Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Menghadapi PKI Gaya Baru 2020.
KH. Hasan Abdullah Sahal
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1845893305550611&id=153825841424041
KH. Hasan Abdullah Sahal
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1845893305550611&id=153825841424041
PANDUAN MENGAJAR TPQ/TPA
Penulis: Tim Pena Cendekia
TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) adalah salah satu organisasi yang banyak menjamur di masyarakat. Kehadirannya sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan agama pada anak-anak. Tetapi sedikit yang memperhatikan dan mencurahkan pikiran untuk mengelolanya dengan baik. Sehingga banyak kita dapatkan TPA hanyalah ajang untuk berkumpulnya ustadz dan para santrinya bermain dan belajar membaca Al-Qur'an. Mereka tidak memiliki visi, misi, kurikulum, materi-materi penunjang, kalender pendidikan dan buku acuan pengajaran. Akhirnya santripun tidak dapat membaca Al-Qur'an dengan baik, tidak paham bacaan sholat, tidak memiliki hafalan surat pendek dan lainnya.
Lewat buku inilah, kami berusaha menyuguhkan kepada para pengurus TPA/TPQ serta ummat Islam secara keseluruhan beberapa materi untuk menuju TPA/TPQ yang ideal. Semuanya ini kami lakukan atas keprihatinan ummat dalam mengelola TPA/TPQ yang seadanya. Padahal masa anak-anak adalah masa yang sangat penting bagi kehidupan mereka di waktu dewasa.
-----------------
Panduan Mengajar TPQ/TPA
Penulis: Tim Pena Cendekia
Ukuran: 14 x 20.5 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: Book paper 184 halaman
Berat: 200 gr
ISBN l: 9786028735193
Harga: Rp. 55.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Tim Pena Cendekia
TPA (Taman Pendidikan Al-Qur'an) adalah salah satu organisasi yang banyak menjamur di masyarakat. Kehadirannya sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan agama pada anak-anak. Tetapi sedikit yang memperhatikan dan mencurahkan pikiran untuk mengelolanya dengan baik. Sehingga banyak kita dapatkan TPA hanyalah ajang untuk berkumpulnya ustadz dan para santrinya bermain dan belajar membaca Al-Qur'an. Mereka tidak memiliki visi, misi, kurikulum, materi-materi penunjang, kalender pendidikan dan buku acuan pengajaran. Akhirnya santripun tidak dapat membaca Al-Qur'an dengan baik, tidak paham bacaan sholat, tidak memiliki hafalan surat pendek dan lainnya.
Lewat buku inilah, kami berusaha menyuguhkan kepada para pengurus TPA/TPQ serta ummat Islam secara keseluruhan beberapa materi untuk menuju TPA/TPQ yang ideal. Semuanya ini kami lakukan atas keprihatinan ummat dalam mengelola TPA/TPQ yang seadanya. Padahal masa anak-anak adalah masa yang sangat penting bagi kehidupan mereka di waktu dewasa.
-----------------
Panduan Mengajar TPQ/TPA
Penulis: Tim Pena Cendekia
Ukuran: 14 x 20.5 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: Book paper 184 halaman
Berat: 200 gr
ISBN l: 9786028735193
Harga: Rp. 55.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
TA'LIMUL MUTA'ALLIM
Salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).
KETIKA ILMU TANPA ADAB, MAKA:
Keahlian retorika menjadi senjata untuk memenangkan debat, tanpa peduli benar atau keliru.
Ilmu mengolah alam menjadi alat keserakahan pribadi, tak peduli dampaknya bagi sesama.
Kekuasaan dan kepandaian menjadi kendaraan untuk melakukan korupsi dan kesewenang-wenangan.
Karenanya, para ulama menekankan PENTINGNYA ADAB SEBELUM ILMU.
Agar ilmu benar-benar hadir sebagai berkah dan rahmatan lil-alamin.
Buku ini adalah salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).
Buku wajib di beberapa pesantren yang menekankan pentingnya adab sebelum ilmu.
---------------------------------
Ta'limul Muta'allim
Sampul: soft cover
Isi: 166 halaman.
Ukuran; 14x20 cm
Berat: 200 gram
Harga: Rp. 53.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).
KETIKA ILMU TANPA ADAB, MAKA:
Keahlian retorika menjadi senjata untuk memenangkan debat, tanpa peduli benar atau keliru.
Ilmu mengolah alam menjadi alat keserakahan pribadi, tak peduli dampaknya bagi sesama.
Kekuasaan dan kepandaian menjadi kendaraan untuk melakukan korupsi dan kesewenang-wenangan.
Karenanya, para ulama menekankan PENTINGNYA ADAB SEBELUM ILMU.
Agar ilmu benar-benar hadir sebagai berkah dan rahmatan lil-alamin.
Buku ini adalah salah satu buku paling tua dalam jajaran literasi Islam yang membahas tarbiyah (pendidikan).
Buku wajib di beberapa pesantren yang menekankan pentingnya adab sebelum ilmu.
---------------------------------
Ta'limul Muta'allim
Sampul: soft cover
Isi: 166 halaman.
Ukuran; 14x20 cm
Berat: 200 gram
Harga: Rp. 53.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Muhammad Al Fatih 1453
Penulis: Felix Y. Siauw
"Ini adalah kisah ketika dunia hanya mengenal dua wilayah, Barat dan Timur. Ini adalah persaingan antara dua negara; Imperium Romawi dan Khilafah Islam. Ini adalah cerita saat dunia terpolarisasi menjadi dua bagian; Kristen dan Islam. Ini adalah epik antara dua kekuasaan; Byzantium dan Utsmani.
Pada suatu masa ketika dunia hanya terbagi menjadi dua bagian, sudah menjadi kewajaran bagi Barat untuk menaklukkan Timur. Namun ada satu pemuda yang membalik semuanya dan menaklukkan sebagian besar Barat. Pemuda yang mengukir namanya dalam sejarah emas dunia,dengan prestasi dan pencapaian yang tidak pernah ada pada masanya ataupun sebelumnya, prestasi yang jauh melebihi masanya.
Ini adalah salah satu pertempuran paling penting dalam sejarah Islam dan sejarah dunia. Pertempuran yang sangat berpengaruh pada relasi Kristen dan Islam. Serta panglima terbaik yang telah diramalkan oleh Rasulullah SAW."
----------------------------------
Muhammad Al Fatih 1453
Penulis: Felix Y. Siauw
Ukuran: 14.5 x 21 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: 318 halaman
Berat: 500 gr.
