MUSTANIR ONLINE
3.18K subscribers
865 photos
163 videos
56 files
900 links
Sharing audio, tulisan karya Dr Adian Husaini, Dr Hamid Fahmy Zarkasyi serta pemikir muslim kontemporer lainnya.
Download Telegram
Peket buku:
- Tashrif Kilat
- Nahwu Kilat

Dengan pelajaran intensif, buku nahwu kilat dan tashrif, atas izin Allah telah mampu mengantarkan para santri bisa membaca kitab gundul hanya dalam waktu 4-6 bulan.

Panduan antara teori dan praktik RINGKAS & JELAS
Program 6 bulan baca kitab gundul
Dilengkapi:
● Makna huruf yang sering digunakan dalam kalimat
● Tarkib kalimat-kalimat unik
-----------------------
1 paket berisi 2 buku seperti gambar.
Harga: Rp. 116.000
Berat: 600 gram.

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
Fiqih ASN (Aparatur Sipil Negara) Dan Karyawan
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits

Menjalankan amanah hakekatnya melaksanakan perintah Allah. Sehingga bagi karyawan muslim, menunaikan amanah termasuk ibadah. Namun sangat disayangkan, ada banyak pelanggaran di dunia kerja. Termasuk yang dilakukan para aparat negara.

Bagi mereka yang sadar akhirat, umumnya lebih mudah untuk dikembalikan kepada aturan syariat. Karena dia yakin, dirinya akan dihisab di hari kiamat.

Buku Fiqih ASN & Karyawan hadir dalam rangka untuk memandu para pegawai dan karyawan. Baik aparat negara maupun karyawan swasta. Ada 4 bahasan utama dalam buku ini:
1. Motivasi untuk mengingat hisab di akhirat.
2. Penjelasan aneka pelanggaran di dunia kerja dan solusinya.
3. Beberapa kaidah seputar karyawan yang ideal.
4. Beberapa aturan fiqh di dunia kerja.

Semoga buku ini memberi manfaat bagi umat dan negara.
-------------------------------------
Fiqih ASN (Aparatur Sipil Negara) Dan Karyawan
Penulis: Ustadz Ammi Nur Baits
Tebal: 319 halaman
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Sampul: Soft Cover
Harga: 94.000,-

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
Perlukah Ada Istilah Islam Moderat?
Oleh: Dr. Adian Husaini

Dalam berbagai kesempatan, beberapa kali muncul pertanyaan, bagaimana sikap kita terhadap pemunculan istilah “Islam Moderat” dan bagaimana kita menyikapinya? Untuk menjawabnya, marilah kita simak apa makna “moderat”.

Istilah “moderat” (moderate) berasal dari bahasa Latin ‘moderare‘ yang artinya “mengurangi atau mengontrol”. Kamus The American Heritage Dictionary of the English Language mendefinisikan moderate sebagai: (1) not excessive or extreme (2) temperate (3) average; mediocre (4) opposed to radical views or measures.

Sementara itu, sebagai satu sistem ajaran dan nilai, sepanjang sejarahnya, Islam tidak menafikan kemungkinan mengambil istilah-istilah asing untuk diadopsi menjadi istilah baru dalam khazanah Islam. Tetapi, istilah baru itu harus benar-benar diberi makna baru, yang sesuai dengan Islam. Istilah itu tidak dibiarkan liar, seperti maknanya yang asli dalam agama atau peradaban lain.

Kita sudah banyak mengambil istilah baru dalam kosa kata keilmuan Islam, seperti istilah “agama”, “pahala”, “dosa”, “sorga”, “neraka”, yang berasal dari tradisi Hindu. Tetapi, semua istilah itu diberi makna baru, sesuai dengan konsep Islam.

Dari peradaban Barat, kita mengambil banyak istilah, seperti istilah “worldview”, “ideologi”, “konsep”, “studi”, dan sebagainya. Semua istilah asing bisa diadopsi, asalkan sudah mengalami proses adapsi (penyesuaian makna) dengan makna di dalam Islam, sehingga tidak menimbulkan kekacauan makna.

Bagaimana dengan istilah “moderat”? Jika “moderat” dimaknai sebagai “wastahiyah”, maka sifat wasathiyah, sejatinya adalah karakter ajaran Islam itu sendiri. Istilah wasathiyah, menurut Dr. Muhammad Imarah, termasuk yang sering disalahartikan.

