"POLITIK RASIONAL VS POLITIK SIMBOL" (Revisi)
Oleh: Dr. Adian Husaini
Kamis malam itu, karena lelah menunggu pengumuman capres-cawapres kubu Prabowo, saya tertidur. Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin sudah diumumkan. Ketika saya terbangun, tampak Prabowo sedang mengumumkan pasangan dirinya dengan Sandiaga Uno. Jujur, saat itu, saya kecewa. Karena saya berharap ada "kejutan", dan berharap ada calon wapres Prabowo dari kalangan ulama.
Tetapi, ketika saya cermati pidato Prabowo, Sandi, dan beberapa pimpinan Partai Koalisi Prabowo, saya paham, bahwa pilihan Prabowo atas Sandi adalah sebuah pilihan rasional. Prabowo fokus pada program pembangunan kedaulatan dan keadilan ekonomi. Itu gagasan dia yang sudah saya dengar sejak saya masih aktif sebagai wartawan tahun 1990-an.
Prabowo tampak konsisten, tidak berubah, baik gagasan maupun gaya bicaranya. Puluhan tahun saya tidak jumpa lagi dengan Prabowo, mungkin sejak 1998. Saya paham, mengapa Amien Rais, Sohibul Iman, Zulkifli Hasan, dan lain-lain, bisa menerima Sandi sebagai cawapresnya Prabowo. Bukan karena uang, tetapi karena Prabowo adalah sosok yang sangat cerdas dan rasional. Tidak mudah berdiskusi dengan Prabowo. Perlu modal intelektual dan referensi tinggi. Prabowo, SBY, ZA Maulani (alm), Sayyidiman, dan beberapa jenderal lainnya, dikenal sebagai sosok-sosok tentara intelektual yang hobi membaca buku. Mereka juga punya kemampuan retorika yang tinggi.
Mimpi saya, bagus sekali jika para jenderal itu kemudian mendalami ulumuddin dan bisa tampil pula sebagai ustad yang mampu khutbah Jumat. Saya sama sekali tidak merasa tersaingi sebagai khatib Jumat. Justru saya merasa sangat gembira, kalau AHY -- misalnya -- mau belajar agama dengan serius, sehingga menjadi ulama.
Seorang jenderal AD pernah bilang kepada beberapa wartawan, saya termasuk di situ, "Ini jelas-jelas batu, tapi kalau Jenderal ini (bukan Prabowo) ngomong bahwa ini emas, bisa-bisa orang percaya bahwa ini emas." Sang jenderal itu tentu sedang bermetapora. Ia hanya menggambarkan, betapa kuatnya kemampuan sang jenderal itu dalam membangun narasi.
Jadi, kembali ke pilihan Prabowo terhadap Sandi. Malam itu saya senyum-senyum sendiri. Karena saya paham dan bisa membayangkan, bagaimana cara Prabowo meyakinkan para pimpinan partai itu untuk menerima Sandi. Inilah pilihan rasional. Saya juga paham, meskipun ini masih sebatas dugaan, mengapa Prabowo tidak memilih Arifin Ilham dan AA Gym.
Jadi, pilihan terhadap Sandi adalah sebuah politik rasional. Sebaliknya, pilihan Jokowi terhadap Kyai Makruf Amin, lebih merupakan strategi politik simbol. Dan itu juga pilihan cerdas. Sebab, kubu Jokowi tidak memerlukan konsep dan strategi pembangunan ekonomi yang baru. Cukup mencitrakan bahwa pembangunan ekonominya berhasil, setidaknya perlu diberi kesempatan untuk memperbaiki apa yang kurang.
Beberapa kali saya bahas dalam acara ULASAN MEDIA RADIO DAKTA, bahwa jika mengacu kepada hasil Pilkada beberapa daerah, khususnya di Jateng, maka paduan pasangan "nasionalis" dan "tokoh Islam" terbukti sukses. Pilihan Kyai Makruf Amin juga diharapkan meredam sentimen dan citra anti-Islam dan anti-ulama yang berkembang di kalangan tokoh-tokoh dan umat Islam. Dan sejauh ini, tujuan itu cukup berhasil. Suasana Pilpres 2019 pun terasa lebih sejuk, dibandingkan dengan suasana 2014 atau Pilkada DKI terakhir.
