IGHATSATUL LAHFAN
(Menyelamatkan Hati Dari Tipu Daya Setan)
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Hati adalah raja yang memiliki kewenangan mutlak mengatur, mengeluarkan instruksi, dan menggunakan seluruh organ tubuh manusia. Seluruh organ tunduk kepada kekuasaannya. Maka, hati merupakan kunci keistiqomahan maupun penyimpangan organ.
Semua organ melaksanakan perintah hati dan menerima pemberiannya. Suatu perbuatan terlaksana dengan benar hanya apabila terbit dari kehendak hati. Hati adalah penanggung jawab seluruh organ, karena “Setiap pemimpin adalah penanggung jawab bagi rakyatnya.”
Tak heran, setan senantiasa berusaha merusak hati manusia, memikatnya dengan pesona syahwat, menghias sifat dan perbuatan jahat yang menghalangi dari jalan kebenaran, menawarkan kepadanya sarana-sarana kesesatan, dan memasang perangkap yang menjebaknya atau setidaknya menghambat perjalanannya menuju Allah.
Maka, menyelamatkan hati agar tetap terawat, sehat dan lurus menjadi fokus perhatian para penempuh jalan menuju Allah. Menyelamatkan hati agar terhindar dari penyakit dan mengobatinya jika telah tertimpa penyakit, merupakan langkah paling penting yang dilakukan oleh para ahli ibadah.
--------------------------
Ighatsatul Lahfan
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Ukuran: 19.5 x 26.5 cm
Sampul: Hard Cover
Tebal: 770 halaman
Berat: 1,7 Kg
ISBN : 9785028417150
Harga Rp.199.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
(Menyelamatkan Hati Dari Tipu Daya Setan)
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Hati adalah raja yang memiliki kewenangan mutlak mengatur, mengeluarkan instruksi, dan menggunakan seluruh organ tubuh manusia. Seluruh organ tunduk kepada kekuasaannya. Maka, hati merupakan kunci keistiqomahan maupun penyimpangan organ.
Semua organ melaksanakan perintah hati dan menerima pemberiannya. Suatu perbuatan terlaksana dengan benar hanya apabila terbit dari kehendak hati. Hati adalah penanggung jawab seluruh organ, karena “Setiap pemimpin adalah penanggung jawab bagi rakyatnya.”
Tak heran, setan senantiasa berusaha merusak hati manusia, memikatnya dengan pesona syahwat, menghias sifat dan perbuatan jahat yang menghalangi dari jalan kebenaran, menawarkan kepadanya sarana-sarana kesesatan, dan memasang perangkap yang menjebaknya atau setidaknya menghambat perjalanannya menuju Allah.
Maka, menyelamatkan hati agar tetap terawat, sehat dan lurus menjadi fokus perhatian para penempuh jalan menuju Allah. Menyelamatkan hati agar terhindar dari penyakit dan mengobatinya jika telah tertimpa penyakit, merupakan langkah paling penting yang dilakukan oleh para ahli ibadah.
--------------------------
Ighatsatul Lahfan
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
Ukuran: 19.5 x 26.5 cm
Sampul: Hard Cover
Tebal: 770 halaman
Berat: 1,7 Kg
ISBN : 9785028417150
Harga Rp.199.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Lathaiful Maarif
Agenda Muslim dalam Setahun
Penulis: Ibnu Rajab Al-Hanbali
Allah swt telah menentukan dalam setahun ada dua belas bulan tentu bukan tanpa tujuan. Dalam sehari-semalam, Allah swt telah menentukan tugas-tugas ibadah yang mesti dijalankan seluruh hamba-Nya yang beriman. Allah pun telah menetapkan tugas-tugas ibadah dalam jangka bulanan. Di antara tugas tersebut ada yang wajib, ada pula yang sebatas dianjurkan.
Sudah menjadi pengetahuan kita sebagai umat Islam, bahwa semakin jauh dari masa Rasulullah maka semakin banyak kontaminasi ajaran menyimpang dalam agama ini. Di sisi lain, terkadang ilmu dan pola pikir sebagian orang yang ditokohkan kaum muslim yang tidak mengerti menjadikan pemikiran, kebiasaan, tradisi yang tidak jelas sumbernya bahkan nyata sesatnya justru dilestarikan dan dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam.
Buku ini hadir sebagai upaya menunjukkan apa saja ibadah dalam setahun yang dianjurkan Rasulullah SAW. dan bagaimana tata caranya. AL-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali telah memudahkan umat islam dengan menulis buku ini. Penulis berharap, buku ini dapat menjadi acuan bagi siapa saja dalam mencari bekal guna menyongsong akhirat, sekaligus sebagai persiapan menghadapi kematian.
-------------------------------------------
Lathaiful Maarif
Agenda Muslim dalam Setahun
Penulis: Ibnu Rajab Al-Hanbali
Ukuran : 17 x 25 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS 654 halaman
Berat: 1,3 Kg
ISBN: 9786028417808
Harga: Rp. 190.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Agenda Muslim dalam Setahun
Penulis: Ibnu Rajab Al-Hanbali
Allah swt telah menentukan dalam setahun ada dua belas bulan tentu bukan tanpa tujuan. Dalam sehari-semalam, Allah swt telah menentukan tugas-tugas ibadah yang mesti dijalankan seluruh hamba-Nya yang beriman. Allah pun telah menetapkan tugas-tugas ibadah dalam jangka bulanan. Di antara tugas tersebut ada yang wajib, ada pula yang sebatas dianjurkan.
Sudah menjadi pengetahuan kita sebagai umat Islam, bahwa semakin jauh dari masa Rasulullah maka semakin banyak kontaminasi ajaran menyimpang dalam agama ini. Di sisi lain, terkadang ilmu dan pola pikir sebagian orang yang ditokohkan kaum muslim yang tidak mengerti menjadikan pemikiran, kebiasaan, tradisi yang tidak jelas sumbernya bahkan nyata sesatnya justru dilestarikan dan dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam.
Buku ini hadir sebagai upaya menunjukkan apa saja ibadah dalam setahun yang dianjurkan Rasulullah SAW. dan bagaimana tata caranya. AL-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali telah memudahkan umat islam dengan menulis buku ini. Penulis berharap, buku ini dapat menjadi acuan bagi siapa saja dalam mencari bekal guna menyongsong akhirat, sekaligus sebagai persiapan menghadapi kematian.
-------------------------------------------
Lathaiful Maarif
Agenda Muslim dalam Setahun
Penulis: Ibnu Rajab Al-Hanbali
Ukuran : 17 x 25 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS 654 halaman
Berat: 1,3 Kg
ISBN: 9786028417808
Harga: Rp. 190.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
*ISLAM DAN PANCASILA*
Kumpulan Artikel Pilihan
Penulis: Dr. Adian Husaini.
"Jakarta Charter itu adalah untuk mempersatukan Rakyat Indonesia yang terutama sekali dari Sabang sampai Merauke, yang beragama Islam, yang beragama Kristen, yang beragama Budha, pendek kata seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dipersatukan!"
(Pidato Presiden Soekarno saat Peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta, 22 Juni 1965)
"Sila 'Ketuhanan Yang Maha Esa' Sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam."
(Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16-21 Desember 1983).
"Bahwa Islam mempunyai kelebihan dari Pancasila, maka hal itu adalah baik, pun baik sekali untuk/bagi Pancasila itu sendiri dan pasti tidak dilarang oleh Pancasila, bahkan menguntungkan Pancasila, karena Pancasila akan dapat diperkuat dan diperkaya oleh Islam."
(Kasman Singodimedjo, Pahlawan Nasional, perumus Dasar Negara 18 Agustus 1945)
"Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa di Pasal 29 itu bukanlah Tuhan yang lain, melainkan Allah! Tidak mungkin bertentangan dan berkacau di antara Preambul dengan materi undang-undang". (Buya Hamka, Ketua MUI Pertama, Pahlawan Nasional).
--------------------------
ISLAM DAN PANCASILA
Kumpulan Artikel Pilihan
Penulis: Dr. Adian Husaini.
Ukuran: 13x18 Cm
Isi: hvs 160 halaman.
Harga: Rp. 75.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Kumpulan Artikel Pilihan
Penulis: Dr. Adian Husaini.
"Jakarta Charter itu adalah untuk mempersatukan Rakyat Indonesia yang terutama sekali dari Sabang sampai Merauke, yang beragama Islam, yang beragama Kristen, yang beragama Budha, pendek kata seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dipersatukan!"
(Pidato Presiden Soekarno saat Peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta, 22 Juni 1965)
"Sila 'Ketuhanan Yang Maha Esa' Sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, yang menjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam."
(Hasil Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, 16-21 Desember 1983).