Harga: Rp. 85.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Penulis: Felix Y. Siauw
"Ini adalah kisah ketika dunia hanya mengenal dua wilayah, Barat dan Timur. Ini adalah persaingan antara dua negara; Imperium Romawi dan Khilafah Islam. Ini adalah cerita saat dunia terpolarisasi menjadi dua bagian; Kristen dan Islam. Ini adalah epik antara dua kekuasaan; Byzantium dan Utsmani.
Pada suatu masa ketika dunia hanya terbagi menjadi dua bagian, sudah menjadi kewajaran bagi Barat untuk menaklukkan Timur. Namun ada satu pemuda yang membalik semuanya dan menaklukkan sebagian besar Barat. Pemuda yang mengukir namanya dalam sejarah emas dunia,dengan prestasi dan pencapaian yang tidak pernah ada pada masanya ataupun sebelumnya, prestasi yang jauh melebihi masanya.
Ini adalah salah satu pertempuran paling penting dalam sejarah Islam dan sejarah dunia. Pertempuran yang sangat berpengaruh pada relasi Kristen dan Islam. Serta panglima terbaik yang telah diramalkan oleh Rasulullah SAW."
----------------------------------
Muhammad Al Fatih 1453
Penulis: Felix Y. Siauw
Ukuran: 14.5 x 21 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: 318 halaman
Berat: 500 gr.
Harga: Rp. 85.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
ADAB BERNEGARA DAN BERPANCASILA
Oleh: Dr. Adian Husaini.
Oleh: Dr. Adian Husaini.
ENSIKLOPEDIA MATAN FIKIH SYAFI'I POPULER
Madzhab Syafi'i adalah madzhab terbesar di Indonesia. Masyarakat muslim Indonesia, dari bermacam suku, wilayah, organisasi dan lembaga, banyak yang menganut dan menisbatkan diri pada madzhab yang didirikan oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i Al-Muththalibi Al-Quraisy ini. Maka, belajar dan mengajarkan apa yang menjadi kandungan dari madzhab in menjadi sebuah kebutuhan yang tak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, menghadirkan sebuah buku yang menghimpun materi belajar dan mengajar fikih Syafi'i bagi santri dan pemula, menjadi sebuah perkara yang penting untuk dilakukan.
Buku ini istimewa, karena ia menghimpun empat matan fikih yang cukup penting dan masyhur di kalangan para pencari ilmu, terutama yang mendalami fikih madzhab Syafi'i. Empat matan fikih tersebut yakni :
1. Matan Safinatun Najah (Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadrami w. 1271 H)
2. Al-Mukhtashar Al-Lathif (Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal w. 918 H)
3. Matan ABu Syuja (Abu Syuja' Al-Ashfahani w. 593 H)
4. Al-Yaqut An-Nafis (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri w. 1360 H)
Semoga hadirnya buku in membawa sebuah kemanfaatan yang besar bagi kaum muslimin, khususnya para santri dan pemula yang hendak memulai belajar fikih madzhab Syafi'i.
------------------------------------
ISLAM ENSIKLOPEDIA MATAN FIKIH SYAFI'I POPULER
Penulis: Syaikh Salim bin Sumair al-Hadrami, et. al.
Sampul: Hard Cover
Tebal: 626 Halaman
Ukuran: 24,7 x 17,5 x 3,2 cm
Berat: 1,1 kg
Harga: Rp. 165.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Madzhab Syafi'i adalah madzhab terbesar di Indonesia. Masyarakat muslim Indonesia, dari bermacam suku, wilayah, organisasi dan lembaga, banyak yang menganut dan menisbatkan diri pada madzhab yang didirikan oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i Al-Muththalibi Al-Quraisy ini. Maka, belajar dan mengajarkan apa yang menjadi kandungan dari madzhab in menjadi sebuah kebutuhan yang tak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, menghadirkan sebuah buku yang menghimpun materi belajar dan mengajar fikih Syafi'i bagi santri dan pemula, menjadi sebuah perkara yang penting untuk dilakukan.
Buku ini istimewa, karena ia menghimpun empat matan fikih yang cukup penting dan masyhur di kalangan para pencari ilmu, terutama yang mendalami fikih madzhab Syafi'i. Empat matan fikih tersebut yakni :
1. Matan Safinatun Najah (Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadrami w. 1271 H)
2. Al-Mukhtashar Al-Lathif (Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Bafadhal w. 918 H)
3. Matan ABu Syuja (Abu Syuja' Al-Ashfahani w. 593 H)
4. Al-Yaqut An-Nafis (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri w. 1360 H)
Semoga hadirnya buku in membawa sebuah kemanfaatan yang besar bagi kaum muslimin, khususnya para santri dan pemula yang hendak memulai belajar fikih madzhab Syafi'i.
------------------------------------
ISLAM ENSIKLOPEDIA MATAN FIKIH SYAFI'I POPULER
Penulis: Syaikh Salim bin Sumair al-Hadrami, et. al.
Sampul: Hard Cover
Tebal: 626 Halaman
Ukuran: 24,7 x 17,5 x 3,2 cm
Berat: 1,1 kg
Harga: Rp. 165.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
PENTINGNYA PEMIMPIN YANG CINTA AL-QUR'AN
Oleh. Dr. Adian Husaini
“Andaikan penduduk suatu negeri mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka sendiri.” (QS: Al A’raf:96).
Al-Qur’an Surat al-A’raf ayat 96 tersebut dengan sangat gamblang memberi kabar gembira, bahwa jika suatu bangsa mau mendapatkan kucuran rahmat dan dijauhkan dari berbagai musibah, maka iman dan taqwa harus dijadikan sebagai nilai tertinggi dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Tentu saja, itu termasuk dalam penentuan pemimpin, baik pada tataran keluarga, kelompok, atau pun pada tataran kenegaraan.
Pemimpin yang beriman dan bartaqwa pasti bekerja sekuat tenaga menjalankan amanah yang diembannya; mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongannya; bekerja keras untuk menjaga dan membina iman dan taqwa bangsanya; bukan sekedar berkutat pada urusan dunia semata; bekerja keras mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyatnya; takut azab Allah di dunia dan akhirat; takut mengambil hak rakyat; dan menangis jika rakyat susah dan sengsara.
Pemimpin taqwa dan cinta al-Quran, tidak mau munafik; malu kepada Allah, jika peduli rakyat demi pencitraan di depan manusia; bukan karena cinta dan takut pada Allah Subhanahu Wata’ala. Pemimpin taqwa takkan tinggalkan shalat demi kampanye dan konser sia-sia. Pemimpin taqwa pun cinta bangsa karena Tuhannya, bukan karena tanah subur semata. Pemimpin taqwa tak hambur uang negara untuk pesta pora tiada guna, karena takut siksa neraka.
