RINGKASAN KITAB AL-UMM
Penulis: Imam Al-Muzani
Imam Syafi’i adalah orang pertama yang memunculkan gagasan serta ide cemerlang untuk menuliskan kaidah mengenai hukum Islam yang dituangkan secara sistematis ke dalam sebuah karya tulis yang diberi judul al-Umm.
Mukhtashar al-Muzani adalah sebuah kitab fiqih ringkas yang populer di kalangan mazhab asy-Syafi’i. Kitab ini buah pena al-Imam al-Muzani, salah seorang murid tersohor Imam asy-Syafi’i. Dikenal sebagai pakar fiqih, ahli debat, tokoh kaum zuhud, dan ahli ibadah. Nama lengkapnya adalah Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin Isma’il bin Amru bin Muslim al-Muzani. Sosoknya, secara umum, mewakili pendapat dan ijtihad gurunya dalam berbagai permasalahan fiqih.
Karya ini merupakan rangkuman atau ikhtisar kitab al-Umm karya Imam asy-Syafi’i. Di dalamnya juga dinukil berbagai pendapat sang imam yang disampaikan secara lisan di majelis ilmu, yang didengar langsung oleh Penulis. Karena itulah, pantaslah jika Mukhtashar al-Muzani ini menjadi rujukan terpenting kedua setelah kitab karya pendiri mazhab asy-Syafi’i tersebut.
Buku Al-Umm merupakan buku fikih Imam Syafi’i yang memuat kaidah dalam menentukan hukum-hukum islam, untuk memudahkan seorang hamba di dalam mengetahui rambu-rambu yang telah ditetapkan Allah swt. Upaya pembukuan ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan ini mulai berlangsung pada masa Harun al-Rasyid (145 H -193 H), dan puncaknya pada masa Al Ma’mun(170H 218 H).
Kitab Al-‘Umm merupakan fase awal perkembangan ilmu hadits menjadi ushul Fikih sebagai suatu disiplin ilmu. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi kalangan ahli fikh Syafi’iyyah dalam menyusun karya-karya mereka hingga saat ini. Buku ini dirangkum agar memudahkan para pembaca awam tentang gambaran fikih metodologi Imam Syafi’i.
Popularitas kitab ini terbukti, pada masanya ia cepat menyebar ke seluruh negeri muslimin. Para ulama pun menyambutnya dengan antusias, maka bermunculanlah syarahnya. Sampai dikatakan, para gadis pun tak ketinggalan menyertakan kitab Mukhtashar al-Muzani sebagai bekal perjalanan mereka. Demikian yang diutarakan Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya, Siyar A’lamin Nubala'.
------------------------
RINGKASAN KITAB AL-UMM
Penulis: Imam Al-Muzani
Pentakhrij: Mahmud Mathraji
Ukuran: 17,5 x 24,5 cm
1 set berisi 2 jilid.
Tebal:
Jilid 1: 722 Halaman
Jilid 2: 720 Halaman
Berat: 2,2 Kg
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 320.000,-/set berisi 2 jilid.
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Imam Al-Muzani
Imam Syafi’i adalah orang pertama yang memunculkan gagasan serta ide cemerlang untuk menuliskan kaidah mengenai hukum Islam yang dituangkan secara sistematis ke dalam sebuah karya tulis yang diberi judul al-Umm.
Mukhtashar al-Muzani adalah sebuah kitab fiqih ringkas yang populer di kalangan mazhab asy-Syafi’i. Kitab ini buah pena al-Imam al-Muzani, salah seorang murid tersohor Imam asy-Syafi’i. Dikenal sebagai pakar fiqih, ahli debat, tokoh kaum zuhud, dan ahli ibadah. Nama lengkapnya adalah Abu Ibrahim Isma’il bin Yahya bin Isma’il bin Amru bin Muslim al-Muzani. Sosoknya, secara umum, mewakili pendapat dan ijtihad gurunya dalam berbagai permasalahan fiqih.
Karya ini merupakan rangkuman atau ikhtisar kitab al-Umm karya Imam asy-Syafi’i. Di dalamnya juga dinukil berbagai pendapat sang imam yang disampaikan secara lisan di majelis ilmu, yang didengar langsung oleh Penulis. Karena itulah, pantaslah jika Mukhtashar al-Muzani ini menjadi rujukan terpenting kedua setelah kitab karya pendiri mazhab asy-Syafi’i tersebut.
Buku Al-Umm merupakan buku fikih Imam Syafi’i yang memuat kaidah dalam menentukan hukum-hukum islam, untuk memudahkan seorang hamba di dalam mengetahui rambu-rambu yang telah ditetapkan Allah swt. Upaya pembukuan ini sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan keislaman saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan ini mulai berlangsung pada masa Harun al-Rasyid (145 H -193 H), dan puncaknya pada masa Al Ma’mun(170H 218 H).
Kitab Al-‘Umm merupakan fase awal perkembangan ilmu hadits menjadi ushul Fikih sebagai suatu disiplin ilmu. Kitab ini menjadi rujukan utama bagi kalangan ahli fikh Syafi’iyyah dalam menyusun karya-karya mereka hingga saat ini. Buku ini dirangkum agar memudahkan para pembaca awam tentang gambaran fikih metodologi Imam Syafi’i.
Popularitas kitab ini terbukti, pada masanya ia cepat menyebar ke seluruh negeri muslimin. Para ulama pun menyambutnya dengan antusias, maka bermunculanlah syarahnya. Sampai dikatakan, para gadis pun tak ketinggalan menyertakan kitab Mukhtashar al-Muzani sebagai bekal perjalanan mereka. Demikian yang diutarakan Imam adz-Dzahabi dalam kitabnya, Siyar A’lamin Nubala'.
------------------------
RINGKASAN KITAB AL-UMM
Penulis: Imam Al-Muzani
Pentakhrij: Mahmud Mathraji
Ukuran: 17,5 x 24,5 cm
1 set berisi 2 jilid.
Tebal:
Jilid 1: 722 Halaman
Jilid 2: 720 Halaman
Berat: 2,2 Kg
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 320.000,-/set berisi 2 jilid.
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
MENZALIMI ANAK TANPA SADAR
12 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Mendidik Anak
Banyak training dan bimbingan mencari jodoh atau pra-nikah. Namun, jarang sekali bimbingan untuk menjadi orang tua yang baik, bagaimana menghadapi dan mensikapi kehamilan, merawat dan mendidik anak dalam sekian umur dan tahapan serta begitu banyak sisik-melik lainnya seputar tanggungjawab orangtua kepada anak. Tapi seperti gelar akademis, status sebagai "orangtua" otomatis didapat setelah mempunyai anak, bukan prestasi yang diraih setelah melewati ujian tertentu.
Akibatnya, anak-anak menjadi "kelinci percobaan" bagi pasangan suami-istri yang telah mendapatkan gelar sebagai "orang tua". Kesalahan dan kekeliruan pun seringkali terjadi tanpa evaluasi dan pengkritisan, dengan anak-terutama si sulung--sebagai korban. Terlebih, tradisi kita hanya mengenal "durhaka anak kepada orang tua." Sementara "kedurhakaan" orang tua kepada anak seringkali dianggap wajar. Padahal, layaknya sebuah ensiklopedi, begitu banyak kekurangan dan kesalahan yang kita lakukan terhadap anak.
