Karena kegigihannya pula, HAMKA pernah dipenjara rejim Orde Lama. Tapi, di penjara, justru ia menghasilkan Tafsir Al-Azhar. Mohammad Natsir menghasilkan Capita Selecta dan berbagai buku lainnya. Sama dengan HAMKA, di penjara, Sayyid Quthb menghasilkan Fii Zhilalil Quran. Ibnu Taimiyah menghasilkan Majmuul Fatawa.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1254868987986382&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1254868987986382&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
KORUPSI ILMU Oleh: Dr. Adian Husaini Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat menjadi HAMKA. Dia adalah seorang tokoh dan ulama yang sangat dihormati di berbagai dunia...
DIPONEGORO: BUKAN MAKELAR TANAH
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Dalam berbagai kesempatan berdialog dengan para santri, guru, dan siswa lembaga pendidikan Islam, saya mengedarkan kuisener yang salah satu isinya adalah sebuah pernyataan: Pangeran Dipenegoro berjuang melawan Belanda karena tanah warisan leluhurnya dirampas oleh Belanda. Banyak di antara mereka yang menjawab SETUJU untuk pernyataan tersebut.
Jawaban itu tidak aneh! Sebab, buku-buku sejarah di sekolah-sekolah memang menjelaskan Diponegoro berperang melawan Belanda karena urusan tanah dan tahta. Bukan urusan agama. Padahal, fakta sejarah tidaklah demikian. Dalam disertasinya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rifyal Kabah mengungkap sebuah fakta penting tentang perlawanan Pengeran Diponegoro yang mengangkat senjata melawan penjajah Kristen Belanda. Tujuan perang itu tidak lain adalah untuk menuntut pemberlakuan syariat Islam di Tanah Jawa.
Mengutip buku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A. Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johannes Müller, 1847), Rifyal Kabah memaparkan penuturan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), yang menyatakan bahwa tujuan Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku untuk orang Jawa. Diceritakan dalam buku ini, bahwa Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa, dan lain-lain.
Belanda meminta peperangan segera dihentikan, agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak dapat dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan Laa mauta illaa bil-ajal (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri. . Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit. (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan). Kyai Modjo menegaskan, bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku untuk orang Jawa. Sedangkan persengketaan antara orang Jawa dan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam dan persengketaan antara orang Eropa dengan orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa. (Lihat, Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta).
Di zaman Bung Karno, pernah diadakan acara Peringatan 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, di Istana Negara, tanggal 8 Januari 1955. Ketika itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang menyatakan: Diponegoro adalah satu figuur yang besar, satu Ulama yang linuhung, satu orang yang takut kepada Allah s.w.t., orang yang beragama Islam, yang cinta pada agama Islam itu, dan tidak berhenti-henti dia mengemukakan bahwa salah satu tujuan beliau, agungnya agama Islam ini. (Lihat buku Pahlawan Diponegoro terbitan Kementerian Penerangan RI, tahun 1955).
Jadi, Pangeran Kyai Diponegoro memang bukan seorang makelar tanah. Dia berjuang untuk agama dan sekaligus untuk bangsanya. Tentu tidak adil jika meletakkan motif dan tujuan perjuangan seorang ulama seperti Diponegoro direduksi dari urusan agama menjadi sekedar urusan duniawi. Sekolah-sekolah Islam dan pondok-pondok pesantren harusnya mengajarkan sejarah para pejuang Islam dengan benar, dan menjauhkan diri dari rekayasa sejarah yang dibuat oleh para orientalis. Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu menyadari, bahwa sejak dulu, penjajah selalu berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri.
Adalah Christian Snouck Hurgronje yang terkenal sebagai orientalis yang sangat mengkhawatirkan perkembangan Islam di Indonesia. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, Dr. Aqib Suminto mengutip satu artikel Snouck di majalah Indische Gids
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Dalam berbagai kesempatan berdialog dengan para santri, guru, dan siswa lembaga pendidikan Islam, saya mengedarkan kuisener yang salah satu isinya adalah sebuah pernyataan: Pangeran Dipenegoro berjuang melawan Belanda karena tanah warisan leluhurnya dirampas oleh Belanda. Banyak di antara mereka yang menjawab SETUJU untuk pernyataan tersebut.
