SUNNAH SEBELUM TIDUR
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ
“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu”
(HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ
“Jika kamu mendatangi tempat tidurmu maka wudhulah seperti wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah pada sisi kanan badanmu”
(HR. Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710
#Kapan kita mengenal seseorang?#
Ada seorang laki-laki berkata kepada Umar: "Sesungguhnya si fulan itu orangnya baik".
Umar: "Apakah kamu pernah bersafar bersamanya ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "Apakah kamu pernah bermu'amalah dengannya ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "Apakah kamu pernah memberinya amanah ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "kalau begitu kamu tidak punya ilmu tentangnya. Barangkali kamu hanya melihat dia sholat di masjid".
(Mawa'idz shohabah hal. 65).
Mengapa Umar mempertanyakan tiga perkara ini ya akhi ?
Karena dengan safar, kita dapat mengetahui karakter dan watak seseorang sesungguhnya..
Safar adalah bagian dari adzab, capek dan melelahkan, disaat itu akan tampak watak asli seseorang..
Dengan mu'amalah seperti jual beli dan lainnya, kita dapat mengetahui akhlak seseorang..
Dan dengan memberi amanah, kita dapat mengetahui kadar amanah dan agama seseorang..
Sungguh, pertanyaan yang cerdas..
Yang menunjukkan kepada pengalaman dan keilmuan..
By Ust. Badrusalam LC / Reposting
Ada seorang laki-laki berkata kepada Umar: "Sesungguhnya si fulan itu orangnya baik".
Umar: "Apakah kamu pernah bersafar bersamanya ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "Apakah kamu pernah bermu'amalah dengannya ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "Apakah kamu pernah memberinya amanah ?"
Lelaki: "Belum pernah".
Umar: "kalau begitu kamu tidak punya ilmu tentangnya. Barangkali kamu hanya melihat dia sholat di masjid".
(Mawa'idz shohabah hal. 65).
Mengapa Umar mempertanyakan tiga perkara ini ya akhi ?
Karena dengan safar, kita dapat mengetahui karakter dan watak seseorang sesungguhnya..
Safar adalah bagian dari adzab, capek dan melelahkan, disaat itu akan tampak watak asli seseorang..
Dengan mu'amalah seperti jual beli dan lainnya, kita dapat mengetahui akhlak seseorang..
Dan dengan memberi amanah, kita dapat mengetahui kadar amanah dan agama seseorang..
Sungguh, pertanyaan yang cerdas..
Yang menunjukkan kepada pengalaman dan keilmuan..
By Ust. Badrusalam LC / Reposting
Ustadz Musyaffa' ad-Dariny menulis:
Masih sangat jelas dalam ingatan, ketika beliau buka bersama dan bermalam di penginapan ana di Madinah bulan Ramadhan 1437 H kemaren.
Ternyata itu pertemuan terakhir ana dg beliau...
Yg paling ana kagumi dari beliau adalah sangat tampaknya ketawadhuan dan kemerakyatan beliau dlm memimpin.. keikhalasannya dlm berdakwah... Kemahirannya dlm berbisnis... Selalu ingin memberi utk dakwah, bukan menerima dari dakwahnya, bahkan seringkali menolak pemberian dari kajian-kajiannya... Beliau juga selalu menasehati agar kita tidak menghidupi diri dari dakwah.
Banyak hal yg menjadi tanda husnul khotimah bagi beliau.
1. Beliau menutup akhir hidupnya dg umroh dan i'tikaf di masjidil harom.
2. Beliau meninggal hari senin, sebagaimana hari wafatnya Nabi shallallahu alaihi wasallam.
3. Beliau meninggal di saat melakukan safari dakwahnya.
4. Beliau meninggal dlm kecelakaan (jatuh terpleset), semoga Allah mencatatnya sbg syahid, meski bukan dlm perang.
5. Judul terakhir kajian yg akan beliau sampaikan, bawa mati hartamu.
Dan insyaAllah kita akan melihat tanda husnul khotimah selanjutnya yg sangat kasat mata, yakni banyaknya kaum muslimin yg berkumpul *dg sukarela* untuk menyolati dan menguburkan beliau esok hari, selasa 16/8/2016 M, ba'da ashar, di Masjid Jamilurrahman, Yogyakarta... Bi idznillahi azza wajall.
Selamat jalan Ustad dan bapak kami, Abu Saad Muh Nurhuda... Allah telah menghendakimu kembali kepada-Nya... Semoga Allah memantaskan dan memuliakanmu di firdaus-Nya. Amiiin.
Masih sangat jelas dalam ingatan, ketika beliau buka bersama dan bermalam di penginapan ana di Madinah bulan Ramadhan 1437 H kemaren.
Ternyata itu pertemuan terakhir ana dg beliau...
Yg paling ana kagumi dari beliau adalah sangat tampaknya ketawadhuan dan kemerakyatan beliau dlm memimpin.. keikhalasannya dlm berdakwah... Kemahirannya dlm berbisnis... Selalu ingin memberi utk dakwah, bukan menerima dari dakwahnya, bahkan seringkali menolak pemberian dari kajian-kajiannya... Beliau juga selalu menasehati agar kita tidak menghidupi diri dari dakwah.
Banyak hal yg menjadi tanda husnul khotimah bagi beliau.
1. Beliau menutup akhir hidupnya dg umroh dan i'tikaf di masjidil harom.
2. Beliau meninggal hari senin, sebagaimana hari wafatnya Nabi shallallahu alaihi wasallam.
3. Beliau meninggal di saat melakukan safari dakwahnya.
4. Beliau meninggal dlm kecelakaan (jatuh terpleset), semoga Allah mencatatnya sbg syahid, meski bukan dlm perang.
5. Judul terakhir kajian yg akan beliau sampaikan, bawa mati hartamu.
Dan insyaAllah kita akan melihat tanda husnul khotimah selanjutnya yg sangat kasat mata, yakni banyaknya kaum muslimin yg berkumpul *dg sukarela* untuk menyolati dan menguburkan beliau esok hari, selasa 16/8/2016 M, ba'da ashar, di Masjid Jamilurrahman, Yogyakarta... Bi idznillahi azza wajall.
Selamat jalan Ustad dan bapak kami, Abu Saad Muh Nurhuda... Allah telah menghendakimu kembali kepada-Nya... Semoga Allah memantaskan dan memuliakanmu di firdaus-Nya. Amiiin.
#Di bawah naungan sedekah#
Ust. Badrusalam LC
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya hingga diputuskan hukum antara manusia."
Yazid berkata, "Abul Khair tidak pernah melewati satu haripun melainkan ia bersedekah dengan sesuatu walaupun hanya dengan sebuah kue ka'kah atau lainnya."
(HR Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani).
Ust. Badrusalam LC
Nabi shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
"Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya hingga diputuskan hukum antara manusia."
Yazid berkata, "Abul Khair tidak pernah melewati satu haripun melainkan ia bersedekah dengan sesuatu walaupun hanya dengan sebuah kue ka'kah atau lainnya."
(HR Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani).
* 10 HARI DI BULAN DIL-HIJJAH *
Ust. Rochmad supriyadi LC
Diantara karunia Allah سبحانه وتعالى kpd para hamba, dijadikannya satu kesempatan utk berbuat taat, memperbanyak amal salih, berlomba dlm perkara yg dpt mendekatkan diri kpd Robb سبحانه وتعالى.
Seorang yg bahagia adalah yg mampu mengisi hari-harinya dg ketaatan, dan tdk membiarkan hari tsb berlalu tanpa bekas...
Diantara kesempatan muliya tsb adalah 10 hari dibulan dul-Hijjah, yg mana Nabi صلى الله عليه وسلم memberikan kesaksian bahwasanya ia adalah sebaik-baik hari di duniya, dan menganjurkan agar banyak beramal didalamnya, bahkan Allah سبحانه وتعالى telah bersumpah dg nya, dan ini adalah dalil yg menunjukkan kemuliyaan hari tsb, dikarenakan Dzat Yg Maha Besar tdk bersumpah kecuali thd perkara yg Besar.
Dg ini seorang hamba hendaknya bersungguh2 menyambutnya, beramal didalamnya, mengunakan sebaik-baiknya.
Dg apa kita menyambut nya? ;
- Taubat dg sepenuh hati.
Seorang muslim hendaknya dlm menyambut bulan ini dg banyak bertaubat, Allah berfirman," Dan bertaubatlah kalian semuanya kpd Allah wahai orang2 yg beriman agar kalian beruntung". An-Nur 31.