Siapa yang akan menang? Politik Rasional atau Politik simbol? Menurut prediksi saya, faktor Sandiaga Uno menjadi unsur yang paling menentukan. Sandi punya potensi besar untuk ditampilkan sebagai "sosok ideal" generasi milenial. Ia pintar, kaya, tampan, gagah, religius, setia istri. Modal tampilan fisik ini tidak dimiliki pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Alhamdulillah, saya berkesempatan mengenal Kyai Ma'ruf dengan cukup baik. Selama 10 tahun saya pernah menjadi pengurus MUI Pusat, meskipun amat jarang bertemu dengan beliau. Ketika Kyai Ma'ruf menjadi anggota Wantimpres, seingat saya, dua kali saya diundang. Salah satunya, saya diminta presentasi mak
Oleh: Dr. Adian Husaini
Kamis malam itu, karena lelah menunggu pengumuman capres-cawapres kubu Prabowo, saya tertidur. Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin sudah diumumkan. Ketika saya terbangun, tampak Prabowo sedang mengumumkan pasangan dirinya dengan Sandiaga Uno. Jujur, saat itu, saya kecewa. Karena saya berharap ada "kejutan", dan berharap ada calon wapres Prabowo dari kalangan ulama.
Tetapi, ketika saya cermati pidato Prabowo, Sandi, dan beberapa pimpinan Partai Koalisi Prabowo, saya paham, bahwa pilihan Prabowo atas Sandi adalah sebuah pilihan rasional. Prabowo fokus pada program pembangunan kedaulatan dan keadilan ekonomi. Itu gagasan dia yang sudah saya dengar sejak saya masih aktif sebagai wartawan tahun 1990-an.
Prabowo tampak konsisten, tidak berubah, baik gagasan maupun gaya bicaranya. Puluhan tahun saya tidak jumpa lagi dengan Prabowo, mungkin sejak 1998. Saya paham, mengapa Amien Rais, Sohibul Iman, Zulkifli Hasan, dan lain-lain, bisa menerima Sandi sebagai cawapresnya Prabowo. Bukan karena uang, tetapi karena Prabowo adalah sosok yang sangat cerdas dan rasional. Tidak mudah berdiskusi dengan Prabowo. Perlu modal intelektual dan referensi tinggi. Prabowo, SBY, ZA Maulani (alm), Sayyidiman, dan beberapa jenderal lainnya, dikenal sebagai sosok-sosok tentara intelektual yang hobi membaca buku. Mereka juga punya kemampuan retorika yang tinggi.
Mimpi saya, bagus sekali jika para jenderal itu kemudian mendalami ulumuddin dan bisa tampil pula sebagai ustad yang mampu khutbah Jumat. Saya sama sekali tidak merasa tersaingi sebagai khatib Jumat. Justru saya merasa sangat gembira, kalau AHY -- misalnya -- mau belajar agama dengan serius, sehingga menjadi ulama.
Seorang jenderal AD pernah bilang kepada beberapa wartawan, saya termasuk di situ, "Ini jelas-jelas batu, tapi kalau Jenderal ini (bukan Prabowo) ngomong bahwa ini emas, bisa-bisa orang percaya bahwa ini emas." Sang jenderal itu tentu sedang bermetapora. Ia hanya menggambarkan, betapa kuatnya kemampuan sang jenderal itu dalam membangun narasi.
Jadi, kembali ke pilihan Prabowo terhadap Sandi. Malam itu saya senyum-senyum sendiri. Karena saya paham dan bisa membayangkan, bagaimana cara Prabowo meyakinkan para pimpinan partai itu untuk menerima Sandi. Inilah pilihan rasional. Saya juga paham, meskipun ini masih sebatas dugaan, mengapa Prabowo tidak memilih Arifin Ilham dan AA Gym.