Bagi Muslim, memilih pemimpin berdimensi ibadah; dunia akhirat; bukan sekedar itung-itungan rebutan kuasa dunia. Berpolitik adalah bagian dari ibadah dan dakwah, bukan untuk berbangga-bangga akan banyaknya golongan dan himpun harta benda dunia. Karena itu, pemimpin beriman dan bertaqwa mustilah zuhud – tidak gila dunia – dan hidup bersahaja; tidak pamer kemewahan di depan rakyat yang sebagian besarnya masih berkubang dalam belitan kesulitan hidup.
Dalam Kitab as-Siyasah Syar’iyyah, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengutip hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang memperingatkan kaum Muslimin agar berhati-hati dalam memilih pemimpin: “Siapa yang mengangkat seseorang untuk mengelola urusan (memimpin) kaum Muslimin, lalu ia mengangkatnya, sementara pada saat yang sama dia mengetahui ada orang yang lebih layak dan sesuai (ashlah) daripada orang yang dipilihnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR Al-Hakim).
Jadi, kita tidak patut sembarangan tentukan pemimpin. Apalagi pemimpin pada level kenegaraan. Ada tanggung jawab dunia akhirat. Jika memilih pemimpin bukan yang terbaik menurut kriteria Islam, maka bisa dikategorikan telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya; na’udzubillahi min dzalika. Dalam Islam, pemimpin bukan sekedar mengurus masalah dunia. Ia akan dimintai tanggung jawab di akhirat. Pemimpin bukan sekedar mengurus KTP, pajak, dan administrasi kependudukan. Tapi, pemimpin akan dimintai tanggung jawab apakah ia telah berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan rakyatnya, atau justru ia merusak keimanan rakyatnya.
Pemimpin dalam Islam wajib peduli, apakah rakyatnya menyembah Allah Subhanahu Wata’ala atau menyembah genderuwo; ia akan sangat peduli, apakah rakyaknya lebih suka beribadah atau hobi bermaksiat; ia pun berusaha keras untuk mencegah dan menutup pintu-pintu zina. Sangat aneh, jika pemimpin yang secara formal memeluk agama Islam, tetapi justru melarang rakyatnya menutup aurat. Sepatutnya, pemmpin tidak berani menantang Tuhannya dengan melarang jilbab yang justru diwajibkan Sang Pencipta. Jadi, kepemimpinan dalam Islam memiliki dimensi ubudiyah dan dimensi akhirat. Jangan dianggap selesai urusannya di dunia!
*
Indonesia, negeri kita, kini merupakan negeri Muslim terbesar di dunia. Dulunya, negeri-negeri di wilayah Nusantara ini 100% Hindu, Budha, Animis, dan sebagainya. Lalu, datanglah para pejuang Islam yang hebat dari berbagai negeri Muslim. Mereka bekerja keras, seca
Oleh. Dr. Adian Husaini
“Andaikan penduduk suatu negeri mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ajaran-ajaran Allah), maka Kami azab mereka, karena perbuatan mereka sendiri.” (QS: Al A’raf:96).
Al-Qur’an Surat al-A’raf ayat 96 tersebut dengan sangat gamblang memberi kabar gembira, bahwa jika suatu bangsa mau mendapatkan kucuran rahmat dan dijauhkan dari berbagai musibah, maka iman dan taqwa harus dijadikan sebagai nilai tertinggi dalam pengambilan kebijakan dan keputusan. Tentu saja, itu termasuk dalam penentuan pemimpin, baik pada tataran keluarga, kelompok, atau pun pada tataran kenegaraan.
Pemimpin yang beriman dan bartaqwa pasti bekerja sekuat tenaga menjalankan amanah yang diembannya; mendahulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi dan golongannya; bekerja keras untuk menjaga dan membina iman dan taqwa bangsanya; bukan sekedar berkutat pada urusan dunia semata; bekerja keras mencukupi kebutuhan-kebutuhan dasar rakyatnya; takut azab Allah di dunia dan akhirat; takut mengambil hak rakyat; dan menangis jika rakyat susah dan sengsara.
Pemimpin taqwa dan cinta al-Quran, tidak mau munafik; malu kepada Allah, jika peduli rakyat demi pencitraan di depan manusia; bukan karena cinta dan takut pada Allah Subhanahu Wata’ala. Pemimpin taqwa takkan tinggalkan shalat demi kampanye dan konser sia-sia. Pemimpin taqwa pun cinta bangsa karena Tuhannya, bukan karena tanah subur semata. Pemimpin taqwa tak hambur uang negara untuk pesta pora tiada guna, karena takut siksa neraka.
Bagi Muslim, memilih pemimpin berdimensi ibadah; dunia akhirat; bukan sekedar itung-itungan rebutan kuasa dunia. Berpolitik adalah bagian dari ibadah dan dakwah, bukan untuk berbangga-bangga akan banyaknya golongan dan himpun harta benda dunia. Karena itu, pemimpin beriman dan bertaqwa mustilah zuhud – tidak gila dunia – dan hidup bersahaja; tidak pamer kemewahan di depan rakyat yang sebagian besarnya masih berkubang dalam belitan kesulitan hidup.
Dalam Kitab as-Siyasah Syar’iyyah, Syaikhul Islam Ibn Taimiyah mengutip hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam yang memperingatkan kaum Muslimin agar berhati-hati dalam memilih pemimpin: “Siapa yang mengangkat seseorang untuk mengelola urusan (memimpin) kaum Muslimin, lalu ia mengangkatnya, sementara pada saat yang sama dia mengetahui ada orang yang lebih layak dan sesuai (ashlah) daripada orang yang dipilihnya, maka dia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR Al-Hakim).
Jadi, kita tidak patut sembarangan tentukan pemimpin. Apalagi pemimpin pada level kenegaraan. Ada tanggung jawab dunia akhirat. Jika memilih pemimpin bukan yang terbaik menurut kriteria Islam, maka bisa dikategorikan telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya; na’udzubillahi min dzalika. Dalam Islam, pemimpin bukan sekedar mengurus masalah dunia. Ia akan dimintai tanggung jawab di akhirat. Pemimpin bukan sekedar mengurus KTP, pajak, dan administrasi kependudukan. Tapi, pemimpin akan dimintai tanggung jawab apakah ia telah berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan rakyatnya, atau justru ia merusak keimanan rakyatnya.
Pemimpin dalam Islam wajib peduli, apakah rakyatnya menyembah Allah Subhanahu Wata’ala atau menyembah genderuwo; ia akan sangat peduli, apakah rakyaknya lebih suka beribadah atau hobi bermaksiat; ia pun berusaha keras untuk mencegah dan menutup pintu-pintu zina. Sangat aneh, jika pemimpin yang secara formal memeluk agama Islam, tetapi justru melarang rakyatnya menutup aurat. Sepatutnya, pemmpin tidak berani menantang Tuhannya dengan melarang jilbab yang justru diwajibkan Sang Pencipta. Jadi, kepemimpinan dalam Islam memiliki dimensi ubudiyah dan dimensi akhirat. Jangan dianggap selesai urusannya di dunia!