Dalam bukunya, Ma’rakah al-Mushthalahat bayna al-Gharb wa al-Islam (Di Indonesiakan oleh Musthalah Maufur MA dengan judul “Perang Terminologi Islam versus Barat”, Imarah menjelaskan dengan cukup panjang lebar makna konsep “al-wasathiyah” di dalam Islam. Istilah al-wasathiyah dalam pengertian Islam mencerminkan karakter dan jatidiri yang khusus dimiliki oleh manhaj Islam dalam pemikiran dan kehidupan; dalam pandangan, pelaksanaan, dan penerapannya.

Di dalam istilah ini, tercermin karakter dasar Islam yang terpenting yang membedakan manhaj Islam dari metodologi-metodologi yang ada pada paham-paham, aliran-aliran, serta falsafah lain. Sikap wasathiyah Islam adalah satu sikap penolakan terhadap ekstremitas dalam bentuk kezaliman dan kebathilan. Ia tidak lain merupakan cerminan dari fithrah asli manusia yang suci yang belum tercemar pengaruh-pengaruh negatif.

Allah berfirman (yang artinya): “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas manusia.” (QS al-Baqarah:143).

Umat yang adil dan umat pilihan adalah ‘ummatan wasatha’ (umat pertengahan);  umat yang tidak ekstrim. Untuk saat ini, terjemahan “umat pertengahan” atau “umat yang adil dan pilihan” mungkin lebih tepat dari pada umat moderat, mengingat banyaknya kerancuan dalam istilah moderat yang digunakan oleh Barat dan kaum sekular-liberal saat ini.

Menjelaskan tentang makna ayat 143 surat al-Baqarah tersebut, dalam Tafsir al-Azhar, Prof. Hamka menyatakan, bahwa kehadiran Nabi Muhammad saw dan umat Islam adalah untuk menjadi jalan tengah bagi ekstrimitas dua komunitas Yahudi dan Kristen; umat Yahudi yang lebih condong kepada urusan dunia semata dan umat Nasrani yang condong kepada kehidupan kerohanian semata, dengan memencilkan diri di biara-biara dan tidak kawin.

Kata Buya Hamka: “Bangkitnya Nabi Muhammmad ﷺ di padang pasir Arabia itu, adalah membawa ajaran bagi membangunkan ummatan wasathan, suatu ummat yang menempuh jalan tengah, menerima hidup di dalam kenyataannya. Percaya kepada akhirat lalu beramal di dalam dunia ini. Mencari kekayaan untuk membela keadilan, mementingkan kesihatan rohani dan jasmani, karena kesihatan yang satu bertalian dengan yang lain. Menentingkan kecerdasan fikiran, tetapi dengan menguatkan ibadat untuk menghaluskan perasaan.
Mencari kekayaan sebanyak-banyaknya, karena kekayaan adalah alat untuk berbuat baik. Menjadi khalifah Allah di atas bumi, untuk bekal menuju akhirat. Karena kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Selama ummat ini masih menempuh shiratal mustaqim, jalan yang lurus, selama itu pula mereka akan tetap menjadi ummat jalan tengah.”

Dengan posisi sebagai ummatan wasathan itu, maka umat Islam akan menjadi saksi atas umat yang lain. Kata Buya Hamka lagi: “Umat Muhammad menjadi ummat tengah dan menjadi saksi untuk ummat yang lain, dan Nabi Muhammad saw menjadi saksi pula atas ummatnya itu, adakah mereka jalankan pula tugas yang berat tetapi suci ini dengan baik?”

Itulah makna “ummatan wasathan”, umat pertengahan, umat yang adil, umat yang menjadi saksi atas ummat yang lain, dengan menyampaikan risalah Islam kepada seluruh umat manusia. Dengan pandangan dan sikap ‘wasatha’, setiap Muslim dilarang melakukan tindakan ‘tatharruf’ atau ekstrim dalam menjalankan ajaran agama.  Umat Islam merupakan umat penyeimbang dari umat umat-umat agama lain. Umat Islam mampu menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat, tidak terlalu materialis duniawi, seperti kaum Yahudi atau meninggalkan kehidupan dunia seperti berbagai pemeluk agama lainnya. Umat Islam menyeimbangkan antara aspek jasmani dan ruhani. Itulah makna umat wasathan, umat pertengahan.
*

Itulah makna “ummatan wasatha”. Yakni, umat yang adil, menghindari ekstrimisme, dan selalu berpihak kepada kebenaran. Karena itu, konsep ‘al-wasathiyyah’ dalam Islam bukan berarti sikap yang tidak memiliki pendirian untuk menentukan mana yang haq dan mana yang bathil. Al-Wasathiyyah juga tidak bermakna sikap ‘plin-plan’, dengan mengorbankan kebenaran demi untuk mencapai tujuan keduniawian.