Jadi, pilihan terhadap Sandi adalah sebuah politik rasional. Sebaliknya, pilihan Jokowi terhadap Kyai Makruf Amin, lebih merupakan strategi politik simbol. Dan itu juga pilihan cerdas. Sebab, kubu Jokowi tidak memerlukan konsep dan strategi pembangunan ekonomi yang baru. Cukup mencitrakan bahwa pembangunan ekonominya berhasil, setidaknya perlu diberi kesempatan untuk memperbaiki apa yang kurang.
Beberapa kali saya bahas dalam acara ULASAN MEDIA RADIO DAKTA, bahwa jika mengacu kepada hasil Pilkada beberapa daerah, khususnya di Jateng, maka paduan pasangan "nasionalis" dan "tokoh Islam" terbukti sukses. Pilihan Kyai Makruf Amin juga diharapkan meredam sentimen dan citra anti-Islam dan anti-ulama yang berkembang di kalangan tokoh-tokoh dan umat Islam. Dan sejauh ini, tujuan itu cukup berhasil. Suasana Pilpres 2019 pun terasa lebih sejuk, dibandingkan dengan suasana 2014 atau Pilkada DKI terakhir.
Siapa yang akan menang? Politik Rasional atau Politik simbol? Menurut prediksi saya, faktor Sandiaga Uno menjadi unsur yang paling menentukan. Sandi punya potensi besar untuk ditampilkan sebagai "sosok ideal" generasi milenial. Ia pintar, kaya, tampan, gagah, religius, setia istri. Modal tampilan fisik ini tidak dimiliki pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Alhamdulillah, saya berkesempatan mengenal Kyai Ma'ruf dengan cukup baik. Selama 10 tahun saya pernah menjadi pengurus MUI Pusat, meskipun amat jarang bertemu dengan beliau. Ketika Kyai Ma'ruf menjadi anggota Wantimpres, seingat saya, dua kali saya diundang. Salah satunya, saya diminta presentasi mak
alah tentang konsep Kerukunan Umat Beragama. Kyai Ma'ruf Amin adalah ulama yang mumpuni, dan juga politisi yang kenyang makan asam garam. Saya senang Kyai Ma'ruf bisa mendampingi Jokowi. Saya membayangkan, sosok Kyai Ma'ruf memang cukup disegani di kubu Jokowi.
Saya menduga, kubu Prabowo akan melakukan usaha habis-habisan untuk menampilkan sosok Sandi sebagai "model ideal generasi milenial" dan "wajah masa depan Indonesia baru". Dengan potensi yang ada pada diri Sandi, tentu ini bukan hal yang sulit. Apalagi, kubu ini diperkuat dengan kehadiran AHY. Maka, tidak heran, saat berfoto di KPU, Prabowo minta dirinya diapit oleh AHY dan Sandi Uno. Ini tampilan cerdas. Bisa dipahami, mengapa Prabowo tidak merespon celaan-celaan yang bertubi-tubi diarahkan politisi demokrat pada dirinya, seperti dikatakan sebagai Jenderal kardus dan sebagainya.
Jokowi pun tampak semakin piawani dalam memainkan kata-kata. Jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2014. Di KPU, Jokowi secara terbuka memuji Prabowo dan Sandi; menyebut mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa. Ini juga tampilan cerdas, yang menarik simpati.
Jadi, kalau begitu, siapa yang akan menang dalam Pilpres 2019? Perjalanan masih panjang. Yang jelas, tampaknya, kita akan menyaksikan kontestasi politik yang menarik. Biasanya, selama ini, politik simbol lebih mudah menarik simpati, ketimbang politik rasional. Tetapi, dua-duanya tidak bisa ditinggalkan, jika ingin memenangkan kontestasi politik.
Saya bukan pengamat politik. Saya hanya orang Pesantren yang setiap hari bertungkus-lumus dengan dunia pendidikan di pesantren. Jadi, coretan tentang Pilpres ini, jangan dianggap serius dan terlalu dipercaya.
Kalau boleh, saya juga ingin urun rembuk, bahwa menang kalah itu adalah 'Keputusan Allah'. Yang menang akan mendapatkan amanah yang sangat berat. Yang kalah, lebih ringan amanahnya.