*
Indonesia, negeri kita, kini merupakan negeri Muslim terbesar di dunia. Dulunya, negeri-negeri di wilayah Nusantara ini 100% Hindu, Budha, Animis, dan sebagainya. Lalu, datanglah para pejuang Islam yang hebat dari berbagai negeri Muslim. Mereka bekerja keras, seca
ra sungguh-sungguh dan terencana untuk meng-Islamkan negeri ini. Mereka rela meninggakan negeri dan keluarga mereka dengan tujuan mulia, menyebarkan Islam ke seluruh pelosok dunia, sebagaimana diamanahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur maka negeri ini menjadi hampir 100% muslim; bahkan disebut sebagai negeri Muslim terbesar di dunia. Ini sebuah prestasi dakwah yang amat sangat luar biasa. Secara pelan dan teratur, proses Islamisasi pun terus berjalan, dengan segala hambatan dan tantangannya. Para pejuang Islam itu terus berusaha meningkatkan kualitas keislaman masyarakat muslim Indonesia, setahap demi setahap. Dakwah tidak pernah berhenti. Laksana air, ia terus mengalir, mencari tempat-tempat yang bisa diairi arusnya.
Lalu, datanglah penjajah kuffar. Misi mereka pun jelas: gold, gospel, glory. Mereka merampok kekayaan alam negeri ini; berusaha memurtadkan kaum Muslim. Indonesia dianggap sebagai negeri yang siap menerima misi Injil. Dengan segala kekuatan dan cara, proses pengkristenan negeri ini dilakukan oleh para penjajah dan kaum misionaris, tanpa pernah berhenti.
KM Panikkar menulis dalam bukunya Asia and Western Dominance: “Yang mendorong bangsa Portugal (untuk menjajah di Asia adalah) strategi besar melawan kekuatan politik Islam, melakukan Kristenisasi, dan keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.” Ketika berhasil menduduki Malaka, D’albuquerqe berpidato, “Tugas besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini…” (Prof. Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia, Mitos dan Kenyataan, (Jakarta: IPS, 1998)).
Adalah sesuatu yang juga luar biasa, berkat lindungan dan pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala, meskipun kuasa politik digenggam kaum kufar penjajah, selama ratusan tahun, mayoritas penduduk negeri ini masih tetap bertahan sebagai Muslim. Padahal, selama itu pula, proses Kristenisasi dan sekularisasi secara konsisten dipaksakan kepada kaum Muslim. Strategi merusak pemikiran dan aqidah umat Islam, juga devide et impera – pecah belah dan adu domba — cukup sukses dalam melemahkan kekuatan internal umat Islam. Sudah menjadi sunnatullah, akan selalu terjadi benturan abadi antara perjuangan menegakkan misi kenabian (Tauhidullah) dengan para pendukung kemusyrikan, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam memerintahkan umatnya: Jaahidul musyrikiina bi-amwaalikum wa-anfusikum wa-alsinatikum! (Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan dengan lidah-mu).
Alhamdulillah, usaha kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajah kuffar berhasil. Kaum Muslimin mendukung sepenuhnya usaha kemerdekaan ini. Para ulama dan tokoh Islam melanjutkan perjuangan para ulama dan muballigh untuk menjadikan negeri ini sebagai negeri Muslim yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, menjadi baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur. Itulah negara yang diatur dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana dulu, Rasulullah saw telah mewujudkan sebuah negara di Madinah dengan Piagam Madinah yang disebut sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia (the first written constitution in the world).
Sepeninggal penjajah, kaum sekuler, kristen, komunis, dan sebagainya, terus berjuang tiada henti untuk mewujudkan negara sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Terjadilah pergulatan pemikiran dan aspirasi yang terus-menerus hingga kini. Pasca Perang Dingin, dengan dukungan kekuatan penguasa dunia dari peradaban Barat, kaum liberal-sekuler semakin mendapat angin untuk memposisikan Indonesia sebagai negara sekuler.
Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” , “pedoman amal” dan sumber dari segala sumber hukum, yang seharusnya merupakan wilayah Islam. Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan pemikirannya. Sebab, ana
Dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur maka negeri ini menjadi hampir 100% muslim; bahkan disebut sebagai negeri Muslim terbesar di dunia. Ini sebuah prestasi dakwah yang amat sangat luar biasa. Secara pelan dan teratur, proses Islamisasi pun terus berjalan, dengan segala hambatan dan tantangannya. Para pejuang Islam itu terus berusaha meningkatkan kualitas keislaman masyarakat muslim Indonesia, setahap demi setahap. Dakwah tidak pernah berhenti. Laksana air, ia terus mengalir, mencari tempat-tempat yang bisa diairi arusnya.
Lalu, datanglah penjajah kuffar. Misi mereka pun jelas: gold, gospel, glory. Mereka merampok kekayaan alam negeri ini; berusaha memurtadkan kaum Muslim. Indonesia dianggap sebagai negeri yang siap menerima misi Injil. Dengan segala kekuatan dan cara, proses pengkristenan negeri ini dilakukan oleh para penjajah dan kaum misionaris, tanpa pernah berhenti.
KM Panikkar menulis dalam bukunya Asia and Western Dominance: “Yang mendorong bangsa Portugal (untuk menjajah di Asia adalah) strategi besar melawan kekuatan politik Islam, melakukan Kristenisasi, dan keinginan untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah.” Ketika berhasil menduduki Malaka, D’albuquerqe berpidato, “Tugas besar yang harus kita abdikan kepada Tuhan kita dalam mengusir orang-orang Moor (Muslim) dari negara ini dan memadamkan api Sekte Muhammad sehingga ia tidak muncul lagi sesudah ini…” (Prof. Bilveer Singh, Timor Timur, Indonesia dan Dunia, Mitos dan Kenyataan, (Jakarta: IPS, 1998)).
Adalah sesuatu yang juga luar biasa, berkat lindungan dan pertolongan Allah Subhanahu Wata’ala, meskipun kuasa politik digenggam kaum kufar penjajah, selama ratusan tahun, mayoritas penduduk negeri ini masih tetap bertahan sebagai Muslim. Padahal, selama itu pula, proses Kristenisasi dan sekularisasi secara konsisten dipaksakan kepada kaum Muslim. Strategi merusak pemikiran dan aqidah umat Islam, juga devide et impera – pecah belah dan adu domba — cukup sukses dalam melemahkan kekuatan internal umat Islam. Sudah menjadi sunnatullah, akan selalu terjadi benturan abadi antara perjuangan menegakkan misi kenabian (Tauhidullah) dengan para pendukung kemusyrikan, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam memerintahkan umatnya: Jaahidul musyrikiina bi-amwaalikum wa-anfusikum wa-alsinatikum! (Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan dengan lidah-mu).
