️ KBM insyaAllah dimulai pada hari Senin tanggal 23 Syawwal 1440 H / 15 Juni 2020 M
-------------------
*Keterangan :*
⚠️Tanggal masuk menyesuaikan pengumuman dari dinas pendidikan Pemerintah Kabupaten Purwakarta.
*MA’HAD DAARUL ATSAAR PURWAKARTA MEMBUKA PENERIMAAN SANTRI BARU*
TAHUN AJARAN 1441– 1442 H / 2020 – 2021 M
-------------------
*TINGKAT :*
1️⃣ Pra TD
2️⃣ TD (Tadribud Du’at)
📝 *PERSYARATAN :*
1️⃣ *PROGRAM PRA TD*
1. Laki – laki
2. Usia maksimal 20 tahun
3. Memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk)
4. Sehat jasmani dan Rohani
5. FC Akta lahir dan Kartu keluarga
6. Belum pernah menikah
7. Surat rekomendasi dari ponpes atau Ustadz Salafy Setempat
8. Mengikuti seleksi
9. Sanggup mematuhi peraturan pondok
2️⃣ *PROGRAM TD (TADRIBUD DU’AT)*
1. Laki – laki
2. Usia minimal 20 tahun
3. Memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk)
4. Sehat jasmani dan Rohani
5. FC Akta lahir dan Kartu keluarga
6. Belum pernah menikah
7. Surat rekomendasi dari ponpes atau Ustadz Salafy setempat.
8. Mengikuti seleksi
9. Sanggup mematuhi peraturan pondok
3️⃣ *MEMBAYAR BIAYA PENDAFTARAN :*
1. Membayar biaya Pendaftaran Rp. 100.000
2. Membayar Infak Pembangunan Rp. 1.000.000
3. Membayar operasional bulanan (Makan dan asrama) Rp. 500.000
4. Membayar Infak Perlengkapan (Kasur, Lemari dan Meja Belajar - Hak Pakai) Rp. 1.000.000
4️⃣ *WAKTU PENDAFTARAN*
Dimulai sejak dipostingnya pengumuman ini sampai dengan 12 Syawwal 1441 H / 4 Juni 2020
📱 *INFORMASI DAN PENDAFTARAN :*
a. USTADZ QUSHOY SYAWIE : 0877-7878-2288 ( WA/ SMS / TLP )
b. USTADZ ABDURROHIM : 0856-4230-3850 ( WA/ SMS / TLP )
1️⃣ *Tes dan Wawancara :*
Hari Sabtu, 14 Syawwal 1441 H / 06 Juni 2020 M
2️⃣ *Pengumuman Hasil Seleksi :*
Hari Ahad, 15 Syawwal 1441 H / 07 Juni 2020 M
💡📚 *KBM ( KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR )*
🗓️ KBM insyaAllah dimulai pada hari Senin tanggal 23 Syawwal 1440 H / 15 Juni 2020 M
-------------------
*Keterangan :*
⚠️Tanggal masuk menyesuaikan pengumuman dari dinas pendidikan Pemerintah Kabupaten Purwakarta.
🔭🌙 Sore Ini Kemenag Pantau Hilal di 80 Titik Seluruh Indonesia
https://www.tanggapcovid19.com/sore-ini-kemenag-pantau-hilal-di-80-titik-seluruh-indonesia/
https://www.tanggapcovid19.com/sore-ini-kemenag-pantau-hilal-di-80-titik-seluruh-indonesia/
Tanggap Covid-19
Sore Ini Kemenag Pantau Hilal di 80 Titik Seluruh Indonesia - Tanggap Covid-19
Kementerian agama RI (Kemenag) akan menggelar sidang itsbat penentuan 1 Syawal 1441 H, Jumat (22/5). Dimulai dengan pemantauan hilal di 80 titik
🇮🇩🔭1⃣🌅 *HASIL SIDANG ISBAT PENETAPAN TANGGAL SATU SYAWAL 1441H*
Pemerintah Republik Indonesia, melalui sidang Isbat yang di adakan kementerian agama RI menetapkan tanggal *1 Syawal 1441H* jatuh pada hari *Ahad* yang bertepatan dengan tanggal *24 Mei 2020M*
🌎 *Sumber* || https://twitter.com/TVRINasional/status/1263803259610783750
⚪ *WhatsApp Salafy Indonesia*
⏩ *Channel Telegram* || http://telegram.me/forumsalafy
💎💎💎💎💎💎💎💎💎
Pemerintah Republik Indonesia, melalui sidang Isbat yang di adakan kementerian agama RI menetapkan tanggal *1 Syawal 1441H* jatuh pada hari *Ahad* yang bertepatan dengan tanggal *24 Mei 2020M*
🌎 *Sumber* || https://twitter.com/TVRINasional/status/1263803259610783750
⚪ *WhatsApp Salafy Indonesia*
⏩ *Channel Telegram* || http://telegram.me/forumsalafy
💎💎💎💎💎💎💎💎💎
Twitter
TVRI Siaran Nasional
Hasil Sidang Isbat @Kemenag_RI malam ini 22 Mei 2020, menetapkan 1 Syawal 1441 H. jatuh pada hari Ahad/Minggu tanggal 24 Mei 2020 #IdulFitri1441H #SidangIsbat
🍂 *Wapres Sebut Shalat Id di Lapangan/Masjid Di Masa Covid-19 Melanggar Imbauan Ulil Amri*
https://www.tanggapcovid19.com/wapres-sebut-shalat-id-di-lapangan-masjid-di-masa-covid-19-melanggar-imbauan-ulil-amri/
https://www.tanggapcovid19.com/wapres-sebut-shalat-id-di-lapangan-masjid-di-masa-covid-19-melanggar-imbauan-ulil-amri/
Tanggap Covid-19
Wapres Sebut Shalat Id di Lapangan/Masjid Di Masa Covid-19 Melanggar Imbauan Ulil Amri - Tanggap Covid-19