Karena itu, sebenarnya tidak diperlukan istilah “Islam moderat”. Sebab, pada hekikatnya, ajaran Islam itu sudah “moderat” dalam arti ajaran-ajaran Islam adalah ajaran yang adil, yang tidak terjebak dalam kutub-kutub ekstrimisme (ghuluw/tatharruf). Jadi, setiap muslim yang menjalankan ajaran-ajaran agamanya – sesuai dengan syariat dan dipandu adab – maka insyaAllah, ia sudah menjadi muslim yang baik.

Ketika itulah, ia menjadi muslim yang beriman dan berakhlak mulia, serta memberikan manfaat kepada sesama. Maka, secara otomatis ia juga seorang yang moderat; tanpa perlu disebut, bahwa ia menganut paham “Islam moderat”. Sebab, Islam itu sudah moderat! Wallahu A’lam bish-shawab./Depok, 25 Agustus 2021.

----------------------
Disadur dari: hidayatullah.com
THE UNTOLD ISLAMIC HISTORY
Sejarah Islam yang Belum Terungkap
Penulis: Edgar Hamas

• Apa yang terjadi di dunia sebelum diutusnya Nabi Muhammad? Dan kerajaan apa yang paling berkuasa saat itu?
• Apa rahasia dan hikmah dipilihnya Jazirah Arab sebagai tempat diutusnya nabi akhir zaman? mengapa bukan dari bagian dunia yang lain?
• Siapa yang pertama kali membangun Kota Makkah? Apa yang membuat beliau istimewa dan mengapa sejarah wanita dalam Islam begitu indah?
• Siapakah generasi sahabat? Apa rahasia yang membuat mereka menjadi generasi terbaik dalam sejarah peradaban manusia?
• Mengapa Abu Bakar menjadi figur istimewa bagi Rasulullah? Dan apakah rahasia yang membuat Abu Bakar sukses mengislamkan banyak sahabat besar lainnya?
• Siapakah Deliler? Mengapa mereka menjadi pasukan khusus Turki Utsmani yang legendaris dan disegani musuh?
• Siapakah tokoh pembebas Asia Selatan yang lebih muda usianya dari Muhammad Al Fatih ketika membebaskan Konstantinopel?
• Apa perang laut pertama yang dihadapi Kaum Muslimin? Bagaimana mereka memenangkan perang itu dengan teknik yang jenius?
• Apakah pernah ada negeri muslim yang berdiri dekat dengan Italia? Apa yang membuat ia menjadi sumber peradaban bagi Eropa selain Andalusia?

Temukan jawabannya di buku ini!
-----------------------------------------
THE UNTOLD ISLAMIC HISTORY
Penulis: Edgar Hamas
• Sampul: Hard Cover
• Ukuran: 15 x 21 Cm
• Isi: Kertas Artpaper Full Colour 258 halamam
• Berat: 600 gram
Harga: Rp. 155.000,-

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
RASIONAL TANPA MENJADI LIBERAL: Menjawab Tantangan Liberalisasi Pemikiran Islam
Penulis: Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi Dkk.

Kalangan akademisi sekuler menuduh para cendekiawan Muslim yang tidak sependapat dengan ide liberal sebagai menyucikan pemikiran keagamaan (taqdīs al-afkār ad-dīnī). Padahal pada saat yang sama, mereka sendiri mengimpor pemikiran Barat tanpa proses keilmuan memadai, menganggapnya tanpa cacat, bahkan pada level tertentu: menyucikannya (!) Sehingga tidak berlebihan jika kita juga menyebut mereka sebagai menyucikan pemikiran Barat (taqdīs al-afkār al-gharbī). Mereka ‘merayakan’ liberalisasi sebagai jalan menuju kemerdekaan berfikir, menjadi insan rasional, modern, dan maju sekaligus menuding agama (baca: Islam) sebagai biang kemunduran.