Alhamdulillah, usaha kemerdekaan untuk melepaskan diri dari penjajah kuffar berhasil. Kaum Muslimin mendukung sepenuhnya usaha kemerdekaan ini. Para ulama dan tokoh Islam melanjutkan perjuangan para ulama dan muballigh untuk menjadikan negeri ini sebagai negeri Muslim yang diridhoi Allah Subhanahu Wata’ala, menjadi baldatun thayyibatun wa-rabbun ghafur. Itulah negara yang diatur dengan nilai-nilai Islam, sebagaimana dulu, Rasulullah saw telah mewujudkan sebuah negara di Madinah dengan Piagam Madinah yang disebut sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia (the first written constitution in the world).
Sepeninggal penjajah, kaum sekuler, kristen, komunis, dan sebagainya, terus berjuang tiada henti untuk mewujudkan negara sesuai dengan nilai-nilai yang mereka anut. Terjadilah pergulatan pemikiran dan aspirasi yang terus-menerus hingga kini. Pasca Perang Dingin, dengan dukungan kekuatan penguasa dunia dari peradaban Barat, kaum liberal-sekuler semakin mendapat angin untuk memposisikan Indonesia sebagai negara sekuler.
Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” , “pedoman amal” dan sumber dari segala sumber hukum, yang seharusnya merupakan wilayah Islam. Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan pemikirannya. Sebab, ana
k-anak Muslim itu sudah diajar oleh para ulama, ustad, dan guru-guru agana, bahwa Islam adalah pandangan hidup dan sekaligus pedoman amal mereka. Pancasila dijadikan sebagai agama, atau diletakkan sejajar dengan agama. Itu jelas keliru dalam pandangan Islam.
Panggung politik
Sejalan dengan dominannya pandangan hidup sekuler, dunia politik di Indonesia pun tampaknya semakin didomnasi wacana politik sekuler. Wacana-wacana duniawi, urusan ekonomi, janji-janji kesejahteraan duniawi, menjadi sangat dominan. Wacana keimanan, akhlak, dan pembangunan jiwa menjadi terpinggirkan; dianggap “tidak laku dijual”. Panggung politik nyaris tak mendendangkan ‘nyanyian’ politisi Muslim yang menyerukan secara terbuka pentingnya negara Indonesia ini hidup di bawah naungan al-Quran, merumuskan perundang-undangan yang bersumberkan syariat Islam, atau menolak perundang-undangan yang bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu Wata’ala.
Bukankah aneh, jika aturan penjajah lebih dijunjung tinggi dibandingkan dengan aturan Tuhan Yang Maha Esa.
Kita sepertinya nyaris tak mendengar lagi politisi muslim yang secara terbuka mengupas kebobrokan pemikiran dan sistem kehidupan sekuler; yang menyatakan akan berjuang sekuat tenaga dalam menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, jika mereka menduduki pos-pos kekuasaan. Jika politik semakin kehilangan wacana ideologis keislaman, maka dikhawatirkan, aspek-aspek pragmatisme akan semakin mendominasi. Jiwa pengorbanan akan sirna sejalan dengan merebaknya penyakit gila dunia.
Pada saat yang sama, kekuatan politik internal umat Islam, kini diwarnai dengan fragmentasi antar pegiat dakwah, dengan maraknya pendapat-pendapat yang mengharamkan keterlibatan kaum Muslimin ke dalam sistem parlemen bahkan pemerintahan, karena sistem ini dinilai sebagai sistem kufur. Di era Partai Islam Masyumi dulu, pendapat semacam ini tidak muncul. Para tokoh Islam bersepakat “demokrasi” bukan merupakan sistem yang ideal. Tetapi, mereka menempuh cara-cara konstitusional untuk mengubah secara gradual sistem yang tidak ideal; dari sistem demokrasi sekuler menuju sistem dan kehidupan masyarakat yang lebih Islami.
Tujuannya sangat jelas: bagaimana mewujudkan tujuan perjuangan, yakni menjadikan Indonesia sebagai negeri Muslim yang menerapkan ajaran Islam dalam tataran individu, masyarakat, dan negara. Inilah yang dulu ditegaskan dalam tujuan perjuangan politik Partai Islam Masyumi, yakni: ”Terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di dalam kehidupan orang seorang , masyarakat dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi.” (Anggaran Dasar Partai Masjumi, Pasal III).
Sebagai bagian kewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan taushiyah sesama Muslim, maka kita perlu mengimbangi dominasi wacana politik sekuler dengan menggelorakan terus-menerus wacana politik berbasis al-Quran. Wacana politik sekuler yang hanya menekankan aspek materi dan duniawi, akan semakin menjauhkan bangsa muslim terbesar ini dari nilai-nilai dan ajaran Ilahi yang mengutamakan pembangunan iman dan taqwa. Padahal, Al-Quran sudah dengan tegas memberi kabar kepada bangsa kita semua, bahwa jika penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, maka pasti akan dikucurkan barakah Allah dari langit dan bumi.
Kita perlu mengoreksi konsep dan aplikasi pembangunan nasional yang terlalu dominan menekankan aspek dunia dan meteri serta mengabaikan pembangunan jiwa. Padahal, perintah Allah sangat jelas: “Sungguh beruntung manusia yang mensucikan jiwanya dan sungguh celaka, manusia yang mengotori jiwanya!” (QS: 91:9-10). Pembangunan jiwa berdasarkan iman dan taqwa inilah yang seharusnya menjadi program utama pembangunan manusia Indonesia, sehingga tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang serakah dan sombong, yang dengan beraninya menolak konsep-konsep kehidupan yang bersumberkan pada wahyu Allah Subhanahu Wata’ala. Misi Ilahi inilah yang perlu digaungkan sekuat-kuatnya oleh para politisi Muslim dan partai Islam.
Karena itu, dengan niat beribadah karena Allah, dalam rangka kecintaan kita kepada negeri amanah Allah ini, agar
Panggung politik
Sejalan dengan dominannya pandangan hidup sekuler, dunia politik di Indonesia pun tampaknya semakin didomnasi wacana politik sekuler. Wacana-wacana duniawi, urusan ekonomi, janji-janji kesejahteraan duniawi, menjadi sangat dominan. Wacana keimanan, akhlak, dan pembangunan jiwa menjadi terpinggirkan; dianggap “tidak laku dijual”. Panggung politik nyaris tak mendendangkan ‘nyanyian’ politisi Muslim yang menyerukan secara terbuka pentingnya negara Indonesia ini hidup di bawah naungan al-Quran, merumuskan perundang-undangan yang bersumberkan syariat Islam, atau menolak perundang-undangan yang bertentangan dengan syariat Allah Subhanahu Wata’ala.