"Bahwa Islam mempunyai kelebihan dari Pancasila, maka hal itu adalah baik, pun baik sekali untuk/bagi Pancasila itu sendiri dan pasti tidak dilarang oleh Pancasila, bahkan menguntungkan Pancasila, karena Pancasila akan dapat diperkuat dan diperkaya oleh Islam."
(Kasman Singodimedjo, Pahlawan Nasional, perumus Dasar Negara 18 Agustus 1945)
"Jadi, Ketuhanan Yang Maha Esa di Pasal 29 itu bukanlah Tuhan yang lain, melainkan Allah! Tidak mungkin bertentangan dan berkacau di antara Preambul dengan materi undang-undang". (Buya Hamka, Ketua MUI Pertama, Pahlawan Nasional).
--------------------------
ISLAM DAN PANCASILA
Kumpulan Artikel Pilihan
Penulis: Dr. Adian Husaini.
Ukuran: 13x18 Cm
Isi: hvs 160 halaman.
Harga: Rp. 75.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
PERDEBATAN MALAIKAT TERTINGGI
Penulis: Ibnu Rajab al-Hanbali
Dalam satu hadits diceritakan bahwa suatu pagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tak kunjung datang untuk shalat Shubuh bersama para Shahabat, hingga mereka hampir saja melihat tanduk matahari. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya datang dengan cepat lalu dikumandangkan iqamat. Shalat pun ditegakkan, beliau mengerjakan shalat dengan singkat.
Setelah mengucapkan salam, beliau bersabda kepada para sahabat. "Tetaplah kalian di shaff-shaff kalian," (kemudian beliau meninggalkan mereka) lalu beliau kembali kepada para Shahabat dan menceritakan sebab yang membuat beliau terlambat keluar untuk shalat pada pagi hari itu. Ternyata beliau mangantuk ketika mendirikan shalat malam, lalu tiba-tiba berada di hadapan Rabb 'Azz wa Jalla dalam wujud-Nya yang paling indah. Suatu keistimewaan bagi Nabi kita yang mulia. Di dalamnya Allah bertanya kepada beliau hingga tiga kali: "Wahai Muhammad, tahukah engkau apa yang diperdebatkan oleh Malaikat tertinggi?"
Nabi kita mampu menjawabnya setelah Allah perlihatkan kepada beliau apa yang diperdebatkan oleh Malaikat tertinggi. Dan perdebatan yang diceritakan dalam hadits ini dibahas secara detail oleh al-Hafizh Ibnu rajab dalam bukunya yang sangat ini.
--------------------------------
Perdebatan Malaikat Tertinggi
Penulis: Ibnu Rajab al-Hanbali
Ukuran: 14,5 x 20,5 cm
Tebal: 196 Halaman
Berat: 280 gr
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 60.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Penulis: Ibnu Rajab al-Hanbali
Dalam satu hadits diceritakan bahwa suatu pagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tak kunjung datang untuk shalat Shubuh bersama para Shahabat, hingga mereka hampir saja melihat tanduk matahari. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akhirnya datang dengan cepat lalu dikumandangkan iqamat. Shalat pun ditegakkan, beliau mengerjakan shalat dengan singkat.
Setelah mengucapkan salam, beliau bersabda kepada para sahabat. "Tetaplah kalian di shaff-shaff kalian," (kemudian beliau meninggalkan mereka) lalu beliau kembali kepada para Shahabat dan menceritakan sebab yang membuat beliau terlambat keluar untuk shalat pada pagi hari itu. Ternyata beliau mangantuk ketika mendirikan shalat malam, lalu tiba-tiba berada di hadapan Rabb 'Azz wa Jalla dalam wujud-Nya yang paling indah. Suatu keistimewaan bagi Nabi kita yang mulia. Di dalamnya Allah bertanya kepada beliau hingga tiga kali: "Wahai Muhammad, tahukah engkau apa yang diperdebatkan oleh Malaikat tertinggi?"
Nabi kita mampu menjawabnya setelah Allah perlihatkan kepada beliau apa yang diperdebatkan oleh Malaikat tertinggi. Dan perdebatan yang diceritakan dalam hadits ini dibahas secara detail oleh al-Hafizh Ibnu rajab dalam bukunya yang sangat ini.
--------------------------------
Perdebatan Malaikat Tertinggi
Penulis: Ibnu Rajab al-Hanbali
Ukuran: 14,5 x 20,5 cm
Tebal: 196 Halaman
Berat: 280 gr
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 60.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
DURUSUL LUGHAH
Edisi lengkap jilid 1 sampai dengan 4 jadi 1 buku
Durusul Lughoh adalah salah satu kitab pembelajaran Muhadatsah atau percakapan yang terkenal dan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab di banyak pondok pesantren. Yang berbeda dari Buku Durusul Lughah dibandingkan buku pembelajaran Bahasa Arab lainnya adalah penyusunannya yang sistematis dengan pengenalan kaidah bahasa secara bertahap yang langsung diterapkan pada bacaan dan latihan intensif dalam setiap bab pelajaran.
----------------------
DURUSUL LUGHAH
Edisi lengkap jilid 1 sampai dengan 4 jadi 1 buku
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 95.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Edisi lengkap jilid 1 sampai dengan 4 jadi 1 buku
Durusul Lughoh adalah salah satu kitab pembelajaran Muhadatsah atau percakapan yang terkenal dan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bahasa Arab di banyak pondok pesantren. Yang berbeda dari Buku Durusul Lughah dibandingkan buku pembelajaran Bahasa Arab lainnya adalah penyusunannya yang sistematis dengan pengenalan kaidah bahasa secara bertahap yang langsung diterapkan pada bacaan dan latihan intensif dalam setiap bab pelajaran.
----------------------
DURUSUL LUGHAH
Edisi lengkap jilid 1 sampai dengan 4 jadi 1 buku
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 95.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Paket Novel sarat nasehat dan penuh hikmah hasil karya Buya Hamka, seorang ulama dan sastarawan terkemuka dunia, salah satu putra terbaik bangsa:
- MERANTAU KE DELI
- TERUSIR
- MENUNGGU BEDUK BERBUNYI
- TUAN DIREKTUR
MERANTAU KE DELI
Poniem seorang perempuan Jawa yang ketika di perantauan harus rela hidup sebagai istri simpanan dari Tuan Tanah di Deli dan Leman seorang pemuda asal Minangkabau yang penuh keyakinan dan optimis di tanah perantauan loyal setia dan percaya kepada sanak familinya. Benih cinta tumbuh. Mereka kemudian menikah dan pergi dari kehidupan perkebunan. Memulai hidup baru dan hidup berumah tangga dengan perbedaan budaya. Kehidupan rumah tangga mereka mengalami goncangan hebat ketika muncul dorongan keluarga besar Leman di kampung agar Leman beristrikan perempuan Minangkabau. Dengan Mariatun gadis asli Minangkabau Leman kemudian menikah lagi. Selain itu kehadiran Suyono laki-laki asal Jawa juga memainkan peran penting dalam kehidupan Leman dan Poniem. Kehidupan rumah tangga mereka tidak lagi sama. Gelombang yang mengguncang rumah tangga mereka semakin besar. Bagaimanakah Leman mempertahankan biduk rumah tangga dengan kedua istrinya dan juga kehadiran Suyono dalam rumah mereka? Berhasilkah Leman?
MENUNGGU BEDUK BERBUNYI
Tuan Sharif terpaksa bekerja untuk Belanda karena tuntutan ekonomi kebutuhan keluarga. Demi kehidupan yang layak untuk keluarganya dia pada akhirnya menjadi seorang Federalist orang yang dibenci para pejuang kemerdekaan. Lebih dari itu tidak hanya masyarakat yang membenci anak yang sangat dicintainya pun ikut membenci dirinya. Sharif sudah terperosok ke lubang yang begitu dalam. Dia sudah pasrah dengan keterpurukan dan tekanan batin. Di saat seperti itu menunggu beduk berbunyilah yang kembali menyadarkan dirinya akan makna hidup. Berlatar belakang masa penjajahan dan kemerdekaan Hamka berhasil dengan apik menggelontorkan alur cerita ini dengan baik dan menarik sehingga seakan-akan kita kembali ke suasana era perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
TERUSIR
Mariah dia Mariah. Ibu sekaligus perempuan halus perasaan dan cantik rupanya ini harus terusir karena sang suami Azhar yang termakan dan menelan fitnah itu dengan bulat-bulat. Lika-liku kehidupannya yang tak berantah pun dimulai. Mariah harus terusir harus terdampar di Medan hingga terjerembab di dunia gelap dan remang di Jakarta. Sebuah mahakarya dari Buya Hamka sang sastrawan Pujangga Baru. Novel yang akan memainkan dan mencampuradukkan emosi dan perasaan terdalam kita soal cinta kehilangan fitnah permusuhan dan kasih sayang.