- Berusaha sekuat tenaga memperbanyak amal salih, Allah berfirman," Dan orang2 yg bersungguh-sungguh (berjihad) utk kami, niscaya kami akan tunjuki kpd nya jalan-jalan kami". Al-Ankabut 69.
- Menjauhi perkara maksiyat.
Sebagaimana ketaatan akan mendekatkan kpd Allah سبحانه وتعالى ,maka maksiyat adalah sebab jauhnya hamba dari Allah سبحانه وتعالى dan rahmat-Nya. Jikalau sekiranya mengharap ampunan ilahi, dan bebas dari siksa-Nya,maka menjauhlah dari maksiyat di hari nan suci ini. "Barang siapa memahami tujuan yg akan d tuju, niscaya akan terasa ringan apa yg ia tempuh".
- Qism Ilmi bid-Daar Al-Watn -
Ust. Rochmad supriyadi LC
Diantara karunia Allah سبحانه وتعالى kpd para hamba, dijadikannya satu kesempatan utk berbuat taat, memperbanyak amal salih, berlomba dlm perkara yg dpt mendekatkan diri kpd Robb سبحانه وتعالى.
Seorang yg bahagia adalah yg mampu mengisi hari-harinya dg ketaatan, dan tdk membiarkan hari tsb berlalu tanpa bekas...
Diantara kesempatan muliya tsb adalah 10 hari dibulan dul-Hijjah, yg mana Nabi صلى الله عليه وسلم memberikan kesaksian bahwasanya ia adalah sebaik-baik hari di duniya, dan menganjurkan agar banyak beramal didalamnya, bahkan Allah سبحانه وتعالى telah bersumpah dg nya, dan ini adalah dalil yg menunjukkan kemuliyaan hari tsb, dikarenakan Dzat Yg Maha Besar tdk bersumpah kecuali thd perkara yg Besar.
Dg ini seorang hamba hendaknya bersungguh2 menyambutnya, beramal didalamnya, mengunakan sebaik-baiknya.
Dg apa kita menyambut nya? ;
- Taubat dg sepenuh hati.
Seorang muslim hendaknya dlm menyambut bulan ini dg banyak bertaubat, Allah berfirman," Dan bertaubatlah kalian semuanya kpd Allah wahai orang2 yg beriman agar kalian beruntung". An-Nur 31.
- Berusaha sekuat tenaga memperbanyak amal salih, Allah berfirman," Dan orang2 yg bersungguh-sungguh (berjihad) utk kami, niscaya kami akan tunjuki kpd nya jalan-jalan kami". Al-Ankabut 69.
- Menjauhi perkara maksiyat.
Sebagaimana ketaatan akan mendekatkan kpd Allah سبحانه وتعالى ,maka maksiyat adalah sebab jauhnya hamba dari Allah سبحانه وتعالى dan rahmat-Nya. Jikalau sekiranya mengharap ampunan ilahi, dan bebas dari siksa-Nya,maka menjauhlah dari maksiyat di hari nan suci ini. "Barang siapa memahami tujuan yg akan d tuju, niscaya akan terasa ringan apa yg ia tempuh".
- Qism Ilmi bid-Daar Al-Watn -
MENJADI HAMBA YANG MERDEKA
Dikisahkan bahwa seseorang pernah meminta nasehat kepada imam Syafi’i. Imam Syafi’i menjawab,
إن الله خلقك حرًّا؛ فكن كما خلقك!
“Allah telah menciptakanmu sebagai orang Merdeka, maka jadilah sebagaimana Dia telah menciptakanmu”
(Manaqib As Syafi’i karya Imam Al Baihaqi: 2/197)
Catt:
Kemerdekaan yang dimaksud oleh imam Syafi’i diatas tentunya bukan kemerdekaan dalam makna yang difahami kebanyakan orang, yaitu kebebasan tanpa batas serta jauh dari aturan-aturan syariat. Kemerdekaan yang di maksud adalah kemerdekaan dari penjajahan hawa nafsu dan penyembahan serta ketundukan kepada selain Allah.
Hamba yang merdeka adalah hamba yang hanya menghadapkan wajahnya kepada Allah semata. Kemerdekaan inilah yang akan membawa jiwa dan raganya menuju makna kemerdekaan yang digariskan Allah dalam firman-Nya:
“إياك نعبد و إياك نستعين”
“Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” (410)
Iya.. Hanya akan mengabdi kepada Allah bukan kepada selain-Nya.
Selamanya...
Hingga datang sesuatu yang diyakini.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” [QS Al Hijr: 99]
MERDEKA SAMPAI MATI
_______________
Jakarta 17 Agustus 2016 M
ACT El-Gharantaly
Dikisahkan bahwa seseorang pernah meminta nasehat kepada imam Syafi’i. Imam Syafi’i menjawab,
إن الله خلقك حرًّا؛ فكن كما خلقك!
“Allah telah menciptakanmu sebagai orang Merdeka, maka jadilah sebagaimana Dia telah menciptakanmu”
(Manaqib As Syafi’i karya Imam Al Baihaqi: 2/197)
Catt:
Kemerdekaan yang dimaksud oleh imam Syafi’i diatas tentunya bukan kemerdekaan dalam makna yang difahami kebanyakan orang, yaitu kebebasan tanpa batas serta jauh dari aturan-aturan syariat. Kemerdekaan yang di maksud adalah kemerdekaan dari penjajahan hawa nafsu dan penyembahan serta ketundukan kepada selain Allah.
Hamba yang merdeka adalah hamba yang hanya menghadapkan wajahnya kepada Allah semata. Kemerdekaan inilah yang akan membawa jiwa dan raganya menuju makna kemerdekaan yang digariskan Allah dalam firman-Nya:
“إياك نعبد و إياك نستعين”
“Hanya kepada-Mu Kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan” (410)
Iya.. Hanya akan mengabdi kepada Allah bukan kepada selain-Nya.
Selamanya...
Hingga datang sesuatu yang diyakini.
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian).” [QS Al Hijr: 99]
MERDEKA SAMPAI MATI
_______________
Jakarta 17 Agustus 2016 M
ACT El-Gharantaly
TAUBAT sebelum haji -termasuk umroh - sungguh telah dianjurkan oleh para ulama.
Ibnu Qudamah Rahimahulllah berkata: "Selayaknya bagi orang yang ingin melaksanakan ibadah haji untuk memulai dengan TAUBAT, mengembalikan kedholiman, membayar utang, mempersiapkan nafaqah kepada siapa yang mesti dinafaqahi sampai pulang dan mengembalikan titipan yang ada disisinya"(Mukhtashar Minhaj Al-Qaasidin 52).
Ikhwah Fillăh....
TAUBAT sebelum haji dan umroh itu nampak sekali pentingnya ditinjau dari beberapa perkara, diantaranya:
① Sabda Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam: "Barangsiapa yang haji ke Baitullãh dia tidak berkata kotor dan tidak berbuat durhaka pasti keluar dari dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya."(HR, Bukhari 1521 & Muslim 1350).
Dan Sabda-Nya: "Umroh ke umroh itu merupakan penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali Surga."(HR, Bukhari 1773 & Muslim 1349).
Penghapusan ini tidak meliputi dosa besar. Karena dosa besar itu mesti ditaubati. Ini pendapat jumhur ahli 'ilm.
Berdasarkan hadist shohih Muslim dari Abu Hurairoh dari Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam: "Sholat lima waktu, Jum'ah ke Jum'ah, Ramadhan ke Ramadhan merupakan penghapus antara keduanya jika menjauhi dosa besar."(HR, Muslim 232).
Karena semua amal sholeh itu akan menghapus semua kesalahan apabila dilakukannya sesuai dengan syar'i. Akan tetapi dosa besar itu mesti ditaubati.
Al Imam Ibnu Mundzir berpendapat lain, bahwasanya semua dosa itu dengan sebab haji mabrur itu akan diampuni berdasarkan dhohirnya dua hadist yang tadi. (Lihat:Fatawa laznah daaimah 11/12-13).
Akan tetapi untuk menenangkan jiwa dan keluar dari khilaf dalam masalah itu semestinya seorang muslim betul-betul bertaubat dengan Taubatan Nashuha dari dosa-dosa besar yang nampak dan yang tersembunyi. Begitu pula dari meremehkan kewajiban-kewajiban yang dhohir dan yang bathin.
Semoga Allāh menjadikan kita semuanya dikeluarkan dari dosa kita seperti hari dilahirkan oleh ibu kita.