--------------------------------------------
MENZALIMI ANAK TANPA SADAR
Penulis: Nurul Chomaria, S.Psi
Ukuran: 14 x 20 cm
Isi: 165 Halaman
Berat: 300 gr
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 65.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
12 Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Mendidik Anak
Banyak training dan bimbingan mencari jodoh atau pra-nikah. Namun, jarang sekali bimbingan untuk menjadi orang tua yang baik, bagaimana menghadapi dan mensikapi kehamilan, merawat dan mendidik anak dalam sekian umur dan tahapan serta begitu banyak sisik-melik lainnya seputar tanggungjawab orangtua kepada anak. Tapi seperti gelar akademis, status sebagai "orangtua" otomatis didapat setelah mempunyai anak, bukan prestasi yang diraih setelah melewati ujian tertentu.
Akibatnya, anak-anak menjadi "kelinci percobaan" bagi pasangan suami-istri yang telah mendapatkan gelar sebagai "orang tua". Kesalahan dan kekeliruan pun seringkali terjadi tanpa evaluasi dan pengkritisan, dengan anak-terutama si sulung--sebagai korban. Terlebih, tradisi kita hanya mengenal "durhaka anak kepada orang tua." Sementara "kedurhakaan" orang tua kepada anak seringkali dianggap wajar. Padahal, layaknya sebuah ensiklopedi, begitu banyak kekurangan dan kesalahan yang kita lakukan terhadap anak.
--------------------------------------------
MENZALIMI ANAK TANPA SADAR
Penulis: Nurul Chomaria, S.Psi
Ukuran: 14 x 20 cm
Isi: 165 Halaman
Berat: 300 gr
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 65.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
*FIKIH ISLAM LENGKAP MADZHAB SYAFI'I*
Penjelasan Matan Abu Syuja
Buku ini dikupas oleh seorang doktor di bidang syariah, Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, dimana buku ini membahas aspek-aspek dalam ilmu fikih, bisa dilihat di daftar isi.
Selain itu buku ini cocok sekali untuk muslim yang awam yang ingin mempelajari ilmu fikih karena bahasa yang mudah di pahami dan juga dilengkapi dengan teks matannya.
DAFTAR ISI :
- Kitab Thaharah
- Kitab Shalat
- Kitab Zakat
- Kitab Puasa
- Kitab Haji
- Kitab Jual Beli dan Mu'amalat Lainnya
- Kitab Faraidh dan Wasiat
- Kitab Nikah
- Kitab Jinayat
- Kitab Hudud
- Kitab Jihad
- Kitab Perburuan dan Penyembelian
- Kitab Perlombaan dan Memanah
- Kitab Sumpah dan Nadzar
- Kitab Pengadilan dan Persaksian
- Kitab Pembebasan Budak
------------------
FIKIH ISLAM LENGKAP MADZHAB SYAFI'I
Penjelasan Matan Abu Syuja
Isi: 578 halaman
Sampul: hardcover
Ukuran: 16,5 x 23,5 cm
Berat: 871 gram
Harga: Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Penjelasan Matan Abu Syuja
Buku ini dikupas oleh seorang doktor di bidang syariah, Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, dimana buku ini membahas aspek-aspek dalam ilmu fikih, bisa dilihat di daftar isi.
Selain itu buku ini cocok sekali untuk muslim yang awam yang ingin mempelajari ilmu fikih karena bahasa yang mudah di pahami dan juga dilengkapi dengan teks matannya.
DAFTAR ISI :
- Kitab Thaharah
- Kitab Shalat
- Kitab Zakat
- Kitab Puasa
- Kitab Haji
- Kitab Jual Beli dan Mu'amalat Lainnya
- Kitab Faraidh dan Wasiat
- Kitab Nikah
- Kitab Jinayat
- Kitab Hudud
- Kitab Jihad
- Kitab Perburuan dan Penyembelian
- Kitab Perlombaan dan Memanah
- Kitab Sumpah dan Nadzar
- Kitab Pengadilan dan Persaksian
- Kitab Pembebasan Budak
------------------
FIKIH ISLAM LENGKAP MADZHAB SYAFI'I
Penjelasan Matan Abu Syuja
Isi: 578 halaman
Sampul: hardcover
Ukuran: 16,5 x 23,5 cm
Berat: 871 gram
Harga: Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
DR. ADIAN HUSAINI: GURU SEBAGAI MOTIVATOR DAN INSPIRATOR
365 KISAH AKHLAQ TERBAIK
Buku Cerita Bergambar Fullcolour
Ayah, Bunda, dunia fantasi yang imajinatif merupakan dunia yang menyenangkan, menarik, dan mampu membangkitkan daya kreativitas, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Cerita imajinatif dapat memberikan hikmah dan nasihat dalam bentuk sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak dapat dengan mudah menangkap pesan di balik cerita imajinatif tanpa merasa digurui.
Kisah-kisah yang dikemas dengan menarik ini mentransfer nilai-nilai kebaikan yang dapat mengembangkan karakter positif dalam diri anak. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti giat, tekun bekerja, percaya diri, terpercaya, dan berbagai karakter terpuji lainnya akan dengan mudah dicerna oleh anak-anak kita melalui cerita di dalam buku ini.
Kisah-kisah menarik dalam buku ini disusun dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam setahun, anak-anak dapat membaca cerita baru setiap hari tanpa bosan.
----------------------------
365 Kisah Akhlaq Terbaik
Penulis: Syaikh Mustafa Marzuq
ISBN : 9786021694022
Sampul: Hard Cover
Isi: 330 Halaman
Berat: 1 Kg.
Ukuran: 20,5 x 25,5 cm
Harga: Rp. 165.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Buku Cerita Bergambar Fullcolour
Ayah, Bunda, dunia fantasi yang imajinatif merupakan dunia yang menyenangkan, menarik, dan mampu membangkitkan daya kreativitas, baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Cerita imajinatif dapat memberikan hikmah dan nasihat dalam bentuk sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak dapat dengan mudah menangkap pesan di balik cerita imajinatif tanpa merasa digurui.
Kisah-kisah yang dikemas dengan menarik ini mentransfer nilai-nilai kebaikan yang dapat mengembangkan karakter positif dalam diri anak. Kebiasaan-kebiasaan yang baik seperti giat, tekun bekerja, percaya diri, terpercaya, dan berbagai karakter terpuji lainnya akan dengan mudah dicerna oleh anak-anak kita melalui cerita di dalam buku ini.
Kisah-kisah menarik dalam buku ini disusun dengan bahasa yang mudah dipahami. Dalam setahun, anak-anak dapat membaca cerita baru setiap hari tanpa bosan.
----------------------------
365 Kisah Akhlaq Terbaik
Penulis: Syaikh Mustafa Marzuq
ISBN : 9786021694022
Sampul: Hard Cover
Isi: 330 Halaman
Berat: 1 Kg.
Ukuran: 20,5 x 25,5 cm
Harga: Rp. 165.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Dr. Hamid Fahmi Zarkasy: Radikal Kok Hanya untuk Umat Islam
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
"Kalau ilmu kita ini tidak menambah kepada keimanan berarti ilmu kita ini salah!"
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
Jika saya membeli jam seharga $30 atau $3000, maka saya akan mendapatkan waktu yg sama
Jika saya membeli tas seharga $30 atau $3000, maka tidak akan ada perbedaan apa yg di dalamnya.
Sama hal nya jika saya punya rumah seluas 300 meter atau 3000 meter, rasanya pun sama saja.
Begitu juga ketika saya naik kendaraan lalu duduk di bangku depan atau di bangku belakang, akan sampai juga pada tujuan dan waktu yg sama.
Jangan mengajarkan anakmu untuk menjadi orang kaya tapi ajarkan anakmu untuk menjadi orang yang BAHAGIA, karena kelak ketika mereka dewasa mereka akan melihat sesuatu dari nilainya bukan harganya.