Dalam rumus keilmuan Islam, jika mau menang, maka ikutilah rumus dari Allah. Gunakan konsep keilmuan dalam Aqaid Nasafiyah, bahwa ada 3 sumber ilmu, yaitu panca indera, akal, dan wahyu. Ketiga potensi itu harus dipadukan secara harmonis. Yang akan menang adalah yang sabar dan taqwa serta bersih jiwanya. (QS 3:123-125, juga 91:9-10).
Yang jelas, sebagai bangsa Indonesia, kita semua berharap, yang menang nanti adalah yang lebih baik, dan akan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan kebaikan (kemaslahatan) bagi rakyat dan negara Indonesia.
Tentu kita paham, bahwa saat ini bangsa kita sedang menghadapi masalah yang sangat berat dan kompleks. Maka, kita berharap, para pemimpin bangsa itu mampu merumuskan konsep pembangunan yang luar biasa hebat, yang tidak biasa-biasa saja! Dan jangan merasa mampu menyelesaikan masalah bangsa, dengan tanpa memohon pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa! Amin. (www.ponpes-attaqwa.com, 11/8/2018).
Saya menduga, kubu Prabowo akan melakukan usaha habis-habisan untuk menampilkan sosok Sandi sebagai "model ideal generasi milenial" dan "wajah masa depan Indonesia baru". Dengan potensi yang ada pada diri Sandi, tentu ini bukan hal yang sulit. Apalagi, kubu ini diperkuat dengan kehadiran AHY. Maka, tidak heran, saat berfoto di KPU, Prabowo minta dirinya diapit oleh AHY dan Sandi Uno. Ini tampilan cerdas. Bisa dipahami, mengapa Prabowo tidak merespon celaan-celaan yang bertubi-tubi diarahkan politisi demokrat pada dirinya, seperti dikatakan sebagai Jenderal kardus dan sebagainya.
Jokowi pun tampak semakin piawani dalam memainkan kata-kata. Jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2014. Di KPU, Jokowi secara terbuka memuji Prabowo dan Sandi; menyebut mereka sebagai putra-putra terbaik bangsa. Ini juga tampilan cerdas, yang menarik simpati.
Jadi, kalau begitu, siapa yang akan menang dalam Pilpres 2019? Perjalanan masih panjang. Yang jelas, tampaknya, kita akan menyaksikan kontestasi politik yang menarik. Biasanya, selama ini, politik simbol lebih mudah menarik simpati, ketimbang politik rasional. Tetapi, dua-duanya tidak bisa ditinggalkan, jika ingin memenangkan kontestasi politik.
Saya bukan pengamat politik. Saya hanya orang Pesantren yang setiap hari bertungkus-lumus dengan dunia pendidikan di pesantren. Jadi, coretan tentang Pilpres ini, jangan dianggap serius dan terlalu dipercaya.
Kalau boleh, saya juga ingin urun rembuk, bahwa menang kalah itu adalah 'Keputusan Allah'. Yang menang akan mendapatkan amanah yang sangat berat. Yang kalah, lebih ringan amanahnya.
Dalam rumus keilmuan Islam, jika mau menang, maka ikutilah rumus dari Allah. Gunakan konsep keilmuan dalam Aqaid Nasafiyah, bahwa ada 3 sumber ilmu, yaitu panca indera, akal, dan wahyu. Ketiga potensi itu harus dipadukan secara harmonis. Yang akan menang adalah yang sabar dan taqwa serta bersih jiwanya. (QS 3:123-125, juga 91:9-10).
Yang jelas, sebagai bangsa Indonesia, kita semua berharap, yang menang nanti adalah yang lebih baik, dan akan bersungguh-sungguh dalam mewujudkan kebaikan (kemaslahatan) bagi rakyat dan negara Indonesia.
Tentu kita paham, bahwa saat ini bangsa kita sedang menghadapi masalah yang sangat berat dan kompleks. Maka, kita berharap, para pemimpin bangsa itu mampu merumuskan konsep pembangunan yang luar biasa hebat, yang tidak biasa-biasa saja! Dan jangan merasa mampu menyelesaikan masalah bangsa, dengan tanpa memohon pertolongan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa! Amin. (www.ponpes-attaqwa.com, 11/8/2018).