Kemudian Ikhwah Fillăh...
2- Taubat Nasuha itu merupakan penyebab bersihnya hati dari kotoran dosa, dan dosa itu merupakan penghalang hati yang menghalangi berjalannya hati kepada Allāh Jalla wa 'Ala.
Oleh karena itu tatkala seorang hamba telah menghilangkan penghalang dari hatinya, akan naik Ruhnya. Pada waktu itu dia akan giat dan semangat dalam melaksanakan ibadah haji atau umrohnya lalu dia melaksanakannya sebagaimana yang selayaknya dengan menghadirkan amalan hati dalam setiap syiar diantara syiar-syiar haji sehingga dia merasakan manisnya ibadah, lezatnya ibadah, dan ketenangan hatinya.
By Nuruddin Abu Faynan
Makkah 1/11/1436 H
Ibnu Qudamah Rahimahulllah berkata: "Selayaknya bagi orang yang ingin melaksanakan ibadah haji untuk memulai dengan TAUBAT, mengembalikan kedholiman, membayar utang, mempersiapkan nafaqah kepada siapa yang mesti dinafaqahi sampai pulang dan mengembalikan titipan yang ada disisinya"(Mukhtashar Minhaj Al-Qaasidin 52).
Ikhwah Fillăh....
TAUBAT sebelum haji dan umroh itu nampak sekali pentingnya ditinjau dari beberapa perkara, diantaranya:
① Sabda Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam: "Barangsiapa yang haji ke Baitullãh dia tidak berkata kotor dan tidak berbuat durhaka pasti keluar dari dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya."(HR, Bukhari 1521 & Muslim 1350).
Dan Sabda-Nya: "Umroh ke umroh itu merupakan penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali Surga."(HR, Bukhari 1773 & Muslim 1349).
Penghapusan ini tidak meliputi dosa besar. Karena dosa besar itu mesti ditaubati. Ini pendapat jumhur ahli 'ilm.
Berdasarkan hadist shohih Muslim dari Abu Hurairoh dari Nabi Shallallāhu 'Alayhi wa Sallam: "Sholat lima waktu, Jum'ah ke Jum'ah, Ramadhan ke Ramadhan merupakan penghapus antara keduanya jika menjauhi dosa besar."(HR, Muslim 232).
Karena semua amal sholeh itu akan menghapus semua kesalahan apabila dilakukannya sesuai dengan syar'i. Akan tetapi dosa besar itu mesti ditaubati.
Al Imam Ibnu Mundzir berpendapat lain, bahwasanya semua dosa itu dengan sebab haji mabrur itu akan diampuni berdasarkan dhohirnya dua hadist yang tadi. (Lihat:Fatawa laznah daaimah 11/12-13).
Akan tetapi untuk menenangkan jiwa dan keluar dari khilaf dalam masalah itu semestinya seorang muslim betul-betul bertaubat dengan Taubatan Nashuha dari dosa-dosa besar yang nampak dan yang tersembunyi. Begitu pula dari meremehkan kewajiban-kewajiban yang dhohir dan yang bathin.
Semoga Allāh menjadikan kita semuanya dikeluarkan dari dosa kita seperti hari dilahirkan oleh ibu kita.
Kemudian Ikhwah Fillăh...
2- Taubat Nasuha itu merupakan penyebab bersihnya hati dari kotoran dosa, dan dosa itu merupakan penghalang hati yang menghalangi berjalannya hati kepada Allāh Jalla wa 'Ala.
Oleh karena itu tatkala seorang hamba telah menghilangkan penghalang dari hatinya, akan naik Ruhnya. Pada waktu itu dia akan giat dan semangat dalam melaksanakan ibadah haji atau umrohnya lalu dia melaksanakannya sebagaimana yang selayaknya dengan menghadirkan amalan hati dalam setiap syiar diantara syiar-syiar haji sehingga dia merasakan manisnya ibadah, lezatnya ibadah, dan ketenangan hatinya.
By Nuruddin Abu Faynan
Makkah 1/11/1436 H
(*) Masalah 505: HUKUM MEMBACA DOA SAPU JAGAD DAN DOA SELAINNYA DARI AYAT AL-QURAN KETIKA SUJUD
Dijawab oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
» TANYA:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Mau nanya... Bolehkah kita membaca doa-doa dari ayat Al Quran seperti doa sapu jagad dan selainnya ketika sujud dalam sholat?
Syukron wajazakumullahu khoiron
»» JAWAB:
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
»» Bismillah. Pada dasarnya hukum membaca ayat-ayat Al-Quran ketika ruku' dan sujud adalah DILARANG.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits shohih berikut ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ : قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أَلا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا ، فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ ، وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ – أي جدير وحقيق - أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ ) .
1. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya aku telah dilarang (oleh Allah) untuk membaca Al-Quran ketika ruku' dan sujud. Adapun tatkala ruku', maka agungkanlah Allah 'Azza wa Jalla di dalamnya. Sedangkan tatkala sujud, maka berdoalah (kepada Allah) dengan sungguh-sungguh karena doa kalian sangat pantas dikabulkan." (HR. Muslim no.479).
عن عَلِيّ بْن أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه قَالَ : نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا .
2. Dari Ali bin Abu Tholib radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melarangku membaca Al-Quran baik ketika ruku' maupun sujud." (HR. Muslim no.480)
Dan para ulama telah bersepakat bahwa hukum membaca Al-Quran ketika ruku' dan sujud adalah Makruh (tidak disukai). (Lihat kitab Al-Majmu' karya Imam An-Nawawi III/411, dan Al-Mughni karya Imam Ibnu Qudamah II/181).
»» Akan tetapi jika seorang muslim dan muslimah membaca doa sapu jagad dan doa-doa selainnya dari ayat-ayat Al-Quran ketika sujud dengan niat berdoa dan bukan bermaksud membaca Al-Quran, maka hukumnya BOLEH, sebagaimana yang difatwakan oleh Komite Tetap Urusan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah VI/443).
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung pada niatnya." (HR. Al-Bukhori no.1 dan Muslim no.1907).
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga mudah dipahami dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a'lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq. (Solo, 18 Agustus 2016)
Dijawab oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
» TANYA:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Ustadz Mau nanya... Bolehkah kita membaca doa-doa dari ayat Al Quran seperti doa sapu jagad dan selainnya ketika sujud dalam sholat?
Syukron wajazakumullahu khoiron
»» JAWAB:
Waalaikumussalam Warahmatullah Wabarakatuh
»» Bismillah. Pada dasarnya hukum membaca ayat-ayat Al-Quran ketika ruku' dan sujud adalah DILARANG.
Hal ini berdasarkan hadits-hadits shohih berikut ini:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ : قال رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( أَلا وَإِنِّي نُهِيتُ أَنْ أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا ، فَأَمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فِيهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ ، وَأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا فِي الدُّعَاءِ فَقَمِنٌ – أي جدير وحقيق - أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ ) .
1. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya aku telah dilarang (oleh Allah) untuk membaca Al-Quran ketika ruku' dan sujud. Adapun tatkala ruku', maka agungkanlah Allah 'Azza wa Jalla di dalamnya. Sedangkan tatkala sujud, maka berdoalah (kepada Allah) dengan sungguh-sungguh karena doa kalian sangat pantas dikabulkan." (HR. Muslim no.479).
عن عَلِيّ بْن أَبِي طَالِبٍ رضي الله عنه قَالَ : نَهَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا .
2. Dari Ali bin Abu Tholib radhiyallahu anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah melarangku membaca Al-Quran baik ketika ruku' maupun sujud." (HR. Muslim no.480)
Dan para ulama telah bersepakat bahwa hukum membaca Al-Quran ketika ruku' dan sujud adalah Makruh (tidak disukai). (Lihat kitab Al-Majmu' karya Imam An-Nawawi III/411, dan Al-Mughni karya Imam Ibnu Qudamah II/181).
»» Akan tetapi jika seorang muslim dan muslimah membaca doa sapu jagad dan doa-doa selainnya dari ayat-ayat Al-Quran ketika sujud dengan niat berdoa dan bukan bermaksud membaca Al-Quran, maka hukumnya BOLEH, sebagaimana yang difatwakan oleh Komite Tetap Urusan Fatwa dan Riset Ilmiah Saudi Arabia. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah VI/443).
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya amalan-amalan itu bergantung pada niatnya." (HR. Al-Bukhori no.1 dan Muslim no.1907).