TUAN DIREKTUR
Jazuli seorang pemuda dari Banjar mencoba peruntungannya di Surabaya. Bermodal kekerasan hati ia berhasil memiliki hotel mewah dan toko emas juga berlian yang cukup terkenal hingga ke luar negeri. Demi mencapai posisi puncak dan mempertahankan posisinya, Tuan Direktur rela menyingkirkan semua sahabat dan orang-orang terdekatnya. Sebaliknya, Tuan Direktur justru mengambil orang-orang bermulut manis dan bermuka menjadi orang terdekatnya.
Hawa nafsunya mengembangkan bisnis membawanya harus berurusan dengan Pak Yasin seorang kakek tua pemilik tanah dan rumah sewa di daerah kumuh di pinggir kota. Segala cara dihalalkan Jazuli asalkan dia dapat mendapatkan tanah Pak Yasin. Namun,........................
---------------------------------------
Paket Novel Hamka:
- MERANTAU KE DELI Rp. 53.500,-
- TERUSIR Rp. 39.000,-
- MENUNGGU BEDUK BERBUNYI Rp. 35.500-
- TUAN DIREKTUR Rp. 38.000,-
Harga 1 paket: Rp. 166.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
- MERANTAU KE DELI
- TERUSIR
- MENUNGGU BEDUK BERBUNYI
- TUAN DIREKTUR
MERANTAU KE DELI
Poniem seorang perempuan Jawa yang ketika di perantauan harus rela hidup sebagai istri simpanan dari Tuan Tanah di Deli dan Leman seorang pemuda asal Minangkabau yang penuh keyakinan dan optimis di tanah perantauan loyal setia dan percaya kepada sanak familinya. Benih cinta tumbuh. Mereka kemudian menikah dan pergi dari kehidupan perkebunan. Memulai hidup baru dan hidup berumah tangga dengan perbedaan budaya. Kehidupan rumah tangga mereka mengalami goncangan hebat ketika muncul dorongan keluarga besar Leman di kampung agar Leman beristrikan perempuan Minangkabau. Dengan Mariatun gadis asli Minangkabau Leman kemudian menikah lagi. Selain itu kehadiran Suyono laki-laki asal Jawa juga memainkan peran penting dalam kehidupan Leman dan Poniem. Kehidupan rumah tangga mereka tidak lagi sama. Gelombang yang mengguncang rumah tangga mereka semakin besar. Bagaimanakah Leman mempertahankan biduk rumah tangga dengan kedua istrinya dan juga kehadiran Suyono dalam rumah mereka? Berhasilkah Leman?
MENUNGGU BEDUK BERBUNYI
Tuan Sharif terpaksa bekerja untuk Belanda karena tuntutan ekonomi kebutuhan keluarga. Demi kehidupan yang layak untuk keluarganya dia pada akhirnya menjadi seorang Federalist orang yang dibenci para pejuang kemerdekaan. Lebih dari itu tidak hanya masyarakat yang membenci anak yang sangat dicintainya pun ikut membenci dirinya. Sharif sudah terperosok ke lubang yang begitu dalam. Dia sudah pasrah dengan keterpurukan dan tekanan batin. Di saat seperti itu menunggu beduk berbunyilah yang kembali menyadarkan dirinya akan makna hidup. Berlatar belakang masa penjajahan dan kemerdekaan Hamka berhasil dengan apik menggelontorkan alur cerita ini dengan baik dan menarik sehingga seakan-akan kita kembali ke suasana era perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
TERUSIR
Mariah dia Mariah. Ibu sekaligus perempuan halus perasaan dan cantik rupanya ini harus terusir karena sang suami Azhar yang termakan dan menelan fitnah itu dengan bulat-bulat. Lika-liku kehidupannya yang tak berantah pun dimulai. Mariah harus terusir harus terdampar di Medan hingga terjerembab di dunia gelap dan remang di Jakarta. Sebuah mahakarya dari Buya Hamka sang sastrawan Pujangga Baru. Novel yang akan memainkan dan mencampuradukkan emosi dan perasaan terdalam kita soal cinta kehilangan fitnah permusuhan dan kasih sayang.
TUAN DIREKTUR
Jazuli seorang pemuda dari Banjar mencoba peruntungannya di Surabaya. Bermodal kekerasan hati ia berhasil memiliki hotel mewah dan toko emas juga berlian yang cukup terkenal hingga ke luar negeri. Demi mencapai posisi puncak dan mempertahankan posisinya, Tuan Direktur rela menyingkirkan semua sahabat dan orang-orang terdekatnya. Sebaliknya, Tuan Direktur justru mengambil orang-orang bermulut manis dan bermuka menjadi orang terdekatnya.
Hawa nafsunya mengembangkan bisnis membawanya harus berurusan dengan Pak Yasin seorang kakek tua pemilik tanah dan rumah sewa di daerah kumuh di pinggir kota. Segala cara dihalalkan Jazuli asalkan dia dapat mendapatkan tanah Pak Yasin. Namun,........................
---------------------------------------
Paket Novel Hamka:
- MERANTAU KE DELI Rp. 53.500,-
- TERUSIR Rp. 39.000,-
- MENUNGGU BEDUK BERBUNYI Rp. 35.500-
- TUAN DIREKTUR Rp. 38.000,-
Harga 1 paket: Rp. 166.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Inna lillahi wa innaa ilaihi rajiuun. Ayahanda Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, tutup usia, berpulang ke rahmatullah pada Rabu 21 Oktober 2020, pukul 15.50 di rumah Gontor.
https://www.gontor.ac.id/berita/ayahanda-dr-kh-abdullah-syukri-zarkasyi-berpulang-ke-rahmatullah
https://www.gontor.ac.id/berita/ayahanda-dr-kh-abdullah-syukri-zarkasyi-berpulang-ke-rahmatullah
Gontor
Ayahanda Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi Berpulang ke Rahmatullah - Gontor
Inna lillahi wa innaa ilaihi rajiuun. Ayahanda Dr KH Abdullah Syukri Zarkasyi, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, tutup usia, berpulang ke rahmatullah pada Rabu 21 Oktober 2020, pukul 15.50 di rumah Gontor. Pada 2012 Kiai Syukri terkena serangan stroke…
FILSAFAT TAFSIR
Oleh: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
Seorang dosen universitas Islam kenamaan suatu ketika ditanya mahasiswanya tentang status Alquran dalam kajian sains dan humaniora. Jawabnya, "Sains adalah sains, kitab suci adalah kitab suci. Biarkanlah Alquran sebagai firman Tuhan di atas sana." Jawaban ini maksudnya Alquran adalah kitab suci yang sulit dipahami dan tidak ada hubungannya dengan sains dan humaniora. Ini membingungkan.
Baru-baru ini seorang aktivis parpol tertentu mengomentari pemahaman surah al-Maidah ayat 51 dalam kaitannya dengan haramnya memilih pemimpin non-Muslim. Ia menyatakan, "Yang tahu makna atau tafsir surah itu hanya Tuhan, kita sebagai manusia tidak tahu." Ini juga pernyataan yang sama bingungnya dengan yang pertama. Seakan-akan Alquran itu kitab suci yang mustahil dipahami manusia.
Pandangan dosen tadi berindikasi adanya paham sekuler pada dirinya. Tampaknya ia yakin bahwa kebenaran sains dan humaniora dapat dibuktikan secara empiris sementara kebenaran kitab suci atau teologi tidak bisa. Seakan hal-hal yang empiris tidak mungkin dimasuki agama, dan sebaliknya. Ia seperti lupa bahwa banyak ayat kauniyah dalam Alquran bisa dibuktikan secara empiris. Mungkin ia juga tidak mendalami bahwa banyak ayat kauniyyah dalam Alquran yang memerlukan ta'wil al-ilmi.
Pandangan aktivis parpol itu seperti terpengaruh oleh mitologi Yunani atau mungkin ia baru membaca filsafat hermeneutika postmodern. Di zaman Yunani memang ada kisah bahwa pesan dewa-dewi di Olympus itu "tidak dapat dipahami manusia". Karena itu, orang terpaksa memahaminya melalui Hermes atau penyair Homer.
Singkatnya, cara penafsiran pesan dewa-dewi ini kemudian dijadikan metode penafsiran para filosof. Plato menggunakan hermeneutika alegoris, yaitu metode memahami teks dengan cara mencari makna yang lebih dalam dari sekadar pengertian literal. Selain itu, Stoic juga menerapkan doktrin inner logos dan outer logos (inner word and outer word). Sementara, Aristotle memakai tafsir menekankan pada teori logika dan semantik.
Metode hermeneutika yang pertama digunakan kalangan teolog Kristen untuk menafsirkan Bible adalah metode alegoris. Namun, perkembangan selanjutnya ketika hermeneutika berubah menjadi filsafat, interpretasi objek tafsirnya bukan hanya pesan dewa-dewi, wahyu Tuhan, tapi juga teks sastra. Untuk teks sastra, hermeneutika diperlukan. Namun, untuk teks wahyu, filsafat tafsir ini akan memunculkan banyak masalah.