Jawaban itu tidak aneh! Sebab, buku-buku sejarah di sekolah-sekolah memang menjelaskan Diponegoro berperang melawan Belanda karena urusan tanah dan tahta. Bukan urusan agama. Padahal, fakta sejarah tidaklah demikian. Dalam disertasinya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rifyal Kabah mengungkap sebuah fakta penting tentang perlawanan Pengeran Diponegoro yang mengangkat senjata melawan penjajah Kristen Belanda. Tujuan perang itu tidak lain adalah untuk menuntut pemberlakuan syariat Islam di Tanah Jawa.
Mengutip buku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A. Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johannes Müller, 1847), Rifyal Kabah memaparkan penuturan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), yang menyatakan bahwa tujuan Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku untuk orang Jawa. Diceritakan dalam buku ini, bahwa Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa, dan lain-lain.
Belanda meminta peperangan segera dihentikan, agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak dapat dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan Laa mauta illaa bil-ajal (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri. . Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit. (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan). Kyai Modjo menegaskan, bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku untuk orang Jawa. Sedangkan persengketaan antara orang Jawa dan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam dan persengketaan antara orang Eropa dengan orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa. (Lihat, Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta).
Di zaman Bung Karno, pernah diadakan acara Peringatan 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, di Istana Negara, tanggal 8 Januari 1955. Ketika itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang menyatakan: Diponegoro adalah satu figuur yang besar, satu Ulama yang linuhung, satu orang yang takut kepada Allah s.w.t., orang yang beragama Islam, yang cinta pada agama Islam itu, dan tidak berhenti-henti dia mengemukakan bahwa salah satu tujuan beliau, agungnya agama Islam ini. (Lihat buku Pahlawan Diponegoro terbitan Kementerian Penerangan RI, tahun 1955).
Jadi, Pangeran Kyai Diponegoro memang bukan seorang makelar tanah. Dia berjuang untuk agama dan sekaligus untuk bangsanya. Tentu tidak adil jika meletakkan motif dan tujuan perjuangan seorang ulama seperti Diponegoro direduksi dari urusan agama menjadi sekedar urusan duniawi. Sekolah-sekolah Islam dan pondok-pondok pesantren harusnya mengajarkan sejarah para pejuang Islam dengan benar, dan menjauhkan diri dari rekayasa sejarah yang dibuat oleh para orientalis. Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu menyadari, bahwa sejak dulu, penjajah selalu berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri.
Adalah Christian Snouck Hurgronje yang terkenal sebagai orientalis yang sangat mengkhawatirkan perkembangan Islam di Indonesia. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, Dr. Aqib Suminto mengutip satu artikel Snouck di majalah Indische Gids
, yang dengan tegas mengingatkan bahwa Islam berbahaya bagi Belanda. Bagi Snouck, Islam sama sekali tidak bisa diangap remeh, baik sebagai agama maupun sebagai kekuatan politik di Indonesia. Ia menolak anggapan bahwa kaum Muslimin akan beralih ke agama Kristen secara besar-besaran. (Lihat, Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985).
Cendekiawan asal Belanda, Karel Steenbrink juga mencatat, bahwa Snouck Hurgronje berpendapat, sistem Islam telah menjadi sangat kaku dan tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan abad baru. Snouck melakukan langkah-langkah untuk membebaskan kaum Muslimin dari agama mereka. Menurutnya, hanya melalui organisasi pendidikan yang berskala luas atas dasar yang universal dan netral secara agamis, pemerintah kolonial dapat membebaskan atau melepaskan Muslimin dari agama mereka. Pengasuhan dan pendidikan adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Bahkan, di negeri-negeri berbudaya Islam yang jauh lebih tua dibanding kepulauan Nusantara, kita menyaksikan mereka bekerja dengan efektif untuk membebaskan umat Muhammad dari kebiasaan lama yang telah lama membelenggunya, demikian tulis Snouck seperti dikutip Karel Steenbrink. (Lihat, Karel Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), (Bandung: Mizan, 1995), hal. 96).
Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk menaklukkan Islam. Tahun 1938, M. Natsir pernah menulis sebuah artikel berjudul: Suara Azan dan Lonceng Gereja. Artikel ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938, yang juga menyinggung petingnya peran pendidikan Barat dalam menjauhkan kaum Muslim dari agamanya. Natsir mengutip ungkapan Prof. Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam, Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren. (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam). (***)
Cendekiawan asal Belanda, Karel Steenbrink juga mencatat, bahwa Snouck Hurgronje berpendapat, sistem Islam telah menjadi sangat kaku dan tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan abad baru. Snouck melakukan langkah-langkah untuk membebaskan kaum Muslimin dari agama mereka. Menurutnya, hanya melalui organisasi pendidikan yang berskala luas atas dasar yang universal dan netral secara agamis, pemerintah kolonial dapat membebaskan atau melepaskan Muslimin dari agama mereka. Pengasuhan dan pendidikan adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Bahkan, di negeri-negeri berbudaya Islam yang jauh lebih tua dibanding kepulauan Nusantara, kita menyaksikan mereka bekerja dengan efektif untuk membebaskan umat Muhammad dari kebiasaan lama yang telah lama membelenggunya, demikian tulis Snouck seperti dikutip Karel Steenbrink. (Lihat, Karel Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), (Bandung: Mizan, 1995), hal. 96).
Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk menaklukkan Islam. Tahun 1938, M. Natsir pernah menulis sebuah artikel berjudul: Suara Azan dan Lonceng Gereja. Artikel ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938, yang juga menyinggung petingnya peran pendidikan Barat dalam menjauhkan kaum Muslim dari agamanya. Natsir mengutip ungkapan Prof. Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam, Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren. (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam). (***)
Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1255538894586058&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1255538894586058&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MENCARI PAHLAWAN WANITA Oleh: Dr Adian Husaini Tidak ada yang tidak setuju, bahwa sejarah adalah hal penting dalam kehidupan manusia. Untuk melihat masa depannya, seseorang perlu memahami masa...
Pada maqam yang tertinggi orang akan sampai pada pandangan bahwa realitas dan kebenaran itu hanya satu dan tidak plural. Artinya dalam akalnya hanya ada satu realitas atau wujud, yaitu Wujud Mutlak, Aktor (fa’il) dari segala wujud yang plural yang nisbi.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1256772271129387&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1256772271129387&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MENGETAHUI Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi Suatu ketika al-Ghazzali melakukan perjalanan panjang. Dalam perjalanannya itu ia membawa serta seluruh buku bacaannya. Konon di tengah jalan tiba-tiba...
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Sinopsis:
Benarkah Jawa diislamkan atau Islam dijawakan? Mungkinkah Islam menjadi agama mayoritas di pulau Jawa hanya sebatas usaha Sembilan orang yang disebut Walisongo, atau bahkan Walisongo sebenarnya tidak pernah ada? Inilah polemik saat sosok Walisongo diperbincangkan.
Tampaknya sosok Walisongo akan terus menjadi idola terutama bagi orang Jawa. Makam mereka dibanjiri para penziarah, walaupun gambaran Walisongo di benak mereka masih kabur dan tidak jelas. Bahkan Walisongo yang dianggap sebagai tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dalam historiografi Jawa tampil sosok mistis, sakti dan memuja praktik klenik seperti bertapa, pemujaan terhadap roh leluhur, tidak terlibat dalam kehidupan sosial-politik profan. Sosok Walisongo sangat berlawanan dengan kehidupan generasi awal penyebaran Islam yang sarat dengan petualangan politik yang patriotik, berwatak sosial dan apresiasi rasional terhadap tradisi dan kultur-kultur lokal yang berkembang di masyarakat.
Malah sosok Walisongo baik sebagai pribadi maupun lembaga dakwah yang memenuhi kualifikasi keorganisasian yang solid, dan strategi maupun perjuangan Dakwah yang hebat, hampir lenyap ditelan legenda, dongeng dan mitos. Sehingga mendata sejarah dan ajaran Walisongo butuh sikap cermat, nalar sehat, telaah kritis dan objektif agar muncul kembali sebagai sosok yang logis, figur bertalenta dan juru Dakwah yang berhasil dengan sukses menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa yang sebelumnya mayoritas memeluk agama Hindu, Budha dan Animisme yang akhirnya masyarakat Jawa memeluk agama Islam.