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga mudah dipahami dan menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a'lam bish-showab. Wabillahi at-Taufiq. (Solo, 18 Agustus 2016)
*Buah Kesombongan*
Apa hakikat kesombongan itu?
Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada kita mengenai hal itu.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
_“ Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain."_ (HR. Muslim no. 91)
Dari hadits diatas kita tahu bahwa hakekat kesombongan adalah *menolak kebenaran (al-Haq) dan meremehkan orang lain.*
Lantas apa buah dari Kesombongan?
Diantaranya tidak akan masuk surga sebagaimana hadits diatas, kemudian perhatikanlah hadits berikut ini:
Dari Ikrimah bin Ammar, Iyas bin salamah bin al-Akwa' telah bercerita kepadaku, bahwa ayahnya (Salamah) pernah bercerita, ada seorang laki-laki yang sedang makan di sisi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan menggunakan tangan kirinya. Lalu beliau bersabda:
كل بيمينك
_"Makanlah dengan tangan kananmu."_
Orang itu menjawab: _"Tidak bisa."_
Beliau bersabda:
لا استطعت، ما منعه إلا الكبر
_"Engkau benar-benar tidak akan bisa, tidak ada yang mencegahnya (untuk makan dengan tangan kanan) melainkan kesombongan._ Salamah melanjutkan, "Ternyata orang itu tidak bisa lagi mengangkat tangannya kemulut." (HR.Muslim, no.2021).
Sungguh sangat pahit buah dari kesombongan itu. Semoga Allah menyelamatkan kita dari sifat tersebut. Aamiin.
@arijoban
Murajaah by Ust. Fuad Hamzah Baraba' LC
Apa hakikat kesombongan itu?
Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam menjelaskan kepada kita mengenai hal itu.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
_“ Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain."_ (HR. Muslim no. 91)
Dari hadits diatas kita tahu bahwa hakekat kesombongan adalah *menolak kebenaran (al-Haq) dan meremehkan orang lain.*
Lantas apa buah dari Kesombongan?
Diantaranya tidak akan masuk surga sebagaimana hadits diatas, kemudian perhatikanlah hadits berikut ini:
Dari Ikrimah bin Ammar, Iyas bin salamah bin al-Akwa' telah bercerita kepadaku, bahwa ayahnya (Salamah) pernah bercerita, ada seorang laki-laki yang sedang makan di sisi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan menggunakan tangan kirinya. Lalu beliau bersabda:
كل بيمينك
_"Makanlah dengan tangan kananmu."_
Orang itu menjawab: _"Tidak bisa."_
Beliau bersabda:
لا استطعت، ما منعه إلا الكبر
_"Engkau benar-benar tidak akan bisa, tidak ada yang mencegahnya (untuk makan dengan tangan kanan) melainkan kesombongan._ Salamah melanjutkan, "Ternyata orang itu tidak bisa lagi mengangkat tangannya kemulut." (HR.Muslim, no.2021).
Sungguh sangat pahit buah dari kesombongan itu. Semoga Allah menyelamatkan kita dari sifat tersebut. Aamiin.
@arijoban
Murajaah by Ust. Fuad Hamzah Baraba' LC
Bila Tak Perlu, Kenapa Harus Bicara...?
Saya pernah mendengar Syaikh Abdurrazzaq Al Badr, hafidzahullah, berkata:
“Membicarakan mukhoolif (orang yang menyelisihi manhaj) tanpa suatu keperluan baik untuk membantah atau mengingatkan ummat adalah ghibah. Seperti menjadikan mereka sebagai bahan tertawaan atau pelengkap majelis.”
Pepatah arab mengatakan:
الحلم زين والسكوت سلامة # فإذا نطقت فلا تكن مهذارا
ما إن ندمت على سكوتى مرة # ولقد ندمت على الكلام مرارا
“Welas asih itu adalah keindahan, sementara diam adalah keselamatan.
Jika engkau berucap, jangan sampai berlebihan
Aku tak pernah menyesali diamku walau sekali saja
Namun sungguh aku menyesali ucapanku berkali-kali.”
Semoga Allah menjaga lisan-lisan kita dari petaka ghibah.
ACT El-Gharantaly, حفظه الله
Saya pernah mendengar Syaikh Abdurrazzaq Al Badr, hafidzahullah, berkata:
“Membicarakan mukhoolif (orang yang menyelisihi manhaj) tanpa suatu keperluan baik untuk membantah atau mengingatkan ummat adalah ghibah. Seperti menjadikan mereka sebagai bahan tertawaan atau pelengkap majelis.”
Pepatah arab mengatakan:
الحلم زين والسكوت سلامة # فإذا نطقت فلا تكن مهذارا
ما إن ندمت على سكوتى مرة # ولقد ندمت على الكلام مرارا
“Welas asih itu adalah keindahan, sementara diam adalah keselamatan.
Jika engkau berucap, jangan sampai berlebihan
Aku tak pernah menyesali diamku walau sekali saja
Namun sungguh aku menyesali ucapanku berkali-kali.”
Semoga Allah menjaga lisan-lisan kita dari petaka ghibah.
ACT El-Gharantaly, حفظه الله
Silsilah Nasehat Syaikh Hamid Akram Al-Bukhory hafizhahullah. 02
Saat menunggu hidangan makan siang di Ciwidey, syaikh Hamid memberi nasehat pada kawan-kawan panitia yang turut menyertai beliau:
"Ya syabaab....
Iltizam dan Istiqomah dengan sunnah tidaklah cukup.
Ikut terlibat dalam kepanitiaan kajian juga belumlah cukup.
Kalian harus belajar dan belajar, karena ilmu adalah senjata yang akan membentengi kalian dari fitnah.
Jangan mengira bahwa saat kita duduk disamping orang berilmu lantas kita juga sama seperti mereka.
Belajarlah wahai ikhwaan..
Karena tugas pemuda setelah ia berhijrah adalah belajar.
Aku tak meminta kalian untuk masuk fakultas agama, tapi tetap belajarlah meskipun kalian kuliah difakultas umum.
Sebagai motifasi, aku ingin mengabarkan pada kalian bahwa para pengajar Al-Quran dan Ahli qiroat di masjid Nabawi kebanyakan bukan lulusan fakultas Al-Quran. Mereka justru lulusan Fakultas Kedokteran dan Tehnik. Ku harap kalian juga bisa mengikuti jejak mereka".
________________
Situpatenggang 18-10-1437 H
ACT El-Gharantaly
Saat menunggu hidangan makan siang di Ciwidey, syaikh Hamid memberi nasehat pada kawan-kawan panitia yang turut menyertai beliau:
"Ya syabaab....
Iltizam dan Istiqomah dengan sunnah tidaklah cukup.
Ikut terlibat dalam kepanitiaan kajian juga belumlah cukup.
Kalian harus belajar dan belajar, karena ilmu adalah senjata yang akan membentengi kalian dari fitnah.
Jangan mengira bahwa saat kita duduk disamping orang berilmu lantas kita juga sama seperti mereka.
Belajarlah wahai ikhwaan..
Karena tugas pemuda setelah ia berhijrah adalah belajar.
Aku tak meminta kalian untuk masuk fakultas agama, tapi tetap belajarlah meskipun kalian kuliah difakultas umum.
Sebagai motifasi, aku ingin mengabarkan pada kalian bahwa para pengajar Al-Quran dan Ahli qiroat di masjid Nabawi kebanyakan bukan lulusan fakultas Al-Quran. Mereka justru lulusan Fakultas Kedokteran dan Tehnik. Ku harap kalian juga bisa mengikuti jejak mereka".
________________
Situpatenggang 18-10-1437 H
ACT El-Gharantaly
*Bergelimang Dalam Kenikmatan Surga*
Ust. Fuad Hamzah Baraba' LC
Di dalam hadits dijelaskan,
قال صلى الله عليه وسلم: لقد رأيتُ رجلًا يتقلَّبُ في الجنَّةِ في شَجرةٍ قطعَها من ظَهْرِ الطَّريقِ كانت تؤذي النَّاسَ صحيح مسلم 1914
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
_“Sungguh aku telah melihat seseorang bergelimang di dalam kenikmatan surga dikarenakan ia memotong pohon dari tengah-tengah jalan yang mengganggu orang-orang”._ (HR. Muslim: 1914).