Boleh jadi yang mengatakan firman Tuhan tidak bisa dipahami oleh manusia secara mutlak terinspirasi oleh wacana di kalangan Katolik. Robert M Robinson, seorang tokoh Katolik AS, menulis begini:
"It is very common today for people to say "We cannot understand the Bible alike". Such a statement is often offered in defense of the more than 400 different denominations that exist in the world."
Ini berarti Bible tidak bisa dipahami sama oleh semua orang. Di sini para cendekiawan Muslim lalu meng-copy-paste dan mengatakan "satu ayat seribu tafsir", "tidak ada tafsir tunggal", "yang tahu makna Alquran yang sesungguhnya hanyalah Tuhan", dan seterusnya.
Suatu ketika saya coba sampaikan tren cendekiawan Muslim ini kepada al-Attas. Beliau spontan menjawab, "Tidak ada perintah dalam Alquran agar manusia memahami Alquran seperti yang dimaksud oleh Allah. Kita juga tidak diperintah untuk mengenal Allah dengan hakikat yang sesungguhnya," demikian seterusnya.
Jika Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu tidak dapat dipahami oleh umatnya, maka berarti Nabi telah dianggap gagal membawa risalahnya. Jika Alquran tidak dapat dipahami oleh umat Islam, mustahil peradaban Islam tegak berdiri dan berkembang selama 7-10 abad lamanya.
Selain itu, pemahaman manusia dengan tafsir yang bermacam-macam tidak berarti Alquran sulit dipahami. Tafsir-tafsir itu menunjukkan bahwa Alquran dapat dipahami dari berbagai aspek. Tafsir-tafsir yang bertentangan antara satu dengan lainnya hanya sedikit. Itu pun tidak pernah mengubah hal-hal yang bersifat muhkamat atau thawabit.
Al-Attas bahkan menganggap tafsir Quran sebagai karya ilmi
Oleh: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
Seorang dosen universitas Islam kenamaan suatu ketika ditanya mahasiswanya tentang status Alquran dalam kajian sains dan humaniora. Jawabnya, "Sains adalah sains, kitab suci adalah kitab suci. Biarkanlah Alquran sebagai firman Tuhan di atas sana." Jawaban ini maksudnya Alquran adalah kitab suci yang sulit dipahami dan tidak ada hubungannya dengan sains dan humaniora. Ini membingungkan.
Baru-baru ini seorang aktivis parpol tertentu mengomentari pemahaman surah al-Maidah ayat 51 dalam kaitannya dengan haramnya memilih pemimpin non-Muslim. Ia menyatakan, "Yang tahu makna atau tafsir surah itu hanya Tuhan, kita sebagai manusia tidak tahu." Ini juga pernyataan yang sama bingungnya dengan yang pertama. Seakan-akan Alquran itu kitab suci yang mustahil dipahami manusia.
Pandangan dosen tadi berindikasi adanya paham sekuler pada dirinya. Tampaknya ia yakin bahwa kebenaran sains dan humaniora dapat dibuktikan secara empiris sementara kebenaran kitab suci atau teologi tidak bisa. Seakan hal-hal yang empiris tidak mungkin dimasuki agama, dan sebaliknya. Ia seperti lupa bahwa banyak ayat kauniyah dalam Alquran bisa dibuktikan secara empiris. Mungkin ia juga tidak mendalami bahwa banyak ayat kauniyyah dalam Alquran yang memerlukan ta'wil al-ilmi.
Pandangan aktivis parpol itu seperti terpengaruh oleh mitologi Yunani atau mungkin ia baru membaca filsafat hermeneutika postmodern. Di zaman Yunani memang ada kisah bahwa pesan dewa-dewi di Olympus itu "tidak dapat dipahami manusia". Karena itu, orang terpaksa memahaminya melalui Hermes atau penyair Homer.
Singkatnya, cara penafsiran pesan dewa-dewi ini kemudian dijadikan metode penafsiran para filosof. Plato menggunakan hermeneutika alegoris, yaitu metode memahami teks dengan cara mencari makna yang lebih dalam dari sekadar pengertian literal. Selain itu, Stoic juga menerapkan doktrin inner logos dan outer logos (inner word and outer word). Sementara, Aristotle memakai tafsir menekankan pada teori logika dan semantik.
Metode hermeneutika yang pertama digunakan kalangan teolog Kristen untuk menafsirkan Bible adalah metode alegoris. Namun, perkembangan selanjutnya ketika hermeneutika berubah menjadi filsafat, interpretasi objek tafsirnya bukan hanya pesan dewa-dewi, wahyu Tuhan, tapi juga teks sastra. Untuk teks sastra, hermeneutika diperlukan. Namun, untuk teks wahyu, filsafat tafsir ini akan memunculkan banyak masalah.
Boleh jadi yang mengatakan firman Tuhan tidak bisa dipahami oleh manusia secara mutlak terinspirasi oleh wacana di kalangan Katolik. Robert M Robinson, seorang tokoh Katolik AS, menulis begini:
"It is very common today for people to say "We cannot understand the Bible alike". Such a statement is often offered in defense of the more than 400 different denominations that exist in the world."
Ini berarti Bible tidak bisa dipahami sama oleh semua orang. Di sini para cendekiawan Muslim lalu meng-copy-paste dan mengatakan "satu ayat seribu tafsir", "tidak ada tafsir tunggal", "yang tahu makna Alquran yang sesungguhnya hanyalah Tuhan", dan seterusnya.
Suatu ketika saya coba sampaikan tren cendekiawan Muslim ini kepada al-Attas. Beliau spontan menjawab, "Tidak ada perintah dalam Alquran agar manusia memahami Alquran seperti yang dimaksud oleh Allah. Kita juga tidak diperintah untuk mengenal Allah dengan hakikat yang sesungguhnya," demikian seterusnya.
Jika Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad itu tidak dapat dipahami oleh umatnya, maka berarti Nabi telah dianggap gagal membawa risalahnya. Jika Alquran tidak dapat dipahami oleh umat Islam, mustahil peradaban Islam tegak berdiri dan berkembang selama 7-10 abad lamanya.
Selain itu, pemahaman manusia dengan tafsir yang bermacam-macam tidak berarti Alquran sulit dipahami. Tafsir-tafsir itu menunjukkan bahwa Alquran dapat dipahami dari berbagai aspek. Tafsir-tafsir yang bertentangan antara satu dengan lainnya hanya sedikit. Itu pun tidak pernah mengubah hal-hal yang bersifat muhkamat atau thawabit.
Al-Attas bahkan menganggap tafsir Quran sebagai karya ilmi
ah dengan metode ilmiah dan mendekati sifat sebuah ilmu pasti. Sebab, jika orang menafsirkan Alquran, ia harus merujuk bahasa Arab, ayat Alquran yang lain, dan hadis. Maka al-Attas tegas bahwa, "Dalam tafsir tidak ada ruang bagi perkiraan; tidak ada ruang untuk interpretasi berdasarkan pada pemahaman subjektif, atau pemahaman yang hanya didasarkan kepada ide tentang relativisme historis …." Maka dari itu, untuk menakwilkan sebuat ayat aturan-aturan yang ketat, ia harus bersesuaian dengan ayat-ayat lain yang muhkamat (yang jelas) dan harus didukung oleh hadis-hadis nabi yang sahih.
Ini berbeda dari upaya pemahaman kitab suci dengan teori filsafat tafsir yang disebut hermeneutika itu. Hermeneutika adalah takwil dari luar teks dan lepas dari makna bahasa. Fredrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834) memahami Bible dengan intuisi untuk memahami psikologi pengarang. Sementara, hermeneutika Wilhelm Dilthey (1833-1911) menggunakan "teknik memahami ekspresi tentang kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan". Ini tafsir yang mementingkan sejarah daripada teks Alquran.
Selain itu, Martin Heidegger (1889-1976) juga sama. Ia menghubungkan kajian tentang makna kesejarahan dengan makna kehidupan dan bukan apa yang tertulis dalam teks. Gadamer dalam karyanya, Truth and Method, menganggap hermeneutika sebagai metode interpretasi teks sesuai dengan konteks ruang dan waktu interpreter.
Lebih-lebih teori Jurgen Habermas (1929- ) yang menekankan pemahaman kepada kepentingan sosial (social interest) termasuk kepentingan kekuasaan (power interest). Ricoeur (1913- ) seorang Katolik Prancis, berangkat dari teori sendiri bahwa teks berbeda dari percakapan karena ia terlepas dari kondisi asal yang menghasilkannya, niat penulisnya sudah kabur, audiennya lebih umum, dan referensinya tidak dapat lagi dideteksi. Asumsi Recour, teks tidak dapat dipahami jika sudah terlepas dari kondisi asal penulisnya.