----------------------------------
Daftar Isi:
Bab 1: Jawa Jantung Budaya
• Pulau jawa
• Masyarakat Jawa
• Profil pulau jawa
• Watak orang jawa
• Budaya dan adat jawa
• Mistik kejawen
• Agama asli jawa
• Agama modern jawa
Bab 2: Mengislamkan Tanah Jawa
• Kerajaan Hindu Budha
• Faktor runtuhnya kerajaan majapahit
• Mengislamkan tanah jawa
• Awal mula masuknya Islam
• Terbentuknya komunitas Islam
• Berdirinya kesultanan demak bintoro
• Arsitek kesultanan demak
• Akhir kesultanan demak
• Jejak masjid agung demak
• Corak Islam tanah jawa
Bab 3: Fakta Baru Walisongo
• Mendudukkan istilah walisongo
• Siapakah walingoso
• Adakah dewan dakwah walisongo
• Catatan atas kitab kanzul ulum
• Gerakan dakwah walisongo
• Reputasi dakwah walisongo
• Penunjang prestasi walisongo
• Kemampuan akademik walisongo
• Meluruskan legenda walisongo
• Mengembalikan kejayaan walisongo
Bab 4: Komposisi Walisongo
• Komposisi walisongo
• Maulana malik ibrahim
• Sunan ampel
• Sunan giri
• Sunan gunung jati
• Sunan bonang
• Sunan drajat
• Sunan kudus
• Sunan kalijogo
• Sunan muria
Bab V: Sosok Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
• Syekh siti jenar
• Asal usulnya
• Sumber ajaran siti jenar
• Kesaktian syekh siti jenar
• Gerakan anti Islam
• Fenomena kejawen pantheistik
• Kiblat kaum abangan
• Ulah murid-murid siti jenar
• Berpaham syiah ekstrem
• Dihukum mati karena membuat makar
• Misteri makan syekh siti jenar
Bab VI: Perdebatan Walisongo Seputar Makrifatullah
• Identifikasi Kropak Ferrara
• Ringkasan isi kropak ferrara
• Daftar pustaka
• Lokasi dan anggota sarasehan
• Teks perdebatan walisongo versi kropak ferrara
Bab VII: Panduan Walisongo Tentang Etika Hidup Dan Cara Beragama
• Sikap dalam beragamaIslam, keshalihan dan kesempurnaan
• Wejangan-wejangan syekh ibrahim
• Kesucian dan keteladanan
• Etika guru
• Tanda-tanda orang suci
• Mengenal kebajikan dan keburukan
• Menghindar kekufuran
• Hakikat iman dan ilmu
• Makna kegelapan dan kecerahan hati
--------------------------------------------
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Hard Cover,
Dimensi 15,5 x 24 cm,
Isi 385 halaman.
Berat 1058 gram,
Harga Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Sinopsis:
Benarkah Jawa diislamkan atau Islam dijawakan? Mungkinkah Islam menjadi agama mayoritas di pulau Jawa hanya sebatas usaha Sembilan orang yang disebut Walisongo, atau bahkan Walisongo sebenarnya tidak pernah ada? Inilah polemik saat sosok Walisongo diperbincangkan.
Tampaknya sosok Walisongo akan terus menjadi idola terutama bagi orang Jawa. Makam mereka dibanjiri para penziarah, walaupun gambaran Walisongo di benak mereka masih kabur dan tidak jelas. Bahkan Walisongo yang dianggap sebagai tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dalam historiografi Jawa tampil sosok mistis, sakti dan memuja praktik klenik seperti bertapa, pemujaan terhadap roh leluhur, tidak terlibat dalam kehidupan sosial-politik profan. Sosok Walisongo sangat berlawanan dengan kehidupan generasi awal penyebaran Islam yang sarat dengan petualangan politik yang patriotik, berwatak sosial dan apresiasi rasional terhadap tradisi dan kultur-kultur lokal yang berkembang di masyarakat.
Malah sosok Walisongo baik sebagai pribadi maupun lembaga dakwah yang memenuhi kualifikasi keorganisasian yang solid, dan strategi maupun perjuangan Dakwah yang hebat, hampir lenyap ditelan legenda, dongeng dan mitos. Sehingga mendata sejarah dan ajaran Walisongo butuh sikap cermat, nalar sehat, telaah kritis dan objektif agar muncul kembali sebagai sosok yang logis, figur bertalenta dan juru Dakwah yang berhasil dengan sukses menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa yang sebelumnya mayoritas memeluk agama Hindu, Budha dan Animisme yang akhirnya masyarakat Jawa memeluk agama Islam.