Jangan kau sandarkan hatimu kepada dunia karena dunia itu sementara, tapi sandarkan hatimu kepada akhirat, karena surga itu kekal selamanya.
- Syeikh Mutawally Sya'rawi rahimahullah
Jika saya membeli tas seharga $30 atau $3000, maka tidak akan ada perbedaan apa yg di dalamnya.
Sama hal nya jika saya punya rumah seluas 300 meter atau 3000 meter, rasanya pun sama saja.
Begitu juga ketika saya naik kendaraan lalu duduk di bangku depan atau di bangku belakang, akan sampai juga pada tujuan dan waktu yg sama.
Jangan mengajarkan anakmu untuk menjadi orang kaya tapi ajarkan anakmu untuk menjadi orang yang BAHAGIA, karena kelak ketika mereka dewasa mereka akan melihat sesuatu dari nilainya bukan harganya.
Jangan kau sandarkan hatimu kepada dunia karena dunia itu sementara, tapi sandarkan hatimu kepada akhirat, karena surga itu kekal selamanya.
- Syeikh Mutawally Sya'rawi rahimahullah
ADAB
Oleh: Dr. Hamid F. Zarkasyi
(Direktur INSISTS)
Belalang menjadi burung elang.
Kutu menjadi kura-kura, dan
Ulat berubah menjadi naga.
Itulah syair pujangga Abdullah Abdul Qadir al-Munsyi, ditulis pertengahan abad 19. Sekilas ia seperti sedang bicara evolusi Darwin, atau cerita bim salabim ala Herry Porter. Tapi sejatinya ia sedang bicara tentang perubahan yang aneh. Perubahan tentang bangsanya yang kehilangan adab.
Metafora ini mudah diterima oleh bangsa Melayu, tapi tidak bagi orang Jawa. Orang Jawa lebih mudah faham dengan dagelan Petruk jadi ratu. Ya dagelan, sebab ada perubahan status secara tidak alami atau tidak syarie. Bukan gambaran diskriminatif, bukan pula rasial, tapi loncatan status yang abnormal.
Munsyi tentu faham belalang mustahil jadi burung elang, kutu jadi kura-kura. Ia juga faham mengapa Tuhan mengizinkan kepompong bisa jadi kupu-kupu yang cantik. Tapi, yang ia gelisahkan mengapa ini bisa terjadi di dunia manusia. Semua orang berhak mencapai sukses, tapi mengapa sukses dicapai dengan mengorbankan moral. Kita menjadi lebih faham setelah membaca bait berikutnya:
Bahkan seorang yang hina dan bodoh dapat pandai dan terhormat,
jika memiliki harta. Sedangkan orang miskin
tidak dipandang walaupun pandai dan terhormat.
Munsyi seperti sedang memberi tugas kita untuk menjawab. Dimana letak kesalahannya. Yang dengan cerdas menjawab adalah SM Naquib al-Attas, ulama yang juga pakar sejarah Melayu. Letak kesalahannya, katanya, ada pada lembaga pendidikan kita. Pendidikan kita tidak menanamkan adab. Adab adalah ilmu yang berdimensi iman, ilmu yang mendorong amal dan yang bermuatan moral.
Sumbernya ada dua: faktor eksternal dan internal. Yang pertama, karena besarnya pengaruh pemikiran sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan Barat. Yang kedua, karena lemahnya daya tahan tubuh umat Islam. Pendidikan kita tidak menanamkan adab. Ritual pendidikan memang terus berjalan, tapi maqasid-nya tidak tercapai. Lembaga pendidikan umat Islam bisa menghasilkan SDM bidang tehnik, ekonomi, kedokteran, manajemen, tapi tidak menghasilkan peradaban Islam.
Tanda-tanda alpanya adab sekurangnya ada 3: kezaliman, kebodohan dan kegilaan. Zalim kebalikan adil artinya tidak dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dalam adab kesopanan orang Jawa disebut tidak empan papan. Jelasnya tidak bisa memahami dan menerapkan konsep secara proporsional. Artinya mencampur dua atau tiga konsep yang saling bertentangan. Seperti mencapur keimanan dengan kemusyirikan. Mewarnai amal dengan kemaksiatan dan kesombongan. Tauhid dengan faham dikotomis-dualistis, dsb.
Bodoh atau dalam bahasa al-Ghazzali hamaqah bukan jahil dan buta aksara. Bodoh tentang cara mencapai tujuan. Karena tidak tahu apa tujuan hidupnya, seseorang jadi bodoh tentang cara mencapainya.Anda harus bisa kaya dengan segala cara adalah bisikan Machiaveli yang diterima dengan sukarela. Korupsi, menipu, manipulasi, dan sebagainya pun bisa menjadi cara meniti karir. Anda bisa jual diri asal bisa jadi selebriti. Anda bisa jadi pejabat asal mahir menjilat dan berkhianat. Itulah mengapa Islam datang menawarkan jalan dan cara mencapai tujuan yang disebut syariah.
Gila artinya salah tujuan, salah menentukan arah dan tujuan hidup, salah arah perjuangan. Akarnya tentunya adalah hamaqah atau kebodohan; yang bodoh akan negeri impian akan bingung kemana akan mendayung sampan; yang bodoh akan arti hidup tidak akan tahu apa tujuan hidup; yang jahil tentang arti ibadah tidak akan pernah tahu apa gunanya ibadah dalam kehidupan ini. Akibatnya, aktivitas demi kepentingan pribadi (linnafsi), kehormatan diri (lil jah), harta (lil mal) tiba-tiba diklaim menjadi Demi Allah, (Lillah).
Jika pendidikan kita benar-benar menanamkan adab, mengapa peradaban Islam tidak kokoh berdiri. Mengapa kita begitu gengsi pada hutang luar negeri, tapi bangga memungut konsep-konsep pinjaman dari luar Islam. Mengapa kita hanya mampu menjustifikasi konsep-konsep asing dan tidak mampu membangun konsep sendiri?
Orang Barat begitu percaya diri dengan konsep ciptaannya, tapi mengapa kita tidak. Cardinal John N
Oleh: Dr. Hamid F. Zarkasyi
(Direktur INSISTS)
Belalang menjadi burung elang.
Kutu menjadi kura-kura, dan
Ulat berubah menjadi naga.
Itulah syair pujangga Abdullah Abdul Qadir al-Munsyi, ditulis pertengahan abad 19. Sekilas ia seperti sedang bicara evolusi Darwin, atau cerita bim salabim ala Herry Porter. Tapi sejatinya ia sedang bicara tentang perubahan yang aneh. Perubahan tentang bangsanya yang kehilangan adab.
Metafora ini mudah diterima oleh bangsa Melayu, tapi tidak bagi orang Jawa. Orang Jawa lebih mudah faham dengan dagelan Petruk jadi ratu. Ya dagelan, sebab ada perubahan status secara tidak alami atau tidak syarie. Bukan gambaran diskriminatif, bukan pula rasial, tapi loncatan status yang abnormal.
Munsyi tentu faham belalang mustahil jadi burung elang, kutu jadi kura-kura. Ia juga faham mengapa Tuhan mengizinkan kepompong bisa jadi kupu-kupu yang cantik. Tapi, yang ia gelisahkan mengapa ini bisa terjadi di dunia manusia. Semua orang berhak mencapai sukses, tapi mengapa sukses dicapai dengan mengorbankan moral. Kita menjadi lebih faham setelah membaca bait berikutnya:
Bahkan seorang yang hina dan bodoh dapat pandai dan terhormat,
jika memiliki harta. Sedangkan orang miskin
tidak dipandang walaupun pandai dan terhormat.