Pemerintah pusat dan daerah bersinergi. Mengimbau masyarakat tidak salat Id di masjid atau lapangan. Tetapi dilakukan di rumah masing-masing. Wapres RI ikut
🌙🌖 Fadhilat Puasa Enam Di Bulan Syawal & Bagaimana Yang Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan
⚫ Fadhilat Puasa Enam
📕Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyambungnya dengan enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti orang yang berpuasa sepanjang setahun.” (HR Muslim dari Abu Ayyub al-Anshari)
💎 Berkata An-Nawawi رحمه الله, “Para ulama berkata, "Disukai melakukan puasa tersebut secara berurutan, di permulaan bulan Syawal (setelah Hari Iedul Fitri, -pen.). Namun jika melakukannya tanpa berurutan dan mengakhirkannya, hal tersebut diperbolehkan, dan dia telah melakukan sunnah ini, berdasarkan keumuman hadits".” (Al-Majmu‘, Syarhul Muhadzdzab: 6/427)
⚫ Hukum Puasa Syawal Bagi Yang Punya Hutang Puasa Ramadhan
✅ Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله, “Berpuasa enam hari di bulan Syawal tidak akan diraih pahalanya kecuali apabila seseorang telah menyempurnakan puasa bulan Ramadhan. Maka barangsiapa yang memiliki hutang puasa, jangan dia berpuasa enam hari di bulan Syawal kecuali setelah mengqadha puasa Ramadhan, sebab Rasulullah mengatakan:
📕“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyertakannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal...”
☝🏼Oleh kerananya, kami mengatakan kepada yang memiliki hutang puasa: puasa qadhalah terlebih dahulu, lalu setelah itu berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/18)
📂 Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fiqih/puasa-syawal-ibadah-penyempurna-ramadhan/
📚 ll مجموعة طريق السلف ll 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 http://telegram.me/thoriqussalaf
⚫ Fadhilat Puasa Enam
📕Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyambungnya dengan enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti orang yang berpuasa sepanjang setahun.” (HR Muslim dari Abu Ayyub al-Anshari)
💎 Berkata An-Nawawi رحمه الله, “Para ulama berkata, "Disukai melakukan puasa tersebut secara berurutan, di permulaan bulan Syawal (setelah Hari Iedul Fitri, -pen.). Namun jika melakukannya tanpa berurutan dan mengakhirkannya, hal tersebut diperbolehkan, dan dia telah melakukan sunnah ini, berdasarkan keumuman hadits".” (Al-Majmu‘, Syarhul Muhadzdzab: 6/427)
⚫ Hukum Puasa Syawal Bagi Yang Punya Hutang Puasa Ramadhan
✅ Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin رحمه الله, “Berpuasa enam hari di bulan Syawal tidak akan diraih pahalanya kecuali apabila seseorang telah menyempurnakan puasa bulan Ramadhan. Maka barangsiapa yang memiliki hutang puasa, jangan dia berpuasa enam hari di bulan Syawal kecuali setelah mengqadha puasa Ramadhan, sebab Rasulullah mengatakan:
📕“Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan lalu menyertakannya dengan puasa enam hari di bulan Syawal...”
☝🏼Oleh kerananya, kami mengatakan kepada yang memiliki hutang puasa: puasa qadhalah terlebih dahulu, lalu setelah itu berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Fatawa Ibnu Utsaimin: 20/18)
📂 Sumber: http://www.darussalaf.or.id/fiqih/puasa-syawal-ibadah-penyempurna-ramadhan/
📚 ll مجموعة طريق السلف ll 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 http://telegram.me/thoriqussalaf
Telegram
مجموعــة طريق السلف
Channel yang menyajikan faedah-faedah ilmiah dari para ulama dan asatidzah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam bentuk tulisan, poster, audio, video, PDF, E-Book dengan bimbingan al-Ustadz Usamah Mahri حفظه الله
majmuahthoriqussalaf@gmail.com
majmuahthoriqussalaf@gmail.com
🌏📚⚖️ BIMBINGAN TENTANG PANDUAN PENYELENGGARAAN IBADAH DI MASJID
💬 Al-Ustadz Qomar Su'aidi, Lc hafidzahullah
❓Pertanyaan :
Bismillah, mohon bimbingannya ustadz terkait terbitnya Surat Edaran Menteri Agama RI No 15 Th 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah, apakah kami bisa kembali melakukan aktivitas Sholat berjamaah dan Sholat Jumat di masjid?