Memilih pemimpin negara perlu hati-hati berdasarkan kriteria yang ideal sesuai panduan Islam. Tentu saja, faktor iman dan taqwa menjadi keteladanan utama. Jangan memilih pemimpin secara sembarangan, hanya karena faktor-faktor kekerabatan atau fanatisme kelompok, sehingga kualitas diabaikan.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1195715547235060&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1195715547235060&id=153825841424041
Facebook
Eko Heru Prayitno
Akhlak Bangsa Oleh: Dr. Ahmad Zein An-Najah (Ketua Majlis Fatwa Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) DR. Abdul Halim Uwais, di dalam bukunya “Sebab- Sebab Runtuhnya 33 Negara” , memaparkan sejarah...
Yang menarik tentu bukan peristiwa perampokannya, tapi kesimpulan al-Ghazzali tentang letak ilmu. Benarkah mengetahui dan pengetahuan itu ada di dalam dada?
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1197871687019446&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1197871687019446&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MENGETAHUI Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi Suatu ketika al-Ghazzali melakukan perjalanan panjang. Dalam perjalanannya itu ia membawa serta seluruh buku bacaannya. Konon di tengah jalan tiba-tiba...
Hitler membuktikan, bahwa suatu kejahatan jika dipromosikan dengan canggih, bisa meraih kemenangan. Karena itulah, kaum Muslimin diajarkan untuk melaksanakan amar makruf nahi munkar, agar kemunkaran tidak leluasa untuk menguasai pikiran dan budaya masyarakat.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1200664796740135&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1200664796740135&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
BELAJAR DARI KASUS HITLER DAN MACHIAVELLI Oleh: Dr. Adian Husaini Nama Hitler dan Machiavelli tentu tak asing lagi bagi para politisi di dunia. Dua sosok ini begitu fenomenal dalam dunia politik....
Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an
Penulis: Manna’ Al-Qaththan
Sinopsis:
Kajian tentang Al-Qur’an memerlukan banyak ragam ilmu, yang disebut sebagai Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Ulumul Qur’an merupakan disiplin ilmiah yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas, yang meliputi Ilmu Tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti Balaghah dan I’rabul Qur’an, di samping ilmu-ilmu lainnya. Di dalam kitab Al-Itqan, Imam As-Suyuthi menguraikannya hingga sebanyak 80 cabang ilmu.
Mengerti cabang-cabang ilmu tersebut dan para ahlinya sangatlah penting. Apalagi pada zaman di mana banyak umat Islam lemah pemahamannya tentang Islam, bahkan dalam hal-hal yang sangat mendasar dan aksiomatik. Tidak paham Ulumul Qur’an bisa berujung pada kesalahan dan penyimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Di sisi lain, dengan berbekal Ulumul Qur’an, seorang muslim tidak berada dalam ketakutan yang berlebihan untuk bisa dekat dan menadaburi Al-Qur’an. Yang jelas, buku ini merupakan permulaan yang tepat bagi mereka yang ingin naik jenjang; dari hanya sebatas membaca Al-Qur’an menuju kepada mempelajari dan memahami kandungannya. Buku ini juga telah teruji bertahun-tahun sebagai pegangan standar di kalangan akademisi karena kelengkapan isi dan kepakaran penulisnya.
Syekh Manna’ bin Khalil Al-Qatthan | Dilahirkan pada tahun 1925 di Syansur, Manufiyah, Mesir. Kehidupan ilmiahnya dimulai dengan tahfizh Al-Qur’an sejak kecil. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Ibtida’iyah dan Ma’had Diniyah Al-Azhar. Ketika muda turut berjihad di Palestina dua kali, yaitu pada tahun 1938 dan 1948. Selanjutnya menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ushuluddin di Kairo dan menjadi ketua asosiasi mahasiswa. Belajar kepada sejumlah ulama senior seperti Syekh Abdurrazzaq Afifi, Dr. Muhammad Al-Bahi, dan Dr. Muhammad Yusuf Musa. Kemudian pindah ke Arab Saudi untuk mengajar di berbagai ma’had (1953).