Faedah Hadits:
1. Jalan-Jalan Kebaikan itu sangat banyak, dan mudah bagi orang-orang yang dimudahkan Allah Ta'ala.
2. Balasan Surga bagi orang yang berbuat baik.
3. Memberikan kemudahan untuk orang lain, dan tidak mengganggu pengguna jalan umum.
Ust. Fuad Hamzah Baraba' LC
Di dalam hadits dijelaskan,
قال صلى الله عليه وسلم: لقد رأيتُ رجلًا يتقلَّبُ في الجنَّةِ في شَجرةٍ قطعَها من ظَهْرِ الطَّريقِ كانت تؤذي النَّاسَ صحيح مسلم 1914
Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:
_“Sungguh aku telah melihat seseorang bergelimang di dalam kenikmatan surga dikarenakan ia memotong pohon dari tengah-tengah jalan yang mengganggu orang-orang”._ (HR. Muslim: 1914).
Faedah Hadits:
1. Jalan-Jalan Kebaikan itu sangat banyak, dan mudah bagi orang-orang yang dimudahkan Allah Ta'ala.
2. Balasan Surga bagi orang yang berbuat baik.
3. Memberikan kemudahan untuk orang lain, dan tidak mengganggu pengguna jalan umum.
ANTARA AHLI SEDEKAH DAN RENTERNIR
As-Saikh Prof.DR Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala.
Alhamdulillah, was sholaatu was salaamu ala Rosulillah, wa ba'du;
Dua jenis golongan manusia, yang satu adalah dipenuhi dengan keberkahan bersama masyarakatnya, membawa kebaikan untuk bangsa dan negri nya, dan sedangkan satunya adalah suatu penyakit masyarakat, kejelekan dan kejahatan yang terselubung, mereka yaitu orang-orang ahli sedekah dan renternir.
Adapun ahli sedekah, mereka memberikan hartanya dan tidak mengambil ganti dari pemberian nya, dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dari kalangan orang-orang fakir miskin dan lemah, semata-mata mencari pahala disisi Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾
"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."
(Q.S. Al - insan :9)
Adapun renternir, maka mereka lawan dari yang pertama, mengambil harta dari orang-orang yang lemah dan membutuhkan, menggunakan kesempatan dibalik kesempitan dan kefakiran, merampas harta mereka tanpa timbal-balik, penuh kezaliman, keserakahan dan melampaui batas.
Allah Ta'ala didalam Al-Kitab Al-Adhim, telah menerangkan keadaan mereka masing-masing, dan serta balasan dari perbuatan masing-masing, sehingga orang-orang yang dianugerahi taufik dan hidayah dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari nya.
Allah Ta'ala berfirman :
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Q.S. Al-Baqorah :276)
Sesungguhnya harta yang diambil dari riba,....Selengkapnya : http://rochmadsupriyadi.blogspot.co.id/2016/08/antara-ahli-sedekah-dan-renternir.html?m=1
As-Saikh Prof.DR Abdurrozak Al-Badr hafidhohullah Ta'ala.
Alhamdulillah, was sholaatu was salaamu ala Rosulillah, wa ba'du;
Dua jenis golongan manusia, yang satu adalah dipenuhi dengan keberkahan bersama masyarakatnya, membawa kebaikan untuk bangsa dan negri nya, dan sedangkan satunya adalah suatu penyakit masyarakat, kejelekan dan kejahatan yang terselubung, mereka yaitu orang-orang ahli sedekah dan renternir.
Adapun ahli sedekah, mereka memberikan hartanya dan tidak mengambil ganti dari pemberian nya, dan diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan uluran tangan dari kalangan orang-orang fakir miskin dan lemah, semata-mata mencari pahala disisi Allah Ta'ala.
Allah Ta'ala berfirman :
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَآءً وَلَا شُكُورًا ﴿٩﴾
"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih."
(Q.S. Al - insan :9)
Adapun renternir, maka mereka lawan dari yang pertama, mengambil harta dari orang-orang yang lemah dan membutuhkan, menggunakan kesempatan dibalik kesempitan dan kefakiran, merampas harta mereka tanpa timbal-balik, penuh kezaliman, keserakahan dan melampaui batas.
Allah Ta'ala didalam Al-Kitab Al-Adhim, telah menerangkan keadaan mereka masing-masing, dan serta balasan dari perbuatan masing-masing, sehingga orang-orang yang dianugerahi taufik dan hidayah dapat mengambil hikmah dan pelajaran dari nya.
Allah Ta'ala berfirman :
يَمْحَقُ ٱللَّهُ ٱلرِّبَوٰا۟ وَيُرْبِى ٱلصَّدَقَٰتِ ۗ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾
"Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Q.S. Al-Baqorah :276)
Sesungguhnya harta yang diambil dari riba,....Selengkapnya : http://rochmadsupriyadi.blogspot.co.id/2016/08/antara-ahli-sedekah-dan-renternir.html?m=1
ORANG HEBAT PALING HEBAT
Menemukan kebenaran adalah satu “kehebatan”, namun tahukah anda bahwa mengamalkan kebenaran itu lebih hebat dibanding sekedar menemukannya?
Dan tahukah anda bahwa bersabar dalam mengamalkan kebenaran itu lebih hebat dibanding sekedar orang yang mengamalkannya? Betapa banyak orang mengamalkan kebenaran namun disertai oleh keluh kesah dan rasa keterpaksaan.
Dan tahukah anda bahwa menjadikan orang lain mengetahui kebenaran hingga akhirnya turut mengamalkan kebenaran, lebih hebat dibanding orang yang hanya mampu mengamalkan kebenaran pada dirinya sendiri?
Hebat, benar hebat, akan tetapi orang yang mampu menjaga hatinya agar tetap rendah hati ketika berhasil menjadikan orang lain mengamalkan kebenaran tentu lebih hebat lagi, karena betapa banyak orang yang berhasil menjadikan orang lain mengamalkan kebenaran akhirnya membusungkan dadanya, merasa dirinya orang paling hebat, dan hobinya nyinyir orang yang dia anggap di bawahnya. Mereka merasa bahwa dirinya benar benar hebat, lupa bahwa kebenaran yang ia amalkan dan dia ajarkan sejatinya adalah karunia Allah Ta’ala bukan kehebatan dirinya.
Sobat sadarilah bahwa hidup bersama orang orang yang berpegang teguh pada kebenaran membutuhkan kebesaran jiwa sehingga tetap rendah hati dan tabah sehingga tidak dijangkiti rasa hasad dan dengki.
Inilah kesabaran para nabi dan rasul, sabar hidup bersama orang orang baik, bukan sekedar sabar menghadapi orang orang jelek atau tatkala ditimpa musibah. Sabar mengamalkan kebenaran, dan menerima saudaranya sesama orang yang mengamalkan kebenaran, tanpa ada kesombongan atau perasaan bahwa dirinya paling hebat dibanding yang lainnya.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Dan bersabarlah engkau bersama orang orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi hari di di sore hari, mereka mengharapkan keridhaan Allah, dan janganlah engkau palingkan wajahmu dari mereka karena engkau mengharapkan kehidupan dunia.” ( al kahfi 28 )
Ustadz Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى
🌐 Bbg-alilmu.com
Menemukan kebenaran adalah satu “kehebatan”, namun tahukah anda bahwa mengamalkan kebenaran itu lebih hebat dibanding sekedar menemukannya?
Dan tahukah anda bahwa bersabar dalam mengamalkan kebenaran itu lebih hebat dibanding sekedar orang yang mengamalkannya? Betapa banyak orang mengamalkan kebenaran namun disertai oleh keluh kesah dan rasa keterpaksaan.
Dan tahukah anda bahwa menjadikan orang lain mengetahui kebenaran hingga akhirnya turut mengamalkan kebenaran, lebih hebat dibanding orang yang hanya mampu mengamalkan kebenaran pada dirinya sendiri?
Hebat, benar hebat, akan tetapi orang yang mampu menjaga hatinya agar tetap rendah hati ketika berhasil menjadikan orang lain mengamalkan kebenaran tentu lebih hebat lagi, karena betapa banyak orang yang berhasil menjadikan orang lain mengamalkan kebenaran akhirnya membusungkan dadanya, merasa dirinya orang paling hebat, dan hobinya nyinyir orang yang dia anggap di bawahnya. Mereka merasa bahwa dirinya benar benar hebat, lupa bahwa kebenaran yang ia amalkan dan dia ajarkan sejatinya adalah karunia Allah Ta’ala bukan kehebatan dirinya.