Intinya, teks keagamaan (wahyu) dalam pandangan liberal tidak dapat dipahami oleh penulisnya. Ini relevan dengan teori hermeneutika di Barat yang berangkat dari ujaran bahwa firman dewa-dewi atau firman Tuhan tidak bisa dipahami dan berakhir dengan teori interpretasi yang sarat dengan kepentingan. Maka, Ernest Gellner menyimpulkan bahwa kebenaran objektif akan digantikan oleh kebenaran hermeneutika, sebab kebenaran hermeneutika lebih mengutamakan subjektivitas objek yang dikaji dan pengkajinya, dan bahkan subjektivitas pembaca atau pendengar.
Upaya cendekiawan Muslim untuk "mengadopsi" filsafat hermeneutika sebagai alternatif tafsir Alquran masih harus dikaji lebih serius. Metode tafsir dalam tradisi intelektual Islam tidak bisa dibandingkan dengan metode hemeneutika dalam tradisi Yunani ataupun Kristen, apalagi diganti. Sebab, makna realitas dan kebenaran yang menjadi acuan konsep dan teori para hermeneut berbeda jauh dari teori dan konsep Islam.
Jadi, jika Muslim tidak paham makna Alquran, ia tidak perlu bilang "hanya Allah yang tahu". Jika Muslim tidak mampu menafsirkan makna Alquran, ia tidak perlu minta tolong Hermes, Habermas, Gaddamer, Paul Ricour, dsb. Ia hanya perlu bertanya kepada ayat-ayat lain, kepada Rasulullah SAW, dan para ulama yang rasikhun fil ilmi.
Ini berbeda dari upaya pemahaman kitab suci dengan teori filsafat tafsir yang disebut hermeneutika itu. Hermeneutika adalah takwil dari luar teks dan lepas dari makna bahasa. Fredrich Ernst Daniel Schleiermacher (1768-1834) memahami Bible dengan intuisi untuk memahami psikologi pengarang. Sementara, hermeneutika Wilhelm Dilthey (1833-1911) menggunakan "teknik memahami ekspresi tentang kehidupan yang tersusun dalam bentuk tulisan". Ini tafsir yang mementingkan sejarah daripada teks Alquran.
Selain itu, Martin Heidegger (1889-1976) juga sama. Ia menghubungkan kajian tentang makna kesejarahan dengan makna kehidupan dan bukan apa yang tertulis dalam teks. Gadamer dalam karyanya, Truth and Method, menganggap hermeneutika sebagai metode interpretasi teks sesuai dengan konteks ruang dan waktu interpreter.
Lebih-lebih teori Jurgen Habermas (1929- ) yang menekankan pemahaman kepada kepentingan sosial (social interest) termasuk kepentingan kekuasaan (power interest). Ricoeur (1913- ) seorang Katolik Prancis, berangkat dari teori sendiri bahwa teks berbeda dari percakapan karena ia terlepas dari kondisi asal yang menghasilkannya, niat penulisnya sudah kabur, audiennya lebih umum, dan referensinya tidak dapat lagi dideteksi. Asumsi Recour, teks tidak dapat dipahami jika sudah terlepas dari kondisi asal penulisnya.
Intinya, teks keagamaan (wahyu) dalam pandangan liberal tidak dapat dipahami oleh penulisnya. Ini relevan dengan teori hermeneutika di Barat yang berangkat dari ujaran bahwa firman dewa-dewi atau firman Tuhan tidak bisa dipahami dan berakhir dengan teori interpretasi yang sarat dengan kepentingan. Maka, Ernest Gellner menyimpulkan bahwa kebenaran objektif akan digantikan oleh kebenaran hermeneutika, sebab kebenaran hermeneutika lebih mengutamakan subjektivitas objek yang dikaji dan pengkajinya, dan bahkan subjektivitas pembaca atau pendengar.
Upaya cendekiawan Muslim untuk "mengadopsi" filsafat hermeneutika sebagai alternatif tafsir Alquran masih harus dikaji lebih serius. Metode tafsir dalam tradisi intelektual Islam tidak bisa dibandingkan dengan metode hemeneutika dalam tradisi Yunani ataupun Kristen, apalagi diganti. Sebab, makna realitas dan kebenaran yang menjadi acuan konsep dan teori para hermeneut berbeda jauh dari teori dan konsep Islam.
Jadi, jika Muslim tidak paham makna Alquran, ia tidak perlu bilang "hanya Allah yang tahu". Jika Muslim tidak mampu menafsirkan makna Alquran, ia tidak perlu minta tolong Hermes, Habermas, Gaddamer, Paul Ricour, dsb. Ia hanya perlu bertanya kepada ayat-ayat lain, kepada Rasulullah SAW, dan para ulama yang rasikhun fil ilmi.
"JADILAH SANTRI-SANTRI PEJUANG!"
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia)
Suatu ketika, seorang anak saya yang lulus pesantren, saya tanya, “Setelah lulus pesantren, kamu mau apa?” Dia jawab, “Saya mau kuliah.” Saya katakan, “Itu keliru! Lulus pesantren itu mestinya cita-citanya berjuang! Berjuang itu dengan cara mengajarkan ilmu yang telah didapat!”
Mungkin jawaban sang anak seperti itu lazim kita jumpai saat ini. Lulus pesantren ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Melanjutkan kuliah, tentu tidak salah. Tetapi, bukan itu yang terpenting. Sebab, faktanya, santri itu sebelumnya sudah “kuliah” di satu jenjang pendidikan bernama “Kulliyyatul Mu’allimin” (Kuliah Guru).
Ada satu kisah. Seorang santri lulusan Kulliyyatul Mu’allimin ditanya oleh KH Imam Zarkasyi, salah satu pendiri Pesantren Gontor, “Apa kamu sudah mengajar?” Santri itu menjawab, “Belum Pak Kyai!” Maka, Kyai Imam Zarkasyi pun bertutur, “Mati kamu!” Itu menyiratkan, bahwa tidak mengajarkan ilmu yang sudah dia dapat di pesantren, dianggap sama dengan tidak hidup.
Salah satu ajaran terkenal KH Imam Zarkasyi adalah, bahwa ‘orang besar’ bukanlah orang yang memiliki pangkat atau jabatan tinggi, harta berlimpah, atau banyak ilmu. Tapi, ‘orang besar’ adalah orang yang ikhlas mengajar mengaji, walaupun di daerah terpencil.
“Ruh perjuangan” itulah yang selama beratus tahun hidup dalam dunia pesantren. Sebuah kitab legendaris yang dikaji di dunia pesantren, yakni Kitab Ta’limul Muta’allmin, karya Zyekh al-Zarnuji menyebutkan, bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang diamalkan dan diajarkan atau disebarkan ke masyarakat.
Dan memang, itulah tujuan utama mencari ilmu. Yakni, mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Nabi saw memerintahkan, “Mintalah kalian kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Ibn Majah).
Dunia pendidikan kita memang ‘unik’! Nabi Muhammad saw perintahkan umatnya: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim!” Yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat. Tapi, cobalah telaah kurikulum pendidikan formal kita, dari TK sampai tingkat S-3, apakah ada definisi tentang ilmu yang wajib dicari atau ilmu yang bermanfaat? Akibatnya, anak-anak muslim tidak mendapatkan haknya untuk beribadah menjalankan agamanya dengan baik.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang dipelopori oleh para ulama mencontohkan tradisi ilmu yang baik. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, anak-anak di Jakarta dan sekitarnya, misalnya, biasa mengaji kitab Adabul Insan dan Risalah Dua Ilmu, karya Habib Sayyid Utsman, mufti Betawi. Kitab ini mengajarkan tentang kewajiban mencari ilmu dan bagaimana cara (adab) mencari ilmu yang benar.
Tidak heran, jika dari madrasah para ulama di Betawi, dulu, lahir ulama-ulama dan guru-guru yang hebat yang gigih mengajarkan ilmu dan mendidik masyarakat. Keikhlasan dan kegigihan para ulama itu memiliki peran besar dalam mengawal aqidah dan akhlak masyarakat, sehingga mereka selamat dari pemurtadan.
Di kampung-kampung, di tahun 1970-an, biasanya anak-anak tingkat SMP mengaji kitab Bidayatul Hidayah, karya Imam al-Ghazali. Di kitab ini ada uraian tentang ciri-ciri ilmu yang bermanfaat: ilmu semakin menambah rasa takut kepada Allah, semakin menyadarkan manusia akan kekurangan dalam ibadah, semakin mengurangi cinta dunia; dan juga semakin meningkatkan kecintaan kepada akhirat. Inilah kriteria ilmu yang wajib dicari!