Munsyi seperti sedang memberi tugas kita untuk menjawab. Dimana letak kesalahannya. Yang dengan cerdas menjawab adalah SM Naquib al-Attas, ulama yang juga pakar sejarah Melayu. Letak kesalahannya, katanya, ada pada lembaga pendidikan kita. Pendidikan kita tidak menanamkan adab. Adab adalah ilmu yang berdimensi iman, ilmu yang mendorong amal dan yang bermuatan moral.
Sumbernya ada dua: faktor eksternal dan internal. Yang pertama, karena besarnya pengaruh pemikiran sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan Barat. Yang kedua, karena lemahnya daya tahan tubuh umat Islam. Pendidikan kita tidak menanamkan adab. Ritual pendidikan memang terus berjalan, tapi maqasid-nya tidak tercapai. Lembaga pendidikan umat Islam bisa menghasilkan SDM bidang tehnik, ekonomi, kedokteran, manajemen, tapi tidak menghasilkan peradaban Islam.
Tanda-tanda alpanya adab sekurangnya ada 3: kezaliman, kebodohan dan kegilaan. Zalim kebalikan adil artinya tidak dapat meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dalam adab kesopanan orang Jawa disebut tidak empan papan. Jelasnya tidak bisa memahami dan menerapkan konsep secara proporsional. Artinya mencampur dua atau tiga konsep yang saling bertentangan. Seperti mencapur keimanan dengan kemusyirikan. Mewarnai amal dengan kemaksiatan dan kesombongan. Tauhid dengan faham dikotomis-dualistis, dsb.
Bodoh atau dalam bahasa al-Ghazzali hamaqah bukan jahil dan buta aksara. Bodoh tentang cara mencapai tujuan. Karena tidak tahu apa tujuan hidupnya, seseorang jadi bodoh tentang cara mencapainya.Anda harus bisa kaya dengan segala cara adalah bisikan Machiaveli yang diterima dengan sukarela. Korupsi, menipu, manipulasi, dan sebagainya pun bisa menjadi cara meniti karir. Anda bisa jual diri asal bisa jadi selebriti. Anda bisa jadi pejabat asal mahir menjilat dan berkhianat. Itulah mengapa Islam datang menawarkan jalan dan cara mencapai tujuan yang disebut syariah.
Gila artinya salah tujuan, salah menentukan arah dan tujuan hidup, salah arah perjuangan. Akarnya tentunya adalah hamaqah atau kebodohan; yang bodoh akan negeri impian akan bingung kemana akan mendayung sampan; yang bodoh akan arti hidup tidak akan tahu apa tujuan hidup; yang jahil tentang arti ibadah tidak akan pernah tahu apa gunanya ibadah dalam kehidupan ini. Akibatnya, aktivitas demi kepentingan pribadi (linnafsi), kehormatan diri (lil jah), harta (lil mal) tiba-tiba diklaim menjadi Demi Allah, (Lillah).
Jika pendidikan kita benar-benar menanamkan adab, mengapa peradaban Islam tidak kokoh berdiri. Mengapa kita begitu gengsi pada hutang luar negeri, tapi bangga memungut konsep-konsep pinjaman dari luar Islam. Mengapa kita hanya mampu menjustifikasi konsep-konsep asing dan tidak mampu membangun konsep sendiri?
Orang Barat begitu percaya diri dengan konsep ciptaannya, tapi mengapa kita tidak. Cardinal John N
ewman, misalnya, begitu yakin tentang gambaran universitas humanisme Kristen dalam The Idea of University, Defined and Illustrated. Karl Jasper dalam The Idea of University tegas menggambarkan konsep universitas humanis-eksistensialis. J Douglas Brown dalam The Liberal University-nya bisa menggambarkan dengan jelas pelbagai peran universitas dalam mencetak manusia sempurna ala Barat. Tapi mengapa identitas Islam pada universitas Muslim tidak nampak jelas. Mengapa Muslim malu-malu memerankan universitas Islam dalam membangun peradaban Islam.
Universitas Islam harus berani membangun konsep ekonomi Islam, politik Islam, sosiologi Islam, sains Islam, budaya Islam dan sebagainya. Universitas Islam harus bisa mencerminkan bangunan pandangan hidup Islam. Universitas Islam tidak hanya menjadi pusat pengembangan ilmu, tapi juga merupakan sumber gerakan moral dan sosial serta agen perubahan. Universitas harus menjadi pelopor dalam menciptakan manusia-manusia yang adil dan beradab agar dapat membangun peradaban yang bermartabat. (***)
Universitas Islam harus berani membangun konsep ekonomi Islam, politik Islam, sosiologi Islam, sains Islam, budaya Islam dan sebagainya. Universitas Islam harus bisa mencerminkan bangunan pandangan hidup Islam. Universitas Islam tidak hanya menjadi pusat pengembangan ilmu, tapi juga merupakan sumber gerakan moral dan sosial serta agen perubahan. Universitas harus menjadi pelopor dalam menciptakan manusia-manusia yang adil dan beradab agar dapat membangun peradaban yang bermartabat. (***)
Bisa Jadi, Suara Azan Kalah oleh Lonceng Gereja
Oleh: Dr. Adian Husaini
Para orientalis dan misionaris telah lama menyusun strategi untuk menaklukkan umat Islam di Indonesia. Salah satu strategi utamanya adalah menerapkan pendidikan Barat yang akan menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri. Jika umat Islam tidak serius menghadapi tantangan ini, menurut Mohammad Natsir, bukan tidak mungkin, suatu ketika, suara azan akan kalah dari lonceng gereja!
Tahun 1911, Snouck Hurgronje menerbitkan bukunya yang berjudul ”Nederland en de Islam”. Buku ini berisi pemikiran dan strategi untuk menghadapi Islam di Indonesia. Diantaranya:
(1) Dalam bidang yang murni agama, pemerintah dan pejabat-pejabatnya harus menjamin dan memelihara kebebasan mutlak,
(2) Dalam bidang politik, kebebasan itu harus dibatasi ‘untuk kepentingan bersama’,
(3) Dalam bidang hukum Islam, pemerintah harus menjauhi intervensi yang dipaksakan, sekalipun harus mendorong ke arah proses evolusi hukum sebanyak mungkin,
(4) Garis-garis kebijaksanaan yang kurang lebih negatif ini harus menuju ke arah tujuan yang positif, yaitu kemajuan orang-orang Islam yang harus dibebaskan dari beberapa “peninggalan ajaran abad pertengahan yang tidak berguna yang menyeret mereka hingga demikian lamanya” agar supaya dengan jalan ini – dengan perantaraan pendidikan dan pengajaran – dapat memperoleh kesempatan “asosiasi” kultural dengan kebudayaan Barat. (Dikutip dari buku: Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 32).
Tahun 1938, Mohammad Natsir menulis sebuah artikel berjudul: ”Suara Azan dan Lonceng Gereja”. Natsir membuka tulisannya dengan untaian kalimat berikut:
“Sebaik-baik menentang musuh ialah dengan senjatanya sendiri! Qaedah ini dipegang benar oleh zending dalam pekerjaannya menasranikan orang Islam. Tidak ada satu agama yang amat menyusahkan zending dan missi dalam pekerjaan mereka daripada agama Islam.”
Artikel Mohammad Natsir ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938. Natsir sangat peduli dengan Konferensi tersebut, yang antara lain menyorot secara tajam kondisi umat Islam Indonesia. Dr. Bakker, seorang pembicara dalam Konferensi tersebut mengungkapkan kondisi umat Islam sebagaimana yang digambarkan dalam buku Prof. Dr. H. Kraemer, The Christian Message in a non-Christian World.