Sobat sadarilah bahwa hidup bersama orang orang yang berpegang teguh pada kebenaran membutuhkan kebesaran jiwa sehingga tetap rendah hati dan tabah sehingga tidak dijangkiti rasa hasad dan dengki.
Inilah kesabaran para nabi dan rasul, sabar hidup bersama orang orang baik, bukan sekedar sabar menghadapi orang orang jelek atau tatkala ditimpa musibah. Sabar mengamalkan kebenaran, dan menerima saudaranya sesama orang yang mengamalkan kebenaran, tanpa ada kesombongan atau perasaan bahwa dirinya paling hebat dibanding yang lainnya.
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Dan bersabarlah engkau bersama orang orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi hari di di sore hari, mereka mengharapkan keridhaan Allah, dan janganlah engkau palingkan wajahmu dari mereka karena engkau mengharapkan kehidupan dunia.” ( al kahfi 28 )
Ustadz Muhammad Arifin Badri, حفظه الله تعالى
🌐 Bbg-alilmu.com
😰 *SEDIH*
Menyedihkannya ketika kita hanya ingin shalat wajib saja tanpa menyempurnakan dengan shalat Sunnah.
Contoh misal, renungkan utamanya *shalat isyroq* berikut. Betapa banyak di antara kita kurang memperhatikan shalat sunnah yang satu ini padahal suatu yang mudah untuk dikerjakan.
Shalat isyroq termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat Shubuh berjama’ah. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat Sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib 469 mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi atau shahih dilihat dari jalur lainnya)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Baca selengkapnya: https://rumaysho.com/2195-5-shalat-sunnah-yang-bisa-dirutinkan.html
*Ada kisah berikut ini yang patut jadi renungan.*
Al-Hasan bin Ash-Shalih adalah seorang yang zuhud. Ia memiliki seorang hamba sahaya. Ia lantas menjualnya pada suatu kaum. Ketika tiba tengah malam, hamba sahaya tersebut melakukan qiyamul lail (shalat malam). Lantas ia memanggil orang-orang di rumahnya saat itu, “Wahai penghuni rumah, lakukanlah shalat, lakukanlah shalat.” Mereka malah menjawab, “Apakah sudah masuk Shubuh?” Hamba sahaya ini balik bertanya, “Apakah kalian mau shalat kalau shalat wajib saja?” Mereka jawab, “Iya.” Ia pun kembali pada Al-Hasan bin Ash-Shalih sambil menangis. Lantas ia berkata pada bekas tuannya, “Kembalikan aku saja. Aku tidak mau di rumah yang hanya mau memperhatikan shalat wajib saja (tanpa mau shalat sunnah, pen.).”
Nasihat untuk kami dan kita semua yang sering lalai dari yang sunnah …
Selengkapnya: https://rumaysho.com/14158-sedih-hanya-mau-shalat-wajib-saja.html
---
@ Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, 18 Dzulqa’dah 1437 H
Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc
Menyedihkannya ketika kita hanya ingin shalat wajib saja tanpa menyempurnakan dengan shalat Sunnah.
Contoh misal, renungkan utamanya *shalat isyroq* berikut. Betapa banyak di antara kita kurang memperhatikan shalat sunnah yang satu ini padahal suatu yang mudah untuk dikerjakan.
Shalat isyroq termasuk bagian dari shalat Dhuha yang dikerjakan di awal waktu. Waktunya dimulai dari matahari setinggi tombak (15 menit setelah matahari terbit) setelah sebelumnya berdiam diri di masjid selepas shalat Shubuh berjama’ah. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat Sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.” (HR. Thobroni. Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib 469 mengatakan bahwa hadits ini shahih ligoirihi atau shahih dilihat dari jalur lainnya)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Baca selengkapnya: https://rumaysho.com/2195-5-shalat-sunnah-yang-bisa-dirutinkan.html
*Ada kisah berikut ini yang patut jadi renungan.*
Al-Hasan bin Ash-Shalih adalah seorang yang zuhud. Ia memiliki seorang hamba sahaya. Ia lantas menjualnya pada suatu kaum. Ketika tiba tengah malam, hamba sahaya tersebut melakukan qiyamul lail (shalat malam). Lantas ia memanggil orang-orang di rumahnya saat itu, “Wahai penghuni rumah, lakukanlah shalat, lakukanlah shalat.” Mereka malah menjawab, “Apakah sudah masuk Shubuh?” Hamba sahaya ini balik bertanya, “Apakah kalian mau shalat kalau shalat wajib saja?” Mereka jawab, “Iya.” Ia pun kembali pada Al-Hasan bin Ash-Shalih sambil menangis. Lantas ia berkata pada bekas tuannya, “Kembalikan aku saja. Aku tidak mau di rumah yang hanya mau memperhatikan shalat wajib saja (tanpa mau shalat sunnah, pen.).”
Nasihat untuk kami dan kita semua yang sering lalai dari yang sunnah …
Selengkapnya: https://rumaysho.com/14158-sedih-hanya-mau-shalat-wajib-saja.html
---
@ Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, 18 Dzulqa’dah 1437 H
Oleh: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, M.Sc
Rumaysho.Com
5 Shalat Sunnah yang Bisa Dirutinkan
Apa saja amalan shalat sunnah yang bisa dirutinkan? Sahabat Rumaysho, mari kita simak pembahasan ini disini. Semoga bermanfaat ya untuk Anda.
Muhammad Nuzul Dzikri:
*"Dianak-tirikan"*
Ia adalah bulan mulia...
Bulan ibadah...
Bulan yang memiliki 2 gelar:
1. Bulan haji
ALLAH ta'ala berfirman:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومات
"Musim haji jatuh pada beberapa bulan yang telah diketahui (Syawwal, Dzul Qa'dah, 10 hari pertama Dzul Hijjah)."
(Al Baqarah: 197)
2. Bulan haram
Bulan dimana *dosa* dilipatgandakan, sebagaimana *pahala* setiap tetesan keringat dan langkah kebajikan dilipatgandakan.
ALLAH ta'ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمٰوٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram/mulia (Dzul Qa'dah, Dzul hijjah, Al Muharram, dan Rajab."
(At Taubah: 36)
Namun...
Bulan ini cenderung dilupakan.
Tidak ada penyambutan dan jamuan.
Jangankan menyambut kedatangannya, banyak dari kita tidak sadar bahwa ia telah bertamu dalam kehidupan kita selama belasan hari!
Tidak terasa atmosfer ibadah.
Tidak ada upaya keras menjauh dari dosa.
Saudaraku,
Kita telah berada di bulan *Dzul Qa'dah* .
Lumbung dari pahala dan mimpi buruk bagi setiap dosa.
Maksimalkanlah...
Perlakukanlah dia dengan semestinya dan jangan sampai ia merasa "dianak-tirikan" oleh kita.
(Tafsir Ath Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah: 197 dan Surat At Taubah: 36)
✏ Ust. Muhammad Nuzul Dzikri LC
*"Dianak-tirikan"*
Ia adalah bulan mulia...
Bulan ibadah...
Bulan yang memiliki 2 gelar:
1. Bulan haji
ALLAH ta'ala berfirman:
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومات
"Musim haji jatuh pada beberapa bulan yang telah diketahui (Syawwal, Dzul Qa'dah, 10 hari pertama Dzul Hijjah)."
(Al Baqarah: 197)
2. Bulan haram
Bulan dimana *dosa* dilipatgandakan, sebagaimana *pahala* setiap tetesan keringat dan langkah kebajikan dilipatgandakan.
ALLAH ta'ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمٰوٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram/mulia (Dzul Qa'dah, Dzul hijjah, Al Muharram, dan Rajab."
(At Taubah: 36)
Namun...
Bulan ini cenderung dilupakan.
Tidak ada penyambutan dan jamuan.
Jangankan menyambut kedatangannya, banyak dari kita tidak sadar bahwa ia telah bertamu dalam kehidupan kita selama belasan hari!
Tidak terasa atmosfer ibadah.
Tidak ada upaya keras menjauh dari dosa.
Saudaraku,
Kita telah berada di bulan *Dzul Qa'dah* .
Lumbung dari pahala dan mimpi buruk bagi setiap dosa.
Maksimalkanlah...
Perlakukanlah dia dengan semestinya dan jangan sampai ia merasa "dianak-tirikan" oleh kita.