Bukankah aneh, jika aturan penjajah lebih dijunjung tinggi dibandingkan dengan aturan Tuhan Yang Maha Esa.
Kita sepertinya nyaris tak mendengar lagi politisi muslim yang secara terbuka mengupas kebobrokan pemikiran dan sistem kehidupan sekuler; yang menyatakan akan berjuang sekuat tenaga dalam menegakkan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan negara, jika mereka menduduki pos-pos kekuasaan. Jika politik semakin kehilangan wacana ideologis keislaman, maka dikhawatirkan, aspek-aspek pragmatisme akan semakin mendominasi. Jiwa pengorbanan akan sirna sejalan dengan merebaknya penyakit gila dunia.
Pada saat yang sama, kekuatan politik internal umat Islam, kini diwarnai dengan fragmentasi antar pegiat dakwah, dengan maraknya pendapat-pendapat yang mengharamkan keterlibatan kaum Muslimin ke dalam sistem parlemen bahkan pemerintahan, karena sistem ini dinilai sebagai sistem kufur. Di era Partai Islam Masyumi dulu, pendapat semacam ini tidak muncul. Para tokoh Islam bersepakat “demokrasi” bukan merupakan sistem yang ideal. Tetapi, mereka menempuh cara-cara konstitusional untuk mengubah secara gradual sistem yang tidak ideal; dari sistem demokrasi sekuler menuju sistem dan kehidupan masyarakat yang lebih Islami.
Tujuannya sangat jelas: bagaimana mewujudkan tujuan perjuangan, yakni menjadikan Indonesia sebagai negeri Muslim yang menerapkan ajaran Islam dalam tataran individu, masyarakat, dan negara. Inilah yang dulu ditegaskan dalam tujuan perjuangan politik Partai Islam Masyumi, yakni: ”Terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di dalam kehidupan orang seorang , masyarakat dan negara Republik Indonesia, menuju keridhaan Ilahi.” (Anggaran Dasar Partai Masjumi, Pasal III).
Sebagai bagian kewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan taushiyah sesama Muslim, maka kita perlu mengimbangi dominasi wacana politik sekuler dengan menggelorakan terus-menerus wacana politik berbasis al-Quran. Wacana politik sekuler yang hanya menekankan aspek materi dan duniawi, akan semakin menjauhkan bangsa muslim terbesar ini dari nilai-nilai dan ajaran Ilahi yang mengutamakan pembangunan iman dan taqwa. Padahal, Al-Quran sudah dengan tegas memberi kabar kepada bangsa kita semua, bahwa jika penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa, maka pasti akan dikucurkan barakah Allah dari langit dan bumi.
Kita perlu mengoreksi konsep dan aplikasi pembangunan nasional yang terlalu dominan menekankan aspek dunia dan meteri serta mengabaikan pembangunan jiwa. Padahal, perintah Allah sangat jelas: “Sungguh beruntung manusia yang mensucikan jiwanya dan sungguh celaka, manusia yang mengotori jiwanya!” (QS: 91:9-10). Pembangunan jiwa berdasarkan iman dan taqwa inilah yang seharusnya menjadi program utama pembangunan manusia Indonesia, sehingga tidak menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang serakah dan sombong, yang dengan beraninya menolak konsep-konsep kehidupan yang bersumberkan pada wahyu Allah Subhanahu Wata’ala. Misi Ilahi inilah yang perlu digaungkan sekuat-kuatnya oleh para politisi Muslim dan partai Islam.
Karena itu, dengan niat beribadah karena Allah, dalam rangka kecintaan kita kepada negeri amanah Allah ini, agar
adhu’, tidak angkuh, tidak jumawa, ikhlas panca indera dan akalnya dipadukan dengan panduan wahyu Allah Subhanahu Wata’ala.
Perjuangan mengemban misi suci tidak pernah terlambat. Kita mulai melangkah di tahun 2014 ini. Kita percaya, para politisi dan partai Islam juga merindukan dan mencitakan hal yang sama dengan kita semua. Kita mencitakan negeri kita menjadi negeri aman sejahtera, adil dan makmur, di bawah naungan ridha Ilahi.
Karena itu, bismillahirrahmanirrahim... dengan berusaha sekuat-kuatnya mengikhlaskan niat karena ibadah kepada Allah, kita bersihkan hati kita… kita gaungkan sekeras-kerasnya dalam hati, dan kita pancarkan gelombang kebenaran abadi sekuat-kuatnya melalui lisan kita: SELAMATKAN INDONESIA DENGAN AL-QURAN! Semoga dengan itu negeri kita berhak mendapatkan kucuran berkah Allah dan dijauhkan dari azab dan bencana.
Depok, 26 Maret 2014
Perjuangan mengemban misi suci tidak pernah terlambat. Kita mulai melangkah di tahun 2014 ini. Kita percaya, para politisi dan partai Islam juga merindukan dan mencitakan hal yang sama dengan kita semua. Kita mencitakan negeri kita menjadi negeri aman sejahtera, adil dan makmur, di bawah naungan ridha Ilahi.
Karena itu, bismillahirrahmanirrahim... dengan berusaha sekuat-kuatnya mengikhlaskan niat karena ibadah kepada Allah, kita bersihkan hati kita… kita gaungkan sekeras-kerasnya dalam hati, dan kita pancarkan gelombang kebenaran abadi sekuat-kuatnya melalui lisan kita: SELAMATKAN INDONESIA DENGAN AL-QURAN! Semoga dengan itu negeri kita berhak mendapatkan kucuran berkah Allah dan dijauhkan dari azab dan bencana.
Depok, 26 Maret 2014
tidak mendapatkan murka dan azab dari Allah Subhanahu Wata’ala — karena mengingkari asas iman dan taqwa – maka tidak berlebihan kiranya jika kita berusaha sekuat tenaga untuk meneguhkan komitmen kita bersama, melanjutkan amanah perjuangan menegakkan misi kenabian; berusaha menyadarkan diri, keluarga, dan bangsa kita agar bersedia hidup DI BAWAH NAUNGAN AL-QURAN, menjunjung tinggi prinsip iman dan taqwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita dicipta Allah dan kini ada di Indonesia, bukan tanpa makna. Kita dicipta untuk melanjutkan amanah risalah Sang Nabi tercinta. Kita hanyalah satu mata rantai dari serangkaian derap langkah panjangnya para Nabi utusan Yang Maha Kuasa. Kita tatap dengan semangat dan penuh optimis masa depan perjuangan Islam di Indonesia. Kita arahkan pandangan kita ke ufuk cakrawala yang jauh, tanpa mengabaikan realitas kondisi dan sitausi yang terjadi. Realitas penting untuk menjadi pertimbangan kita. Tetapi, misi abadi kenabian, penegakan kalimah Tauhid dan menebar rahmat ke seluruh alam, tidak boleh tenggelam oleh kepentingan pragmatis kekuasaan semata.