Sejak tahun 1958 menjadi dosen di Fakultas Syariah dan Fakultas Bahasa Arab di Riyadh, direktur di Ma’had Ali li Al-Qadha’ (Sekolah Tinggi Kehakiman), dan direktur Studi Pascasarjana, Universitas Al-Imam Muhammad bin Suud. Mendapat amanat sebagai pembimbing hingga 115 Judul tesis dan disertasi di tiga perguruan tinggi terkemuka, yaitu Universitas Al-Imam (Riyadh), Universitas Ummul Qura (Mekkah), dan Universitas Islam Madinah. Tidak kurang dari 22 Judul karya tulis ilmiahnya yang sudah dicetak, di antaranya yang paling terkenal adalah buku Mabahits fi Ulum Al-Qur’an. Wafat pada 19 Juli 1999 dalam usia 75 tahun dan dimakamkan di Riyadh.
---------------------------
Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an
Penulis: Manna’ Al-Qaththan
Ukuran: 17 x 24 cm
Tebal: 581 hal (Hvs 70gr)
Berat: 1,1 kg
ISBN: 978-602-7637-85-6
Harga: Rp 110.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Penulis: Manna’ Al-Qaththan
Sinopsis:
Kajian tentang Al-Qur’an memerlukan banyak ragam ilmu, yang disebut sebagai Ulumul Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an). Ulumul Qur’an merupakan disiplin ilmiah yang mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas, yang meliputi Ilmu Tafsir maupun ilmu-ilmu bahasa Arab, seperti Balaghah dan I’rabul Qur’an, di samping ilmu-ilmu lainnya. Di dalam kitab Al-Itqan, Imam As-Suyuthi menguraikannya hingga sebanyak 80 cabang ilmu.
Mengerti cabang-cabang ilmu tersebut dan para ahlinya sangatlah penting. Apalagi pada zaman di mana banyak umat Islam lemah pemahamannya tentang Islam, bahkan dalam hal-hal yang sangat mendasar dan aksiomatik. Tidak paham Ulumul Qur’an bisa berujung pada kesalahan dan penyimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Di sisi lain, dengan berbekal Ulumul Qur’an, seorang muslim tidak berada dalam ketakutan yang berlebihan untuk bisa dekat dan menadaburi Al-Qur’an. Yang jelas, buku ini merupakan permulaan yang tepat bagi mereka yang ingin naik jenjang; dari hanya sebatas membaca Al-Qur’an menuju kepada mempelajari dan memahami kandungannya. Buku ini juga telah teruji bertahun-tahun sebagai pegangan standar di kalangan akademisi karena kelengkapan isi dan kepakaran penulisnya.
Syekh Manna’ bin Khalil Al-Qatthan | Dilahirkan pada tahun 1925 di Syansur, Manufiyah, Mesir. Kehidupan ilmiahnya dimulai dengan tahfizh Al-Qur’an sejak kecil. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Ibtida’iyah dan Ma’had Diniyah Al-Azhar. Ketika muda turut berjihad di Palestina dua kali, yaitu pada tahun 1938 dan 1948. Selanjutnya menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ushuluddin di Kairo dan menjadi ketua asosiasi mahasiswa. Belajar kepada sejumlah ulama senior seperti Syekh Abdurrazzaq Afifi, Dr. Muhammad Al-Bahi, dan Dr. Muhammad Yusuf Musa. Kemudian pindah ke Arab Saudi untuk mengajar di berbagai ma’had (1953).
Sejak tahun 1958 menjadi dosen di Fakultas Syariah dan Fakultas Bahasa Arab di Riyadh, direktur di Ma’had Ali li Al-Qadha’ (Sekolah Tinggi Kehakiman), dan direktur Studi Pascasarjana, Universitas Al-Imam Muhammad bin Suud. Mendapat amanat sebagai pembimbing hingga 115 Judul tesis dan disertasi di tiga perguruan tinggi terkemuka, yaitu Universitas Al-Imam (Riyadh), Universitas Ummul Qura (Mekkah), dan Universitas Islam Madinah. Tidak kurang dari 22 Judul karya tulis ilmiahnya yang sudah dicetak, di antaranya yang paling terkenal adalah buku Mabahits fi Ulum Al-Qur’an. Wafat pada 19 Juli 1999 dalam usia 75 tahun dan dimakamkan di Riyadh.