Hanya dengan niat ikhlas, ilmu yang bermanfaat bisa diraih. Di mukaddimah Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali mengingatkan, bahwa jika seorang mencari ilmu supaya dapat pujian dan perhatian manusia, atau supaya dapat menghimpun harta benda dunia, dan niat-niat sejenisnya, maka sungguh ia sedang menghancurkan agamanya sendiri, merusak diri dan gurunya, serta menjual akhirat dengan dunianya!
Adab Guru-Murid!
Ilmu yang manfaat adalah syarat mutlak untuk melahirkan manusia yang baik, manusia mulia; yakni manusia yang bermanfaat bagi sesama; manusia yang menempatkan dirinya sebagai pejuang penegak kebenaran dan penentang kemungkaran (QS 3:110).
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia)
Suatu ketika, seorang anak saya yang lulus pesantren, saya tanya, “Setelah lulus pesantren, kamu mau apa?” Dia jawab, “Saya mau kuliah.” Saya katakan, “Itu keliru! Lulus pesantren itu mestinya cita-citanya berjuang! Berjuang itu dengan cara mengajarkan ilmu yang telah didapat!”
Mungkin jawaban sang anak seperti itu lazim kita jumpai saat ini. Lulus pesantren ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Melanjutkan kuliah, tentu tidak salah. Tetapi, bukan itu yang terpenting. Sebab, faktanya, santri itu sebelumnya sudah “kuliah” di satu jenjang pendidikan bernama “Kulliyyatul Mu’allimin” (Kuliah Guru).
Ada satu kisah. Seorang santri lulusan Kulliyyatul Mu’allimin ditanya oleh KH Imam Zarkasyi, salah satu pendiri Pesantren Gontor, “Apa kamu sudah mengajar?” Santri itu menjawab, “Belum Pak Kyai!” Maka, Kyai Imam Zarkasyi pun bertutur, “Mati kamu!” Itu menyiratkan, bahwa tidak mengajarkan ilmu yang sudah dia dapat di pesantren, dianggap sama dengan tidak hidup.
Salah satu ajaran terkenal KH Imam Zarkasyi adalah, bahwa ‘orang besar’ bukanlah orang yang memiliki pangkat atau jabatan tinggi, harta berlimpah, atau banyak ilmu. Tapi, ‘orang besar’ adalah orang yang ikhlas mengajar mengaji, walaupun di daerah terpencil.
“Ruh perjuangan” itulah yang selama beratus tahun hidup dalam dunia pesantren. Sebuah kitab legendaris yang dikaji di dunia pesantren, yakni Kitab Ta’limul Muta’allmin, karya Zyekh al-Zarnuji menyebutkan, bahwa ilmu yang bermanfaat adalah yang diamalkan dan diajarkan atau disebarkan ke masyarakat.
Dan memang, itulah tujuan utama mencari ilmu. Yakni, mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Nabi saw memerintahkan, “Mintalah kalian kepada Allah ilmu yang bermanfaat, dan berlindunglah kepada Allah dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (HR. Ibn Majah).
Dunia pendidikan kita memang ‘unik’! Nabi Muhammad saw perintahkan umatnya: “Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim!” Yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat. Tapi, cobalah telaah kurikulum pendidikan formal kita, dari TK sampai tingkat S-3, apakah ada definisi tentang ilmu yang wajib dicari atau ilmu yang bermanfaat? Akibatnya, anak-anak muslim tidak mendapatkan haknya untuk beribadah menjalankan agamanya dengan baik.
Sejarah pendidikan Islam di Indonesia yang dipelopori oleh para ulama mencontohkan tradisi ilmu yang baik. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, anak-anak di Jakarta dan sekitarnya, misalnya, biasa mengaji kitab Adabul Insan dan Risalah Dua Ilmu, karya Habib Sayyid Utsman, mufti Betawi. Kitab ini mengajarkan tentang kewajiban mencari ilmu dan bagaimana cara (adab) mencari ilmu yang benar.
Tidak heran, jika dari madrasah para ulama di Betawi, dulu, lahir ulama-ulama dan guru-guru yang hebat yang gigih mengajarkan ilmu dan mendidik masyarakat. Keikhlasan dan kegigihan para ulama itu memiliki peran besar dalam mengawal aqidah dan akhlak masyarakat, sehingga mereka selamat dari pemurtadan.
Di kampung-kampung, di tahun 1970-an, biasanya anak-anak tingkat SMP mengaji kitab Bidayatul Hidayah, karya Imam al-Ghazali. Di kitab ini ada uraian tentang ciri-ciri ilmu yang bermanfaat: ilmu semakin menambah rasa takut kepada Allah, semakin menyadarkan manusia akan kekurangan dalam ibadah, semakin mengurangi cinta dunia; dan juga semakin meningkatkan kecintaan kepada akhirat. Inilah kriteria ilmu yang wajib dicari!
Hanya dengan niat ikhlas, ilmu yang bermanfaat bisa diraih. Di mukaddimah Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali mengingatkan, bahwa jika seorang mencari ilmu supaya dapat pujian dan perhatian manusia, atau supaya dapat menghimpun harta benda dunia, dan niat-niat sejenisnya, maka sungguh ia sedang menghancurkan agamanya sendiri, merusak diri dan gurunya, serta menjual akhirat dengan dunianya!
Adab Guru-Murid!
Ilmu yang manfaat adalah syarat mutlak untuk melahirkan manusia yang baik, manusia mulia; yakni manusia yang bermanfaat bagi sesama; manusia yang menempatkan dirinya sebagai pejuang penegak kebenaran dan penentang kemungkaran (QS 3:110).
Ilmu semacam ini hanya lahir dari guru dan murid yang beradab. Tidak heran, jika ribuan kitab tentang adab ilmu ini ditulis oleh para ulama.
Di Indonesia, salah satu buku penting dalam dunia pendidikan yang menjelaskan masalah ini adalah Kitab Ādabul ’Ālim wal-Muta’allim karya K.H. Hasyim Asy’ari. Judul kitab ini sama dengan judul Kitab yang ditulis oleh Imam Nawawi. Dan itu tidak aneh. Sebab, tradisi keilmuan dalam Islam memang mengikuti pola yang pernah disampaikan Umar Ibn Khathab r.a., yakni: ”taaddabū tsumma ta’allamū!” Beradablah kalian, kemudian berilmulah kalian!
Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, misalnya, dikenal memiliki adab yang tinggi dalam mendidik para santrinya. Selain memberikan teladan, beliau juga tak henti-hentinya memberikan motivasi dan inspirasi dalam perjuangan. Sampai-sampai Bung Karno mengakui, ketika berusia 15 tahun, beliau sudah ”menginthil Kyai Dahlan”.
Tokoh Persatuan Islam (Persis), A. Hassan pun, sangat menekankan adab guru-murid dalam pendidikannya. Beliau menulis buku berjudul ”Kesopanan Tinggi”, dan juga diktat berjudul ”Hai Poetrakoe!” (tahun 1946), yang dikaji dalam sebuah disertasi doktor pendidikan Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Dalam kitab Ādabul ’Ālim wal-Muta’allim, Kyai Hasyim Asy’ari menuliskan rumus: ”Siapa yang tidak mempunyai adab, sejatinya ia tidak bersyariat, tidak beriman, dan tidak bertauhid.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H).
Dari judul Kitab Ādabul Ālim wal-Muta’allim, bisa dipahami, bahwa penerapan adab harus dimulai dari dunia pendidikan. Guru harus beradab; murid pun demikian! Sebab, itulah pondasi pembangunan manusia mulia dan juga asas untuk membangun bangsa dan peradaban mulia.
Reformasi Pendidikan!
Sejak merdeka, Indonesia telah mengalami ’gonta-ganti presiden’, ’gonta-ganti menteri’ dan juga ’gonta-ganti kurikulum pendidikan’. Tapi, harus diakui, kondisi bangsa kita masih ’seperti ini’. Berbagai peristiwa di tengah masyarakat masih menunjukkan adanya krisis serius dalam bidang akhlak. Bahkan, mungkin, semakin mengkhawatirkan.
Padahal, UUD 1945 (pasal 31, ayat 3) menegaskan: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Tujuan pembentukan manusia mulia itu ditegaskan lagi dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Semua tujuan pendidikan yang hebat itu tidak mungkin diraih tanpa peranan guru yang hebat, yakni guru yang beradab. Dalam Kitabnya tersebut, Kyai Hasyim Asy’ari menyebutkan sejumlah adab bagi guru. Misalnya, guru harus selalu berusaha mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, memiliki rasa takut kepada Allah, rendah hati (tawadhu’), khusyu’ dalam ibadah, mentaati hukum Allah, menggunakan ilmunya dengan benar, zuhud (tidak cinta dunia), selalu mensucikan jiwanya, menegakkan sunnah Rasul, dan sebagainya.