----------------------------------
Daftar Isi:
Bab 1: Jawa Jantung Budaya
• Pulau jawa
• Masyarakat Jawa
• Profil pulau jawa
• Watak orang jawa
• Budaya dan adat jawa
• Mistik kejawen
• Agama asli jawa
• Agama modern jawa
Bab 2: Mengislamkan Tanah Jawa
• Kerajaan Hindu Budha
• Faktor runtuhnya kerajaan majapahit
• Mengislamkan tanah jawa
• Awal mula masuknya Islam
• Terbentuknya komunitas Islam
• Berdirinya kesultanan demak bintoro
• Arsitek kesultanan demak
• Akhir kesultanan demak
• Jejak masjid agung demak
• Corak Islam tanah jawa
Bab 3: Fakta Baru Walisongo
• Mendudukkan istilah walisongo
• Siapakah walingoso
• Adakah dewan dakwah walisongo
• Catatan atas kitab kanzul ulum
• Gerakan dakwah walisongo
• Reputasi dakwah walisongo
• Penunjang prestasi walisongo
• Kemampuan akademik walisongo
• Meluruskan legenda walisongo
• Mengembalikan kejayaan walisongo
Bab 4: Komposisi Walisongo
• Komposisi walisongo
• Maulana malik ibrahim
• Sunan ampel
• Sunan giri
• Sunan gunung jati
• Sunan bonang
• Sunan drajat
• Sunan kudus
• Sunan kalijogo
• Sunan muria
Bab V: Sosok Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
• Syekh siti jenar
• Asal usulnya
• Sumber ajaran siti jenar
• Kesaktian syekh siti jenar
• Gerakan anti Islam
• Fenomena kejawen pantheistik
• Kiblat kaum abangan
• Ulah murid-murid siti jenar
• Berpaham syiah ekstrem
• Dihukum mati karena membuat makar
• Misteri makan syekh siti jenar
Bab VI: Perdebatan Walisongo Seputar Makrifatullah
• Identifikasi Kropak Ferrara
• Ringkasan isi kropak ferrara
• Daftar pustaka
• Lokasi dan anggota sarasehan
• Teks perdebatan walisongo versi kropak ferrara
Bab VII: Panduan Walisongo Tentang Etika Hidup Dan Cara Beragama
• Sikap dalam beragamaIslam, keshalihan dan kesempurnaan
• Wejangan-wejangan syekh ibrahim
• Kesucian dan keteladanan
• Etika guru
• Tanda-tanda orang suci
• Mengenal kebajikan dan keburukan
• Menghindar kekufuran
• Hakikat iman dan ilmu
• Makna kegelapan dan kecerahan hati
--------------------------------------------
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Hard Cover,
Dimensi 15,5 x 24 cm,
Isi 385 halaman.
Berat 1058 gram,
Harga Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Meskipun semakin banyak perempuan yang perkasa, dan semakin banyak laki-laki yang tidak berdaya di hadapan istrinya, tetapi kaum laki-laki tidak memprotes ketika negara membentuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan, tanpa ada kementerian pemberdayaan laki-laki!
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1259433314196616&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1259433314196616&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MAULID NABI DAN NEGARA PANCASILA Oleh: Dr. Adian Husaini (Peneliti INSISTS) Dalam otobiografinya yang berjudul Dia dan Aku, (Kompas, 2006), mantan menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Dr. Daoed...
Jika Wali Songo dan para pendakwah Islam lainnya di Tanah Jawa telah memulai langkah-langkah yang spektakuler, mengubah agama penduduk mayoritas negeri ini menjadi Muslim, maka kaum Muslim selanjutnya berkewajiban melanjutkannya.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1259858934154054&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1259858934154054&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
Snouck Hurgronje, Hamka, Hingga Kini Oleh: Dr. Adian Husaini Prof Dr Hamka pernah menulis sebuah artikel menarik berjudul “Islam dan Majapahit”, yang dimuat dalam buku "Dari Perbendaharaan Lama"...
*FRAMEWORK STUDI ISLAM*
Pengantar: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil.
Penulis:
• Prof. Alparslan Acigence
• Dr. Adian Husaini
• Dr. Adnin Armas
• Dr. Nirwan Syafrin
• Dr. Syamsuddin Arif,
dkk....
Tebal 439 halaman
Harga Rp. 127.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Pengantar: Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, M.Phil.
Penulis:
• Prof. Alparslan Acigence
• Dr. Adian Husaini
• Dr. Adnin Armas
• Dr. Nirwan Syafrin
• Dr. Syamsuddin Arif,
dkk....