---------------------------
Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an
Penulis: Manna’ Al-Qaththan
Ukuran: 17 x 24 cm
Tebal: 581 hal (Hvs 70gr)
Berat: 1,1 kg
ISBN: 978-602-7637-85-6
Harga: Rp 110.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
*Zuhud, Upaya Mendekatkan Diri Kepada Allah dan Meninggalkan Cinta Dunia*
Penulis: Ibnu Al Mubarak
Sinopsis:
Abdullah bin Al Mubarak atau lebih dikenal dengan Ibnul Mubarak, merupakan sosok yang dikenal sebagai pejuang sejati yang gigih memperjuangkan Islam, beliau dikenal dengan budi pekertinya yang mulia. Dalam karya tulisnya kitab Az-Zuhdu atau kitab Zuhud upaya mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan cinta dunia, menjelaskan kepada kita akhlak terpuji dan nilai-nilai moral yang luhur berlandaskan ragam hadits dan atsar Salafush Shalih agar kita bisa merenungi kembali sejauh mana pemahaman kita terhadap ajaran moral.
Hal ini sejalan dengan prediksi Nabi Muhammad ﷺ ketika menjelaskan kondisi umat Islam di akhir zaman. faktor ketidak tahuan atau kurangnya umat terhadap ajaran Islam dan minimnya penerapan nilai-nilai moral yang luhur ditengah-tengah masyarakat-lah yang menjadi penyebab utama. Oleh sebab itu, umat Islam perlu disadarkan kembali terhadap nilai-nilai moral yang luhur agar menjadi umat terbaik yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat dunia seperti misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur'. Sehingga kita kembali memiliki izzah dan menjadi umat terbaik seperti yang diharapkan.
Harga 1 set (3 Jilid Lengkap) Rp. 537.000.
Gratis ongkos kirim.
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Penulis: Ibnu Al Mubarak
Sinopsis:
Abdullah bin Al Mubarak atau lebih dikenal dengan Ibnul Mubarak, merupakan sosok yang dikenal sebagai pejuang sejati yang gigih memperjuangkan Islam, beliau dikenal dengan budi pekertinya yang mulia. Dalam karya tulisnya kitab Az-Zuhdu atau kitab Zuhud upaya mendekatkan diri kepada Allah dan meninggalkan cinta dunia, menjelaskan kepada kita akhlak terpuji dan nilai-nilai moral yang luhur berlandaskan ragam hadits dan atsar Salafush Shalih agar kita bisa merenungi kembali sejauh mana pemahaman kita terhadap ajaran moral.
Hal ini sejalan dengan prediksi Nabi Muhammad ﷺ ketika menjelaskan kondisi umat Islam di akhir zaman. faktor ketidak tahuan atau kurangnya umat terhadap ajaran Islam dan minimnya penerapan nilai-nilai moral yang luhur ditengah-tengah masyarakat-lah yang menjadi penyebab utama. Oleh sebab itu, umat Islam perlu disadarkan kembali terhadap nilai-nilai moral yang luhur agar menjadi umat terbaik yang pernah ada di tengah-tengah masyarakat dunia seperti misi yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur'. Sehingga kita kembali memiliki izzah dan menjadi umat terbaik seperti yang diharapkan.
Harga 1 set (3 Jilid Lengkap) Rp. 537.000.
Gratis ongkos kirim.
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
*Bimbingan Tahsin & Tajwid Ustmani ( Bonus CD Tutorial )*
Penulis: Ust. H. Efendi Anwar, Lc. Al-Hafizh
Harga: Rp. 50.000
Berat: 250 gr
Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran.