Jazakumullohukhoiron wa barokallohufikum.
✅ Jawaban
Bismillah, pertama, tentunya pemerintah kita -semoga selalu mendapat taufiq dari ALLAH ta'ala- menerbitkan surat edaran tersebut setelah mempertimbangkan banyak hal dan demi tercapainya maslahat dari beberapa sisi.
Kedua, bahwa surat itu adalah pemberian ijin untuk mengaktifkan kembali masjid terutama untuk sholat jamaah, bagi umat muslim. Setelah sebelumnya ada anjuran untuk sholat di rumah. Ketetapan tersebut dikeluarkan dengan syarat yang berlaku.
Ketiga, kalau yang ditanyakan bisakah kita kembali berjamaah di masjid?
Jawabannya, bisa dalam arti boleh, ketika kita bisa memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Kalau tidak, berarti belum bisa. Maka pelajari dulu syarat-syarat tersebut. Ini kesimpulan global dari saya pribadi.
Dan bagi yang ingin tetap sholat di rumah, karena kekhawatiran terkena penyakit atau menjadi sebab tertularkannya penyakit, maka tetap boleh sholat di rumah, insyaallah pahala tetap sempurna. Bahkan mungkin dalam kondisi tertentu, ini lebih diutamakan. Maka silahkan perhatikan maslahat dan mafsadat dengan cermat.
Wallahu a'lam.
Semoga ALLAH melindungi kita semua dan segera menghilangkan wabah ini.
Barokallah fikum
Temanggung, 9 Syawal 1441 H
#bimbingan #ibadah #masa #wabah #corona
🖥 Kunjungi website kami
http://www.salafytemanggung.com
•••┈••••○❁🌻❁○••••┈•••
✍🏻WhatsApp
Ⓚ①ⓉⒶ🌏ⓈⒶⓉⓊ
Bagi-bagi faedah ilmiahnya....ayo segera bergabung
🌐📲 Join Channel Ⓚ①Ⓣ
https://t.me/KajianIslamTemanggung
📻📡 Dengarkan••• [ VERSI BARU❗️ ] Kajian Islam dan Murotal al-Quran setiap saat di Radio Islam Indonesia
http://bit.ly/AplikasiRadioIslamIndonesia2
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
💬 Al-Ustadz Qomar Su'aidi, Lc hafidzahullah
❓Pertanyaan :
Bismillah, mohon bimbingannya ustadz terkait terbitnya Surat Edaran Menteri Agama RI No 15 Th 2020 Tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah, apakah kami bisa kembali melakukan aktivitas Sholat berjamaah dan Sholat Jumat di masjid?
Jazakumullohukhoiron wa barokallohufikum.
✅ Jawaban
Bismillah, pertama, tentunya pemerintah kita -semoga selalu mendapat taufiq dari ALLAH ta'ala- menerbitkan surat edaran tersebut setelah mempertimbangkan banyak hal dan demi tercapainya maslahat dari beberapa sisi.
Kedua, bahwa surat itu adalah pemberian ijin untuk mengaktifkan kembali masjid terutama untuk sholat jamaah, bagi umat muslim. Setelah sebelumnya ada anjuran untuk sholat di rumah. Ketetapan tersebut dikeluarkan dengan syarat yang berlaku.
Ketiga, kalau yang ditanyakan bisakah kita kembali berjamaah di masjid?
Jawabannya, bisa dalam arti boleh, ketika kita bisa memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Kalau tidak, berarti belum bisa. Maka pelajari dulu syarat-syarat tersebut. Ini kesimpulan global dari saya pribadi.
Dan bagi yang ingin tetap sholat di rumah, karena kekhawatiran terkena penyakit atau menjadi sebab tertularkannya penyakit, maka tetap boleh sholat di rumah, insyaallah pahala tetap sempurna. Bahkan mungkin dalam kondisi tertentu, ini lebih diutamakan. Maka silahkan perhatikan maslahat dan mafsadat dengan cermat.
Wallahu a'lam.
Semoga ALLAH melindungi kita semua dan segera menghilangkan wabah ini.
Barokallah fikum
Temanggung, 9 Syawal 1441 H
#bimbingan #ibadah #masa #wabah #corona
🖥 Kunjungi website kami
http://www.salafytemanggung.com
•••┈••••○❁🌻❁○••••┈•••
Ⓚ①ⓉⒶ🌏ⓈⒶⓉⓊ
Bagi-bagi faedah ilmiahnya....ayo segera bergabung
🌐📲 Join Channel Ⓚ①Ⓣ
https://t.me/KajianIslamTemanggung
📻📡 Dengarkan••• [ VERSI BARU❗️ ] Kajian Islam dan Murotal al-Quran setiap saat di Radio Islam Indonesia
http://bit.ly/AplikasiRadioIslamIndonesia2
≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈
Salafy Temanggung
Portal Dakwah Salafiyyah Kabupaten Temanggung