Kata Dr. Bakker, ”Orang Islam yang berada di bawah pemerintahan asing lebih konservatif memegang agama mereka dari negeri-negeri yang sudah merdeka.”
Dr. Baker juga mengungkap tentang pengaruh pendidikan Barat terhadap umat Islam. Katanya, ”Masih juga banyak orang Islam memegang agama mereka yang turun-temurun dari dulu itu, akan tetapi banyak pula yang sudah terlepas dari agama mereka, terutama lantaran pelajaran Barat yang katanya netral itu telah merampas dasar lain yang akan gantinya.”
Karena itulah, Mohammad Natsir sangat peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda. Ia menulis, bahwa ketika itu, sudah lazim dijumpai anak-anak orang Islam yang telah sampai ke sekolah-sekolah menengah yang belum pernah membaca Al-Fatihah seumur hidupnya, atau susah payah belajar membaca syahadat menjelang dilangsungkannya akad nikah.
Natsir menyebutkan bahwa Snouck Hurgronje pernah menulis dalam bukunya, Nederland en de Islam: ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam).
Selanjutnya, Dr. Bakker mengingatkan, bahwa kaum misionaris Kristen harus lebih serius dalam menjalankan aksinya di Indonesia, supaya di masa yang akan datang, Indonesia tidak lebih susah dimasuki oleh misi Kristen.
Menanggapi rencana Misi Kristen di Indonesia tersebut, Natsir mengimbau umat Islam: ”Waktu sekaranglah kita harus memperlihatkan kegiatan dan kecakapan menyusun barisan perjuangan yang lebih rapi. Jawablah Wereldcongres dari Zending itu dengan congres Al-Islam yang sepadan itu ruh dan semangatnya, untuk memperteguh benteng keislaman. Sebab tidak mustahil pula di negeri kita ini, suara azan bakal
Oleh: Dr. Adian Husaini
Para orientalis dan misionaris telah lama menyusun strategi untuk menaklukkan umat Islam di Indonesia. Salah satu strategi utamanya adalah menerapkan pendidikan Barat yang akan menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri. Jika umat Islam tidak serius menghadapi tantangan ini, menurut Mohammad Natsir, bukan tidak mungkin, suatu ketika, suara azan akan kalah dari lonceng gereja!
Tahun 1911, Snouck Hurgronje menerbitkan bukunya yang berjudul ”Nederland en de Islam”. Buku ini berisi pemikiran dan strategi untuk menghadapi Islam di Indonesia. Diantaranya:
(1) Dalam bidang yang murni agama, pemerintah dan pejabat-pejabatnya harus menjamin dan memelihara kebebasan mutlak,
(2) Dalam bidang politik, kebebasan itu harus dibatasi ‘untuk kepentingan bersama’,
(3) Dalam bidang hukum Islam, pemerintah harus menjauhi intervensi yang dipaksakan, sekalipun harus mendorong ke arah proses evolusi hukum sebanyak mungkin,
(4) Garis-garis kebijaksanaan yang kurang lebih negatif ini harus menuju ke arah tujuan yang positif, yaitu kemajuan orang-orang Islam yang harus dibebaskan dari beberapa “peninggalan ajaran abad pertengahan yang tidak berguna yang menyeret mereka hingga demikian lamanya” agar supaya dengan jalan ini – dengan perantaraan pendidikan dan pengajaran – dapat memperoleh kesempatan “asosiasi” kultural dengan kebudayaan Barat. (Dikutip dari buku: Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1998), hal. 32).
Tahun 1938, Mohammad Natsir menulis sebuah artikel berjudul: ”Suara Azan dan Lonceng Gereja”. Natsir membuka tulisannya dengan untaian kalimat berikut:
“Sebaik-baik menentang musuh ialah dengan senjatanya sendiri! Qaedah ini dipegang benar oleh zending dalam pekerjaannya menasranikan orang Islam. Tidak ada satu agama yang amat menyusahkan zending dan missi dalam pekerjaan mereka daripada agama Islam.”
Artikel Mohammad Natsir ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938. Natsir sangat peduli dengan Konferensi tersebut, yang antara lain menyorot secara tajam kondisi umat Islam Indonesia. Dr. Bakker, seorang pembicara dalam Konferensi tersebut mengungkapkan kondisi umat Islam sebagaimana yang digambarkan dalam buku Prof. Dr. H. Kraemer, The Christian Message in a non-Christian World.
Kata Dr. Bakker, ”Orang Islam yang berada di bawah pemerintahan asing lebih konservatif memegang agama mereka dari negeri-negeri yang sudah merdeka.”
Dr. Baker juga mengungkap tentang pengaruh pendidikan Barat terhadap umat Islam. Katanya, ”Masih juga banyak orang Islam memegang agama mereka yang turun-temurun dari dulu itu, akan tetapi banyak pula yang sudah terlepas dari agama mereka, terutama lantaran pelajaran Barat yang katanya netral itu telah merampas dasar lain yang akan gantinya.”
Karena itulah, Mohammad Natsir sangat peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda. Ia menulis, bahwa ketika itu, sudah lazim dijumpai anak-anak orang Islam yang telah sampai ke sekolah-sekolah menengah yang belum pernah membaca Al-Fatihah seumur hidupnya, atau susah payah belajar membaca syahadat menjelang dilangsungkannya akad nikah.
Natsir menyebutkan bahwa Snouck Hurgronje pernah menulis dalam bukunya, Nederland en de Islam: ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam).
Selanjutnya, Dr. Bakker mengingatkan, bahwa kaum misionaris Kristen harus lebih serius dalam menjalankan aksinya di Indonesia, supaya di masa yang akan datang, Indonesia tidak lebih susah dimasuki oleh misi Kristen.
Menanggapi rencana Misi Kristen di Indonesia tersebut, Natsir mengimbau umat Islam: ”Waktu sekaranglah kita harus memperlihatkan kegiatan dan kecakapan menyusun barisan perjuangan yang lebih rapi. Jawablah Wereldcongres dari Zending itu dengan congres Al-Islam yang sepadan itu ruh dan semangatnya, untuk memperteguh benteng keislaman. Sebab tidak mustahil pula di negeri kita ini, suara azan bakal
dikalahkan oleh lonceng gereja. Barang bathil yang tersusun rapi, akan mengalahkan barang haq yang centang-perenang.!”
Artikel Mohammad Natsir dimuat di Majalah PANDJI ISLAM, No. 33-34, tahun 1938 (Dikutip dari buku M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (kumpulan karangan yang dihimpun dan disusun oleh Endang Saifuddin Anshari, (Bandung: CV Bulan Sabit, 1969).
Semoga umat Islam Indonesia dapat belajar dari pengalaman sejarah. Masih ada waktu melakukan introspeksi dan melakukan berbagai perbaikan. Wallahu A’lam bish-shawab.
(Depok, 6 November 2020).
Artikel Mohammad Natsir dimuat di Majalah PANDJI ISLAM, No. 33-34, tahun 1938 (Dikutip dari buku M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia (kumpulan karangan yang dihimpun dan disusun oleh Endang Saifuddin Anshari, (Bandung: CV Bulan Sabit, 1969).
Semoga umat Islam Indonesia dapat belajar dari pengalaman sejarah. Masih ada waktu melakukan introspeksi dan melakukan berbagai perbaikan. Wallahu A’lam bish-shawab.
(Depok, 6 November 2020).