Sebagian kalangan menyindir gerakan ini sebagai pubertas intelektual. Sebagian yang lain menganggapnya sebagai gerakan pembaharuan pemikiran (tajdīd). Namun, dengan pikiran jernih akan mudah ditangkap kesan bahwa gerakan pemikiran ini lebih cenderung kepada gerakan sosial-politik ketimbang wacana keilmuan biasa. Kritik mereka terhadap para sahabat Nabi Saw., ulama, sejarah Islam, tradisi, aqidah, hukum-hukum syariah yang baku, al-Qur'an mushaf Utsmani, dan ilmu Tafsirnya sangat tinggi, mengindikasikan sebuah kemarahan dan kebencian yang tidak wajar. Semangat para akademisi di perguruan tinggi Islam untuk mengkaji pemikiran Barat juga mengalahkan antusiasme mengkaji tradisi pemikiran Islam. Metodologi Barat pun secara semena-mena (tanpa daya kritis) digunakan sebagai pisau bedah untuk menganalisa dan menafsir ulang naṣṣ-naṣṣ sumber syariat dan keilmuan Islam. Alih-alih mengangkat harkat dan martabat umat, liberalisasi pemikiran Islam malah berdampak pada semakin bertambahnya jarak antara kaum Muslimin dengan sumber agamanya sendiri dan tergerusnya rasa hormat kepada otoritas keilmuan Islam.

Jika dikatakan bahwa menjadi Muslim yang rasional menjadi alasan untuk menerima liberalisme dan menepikan agama (baca: Islam) sebagai salah satu sumber kebenaran. Maka, haruskah demikian?
---------------------------------
RASIONAL TANPA MENJADI LIBERAL: Menjawab Tantangan Liberalisasi Pemikiran Islam
Penulis: Prof. Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi Dkk.
Sampul: Hard cover
Ukuran; 14,5 x 21,5 cm
Isi: 408 halaman
Berat: 600 gr.
Harga: Rp. 135.000,-

==== BUKU PRE-ORDER. INSYAALLAH PENGIRIMAN MULAI 20 OKTOBER 2021=====
Daftar isi silahkan lihat di kolom komentar.

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
THE HISTORY OF HADITH
Historiografi Hadits Nabi dari Masa ke Masa
Penulis: Prof. Muhammad Abu Zahn

Dalam agama Islam, Hadits merupakan pilar kedua setelah Al-Qur'an. Keduanya merupakan cahaya petunjuk yang mengantarkan terwujudnya kemaslahatan hidup, baik di dunia dan akhirat. Pada masa Rasulullah, Hadits belum ditulis. Bahkan Rasulullah sendiri melarang sahabat menulis Hadits, karena khawatir akan bercampur dengan catatan Al-Qur'an. Tak ayal, Hadits pada masa ini hanya berada dalam benak dan hafalan para sahabat. Sekalipun ada persoalan yang muncul langsung diserahkan kepada Rasulullah.

Setelah Rasulullah wafat (tahun 11 H/ 632 M), seiring dengan meluasnya wilayah dakwah Islamiyah mulai timbul masalah-masalah baru yang tidak diketemukan jawabannya dalam Al-Qur'an. Di sinilah keberadaan Hadits sebagai penjelas menjadi penting. Sejak saat itu, para ulama mulai peduli mengumpulkan Hadits dari para sahabat yang jumlahnya semakin berkurang.

Geliat pengumpulan dan pembukuan Hadits semakin berkembang setelah masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (99 H). Sayangnya, akibat perebutan kekuasaan dan politik di antara umat Islam, lahirnya paham-paham keagamaan dan batas dendam kelompok Zindiq, bertebaranlah cerita-cerita Israiliyyat dan hadits-hadits palsu yang penuh fitnah. Hingga datang masa melemahnya daulah Islamiyah, yakni masa mulai bermunculannya orang-orang yang sengaja meremehkan kemuliaan Hadits.
----------------------------------------
The History Of Hadith
Penulis: Prof. Muhammad Abu Zahn
Ukuran : 18 x 25,5 cm
Isi: 422 Halaman
Berat: 800 gr
Sampul: Hard Cover
Harga: Rp. 115.000,-