(Tafsir Ath Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah: 197 dan Surat At Taubah: 36)
✏ Ust. Muhammad Nuzul Dzikri LC
(*) KEWAJIBAN MENGIKUTI SUNNAH NABI SAMPAI MATI (*)
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
Bismillah. Mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam adalah suatu kewajiban atas setiap individu muslim dan muslimah yang senantiasa mendambakan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Yang dimaksudkan dengan Sunnah Nabi ialah petunjuk dan tuntunan apa saja yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wassalam kepada kita dengan jalan periwayatan yang shohih (valid dan otentik), baik berkaitan dengan perkara aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak & adab, maupun selainnya dari perkara-perkara agama Islam.
Diantara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan kewajiban mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam setiap urusan agama ialah sebagai berikut:
»1. Firman Allah ta’ala:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah (wahai Rasulullah): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku (ikutilah tuntunan dan petunjukku), niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali ‘Imran: 31).
● Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemberi hukum) bagi semua orang yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, padahal dia tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka orang tersebut (dianggap) berdusta dalam pengakuannya (mencintai Allah Azza wa Jalla), sampai dia mau mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan Beliau shallallahu alaihi wasallam”. Oleh karena itulah sebagian dari para ulama ada yang menamakan ayat ini sebagai “Ayatul Imtihan” (Ayat untuk menguji benar/tidaknya pengakuan cinta seseorang kepada Allah Azza wa Jalla).
»2. Dan firman-Nya pula:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim (pemutus perkara dan penetap hukum) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa: 65).
»3. Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَرِّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَى: وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat satu garis (lurus) dengan tangannya, kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut, kemudian beliau bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat), tidak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syetan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya beliau membacakan firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.’” (QS. Al-An’aam: 153).
»4. Dan diriwayatkan dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
: ” لَا يُؤْمِن أَحَدكُمْ حَتَّى يَكُون هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْت بِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yan
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
Bismillah. Mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam adalah suatu kewajiban atas setiap individu muslim dan muslimah yang senantiasa mendambakan keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Yang dimaksudkan dengan Sunnah Nabi ialah petunjuk dan tuntunan apa saja yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wassalam kepada kita dengan jalan periwayatan yang shohih (valid dan otentik), baik berkaitan dengan perkara aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak & adab, maupun selainnya dari perkara-perkara agama Islam.
Diantara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan kewajiban mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam setiap urusan agama ialah sebagai berikut:
»1. Firman Allah ta’ala:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Katakanlah (wahai Rasulullah): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku (ikutilah tuntunan dan petunjukku), niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu”, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali ‘Imran: 31).
● Imam Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata: “Ayat yang mulia ini merupakan hakim (pemberi hukum) bagi semua orang yang mengaku mencintai Allah ‘Azza wa Jalla, padahal dia tidak mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka orang tersebut (dianggap) berdusta dalam pengakuannya (mencintai Allah Azza wa Jalla), sampai dia mau mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan Beliau shallallahu alaihi wasallam”. Oleh karena itulah sebagian dari para ulama ada yang menamakan ayat ini sebagai “Ayatul Imtihan” (Ayat untuk menguji benar/tidaknya pengakuan cinta seseorang kepada Allah Azza wa Jalla).
»2. Dan firman-Nya pula:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim (pemutus perkara dan penetap hukum) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa: 65).
»3. Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Mas‘ud Radhiyallahu anhu, ia berkata:
خَطَّ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: هَذَا سَبِيْلُ اللهِ مُسْتَقِيْمًا، وَخَطَّ خُطُوْطًا عَنْ يَمِيْنِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: هذِهِ سُبُلٌ ]مُتَفَرِّقَةٌ[ لَيْسَ مِنْهَا سَبِيْلٌ إِلاَّ عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُوْ إِلَيْهِ، ثُمَّ قَرَأَ قَوْلَهُ تَعَالَى: وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah membuat satu garis (lurus) dengan tangannya, kemudian bersabda: ‘Ini jalan Allah yang lurus.’ Lalu beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut, kemudian beliau bersabda: ‘Ini adalah jalan-jalan yang bercerai-berai (sesat), tidak satupun dari jalan-jalan ini kecuali di dalamnya terdapat syetan yang menyeru kepadanya.’ Selanjutnya beliau membacakan firman Allah Azza wa Jalla: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai-berai-kan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.’” (QS. Al-An’aam: 153).
»4. Dan diriwayatkan dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
: ” لَا يُؤْمِن أَحَدكُمْ حَتَّى يَكُون هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْت بِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yan
g aku bawa.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hashim dalam kitab As-Sunnah, Al-Hakam bin Sufyan dalam kitab Al-Arba’in, dan imam An-Nawawi dalam kitab Hadits Arab’in, dan beliau menilai derajatnya Hasan Shohih).
● Al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Makna hadits ini ialah bahwa seseorang tidaklah beriman dengan iman yang sempurna sehingga hawa nafsu dan kecintaannya mengikuti apa saja yang datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, baik berupa perintah, larangan maupun selainnya. Maka, ia wajib mencintai apa yang beliau perintahkan dengannya, dan membenci apa yang beliau larang darinya. Dan di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang maknanya seperti hadits ini (seperti surat An-Nisa’ ayat 65, dan surat Al-Ahzaab ayat 36).” (Lihat kitab Jami’ul ‘Uluum Wal Hikam).
★ Adapun atsar (perkataan) para ulama as-salafus sholih dari kalangan para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya yang menunjukkan kewajiban mengikuti Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam ialah sebagai berikut:
»5. ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:
اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Hendaklah kalian mengikuti (Sunnah Nabi) dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi dengan Islam ini, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi (I/69), al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/96 no. 104), ath-Thabrani dalam Mu’jaamul Kabiir (no. 8770), dan Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah (no. 175)).
»6. Imam al-Auza’i rahimahullah (wafat tahun 157 H) mengatakan:
اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ، وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ، وَقُلْ بِمَا قَالُواْ، وَكُفَّ عَمَّا كُفُّوْا عَنْهُ، وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ الصَّالِحِ، فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسِعَهُمْ.
“Bersabarlah dirimu di atas As-Sunnah, tetaplah tegak di atasnya sebagaimana para Sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan As-Salafush Sholih, karena ia (Sunnah Nabi) akan mencukupimu sebagaimana ia telah mencukupi mereka.” (Lihat Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/174 no. 315).
»7. Imam Al-Auza’i rahimahullah juga mengatakan:
عَلَيْكَ بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ لَكَ بِالْقَوْلِ.
“Hendaklah engkau berpegang kepada atsar-atsar (riwayat/perkataan) dari para ulama generasi As-Salafush Sholih meskipun orang-orang menolaknya. Dan jauhkanlah dirimu dari pendapat orang-orang meskipun mereka menghiasi pendapatnya dengan kata-kata yang indah.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah (I/445, no. 127) dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Mukhtasharul ‘Uluww lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 138), Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071, no. 2077).
»8. Muhammad bin Sirin rahimahullah (wafat tahun 110 H) berkata:
كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: إِذَا كَانَ الرَّجُلُ عَلَى اْلأَثَرِ فَهُوَ عَلَى الطَّرِيْقِ.
“Mereka (para sahabat dan tabi’in) mengatakan: “Jika ada seseorang berada di atas atsar (Sunnah Nabi), maka sesungguhnya ia berada di atas jalan yang lurus.’” (HR. Ad-Darimi (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqatin Naajiyah (I/356, no. 242). Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah oleh al-Lalika-i (I/98 no. 109).
»9. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat tahun 241 H) berkata:
أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعِ وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلاَلَةٌ.
“Prinsip (Aqidah dan manhaj) Ahlus Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dilaksanakan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka, meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Lihat Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh al-Lalika-i (I/176, no. 317).
»10. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
اِتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلاَ يَضُرُّكَ قِلَّةُ السَّالِكِيْنَ وَإِيَّاكَ و
● Al-Hafizh Ibnu Rojab rahimahullah berkata: “Makna hadits ini ialah bahwa seseorang tidaklah beriman dengan iman yang sempurna sehingga hawa nafsu dan kecintaannya mengikuti apa saja yang datang dari Rasulullah shallallahu alaihi wassalam, baik berupa perintah, larangan maupun selainnya. Maka, ia wajib mencintai apa yang beliau perintahkan dengannya, dan membenci apa yang beliau larang darinya. Dan di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang maknanya seperti hadits ini (seperti surat An-Nisa’ ayat 65, dan surat Al-Ahzaab ayat 36).” (Lihat kitab Jami’ul ‘Uluum Wal Hikam).