Kejahatan Paus Benediktus IX memang sangat luar biasa. Bukan hanya soal kejahatan seksual, tetapi ia juga menjual tahta kepausannya dengan harga 680 kg emas kepada bapak baptisnya, John Gratian. Gara-gara itu, disebutkan, ia telah menguras kekayaan Vatikan.
https://www.facebook.com/153825841424041/posts/1894880963985178/
https://www.facebook.com/153825841424041/posts/1894880963985178/
ISLAM DAN INFORMASI
Oleh: Dr Adian Husaini
Pesan ayat al-Quran itu begitu jelas: dalam menerima suatu informasi, kaum Muslim diperintahkan memperhatikan kredibilitas sumber berita. Waspadai jika berita itu bersumber dari orang fasik. Siapakah orang yang disebut sebagai fasik?
Kata “fasik” (fasiq), berasal dari kata dasar “al fisq“ yang artinya “keluar” (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai “orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar ketentuan-Nya”. Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar atau banyak/sering melakukan dosa kecil. Memang tidak begitu mudah menentukan batasan yang tegas apakah seorang masuk kategori fasik. Di dalam Al Quran kata fasik muncul dalam berbagai konteks. Terkadang kata fasik dihubungkan langsung dengan kekafiran dan kedurhakaan (QS 49:7) dan terkadang digandengkan dengan kebohongan dan percekcokan (QS 2:197).
Di lapangan hukum Islam, kata “fasik” diperhadapkan dengan kata “‘adil“. Menurut jumhur ulama, adil adalah sifat tambahan dan tidak identik dengan Islam itu sendiri. Maksudnya, orang yang tidak adil (fasik) tidak langsung dikeluarkan dari Islam. Kategori fasik bisa terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil, tetapi kategori kafir hanya mungkin terjadi akibat dosa besar. Dengan demikian, dapat dikatakan, setiap kafir pasti fasik, tetapi belum tentu setiap fasik adalah juga kafir. Sebagian ulama madzhab Syafii menyatakan, bahwa seorang dapat dikatakan sebagai tidak fasik (adil) apabila kebaikan dia lebih banyak dari kejahahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta.
Menyimak uraian para ulama tersebut, dapat diambil pemahaman, bahwa orang fasik terlarang memegang suatu jabatan atau amanah yang berhubungan dengan “kepercayaan”. Posisi media massa dan wartawan adalah sebagai ”pembawa amanah” untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Harusnya, posisi ini tidak ditempati oleh orang-orang yang fasik. Artinya, QS al-Hujurat ayat 6 tersebut seharusnya menyadarkan umat Islam untuk menyiapkan tenaga-tenaga wartawan dan institusi media Islam yang adil dan profesional.
Asbabun Nuzul ayat 6 surat Al Hujurat itu berkaitan dengan kisah seorang bernama al-Walid bin Uqbah. Ia diutus oleh Nabi Muhammad saw untuk menarik zakat dari Bani Musthaliq yang telah menyatakan masuk Islam. Al-Walid tidak berhasil menarik zakat dan pulang kembali ke Madinah dengan mambawa laporan kepada Nabi SAW bahwa Bani Mushthaliq telah murtad dari Islam.
Nabi pun bersiap-siap mengirimkan pasukan ke Bani Musthaliq. Tapi, se belum itu terjadi, datanglah utusan Bani Mushthaliq dan membantah berita al-Walid. Maka turunlah ayat itu. Bahkan ayat tersebut memberi julukan yang hina kepada Al Walid, yaitu si “fasik”, tegasnya seorang pembohong. Ibnu Zaid, Muqatil, dan Sahl bin Abdullah memberi arti orang fasik sebagai pembohong (kadzdzaab). Sedangkan Abul Hasan al Warraq memberi arti orang fasik sebagai orang yang tidak segan-segan menyatakan suatu perbuatan dosa. (Lihat, Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI, hal. 191-192).
Kisah itu mengisyaratkan betapa pentingnya kaum Muslim sangat berhati-hati dalam menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi. Silakan menerima informasi dari kaum fasik, tapi harus dilakukan tabayyun terlebih dahulu. Lakukan cek dan ricek. Jangan percaya begitu saja informasi dari kaum fasik, apalagi kaum kafir. Apalagi, tidak ada informasi yang bebas nilai dan bebas misi. Informasi dalam bentuk berita, analisis, atau apa pun, disebarkan melalui media massa melalui proses pemilihan, penyuntingan, dan lay-out serta sudut pandang yang sarat kepentingan dan muatan nilai penulis dan media massanya.
Bahkan, secara khusus, al-Quran mengingatkan bahwa musuh utama para Nabi –dan tentu juga para pengikut Nabi– adalah setan-setan jenis manusia dan setan-setan jenis jin yang senantiasa menyebarkan ”kata-kata indah” (zukhru falqaul), dengan tujuan untuk menipu manusia. (QS an-An’am: 112). Iblis pun menggoda Adam dan Hawa dengan kata-kata indah dan ungkapan yang menawan, bukan dengan ungkapan dan bentakan kasar, sehingga berhasil membu
Oleh: Dr Adian Husaini
Pesan ayat al-Quran itu begitu jelas: dalam menerima suatu informasi, kaum Muslim diperintahkan memperhatikan kredibilitas sumber berita. Waspadai jika berita itu bersumber dari orang fasik. Siapakah orang yang disebut sebagai fasik?
Kata “fasik” (fasiq), berasal dari kata dasar “al fisq“ yang artinya “keluar” (khuruj). Para ulama mendefinisikan fasik sebagai “orang yang durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar ketentuan-Nya”. Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar atau banyak/sering melakukan dosa kecil. Memang tidak begitu mudah menentukan batasan yang tegas apakah seorang masuk kategori fasik. Di dalam Al Quran kata fasik muncul dalam berbagai konteks. Terkadang kata fasik dihubungkan langsung dengan kekafiran dan kedurhakaan (QS 49:7) dan terkadang digandengkan dengan kebohongan dan percekcokan (QS 2:197).
Di lapangan hukum Islam, kata “fasik” diperhadapkan dengan kata “‘adil“. Menurut jumhur ulama, adil adalah sifat tambahan dan tidak identik dengan Islam itu sendiri. Maksudnya, orang yang tidak adil (fasik) tidak langsung dikeluarkan dari Islam. Kategori fasik bisa terjadi akibat dosa besar atau dosa kecil, tetapi kategori kafir hanya mungkin terjadi akibat dosa besar. Dengan demikian, dapat dikatakan, setiap kafir pasti fasik, tetapi belum tentu setiap fasik adalah juga kafir. Sebagian ulama madzhab Syafii menyatakan, bahwa seorang dapat dikatakan sebagai tidak fasik (adil) apabila kebaikan dia lebih banyak dari kejahahatannya dan tidak terbukti bahwa ia sering berdusta.
Menyimak uraian para ulama tersebut, dapat diambil pemahaman, bahwa orang fasik terlarang memegang suatu jabatan atau amanah yang berhubungan dengan “kepercayaan”. Posisi media massa dan wartawan adalah sebagai ”pembawa amanah” untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Harusnya, posisi ini tidak ditempati oleh orang-orang yang fasik. Artinya, QS al-Hujurat ayat 6 tersebut seharusnya menyadarkan umat Islam untuk menyiapkan tenaga-tenaga wartawan dan institusi media Islam yang adil dan profesional.
Asbabun Nuzul ayat 6 surat Al Hujurat itu berkaitan dengan kisah seorang bernama al-Walid bin Uqbah. Ia diutus oleh Nabi Muhammad saw untuk menarik zakat dari Bani Musthaliq yang telah menyatakan masuk Islam. Al-Walid tidak berhasil menarik zakat dan pulang kembali ke Madinah dengan mambawa laporan kepada Nabi SAW bahwa Bani Mushthaliq telah murtad dari Islam.