Pemerintah seyogyanya mengusahakan terciptanya guru-guru mulia semacam ini; bukan guru serakah dunia, malas ibadah dan malas mencari ilmu. Bahkan, para pemimpin bangsa itulah yang harus menjadi contoh sebagai guru yang baik. Para pemimpin bangsa kita dulu adalah para guru. Panglima Sudirman, misalnya, adalah seorang guru dan menjadi kepala sekolah Muhammadiyah di usia 20 tahun. Mohammad Natsir, Pahlawan Nasional, disamping seorang negarawan, juga dikenal sebagai guru teladan dan menekankan pentingnya peran guru-guru yang ikhlas dalam kebangkitan suatu bangsa.
Jika guru harus beradab, apalagi santri atau pelajar! Kyai Hasyim Asy’ari menjelaskan diantara adab yang harus dimiliki oleh santri adalah: senantiasa berusaha membersihkan hati dari segala penyakit hati, seperti kedengkian, akidah dan akhlak yang rusak, ikhlas dalam mencari ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tidak bermaksud mengejar keuntungan duniawi. Pelajar juga harus sabar atas kehidupan yang sederhana, mampu membagi waktu dengan baik, mengurangi makan dan minum, sed
Di Indonesia, salah satu buku penting dalam dunia pendidikan yang menjelaskan masalah ini adalah Kitab Ādabul ’Ālim wal-Muta’allim karya K.H. Hasyim Asy’ari. Judul kitab ini sama dengan judul Kitab yang ditulis oleh Imam Nawawi. Dan itu tidak aneh. Sebab, tradisi keilmuan dalam Islam memang mengikuti pola yang pernah disampaikan Umar Ibn Khathab r.a., yakni: ”taaddabū tsumma ta’allamū!” Beradablah kalian, kemudian berilmulah kalian!
Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan, misalnya, dikenal memiliki adab yang tinggi dalam mendidik para santrinya. Selain memberikan teladan, beliau juga tak henti-hentinya memberikan motivasi dan inspirasi dalam perjuangan. Sampai-sampai Bung Karno mengakui, ketika berusia 15 tahun, beliau sudah ”menginthil Kyai Dahlan”.
Tokoh Persatuan Islam (Persis), A. Hassan pun, sangat menekankan adab guru-murid dalam pendidikannya. Beliau menulis buku berjudul ”Kesopanan Tinggi”, dan juga diktat berjudul ”Hai Poetrakoe!” (tahun 1946), yang dikaji dalam sebuah disertasi doktor pendidikan Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor.
Dalam kitab Ādabul ’Ālim wal-Muta’allim, Kyai Hasyim Asy’ari menuliskan rumus: ”Siapa yang tidak mempunyai adab, sejatinya ia tidak bersyariat, tidak beriman, dan tidak bertauhid.” (Hasyim Asy’ari, Ādabul Ālim wal-Muta’allim, Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H).
Dari judul Kitab Ādabul Ālim wal-Muta’allim, bisa dipahami, bahwa penerapan adab harus dimulai dari dunia pendidikan. Guru harus beradab; murid pun demikian! Sebab, itulah pondasi pembangunan manusia mulia dan juga asas untuk membangun bangsa dan peradaban mulia.
Reformasi Pendidikan!
Sejak merdeka, Indonesia telah mengalami ’gonta-ganti presiden’, ’gonta-ganti menteri’ dan juga ’gonta-ganti kurikulum pendidikan’. Tapi, harus diakui, kondisi bangsa kita masih ’seperti ini’. Berbagai peristiwa di tengah masyarakat masih menunjukkan adanya krisis serius dalam bidang akhlak. Bahkan, mungkin, semakin mengkhawatirkan.
Padahal, UUD 1945 (pasal 31, ayat 3) menegaskan: "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Tujuan pembentukan manusia mulia itu ditegaskan lagi dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Semua tujuan pendidikan yang hebat itu tidak mungkin diraih tanpa peranan guru yang hebat, yakni guru yang beradab. Dalam Kitabnya tersebut, Kyai Hasyim Asy’ari menyebutkan sejumlah adab bagi guru. Misalnya, guru harus selalu berusaha mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah, memiliki rasa takut kepada Allah, rendah hati (tawadhu’), khusyu’ dalam ibadah, mentaati hukum Allah, menggunakan ilmunya dengan benar, zuhud (tidak cinta dunia), selalu mensucikan jiwanya, menegakkan sunnah Rasul, dan sebagainya.
Pemerintah seyogyanya mengusahakan terciptanya guru-guru mulia semacam ini; bukan guru serakah dunia, malas ibadah dan malas mencari ilmu. Bahkan, para pemimpin bangsa itulah yang harus menjadi contoh sebagai guru yang baik. Para pemimpin bangsa kita dulu adalah para guru. Panglima Sudirman, misalnya, adalah seorang guru dan menjadi kepala sekolah Muhammadiyah di usia 20 tahun. Mohammad Natsir, Pahlawan Nasional, disamping seorang negarawan, juga dikenal sebagai guru teladan dan menekankan pentingnya peran guru-guru yang ikhlas dalam kebangkitan suatu bangsa.
Jika guru harus beradab, apalagi santri atau pelajar! Kyai Hasyim Asy’ari menjelaskan diantara adab yang harus dimiliki oleh santri adalah: senantiasa berusaha membersihkan hati dari segala penyakit hati, seperti kedengkian, akidah dan akhlak yang rusak, ikhlas dalam mencari ilmu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan tidak bermaksud mengejar keuntungan duniawi. Pelajar juga harus sabar atas kehidupan yang sederhana, mampu membagi waktu dengan baik, mengurangi makan dan minum, sed
ikit tidur, pandai memilih teman yang baik, dan sebagainya.
Santri juga dinasehatkan oleh Kyai Hasyim Asy’ari untuk berhati-hati dalam memilih guru. Dalam hal ini ia perlu memohon petunjuk kepada allah, kepada siapa ia harus menimba ilmu dan mencari pembimbing akhlaknya. Pelajar pun diminta mentaati gurunya, laksana pasien mentaati nasehat dokternya. Pelajar jangan melupakan jasa dan keutamaan guru, sehingga ia perlu terus mendoakan gurunya, baik ketika hidup atau sesudah wafatnya.
Generasi Emas Santri!
Sejarah membuktikan, bahwa konsep pendidikan berbasis adab itulah yang diterapkan selama ratusan tahun di pondok-pondok pesantren, madrasah, dan berbagai lembaga pendidikan Islam di seluruh pelosok Nusantara. Dan memang, inilah sejatinya konsep pendidikan yang diterapkan umat Islam sejak masa Nabi Muhammad saw, yang kemudian melahirkan generasi Sahabat Nabi, generasi Shalahuddin al-Ayyubi, generasi Muhamamd al-Fatih, dan juga “Generasi Emas Santri” tahun 1945.
Dari pendidikan yang berporos pada proses “pembersihan jiwa” (tazkiyyatun nafs) inilah, lahir para pejuang yang gigih mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Sebutlah, misalnya, Syekh Yusuf al-Maqassari (1627-1629M), yang bukan hanya mengajar dan menulis, tetapi juga memimpin perang di wilayah Jawa Barat. Syekh Abd al-Shamad al-Falimbani (1704-1789), seorang ulama sufi dari Palembang, menulis kitab tentang keutamaan jihad fi-sabilillah: Nashihah al-Muslim wa-Tadzkirah al-mu’minin fi-Fadhail al-Jihad fi-Sabilillah wa-Karamah al-Mujahidin fi-Sabilillah.
Bahkan, setelah kemerdekaan diraih, para ulama tetap mengawal kemerdekaan Indonesia. Itu ditunjukkan oleh kepahlawanan KH Hasyim Asy’ari dengan fatwa jihadnya, 22 Oktober 1945, yang menegaskan, bahwa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia adalah wajib bagi kaum muslimin Indonesia. Puluhan ribu kyai dan santri turun langsung dalam jihad fi sabilillah! Mereka tidak gentar menghadapi pesawat tempur, tank, meriam dan bedil-bedil canggih tentara Eropa.
Fatwa jihad ini sungguh dahsyat pengaruhnya. Seluruh kaum Muslimin menyokong. Koran Kedaulatan Rakjat, menurunkan headline berjudul: “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berjihad Fi Sabilillah!” Ujungnya, meskipun didukung pemenang Perang Dunia Kedua, Belanda gagal menjajah kembali Indonesia. Salah satu jenderal Sekutu mati di Surabaya.
Jadi, terbukti, dunia pesantren di Indonesia pernah melahirkan satu “Generasi Emas Santri” yang memiliki tradisi ilmu dan perjuangan yang tinggi. Generasi santri seperti ini insyaAllah akan lahir kembali jika dunia Pesantren tetap teguh menjaga tradisi ilmu yang benar dan mampu berinteraksi secara kreatif dengan tantangan global dan budaya lokal. Wallahu A’lam bish-shawab.