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan ad-Din yang Haq untuk dimenangkan atas berbagai agama lainnya, walaupun kaum musyrik membencinya.” (QS: ash-Shaf:9).
Ibrahim (a.s.) memang diusir dan dibakar oleh sang penguasa. Tapi, al-Quran lebih membela Ibrahim, dan sama sekali tidak bersimpati kepada raja yang musyrik dan zalim. Meskipun Firaun jauh lebih kuat dari Musa (a.s.), tapi al-Quran tidak pernah sedikit pun memberikan pujian untuk Fir’aun. Ketika kecil dan ketika kuat, Daud a.s. tetap dipuji karena keteguhannya memperjuangkan kalimah Tauhid.
Jika tidak ingin dimusuhi kaumnya yang musyrik, logikanya, lebih aman dan nyaman, jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam tidak mendahulukan seruan tauhidnya dan mengkritisi kemusyrikan yang telah menjadi tradisi bangsanya. Meskipun ditentang keras, dimusuhi, diboikot, diancam dibunuh, dan sebagainya, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam tetap mengajak kaumnya untuk meninggalkan agama mereka yang syirik dan memeluk Islam, mengakui Allah sebagaisatu-satunya Tuhan dan mengakui Muhammad saw sebagai utusan-Nya yang terakhir.
Mungkin, jika ingin dakwahnya diterima secara luas, tidak dimusuhi kaum dan keluarganya sendiri, dan bisa hidup lebih nyaman, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam hanya akan mengangkat isu-isu ekonomi dan kesejahteraan, dengan – misalnya — membentuk semacam koperasi atau Perseroan Terbatas. Bangsa Arab akan menerima ajakan itu, karena Rasulullah saw juga pedagang yang sukses dan manusia terpercaya. Meski pun al-Quran memerintahkan kepedulian sosial yang tinggi sejak dakwah di periode awal di Makkah, tetapi seruan untuk menegakkan Tauhid adalah isu utama dalam dakwah Nabi.
Dan umat manusia menjadi saksi, di tengah ancaman, makian, hujatan, dan kesulitan hidup, Nabi Shallalu ‘alaihi Wassallam tetap tegar dalam menggaungkan tegaknya Tauhid. Sebab, hanya dengan semata-mata menghambakan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala itulah, maka manusia akan bisa hidup bahagia dunia dan akhirat; bebas dari penindasan antar sesama; bebas dari belenggu perbudakan setan. Memberantas korupsi itu sangat penting! Tetapi, memberantas kemusyrikan lebih penting lagi! Cukup sandang pangan dan papan itu harus, tetapi selamat iman, wajib lebih dipentingkan. Sebab, tanpa iman, amal tiada nilainya, laksana fatamorgana yang tiada berharga. (QS 24:39).
Kita camkan benar peringatan al-Quran:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Jangan merasa hina dan jangan berduka! Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kalian mukmin!” (QS ali Imron [3]:139).
Umat Islam adalah ummatur-risalah. Kita mendapatkan amanah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita kibarkan panji Tauhid, meski banyak yang enggan melirik, bahan ada yang sinis dan mencibirnya. Kita pilih pemimpin terbaik, yang kita percayai memiliki ilmu dan pribadi unggul yang mampu memimpin dan membawa negeri ini kepada keberkahan Ilahi; pemimpin yang taw
Kita dicipta Allah dan kini ada di Indonesia, bukan tanpa makna. Kita dicipta untuk melanjutkan amanah risalah Sang Nabi tercinta. Kita hanyalah satu mata rantai dari serangkaian derap langkah panjangnya para Nabi utusan Yang Maha Kuasa. Kita tatap dengan semangat dan penuh optimis masa depan perjuangan Islam di Indonesia. Kita arahkan pandangan kita ke ufuk cakrawala yang jauh, tanpa mengabaikan realitas kondisi dan sitausi yang terjadi. Realitas penting untuk menjadi pertimbangan kita. Tetapi, misi abadi kenabian, penegakan kalimah Tauhid dan menebar rahmat ke seluruh alam, tidak boleh tenggelam oleh kepentingan pragmatis kekuasaan semata.
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan ad-Din yang Haq untuk dimenangkan atas berbagai agama lainnya, walaupun kaum musyrik membencinya.” (QS: ash-Shaf:9).
Ibrahim (a.s.) memang diusir dan dibakar oleh sang penguasa. Tapi, al-Quran lebih membela Ibrahim, dan sama sekali tidak bersimpati kepada raja yang musyrik dan zalim. Meskipun Firaun jauh lebih kuat dari Musa (a.s.), tapi al-Quran tidak pernah sedikit pun memberikan pujian untuk Fir’aun. Ketika kecil dan ketika kuat, Daud a.s. tetap dipuji karena keteguhannya memperjuangkan kalimah Tauhid.
Jika tidak ingin dimusuhi kaumnya yang musyrik, logikanya, lebih aman dan nyaman, jika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam tidak mendahulukan seruan tauhidnya dan mengkritisi kemusyrikan yang telah menjadi tradisi bangsanya. Meskipun ditentang keras, dimusuhi, diboikot, diancam dibunuh, dan sebagainya, Nabi Shallallahu ‘alaihi Wassallam tetap mengajak kaumnya untuk meninggalkan agama mereka yang syirik dan memeluk Islam, mengakui Allah sebagaisatu-satunya Tuhan dan mengakui Muhammad saw sebagai utusan-Nya yang terakhir.
Mungkin, jika ingin dakwahnya diterima secara luas, tidak dimusuhi kaum dan keluarganya sendiri, dan bisa hidup lebih nyaman, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam hanya akan mengangkat isu-isu ekonomi dan kesejahteraan, dengan – misalnya — membentuk semacam koperasi atau Perseroan Terbatas. Bangsa Arab akan menerima ajakan itu, karena Rasulullah saw juga pedagang yang sukses dan manusia terpercaya. Meski pun al-Quran memerintahkan kepedulian sosial yang tinggi sejak dakwah di periode awal di Makkah, tetapi seruan untuk menegakkan Tauhid adalah isu utama dalam dakwah Nabi.