Nabi pun bersiap-siap mengirimkan pasukan ke Bani Musthaliq. Tapi, se belum itu terjadi, datanglah utusan Bani Mushthaliq dan membantah berita al-Walid. Maka turunlah ayat itu. Bahkan ayat tersebut memberi julukan yang hina kepada Al Walid, yaitu si “fasik”, tegasnya seorang pembohong. Ibnu Zaid, Muqatil, dan Sahl bin Abdullah memberi arti orang fasik sebagai pembohong (kadzdzaab). Sedangkan Abul Hasan al Warraq memberi arti orang fasik sebagai orang yang tidak segan-segan menyatakan suatu perbuatan dosa. (Lihat, Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al Azhar, Juzu’ XXVI, hal. 191-192).
Kisah itu mengisyaratkan betapa pentingnya kaum Muslim sangat berhati-hati dalam menerima, mengolah, dan menyebarkan informasi. Silakan menerima informasi dari kaum fasik, tapi harus dilakukan tabayyun terlebih dahulu. Lakukan cek dan ricek. Jangan percaya begitu saja informasi dari kaum fasik, apalagi kaum kafir. Apalagi, tidak ada informasi yang bebas nilai dan bebas misi. Informasi dalam bentuk berita, analisis, atau apa pun, disebarkan melalui media massa melalui proses pemilihan, penyuntingan, dan lay-out serta sudut pandang yang sarat kepentingan dan muatan nilai penulis dan media massanya.
Bahkan, secara khusus, al-Quran mengingatkan bahwa musuh utama para Nabi –dan tentu juga para pengikut Nabi– adalah setan-setan jenis manusia dan setan-setan jenis jin yang senantiasa menyebarkan ”kata-kata indah” (zukhru falqaul), dengan tujuan untuk menipu manusia. (QS an-An’am: 112). Iblis pun menggoda Adam dan Hawa dengan kata-kata indah dan ungkapan yang menawan, bukan dengan ungkapan dan bentakan kasar, sehingga berhasil membu
juk Adam dan Hawa melanggar larangan Allah. Henry Martyn, tokoh misionaris terkenal dengan ungkapan nya, “Aku datang untuk menghadapi umat Islam, bukan dengan senjata tapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan fisik tapi dengan logika, dan bukan dalam kebencian tapi dalam kasih.”
Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry Martyn. Karena itu, untuk “menaklukkan” dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika, dan kasih”. Bukan kekuatan senjata atau kekerasan. Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh.”
Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris redaksi Church Missionary Society, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad.
Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk “menaklukkan” dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen”.
Jangan heran, jika kaum misionaris kemudian sangat serius dan professional dalam mengembangkan media informasi untuk mengarahkan pemikiran masyarakat. Tugas media adalah membentuk citra (image), yang seringkali berbeda dengan realitas sebenarnya. Media bisa mencitrakan seorang sebagai “orang baik” dan “orang jahat” yang sering berbeda dengan kenyataan sebenarnya.
Informasi memang hal teramat penting dalam kehidupan manusia. Dan Nabi Muhammad saw memerintahkan: Berjihadlah melawan orang-orang mu syrik dengan hartamu, jiwamu, dan lidahmu. Kini, apa yang sudah dilakukan oleh umat Islam dalam berjuang di bidang media informasi ini? Sudahkah kita semua bersungguh-sungguh berjuang di bidang informasi ini? Jujurlah kita, tanya di sini, di hati ini!
Perang Salib telah gagal, begitu kata Henry Martyn. Karena itu, untuk “menaklukkan” dunia Islam perlu resep lain: gunakan “kata, logika, dan kasih”. Bukan kekuatan senjata atau kekerasan. Hal senada dikatakan misionaris lain, Raymond Lull, “Saya melihat banyak ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir bahwa mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka pikir bisa diperoleh.”
Lull mengeluarkan resep: Islam tidak dapat ditaklukkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa. Menurut Eugene Stock, mantan sekretaris redaksi Church Missionary Society, tidak ada figur yang lebih heroik dalam sejarah Kristen dibandingkan Raymond Lull. Lull adalah misionaris pertama dan mungkin terbesar yang menghadapi para pengikut Muhammad.
Ungkapan Lull dan Martyn itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (1907). Buku yang berisi resep untuk “menaklukkan” dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai “beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen”.
Jangan heran, jika kaum misionaris kemudian sangat serius dan professional dalam mengembangkan media informasi untuk mengarahkan pemikiran masyarakat. Tugas media adalah membentuk citra (image), yang seringkali berbeda dengan realitas sebenarnya. Media bisa mencitrakan seorang sebagai “orang baik” dan “orang jahat” yang sering berbeda dengan kenyataan sebenarnya.
Informasi memang hal teramat penting dalam kehidupan manusia. Dan Nabi Muhammad saw memerintahkan: Berjihadlah melawan orang-orang mu syrik dengan hartamu, jiwamu, dan lidahmu. Kini, apa yang sudah dilakukan oleh umat Islam dalam berjuang di bidang media informasi ini? Sudahkah kita semua bersungguh-sungguh berjuang di bidang informasi ini? Jujurlah kita, tanya di sini, di hati ini!
Mengapa pendidikan Barat tidak ada pelajaran menghapal? Karena memang mereka tidak punya teks untuk dihapal. Maka dari itu, selain tidak menghapal, mereka juga anti dg menghapal.
Pendidikan Islam justru diawali dg menghapal. Sebab, kewajiban seorang muslim yg pertama dan utama adalah shalat. Dalam shalat ada gerakan dan bacaan. Shalat tanpa membaca surat al-Fatihah tidak sah shalatnya. Maka, menghapal surat al-Fatihah hukumnya wajib.
Membaca dan menghapal teks al-Quran mendapat pahala tiap hurufnya. Bahkan membaca dg terbata2 tanpa tahu artinya juga dapat pahala 2, pahala membaca dan pahala usaha kerasnya. Anak2 yg hapal al-Quran akan memakaikan mahkota ke kepala orang tuanya di surga. Artinya, sang penghapal akan berada di surga dan orang tuanya akan dibawanya masuk pula ke surga, meskipun mungkin sebelumnya ia berada di neraka. Bisa menghapal al-Quran merupakan kompetensi yg didambakan semua orang Islam yg berakal.
Kehebatan ulama2 kita jaman dahulu sering diukur dg kekuatan hapalan. Imam Syafii hapal al-Quran umur 6 th dan kitab al-Muwatta, karangan gurunya, umur 10 th. Imam Malik ketika dibawakan 30 hadits, sekali diperdengarkan, 29 hadits langsung hapal. Seorang disebut gelar al-Hafidz (bukan hafidz Quran krn hafidz Quran sdh menjadi hal yg biasa dlm masyarakat Islam kala itu) adalah mereka yg hapal 100.000 hadits beserta sanadnya. Orang membuat klasifikasi berdasarkan jumlah hapalan hadits.
Lalu ada pejabat tinggi bidang pendidikan yg bilang dunia tidak membutuhkan anak2 yg jago menghapal. Mungkin benar bagi dunia yg materialistis. Sudah bagus anak2 menghapal di sekolah dasar jadi cerdas, meringankan tugas dia sbg menteri. Alih2 didukung, malah dibuat demotivasi. Ketika menjadi pejabat publik, sebaiknya karakter sektarian atau sekedar dunia yg digelutinya saja ditinggalkan. Mesti diperluas cakrawalanya. Kalau kemarin2 hanya dari A sd D, sekarang harus ditambah dari E sd Z. Mengecilkan dunia pendidikan dari A sd Z menjadi A cuma sampai D, adalah langkah keliru.