★ Adapun atsar (perkataan) para ulama as-salafus sholih dari kalangan para sahabat, tabi’in dan generasi sesudahnya yang menunjukkan kewajiban mengikuti Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam ialah sebagai berikut:
»5. ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata:
اِتَّبِعُوْا وَلاَ تَبْتَدِعُوْا فَقَدْ كُفِيْتُمْ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ.
“Hendaklah kalian mengikuti (Sunnah Nabi) dan janganlah kalian berbuat bid’ah. Sungguh kalian telah dicukupi dengan Islam ini, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh ad-Darimi (I/69), al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (I/96 no. 104), ath-Thabrani dalam Mu’jaamul Kabiir (no. 8770), dan Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah (no. 175)).
»6. Imam al-Auza’i rahimahullah (wafat tahun 157 H) mengatakan:
اِصْبِرْ نَفْسَكَ عَلَى السُّنَّةِ، وَقِفْ حَيْثُ وَقَفَ الْقَوْمُ، وَقُلْ بِمَا قَالُواْ، وَكُفَّ عَمَّا كُفُّوْا عَنْهُ، وَاسْلُكْ سَبِيْلَ سَلَفِكَ الصَّالِحِ، فَإِنَّهُ يَسَعُكَ مَا وَسِعَهُمْ.
“Bersabarlah dirimu di atas As-Sunnah, tetaplah tegak di atasnya sebagaimana para Sahabat tegak di atasnya. Katakanlah sebagaimana yang mereka katakan, tahanlah dirimu dari apa-apa yang mereka menahan diri darinya. Dan ikutilah jalan As-Salafush Sholih, karena ia (Sunnah Nabi) akan mencukupimu sebagaimana ia telah mencukupi mereka.” (Lihat Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah I/174 no. 315).
»7. Imam Al-Auza’i rahimahullah juga mengatakan:
عَلَيْكَ بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ، وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ الرِّجَالِ وَإِنْ زَخْرَفُوْهُ لَكَ بِالْقَوْلِ.
“Hendaklah engkau berpegang kepada atsar-atsar (riwayat/perkataan) dari para ulama generasi As-Salafush Sholih meskipun orang-orang menolaknya. Dan jauhkanlah dirimu dari pendapat orang-orang meskipun mereka menghiasi pendapatnya dengan kata-kata yang indah.” (Diriwayatkan oleh Imam al-Ajurri dalam asy-Syarii’ah (I/445, no. 127) dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Mukhtasharul ‘Uluww lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 138), Siyar A’laamin Nubalaa’ (VII/120) dan Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi (II/1071, no. 2077).
»8. Muhammad bin Sirin rahimahullah (wafat tahun 110 H) berkata:
كَانُوْا يَقُوْلُوْنَ: إِذَا كَانَ الرَّجُلُ عَلَى اْلأَثَرِ فَهُوَ عَلَى الطَّرِيْقِ.
“Mereka (para sahabat dan tabi’in) mengatakan: “Jika ada seseorang berada di atas atsar (Sunnah Nabi), maka sesungguhnya ia berada di atas jalan yang lurus.’” (HR. Ad-Darimi (I/54), Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah ‘an Syarii’atil Firqatin Naajiyah (I/356, no. 242). Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah oleh al-Lalika-i (I/98 no. 109).
»9. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah (wafat tahun 241 H) berkata:
أُصُوْلُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاْلإِقْتِدَاءُ بِهِمْ وَتَرْكُ الْبِدَعِ وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلاَلَةٌ.
“Prinsip (Aqidah dan manhaj) Ahlus Sunnah menurut kami adalah berpegang teguh dengan apa yang dilaksanakan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum dan mengikuti jejak mereka, meninggalkan bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (Lihat Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah oleh al-Lalika-i (I/176, no. 317).
»10. Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
اِتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلاَ يَضُرُّكَ قِلَّةُ السَّالِكِيْنَ وَإِيَّاكَ و
َطُرُقَ الضَّلاَلَةِ وَلاَ تَغْتَرْ بِكَثْرَةِ الْهَالِكِيْنَ.
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk (Sunnah Nabi), tidak akan membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuh jalan tersebut. Jauhkan dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah engkau tertipu dengan banyaknya orang yang menempuh jalan kebinasaan.” (Lihat al-I’tishaam oleh imam Asy-Syathibi (I/112).
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan semoga Allah memberikan taufiq dan kemudahan kepada kita semua agar senantiasa istiqomah dalam mempelajari dan mengamalkan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam dengan ikhlas hingga akhir hayat. Amiin.
(*) Blog Dakwah Sunnah (Pesantren Islam Al-Ittiba’ Klaten – Jawa Tengah), KLIK:
https://abufawaz.wordpress.com/2015/06/08/kewajiban-mengikuti-sunnah-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam-sampai-mati/
“Ikutilah jalan-jalan petunjuk (Sunnah Nabi), tidak akan membahayakanmu sedikitnya orang yang menempuh jalan tersebut. Jauhkan dirimu dari jalan-jalan kesesatan dan janganlah engkau tertipu dengan banyaknya orang yang menempuh jalan kebinasaan.” (Lihat al-I’tishaam oleh imam Asy-Syathibi (I/112).
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat. Dan semoga Allah memberikan taufiq dan kemudahan kepada kita semua agar senantiasa istiqomah dalam mempelajari dan mengamalkan Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam dengan ikhlas hingga akhir hayat. Amiin.
(*) Blog Dakwah Sunnah (Pesantren Islam Al-Ittiba’ Klaten – Jawa Tengah), KLIK:
https://abufawaz.wordpress.com/2015/06/08/kewajiban-mengikuti-sunnah-nabi-shallallahu-alaihi-wasallam-sampai-mati/
MUHAMMAD WASITHO ABU FAWAZ
KEWAJIBAN MENGIKUTI SUNNAH NABI Shallallahu Alaihi Wasallam SAMPAI MATI
Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz Bismillah. Mengikuti dan berpegang teguh pada Sunnah Nabi shallallahu alaihi wassalam adalah suatu kewajiban atas setiap individu muslim dan muslimah yang senantias…
Muhammad Nuzul Dzikri:
*Nambah Lagi....*
Ada hal yang harus bertambah seiring dengan selalu bertambahnya usia kita, bahkan secara khusus ALLAH ta'ala berfirman kepada kekasih-Nya:
﴿١١٤﴾ ... وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا
*... dan katakanlah (wahai Muhammad): "Ya Rabb-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku."*
(Thaahaa: 114)
Jika ALLAH ta'ala meminta Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk berdoa dan berupaya agar ilmu beliau selalu bertambah, bagaimana dengan kita?
Sudahkah kita memanjatkan doa diatas?
Sudahkah kita berusaha agar ilmu kita terus bertambah, hari ini lebih banyak dari kemarin?
*Dan sudahkah ilmu yang kita miliki membuat kita "bertambah"...*
Tambah yakin kepada ALLAH,
Tambah semangat beribadah,
Tambah baik dan santun dalam bertutur dan bersikap?
Imam Syafi'i menegaskan:
*"Ilmu bukanlah teori yang anda hafal namun yang bermanfaat (diamalkan) dalam kehidupan anda.."*
(Baihaqi dalam Al Madkhal 516)
✏Ust. Muhammad Nuzul Dzikri LC
*Nambah Lagi....*
Ada hal yang harus bertambah seiring dengan selalu bertambahnya usia kita, bahkan secara khusus ALLAH ta'ala berfirman kepada kekasih-Nya:
﴿١١٤﴾ ... وَقُل رَّبِّ زِدْنِى عِلْمًا
*... dan katakanlah (wahai Muhammad): "Ya Rabb-ku, tambahkanlah ilmu kepadaku."*
(Thaahaa: 114)
Jika ALLAH ta'ala meminta Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- untuk berdoa dan berupaya agar ilmu beliau selalu bertambah, bagaimana dengan kita?
Sudahkah kita memanjatkan doa diatas?
Sudahkah kita berusaha agar ilmu kita terus bertambah, hari ini lebih banyak dari kemarin?
*Dan sudahkah ilmu yang kita miliki membuat kita "bertambah"...*
Tambah yakin kepada ALLAH,
Tambah semangat beribadah,
Tambah baik dan santun dalam bertutur dan bersikap?
Imam Syafi'i menegaskan:
*"Ilmu bukanlah teori yang anda hafal namun yang bermanfaat (diamalkan) dalam kehidupan anda.."*
(Baihaqi dalam Al Madkhal 516)
✏Ust. Muhammad Nuzul Dzikri LC