Dan umat manusia menjadi saksi, di tengah ancaman, makian, hujatan, dan kesulitan hidup, Nabi Shallalu ‘alaihi Wassallam tetap tegar dalam menggaungkan tegaknya Tauhid. Sebab, hanya dengan semata-mata menghambakan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala itulah, maka manusia akan bisa hidup bahagia dunia dan akhirat; bebas dari penindasan antar sesama; bebas dari belenggu perbudakan setan. Memberantas korupsi itu sangat penting! Tetapi, memberantas kemusyrikan lebih penting lagi! Cukup sandang pangan dan papan itu harus, tetapi selamat iman, wajib lebih dipentingkan. Sebab, tanpa iman, amal tiada nilainya, laksana fatamorgana yang tiada berharga. (QS 24:39).
Kita camkan benar peringatan al-Quran:
وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Jangan merasa hina dan jangan berduka! Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kalian mukmin!” (QS ali Imron [3]:139).
Umat Islam adalah ummatur-risalah. Kita mendapatkan amanah dari Allah Subhanahu Wata’ala. Kita kibarkan panji Tauhid, meski banyak yang enggan melirik, bahan ada yang sinis dan mencibirnya. Kita pilih pemimpin terbaik, yang kita percayai memiliki ilmu dan pribadi unggul yang mampu memimpin dan membawa negeri ini kepada keberkahan Ilahi; pemimpin yang taw
AYYUHAL WALAD
Nasihat Imam Al-Ghazali Untuk Para Penuntut Ilmu
Penulis: Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazzali
Inilah buku Ayyuhal Walad, untaian nasihat Imam Ghazzali kepada seorang murid senior yang meminta nasihat kepadanya.
Kandungan buku ini sungguh berharga, di antaranya adalah nasihat beliau soal pentingnya memanfaatkan waktu, kaitan antara ilmu dan amal, dan melandasi semua amal untuk mencari ridha Allah.
Beliau juga mengulas tentang keyakinan, taubat, debat yang harus dijauhi, tidak asal berbicara, melatih dan membersihkan jiwa dari berbagai akhlak tercela, menanamkan akhlak yang terpuji, tidak bergaul secara intens dengan penguasa dan tidak menerima hadiah dari mereka, dan perlawanan terhadap setan. Dan sesuatu yang tak kalah penting adalah nasihat beliau seputar pendidikan, makna pendidikan, syarat seorang guru, dan adab penuntut ilmu terhadap gurunya secara lahir maupun batin.
Kandungannya yang tetap relevan sepanjang masa, menjadikan kitab ini tak hanya layak untuk murid beliau. Namun layak pula dibaca oleh seluruh umat Islam, terlebih orang-orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Buku ini sepantasnya dijadikan rujukan dalam dunia pendidikan, menjadi bahan bacaan wajib di sekolah-sekolah dan diajarkan sedini mungkin.
-----------------------
Ayyuhal Walad
Penulis: Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazzali
Ukuran: 10 x 14 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: 174 halaman
Berat: 200 gr.
Harga: Rp. 43.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Nasihat Imam Al-Ghazali Untuk Para Penuntut Ilmu
Penulis: Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazzali
Inilah buku Ayyuhal Walad, untaian nasihat Imam Ghazzali kepada seorang murid senior yang meminta nasihat kepadanya.
Kandungan buku ini sungguh berharga, di antaranya adalah nasihat beliau soal pentingnya memanfaatkan waktu, kaitan antara ilmu dan amal, dan melandasi semua amal untuk mencari ridha Allah.
Beliau juga mengulas tentang keyakinan, taubat, debat yang harus dijauhi, tidak asal berbicara, melatih dan membersihkan jiwa dari berbagai akhlak tercela, menanamkan akhlak yang terpuji, tidak bergaul secara intens dengan penguasa dan tidak menerima hadiah dari mereka, dan perlawanan terhadap setan. Dan sesuatu yang tak kalah penting adalah nasihat beliau seputar pendidikan, makna pendidikan, syarat seorang guru, dan adab penuntut ilmu terhadap gurunya secara lahir maupun batin.
Kandungannya yang tetap relevan sepanjang masa, menjadikan kitab ini tak hanya layak untuk murid beliau. Namun layak pula dibaca oleh seluruh umat Islam, terlebih orang-orang yang berkecimpung dalam dunia ilmu. Buku ini sepantasnya dijadikan rujukan dalam dunia pendidikan, menjadi bahan bacaan wajib di sekolah-sekolah dan diajarkan sedini mungkin.
-----------------------
Ayyuhal Walad
Penulis: Muhammad bin Muhammad Abu Hamid Al-Ghazzali
Ukuran: 10 x 14 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: 174 halaman
Berat: 200 gr.
Harga: Rp. 43.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Al-Quran (al-Anam:112) mengingatkan, bahwa sesungguhnya musuh para nabi adalah setan dari jenis manusia dan setan dari jenis jin, yang pekerjaan mereka adalah menyebarkan kata-kata indah (zukhrufal qawli) dengan tujuan untuk menipu manusia. Malik Bin Dinar, seorang ulama terkenal (m. 130 H/748 M) pernah berkata: Sesungguhnya setan dari golongan manusia lebih berat bagiku daripada setan dari golongan jin. Sebab, setan dari golongan jin, jika aku telah membaca taawudz, maka dia langsung menyingkir dariku, sedangkan setan dari golongan manusia dapat mendatangiku untuk menyeretku melakukan berbagai kemaksiatan secara terang-terangan. (dikutip dari Imam al-Qurthubi, 7/68 oleh Dr. Abdul Aziz bin Shalih al-Ubaid, Menangkal Teror Setan (Jakarta: Griya Ilmu, 2004), hal. 88).
Setan baik dari golongan manusia maupun dari golongan jin memiliki ambisi utama untuk menyesatkan manusia, seluruhnya. Dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu. (QS al-Ghafir:5).
Jadi mudah sekali mengenali logika setan. Yakni, siapa saja yang menjadi pendukung kebatilan dan kemunkaran, pasti ia telah menggunakan logika setan. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan munkar. (QS an-Nur: 21; lihat juga QS al-Baqarah: 168-169).
-Dr. Adian Husaini-
Setan baik dari golongan manusia maupun dari golongan jin memiliki ambisi utama untuk menyesatkan manusia, seluruhnya. Dan mereka membantah dengan (alasan) yang batil untuk melenyapkan kebenaran dengan yang batil itu. (QS al-Ghafir:5).
Jadi mudah sekali mengenali logika setan. Yakni, siapa saja yang menjadi pendukung kebatilan dan kemunkaran, pasti ia telah menggunakan logika setan. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan munkar. (QS an-Nur: 21; lihat juga QS al-Baqarah: 168-169).
-Dr. Adian Husaini-