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
TENANGKAN PIKIRAN & HATIMU SETIAP SAAT DENGAN PETUAH-PETUAH BIJAK
Penulis: Imam Hasan al-Bashri ra., Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Hiduplah semaumu, tetapi sesungguhnya engkau akan mati.
Cintailah siapa saja yang engkau mau, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya.
Lakukanlah apa saja yang engkau mau, tetapi sesungguhnya engkau akan mendapatkan balasannya.
—IMAM Al-GHAZALI

Petuah bijak Imam al-Ghazali ini merupakan salah satu dari ribuan nasihat-nasihat yang bisa Anda dapatkan di buku ini. Disusun oleh Shalih Ahmad asy-Syami, buku 3 in 1 ini menghadirkan nasihat-nasihat penting tiga ulama besar Islam sepanjang masa (Imam Hasan al-Bashri ra., Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani).

Membaca buku yang inspiratif ini bisa dikatakan seperti meneguk air kebahagiaan dari tiga telaga ilmu yang menenangkan pikiran dan hati kita setiap saat. Sekarang atau nanti, untaian nasihat penting dan petuah-petuah bijak dalam buku ini akan sayang bila sampai tak tersentuh oleh cahaya mata kita.
---------------------------------------
TENANGKAN PIKIRAN & HATIMU SETIAP SAAT DENGAN PETUAH-PETUAH BIJAK
Penulis: Imam Hasan al-Bashri ra., Imam al-Ghazali dan Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 396 hal aman
Sampul: Hard cover
Harga: Rp. 125.000,-

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
KITAB FATHUR RABBANI: KUNCI-KUNCI PEMBUKA RAHASIA ILAHI
Penulis: Syekh Abdul Qadir al-Jailani

Agar hati seorang salik terbuka dan mampu menerima cahaya Allah, wajib baginya mengerti
cara membukanya. Kitab ini merupakan kunci untuk membuka hati yang terbelenggu oleh
gemerlap dunia yang fana, supaya terbuka lebar sehingga mampu menerima cahaya kebenaran
Allah swt.

Kitab ini ditulis semata-mata untuk mencari keridhaan Allah, sebagai upaya meluaskan sanubari
kaum muslimin. Sesuai dengan keinginan pengarangnya, kitab ini diharap mampu memberi
embun penyejuk bagi setiap jiwa, menyucikan hati dan perilaku manusia, serta menafikan
keberadaan entitas selain Allah swt. pada hati setiap hamba.

Al-‘Allâmah Syekh Abdul Qadir al-Jailani merupakan seorang wali yang telah wushûl kepada
Allah swt. Namanya abadi sebagai jalan yang wajib dilalui para salik untuk sampai kepada
Tuhannya, jalan itu bernama tarekat Qadiriyah. Sebuah tarekat yang menyebar luas di seluruh
dunia dan memiliki banyak pengikut.
Beliau adalah seorang wali Allah yang sangat disegani di kalangan umat Islam sedunia. Banyak
karya yang telah ditulis semasa hidupnya, mulai dari kitab tasawuf hingga fikih. Kitab ini
merupakan salah satu dari sekian banyak karyanya. Di dalamnya dibahas cara mendekatkan diri
kepada Allah dengan sepenuh hati.

Kelebihan Buku
1. Dengan membaca kitab ini, kita mendapat cara termudah memahami ajaran Syekh
2. Disampaikan menggunakan bahasa lisan
3. Lengkap dengan contoh dan penerapan
4. Penulisnya adalah seorang sufi yang intelek, menguasai banyak bidang ilmu
5. Disertai contoh kasus dan solusi
----------------------------------------
KITAB FATHUR RABBANI
KUNCI-KUNCI PEMBUKA RAHASIA ILAHI
Penulis: Syekh Abdul Qadir al-Jailani
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 660 halaman
Berat: 900 gr.
Cetakan: 2021
ISBN: 9786237327516
Sampul: Hard Cover
Harga: Rp. 179.000,-

Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997

Syukran.
HUMANISME
Oleh: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi

Saya punya pengalaman menarik, waktu itu dalam suatu acara bersama para wali murid sekolah anak saya di kawasan Aston Birmingham tahun 1998. Setelah kenalan dengan saya salah seorang ibu-ibu bertanya “Anda belajar apa?” saya jawab “Theology”. Ups if you want to have a friend don’t talk about religion and politic” katanya.