-------------------------
(Artikel ini, pernah dimuat di Jurnal Islamia-Republika-INSISTS, 18 Oktober 2018).
Santri juga dinasehatkan oleh Kyai Hasyim Asy’ari untuk berhati-hati dalam memilih guru. Dalam hal ini ia perlu memohon petunjuk kepada allah, kepada siapa ia harus menimba ilmu dan mencari pembimbing akhlaknya. Pelajar pun diminta mentaati gurunya, laksana pasien mentaati nasehat dokternya. Pelajar jangan melupakan jasa dan keutamaan guru, sehingga ia perlu terus mendoakan gurunya, baik ketika hidup atau sesudah wafatnya.
Generasi Emas Santri!
Sejarah membuktikan, bahwa konsep pendidikan berbasis adab itulah yang diterapkan selama ratusan tahun di pondok-pondok pesantren, madrasah, dan berbagai lembaga pendidikan Islam di seluruh pelosok Nusantara. Dan memang, inilah sejatinya konsep pendidikan yang diterapkan umat Islam sejak masa Nabi Muhammad saw, yang kemudian melahirkan generasi Sahabat Nabi, generasi Shalahuddin al-Ayyubi, generasi Muhamamd al-Fatih, dan juga “Generasi Emas Santri” tahun 1945.
Dari pendidikan yang berporos pada proses “pembersihan jiwa” (tazkiyyatun nafs) inilah, lahir para pejuang yang gigih mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan. Sebutlah, misalnya, Syekh Yusuf al-Maqassari (1627-1629M), yang bukan hanya mengajar dan menulis, tetapi juga memimpin perang di wilayah Jawa Barat. Syekh Abd al-Shamad al-Falimbani (1704-1789), seorang ulama sufi dari Palembang, menulis kitab tentang keutamaan jihad fi-sabilillah: Nashihah al-Muslim wa-Tadzkirah al-mu’minin fi-Fadhail al-Jihad fi-Sabilillah wa-Karamah al-Mujahidin fi-Sabilillah.
Bahkan, setelah kemerdekaan diraih, para ulama tetap mengawal kemerdekaan Indonesia. Itu ditunjukkan oleh kepahlawanan KH Hasyim Asy’ari dengan fatwa jihadnya, 22 Oktober 1945, yang menegaskan, bahwa mempertahankan Kemerdekaan Indonesia adalah wajib bagi kaum muslimin Indonesia. Puluhan ribu kyai dan santri turun langsung dalam jihad fi sabilillah! Mereka tidak gentar menghadapi pesawat tempur, tank, meriam dan bedil-bedil canggih tentara Eropa.
Fatwa jihad ini sungguh dahsyat pengaruhnya. Seluruh kaum Muslimin menyokong. Koran Kedaulatan Rakjat, menurunkan headline berjudul: “60 Miljoen Kaoem Moeslimin Indonesia Siap Berjihad Fi Sabilillah!” Ujungnya, meskipun didukung pemenang Perang Dunia Kedua, Belanda gagal menjajah kembali Indonesia. Salah satu jenderal Sekutu mati di Surabaya.
Jadi, terbukti, dunia pesantren di Indonesia pernah melahirkan satu “Generasi Emas Santri” yang memiliki tradisi ilmu dan perjuangan yang tinggi. Generasi santri seperti ini insyaAllah akan lahir kembali jika dunia Pesantren tetap teguh menjaga tradisi ilmu yang benar dan mampu berinteraksi secara kreatif dengan tantangan global dan budaya lokal. Wallahu A’lam bish-shawab.
-------------------------
(Artikel ini, pernah dimuat di Jurnal Islamia-Republika-INSISTS, 18 Oktober 2018).
Sultan Abdul Hamid II:
The Last Khalifa
“Jika khilafah Utsmaniyah dimusnahkan suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Tetapi, bila aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari khilafah islamiyah.” — Abdul Hamid II, 1902
Sultan Abdul Hamid II adalah tokoh besar di penghujung senja Khilafah Turki Utsmani. Beliau juga dikenal sebagai “benteng terakhir” yang menghalangi upaya Gerakan Zionisme Internasional untuk membeli Palestina. Setelah diusir oleh Sultan, Bapak Zionis Internasional Theodor Herzl bersama rekannya banker Yahudi Mizray Qrasow pergi ke Italia. Kemudian Qrasow mengirim telegram kepada Sultan, “Anda akan membayar pertemuan itu dengan nyawa dan kekuasaan Anda.”
Setelah upaya itu gagal, orang-orang pro-Zionis berkonspirasi untuk menjatuhkan Sultan dari dalam. Mereka memiliki agen-agen yang menjadi pejabat-pejabat tinggi Negara. Pelengseran Sultan Abdul Hamid dari tampuk khilafah pada bulan April 1909 menjadi pukulan yang sangat telak bagi umat Islam. Ketika Sultan Abdul Hamid turun tahta, pada dasarnya Palestina juga sudah jatuh ke tangan Zionis.
Bernard Lewis, sejarawan Yahudi ternama dari Amerika, “Rekan-rekan kita dari kalangan Masonis dan Yahudi telah bekerjasama secara diam-diam untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid. Dia adalah penghalang yang kuat bagi bangsa Yahudi, sebab dia menolak memberikan Tanah Palestina untuk Yahudi walaupun hanya sejengkal.”
Keteladanan Sultan Abdul Hamid II terpotret dalam buku ini. Kehebatannya pun diakui oleh Kaisar Jerman Wilhelm II, yang pernah mengunjungi Sultan pada tahun 1898. Dia berkomentar, "Aku telah menemui banyak raja dan penguasa sepanjang hidupku. Aku temukan mereka semua lebih lemah jika dibandingkan denganku, atau yang terkuat sekalipun adalah yang sebanding denganku. Namun, jika berhadapan dengan Abdul Hamid, aku merasa gentar."
--------------
Sultan Abdul Hamid II: The Last Khalifa
Penulis: Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Tebal: 352 hlm
Berat: 0.5 kg
Cover: Soft Cover
ISBN: 978-979-039-600-5
Harga: Rp 75.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
The Last Khalifa
“Jika khilafah Utsmaniyah dimusnahkan suatu hari, maka mereka boleh mengambil Palestina tanpa membayar harganya. Tetapi, bila aku masih hidup, aku lebih rela menusukkan pedang ke tubuhku daripada melihat tanah Palestina dikhianati dan dipisahkan dari khilafah islamiyah.” — Abdul Hamid II, 1902
Sultan Abdul Hamid II adalah tokoh besar di penghujung senja Khilafah Turki Utsmani. Beliau juga dikenal sebagai “benteng terakhir” yang menghalangi upaya Gerakan Zionisme Internasional untuk membeli Palestina. Setelah diusir oleh Sultan, Bapak Zionis Internasional Theodor Herzl bersama rekannya banker Yahudi Mizray Qrasow pergi ke Italia. Kemudian Qrasow mengirim telegram kepada Sultan, “Anda akan membayar pertemuan itu dengan nyawa dan kekuasaan Anda.”
Setelah upaya itu gagal, orang-orang pro-Zionis berkonspirasi untuk menjatuhkan Sultan dari dalam. Mereka memiliki agen-agen yang menjadi pejabat-pejabat tinggi Negara. Pelengseran Sultan Abdul Hamid dari tampuk khilafah pada bulan April 1909 menjadi pukulan yang sangat telak bagi umat Islam. Ketika Sultan Abdul Hamid turun tahta, pada dasarnya Palestina juga sudah jatuh ke tangan Zionis.
Bernard Lewis, sejarawan Yahudi ternama dari Amerika, “Rekan-rekan kita dari kalangan Masonis dan Yahudi telah bekerjasama secara diam-diam untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid. Dia adalah penghalang yang kuat bagi bangsa Yahudi, sebab dia menolak memberikan Tanah Palestina untuk Yahudi walaupun hanya sejengkal.”
Keteladanan Sultan Abdul Hamid II terpotret dalam buku ini. Kehebatannya pun diakui oleh Kaisar Jerman Wilhelm II, yang pernah mengunjungi Sultan pada tahun 1898. Dia berkomentar, "Aku telah menemui banyak raja dan penguasa sepanjang hidupku. Aku temukan mereka semua lebih lemah jika dibandingkan denganku, atau yang terkuat sekalipun adalah yang sebanding denganku. Namun, jika berhadapan dengan Abdul Hamid, aku merasa gentar."
--------------
Sultan Abdul Hamid II: The Last Khalifa
Penulis: Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Tebal: 352 hlm
Berat: 0.5 kg
Cover: Soft Cover
ISBN: 978-979-039-600-5
Harga: Rp 75.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.