Penulis: Ust. H. Efendi Anwar, Lc. Al-Hafizh
Harga: Rp. 50.000
Berat: 250 gr
Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran.
Jika kita setuju bahwa cinta tanah air adalah sebagian dari iman, maka logis jika dikatakan bahwa siapapun yang korupsi dengan cara apapun seperti mempermudah kepentingan asing untuk keuntungan pribadi dan kelompok; melakukan kebijakan demi kepentingan golongan/partai/kelompok/organisasi sendiri dan mengesampingkan kepentingan golongan / partai / kelompok / organisasi orang lain setanah air; membuka keburukan orang-orang setanah air kepada orang asing, maka ia itu tergolong lemah imannya dan tidak benar-benar mencintai tanah airnya.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
“Politisi boleh bohong tapi tidak boleh salah, ilmuwan tidak boleh bohong tapi boleh salah”. Inilah sebabnya mengapa seorang profesor dan ulama tidak “mudah” mengikuti logika politik.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1078466742293275&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1078466742293275&id=153825841424041
Seorang alim ulama dengan ilmu yang luas, tidak dijamin kuat memegang amanah sebagai umara'. Buktinya Nabi menolak permintaan Abu Zar yang sangat ingin menjadi pejabat, tapi justru mempercayai Khalid bin Walid yang kurang alim menjadi panglima perang. Lagi pula, dalam al- Qur'an yang diberi janji akan dijadikan Allah pemimpin adalah orang-orang yang beriman dan beramal shaleh. Diantara makna beramal shaleh adalah bersikap amanah, adil, berakhlaq, jujur dan yang terpenting adalah tidak menginginkan jabatan. Tapi yang diberi janji Allah untuk diangkat ke derajat nya setinggi tingginya adalah mereka yang beriman dan berilmu pengetahuan luas.
Maka, sebaiknya para alim ulama yang tidak mampu memegang amanah tidak memaksakan diri atau mengkampanyekan diri jadi penguasa. Sebab jabatan itu diberi dan tidak diminta. Wallahu A'lam.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
Maka, sebaiknya para alim ulama yang tidak mampu memegang amanah tidak memaksakan diri atau mengkampanyekan diri jadi penguasa. Sebab jabatan itu diberi dan tidak diminta. Wallahu A'lam.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
Kekeliruan sebagian tokoh agama dalam politik yang menindas rakyat akhirnya memunculkan trauma masyarakat Barat terhadap peran agama dalam politik. Bahkan, kemudian muncul fenomena anti-clericalism di Eropa pada abad ke-18.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1210878819052066&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1210878819052066&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
LIBERALISASI POLITIK Oleh: Dr. Adian Husaini (Peneliti INSISTS) Politik adalah sekedar seni meraih dan mempertahankan kekuasaan, dengan segala cara. Politik harus dibebaskan dari moralitas. Yang...
*Kamus Al-Munawwir Lit-Tullab Arab-Indonesia*
Penyusun: Ahmad Warson Munawwor, Muhammad Fairuz
Edisi khusus Santri/Pelajar & Umum
Mini tapi padat dan kaya Kosa kata Pilihan. Mengungguli kamus-kamus yang ada sejenis
● Kamus ini adalah ringkasan dari kamus Munawwir (Arab-Indonesia) Terlengkap
● Disusun khusus sesuai kebutuhan para Santri/Pelajar dan Umum
● Dilengkapi pula dengan ilmu Shorof Dasar
Harga: Rp. 79.000
XVIII + 638 Halaman
15.5 x 23.5 Hc
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Penyusun: Ahmad Warson Munawwor, Muhammad Fairuz
Edisi khusus Santri/Pelajar & Umum
Mini tapi padat dan kaya Kosa kata Pilihan. Mengungguli kamus-kamus yang ada sejenis
● Kamus ini adalah ringkasan dari kamus Munawwir (Arab-Indonesia) Terlengkap
● Disusun khusus sesuai kebutuhan para Santri/Pelajar dan Umum
● Dilengkapi pula dengan ilmu Shorof Dasar
Harga: Rp. 79.000
XVIII + 638 Halaman
15.5 x 23.5 Hc
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...