Sebenarnya pandai menghapal juga termasuk salah satu bentuk kecerdasan. Ciri2 orang cerdas itu hapal sesuatu. Dalam film2 Hollywood juga sering digambarkan tokoh yg cerdas jago dalam menghapal. Bahkan karena mereka sekuker, kemampuan menghapal itu digunakan juga utk mencari keuntungan perjudian di kasino2.
Ada pakar (bukan) pendidikan menyebut bahwa menghapal bukan termasuk belajar. Dia hanya mengumpulkan informasi2 saja, tidak membentuk pemahaman. Kalaulah jadi pandai karena kebiasaan saja, seperti otot tangan yg dilatih beban lama2 jadi kuat dan membesar.
Keunikan manusia adalah, ketika otak bekerja maka ia akan membuat simpul2 dendrit terhubung. Makin banyak terhubung makin banyak pengetahuan. Wajar kalau ia makin cerdas. Hanya anak kecil yg belum berakal yg menghapal hanya sekedar menghapal.
Kata "Pakar" ini juga, salah kalau dibilang dari kecil rajin menghapal akan ingat sampai dewasa. Kalau tidak dihapal terus ya hilang. Memang tidak salah. Lha wong dihapal saja bisa hilang hapalannya apalagi tidak. Ada2 saja bapak ini....
Kalau hapalan tidak penting buat anak2 sekolah, saya menunggu kebijakan pemerintah bahwa semua ujian, termasuk ujian nasional (kemarin katanya mau dihapus, eh belum lama diralat, nggak jadi) open book!
Kita juga tahu bahwa pemahaman itu penting. Tp dg mengatakan bahwa menghapal tidak penting, apalagi bilang menghapal tidak dibutuhkan, maka pemahaman ini harus diluruskan. Pendidikan di indonesia, tidak sama dg pendidikan di Barat. "Kita kan hidup di Indonesia, bukan di sana. Mereka bukan kita..." kata Utha Likumahuwa.
Saudara2ku kaum muslim, banyak keuntungan menghapal, terutama menghapal al-Quran, doa2 dan dzikir. Banyak orang sakit, sekarat, hati sedang galau, pikiran sedang kacau dan sebagainya, tidak ada quran, tp mulutnya bisa komat kamit membaca quran, doa dan dzikir. Kemudian hati menjadi tenang. Bayangkan jika seseorang berada di rumah sakit dalam.kondisi kritis tidak bisa apa2. Ia hanya bisa memandangi langit2 kamar. Mungkin sdg menunggu malaikat maut mencabut nyawa. Ia ingin sekali turun dari tempat tidur, berw
Pendidikan Islam justru diawali dg menghapal. Sebab, kewajiban seorang muslim yg pertama dan utama adalah shalat. Dalam shalat ada gerakan dan bacaan. Shalat tanpa membaca surat al-Fatihah tidak sah shalatnya. Maka, menghapal surat al-Fatihah hukumnya wajib.
Membaca dan menghapal teks al-Quran mendapat pahala tiap hurufnya. Bahkan membaca dg terbata2 tanpa tahu artinya juga dapat pahala 2, pahala membaca dan pahala usaha kerasnya. Anak2 yg hapal al-Quran akan memakaikan mahkota ke kepala orang tuanya di surga. Artinya, sang penghapal akan berada di surga dan orang tuanya akan dibawanya masuk pula ke surga, meskipun mungkin sebelumnya ia berada di neraka. Bisa menghapal al-Quran merupakan kompetensi yg didambakan semua orang Islam yg berakal.
Kehebatan ulama2 kita jaman dahulu sering diukur dg kekuatan hapalan. Imam Syafii hapal al-Quran umur 6 th dan kitab al-Muwatta, karangan gurunya, umur 10 th. Imam Malik ketika dibawakan 30 hadits, sekali diperdengarkan, 29 hadits langsung hapal. Seorang disebut gelar al-Hafidz (bukan hafidz Quran krn hafidz Quran sdh menjadi hal yg biasa dlm masyarakat Islam kala itu) adalah mereka yg hapal 100.000 hadits beserta sanadnya. Orang membuat klasifikasi berdasarkan jumlah hapalan hadits.
Lalu ada pejabat tinggi bidang pendidikan yg bilang dunia tidak membutuhkan anak2 yg jago menghapal. Mungkin benar bagi dunia yg materialistis. Sudah bagus anak2 menghapal di sekolah dasar jadi cerdas, meringankan tugas dia sbg menteri. Alih2 didukung, malah dibuat demotivasi. Ketika menjadi pejabat publik, sebaiknya karakter sektarian atau sekedar dunia yg digelutinya saja ditinggalkan. Mesti diperluas cakrawalanya. Kalau kemarin2 hanya dari A sd D, sekarang harus ditambah dari E sd Z. Mengecilkan dunia pendidikan dari A sd Z menjadi A cuma sampai D, adalah langkah keliru.
Sebenarnya pandai menghapal juga termasuk salah satu bentuk kecerdasan. Ciri2 orang cerdas itu hapal sesuatu. Dalam film2 Hollywood juga sering digambarkan tokoh yg cerdas jago dalam menghapal. Bahkan karena mereka sekuker, kemampuan menghapal itu digunakan juga utk mencari keuntungan perjudian di kasino2.
Ada pakar (bukan) pendidikan menyebut bahwa menghapal bukan termasuk belajar. Dia hanya mengumpulkan informasi2 saja, tidak membentuk pemahaman. Kalaulah jadi pandai karena kebiasaan saja, seperti otot tangan yg dilatih beban lama2 jadi kuat dan membesar.
Keunikan manusia adalah, ketika otak bekerja maka ia akan membuat simpul2 dendrit terhubung. Makin banyak terhubung makin banyak pengetahuan. Wajar kalau ia makin cerdas. Hanya anak kecil yg belum berakal yg menghapal hanya sekedar menghapal.
Kata "Pakar" ini juga, salah kalau dibilang dari kecil rajin menghapal akan ingat sampai dewasa. Kalau tidak dihapal terus ya hilang. Memang tidak salah. Lha wong dihapal saja bisa hilang hapalannya apalagi tidak. Ada2 saja bapak ini....
Kalau hapalan tidak penting buat anak2 sekolah, saya menunggu kebijakan pemerintah bahwa semua ujian, termasuk ujian nasional (kemarin katanya mau dihapus, eh belum lama diralat, nggak jadi) open book!
Kita juga tahu bahwa pemahaman itu penting. Tp dg mengatakan bahwa menghapal tidak penting, apalagi bilang menghapal tidak dibutuhkan, maka pemahaman ini harus diluruskan. Pendidikan di indonesia, tidak sama dg pendidikan di Barat. "Kita kan hidup di Indonesia, bukan di sana. Mereka bukan kita..." kata Utha Likumahuwa.
Saudara2ku kaum muslim, banyak keuntungan menghapal, terutama menghapal al-Quran, doa2 dan dzikir. Banyak orang sakit, sekarat, hati sedang galau, pikiran sedang kacau dan sebagainya, tidak ada quran, tp mulutnya bisa komat kamit membaca quran, doa dan dzikir. Kemudian hati menjadi tenang. Bayangkan jika seseorang berada di rumah sakit dalam.kondisi kritis tidak bisa apa2. Ia hanya bisa memandangi langit2 kamar. Mungkin sdg menunggu malaikat maut mencabut nyawa. Ia ingin sekali turun dari tempat tidur, berw