Mendengar theology ia seperti terkejut dan menjadi tidak bersahabat lalu meninggalkan saya. Lama saya termangu dan bertanya-tanya. Ada apa dengan agama? Mengapa agama tidak jadi alat persahabatan? Saya terus memendam pertanyaan itu selama saya di Inggris.

Kini saya baru mengerti. Sensus tahun 2001 di Inggris menunjukkan sedikitnya 15.5% penduduknya tidak beragama. Survei Kementerian Dalam Negeri Inggris tahun 2004 menyatakan 22% penduduknya tidak percaya pada agama. Survei yang lain menunjukkan 30-40% penduduk Inggris mengaku ateis dan agnostik, dan 65% nya pemuda.

Polling Ipsos MORI bulan November 2006 membuktikan 36% penduduk Inggris menganut paham humanisme dalam soal moralitas. Itulah sebabnya mengapa di Inggris orang lebih banyak konsultasi ke the British Humanist Association daripada ke pastur di gereja. Ibu-ibu wali murid itu mungkin seorang humanis.

Humanisme ternyata seumur peradaban Barat. Istilah humanisme tercipta tahun 1808. Aslinya bahasa Italia umanista, yang berarti guru atau murid sastra klasik. Tapi cikal bakalnya dapat dilacak dari Yunani kuno, Romawi dan Renaissance abad ke 14. Semangat mengkaji filsafat, seni, sastra klasik sangat tinggi. Keyakinan mereka pada kekuatan individu dan kemampuan manusia untuk menentukan kebenaran cukup kuat.

Lucunya, paham yang mencibir agama itu datang dari dalam agama. Adalah kardinal Pelagius (354-420) yang mulai berwacana bahwa manusia punya kapasitas untuk berkembang sendiri tanpa Tuhan. Bisa tahu baik buruk dengan akalnya.

Mula-mula Jerome dan St. Augustine yang mengkritik. Tapi ketika Pelagius tidak percaya pada doktrin dosa warisan (original sin) dan menolak doktrin predestinasi Calvinisme ia dianggap melawan gereja. Roma dan the Council of Orange tahun 529 akhirnya men“fatwa”kan ide Pelagius itu sesat. Tapi waktu itu belum ada kelompok liberal yang membela Pelagius dan men”tolol”kan petinggi Roma, seperti liberal disini yang men”tolol”kan MUI.

Anehnya, meski difatwa sesat wacana Pelagius terus menghiasi perjalanan sejarah Katholik abad pertengahan, mengiringi dendang Humanisme Renaissance, dan memotivasi Liberalisme modern. Protestan yang kata Weber memendam jiwa kapitalisme itu langsung bersahabat dengan humanisme. Sebab worldview humanisme, Protestan dan kapitalisme sejalan.

Perkawinan Kristen dan humanisme seperti tidak tertahankan lagi. Humanisme Kristen (Christian Humanism) akhirnya lahir, tapi seperti ada kelainan genetik. Teologinya dirubah menjadi berorientasi kemanusiaan. Anak cucu Pelagius pun bermunculan.

Teolog Belanda Erasmus, pengarang Inggris dan juga penganut Katholik Roma Thomas More, penulis Perancis Francois Rabelais, sastrawan dan cendekiawan Itali Francesco Petrarch and Giovanni Pico della Mirandola adalah humanis Kristen tulen.

Zaman pencerahan dan rasionalisme di abad ke 18 serta kebebasan berpikir abad ke 19 telah memoles humanisme menjadi berwajah modern. Pergumulan antara agama, modernisme dan humanisme terus berlangsung. Awalnya humanisme berteduh di rumah agama. Tapi kemudian meninggalkan dan memaki agama.

Di Inggris perkawinan humanisme dan agama awalnya masih bisa dipertahankan. Organisasi humanisme paling awal bernama Humanistic Religious Association didirikan di London tahun 1853. Namun, ketika buah perkawinan itu membesar di zaman pencerahan dan rasionalisme di abad ke 18 dan 19, ia berwajah modernis dan meninggalkan agama.

Perkumpulan humanis bernama the British Humanist Association tidak lagi memakai sifat “religious”. Claire Raynes, wakil Presidennya, mengaku seperti pindah rumah ketika bergabung dengan organisasi Humanisme itu. Alasannya, dalam humanisme tidak ada intimidasi seperti dalam agama.