Tebal 439 halaman
Harga Rp. 127.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Korupsi, menipu, manipulasi, dan sebagainya pun bisa menjadi cara meniti karir. Anda bisa jual diri asal bisa jadi selebriti. Anda bisa jadi pejabat asal mahir menjilat dan berkhianat. Itulah mengapa Islam datang menawarkan jalan dan cara mencapai tujuan yang disebut syariah.
Selengkapnya:
Artikel ditulis oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1019179008222049&id=153825841424041
Selengkapnya:
Artikel ditulis oleh Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1019179008222049&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
ADAB Oleh: Dr. Hamid F. Zarkasyi (Direktur INSISTS) Belalang menjadi burung elang. Kutu menjadi kura-kura, dan Ulat berubah menjadi naga. Itulah syair pujangga Abdullah Abdul Qadir al-Munsyi,...
Imam al-Ghazali, dalam Kitab Bidayatul Hidayah, memperingatkan, jika seorang mencari ilmu agar mampu bersaing, membanggakan diri, mengungguli teman-temannya, menarik perhatian manusia dan untuk mengumpulkan harta benda dunia, sesungguhnya ia sedang bergerak untuk meruntuhkan agamanya, membinasakan dirinya, dan menjual akhiratnya dengan dunia.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1264668383673109&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1264668383673109&id=153825841424041
Facebook
Eko Heru Prayitno
TELAAH TERHADAP RUU PESANTREN dan PENDIDIKAN KEAGAMAAN Oleh: Dr. Adian Husaini Model ideal Pada bulan November 1928, di Majalah Wasita, Jilid I No.2, terbit artikel Ki Hajar Dewantara berjudul...
Biografi Ali bin Abi Thalib
Penulis: Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi
Sinopsis:
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu adalah khalifah keempat dari Khulafaurrasyidin, sebuah estafet kepemimpinan yang selau berada dalam petunjuk dan hidayah. Ali bin Abi Thalib melanjutkan tongkat kepemimpinan para pendahulunya Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhum. Kepemimpin yang tegak atas baiat kaum muslimin, yang berjanji setia dan ridha untuk melanjutkan risalah dakwah yang diemban oleh Rasulullah.
Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rasulullah sekaligus yang pertama kali masuk Islam dari kalangan pemuda. Ia juga dikenal sebagai panglima pemberani yang ahli dalam perang tanding, ahli dalam bidang fikih, ahli hikmah, sekaligus ahli strategi pemerintahan. Posisinya sebagai kerabat Rasulullah, membuat sebuah kelompok yang menganggapnya sebagai khalifah yang berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah. Bahkan ada yang mengagung-agungkannya secara ekstrem (ghuluw) sebagaimana dilakukan oleh kelompok Syiah Rafidhah. Namun, Ali bin Abi Thalib lebih memilih mengikuti kesepakatan kaum muslimin untuk membait Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Ia ridha berada dalam bait tersebut dan begitu memuliakan sahabat seniornya tersebut. Begitu pula dengan Abu Bakar, yang juga begitu memuliakannya.
Buku ini menceritakan secara menarik dan mendalam tentang sosok Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dari mulai kepribadiannya, kedalaman ilmu agamanya, kemampuannya dalam mengelola pemerintahan, dan seluk beluk konflik dan pertentangan yang terjadi pada masa kepemimpinannya, sehinga menimbulkan banyak kelompok sempalan, seperti Syiah Rafidhah dan Khawarij. Buku ini juga memberikan bantahan terhadap syubhat-syubhat pemikiran dan keyakinan yang menyimpang dari kelompok yang bersikap ekstrem dalam memuliakan Ali bin Abi Thalib. Termasuk membongkar hadits-hadits dhaif tentang kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah.
-----------------------------------------
Biografi Ali bin Abi Thalib
Penulis: Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi
ISBN: 978-979-592-598-9
Cover: Hard Cover
Isi: 711 halaman.
Ukuran: 16 x 24.5 cm
Berat: 900 gr
Harga: Rp 135.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsaapp ke 087878147997.
Syukran....
Penulis: Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi
Sinopsis:
Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu adalah khalifah keempat dari Khulafaurrasyidin, sebuah estafet kepemimpinan yang selau berada dalam petunjuk dan hidayah. Ali bin Abi Thalib melanjutkan tongkat kepemimpinan para pendahulunya Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khathab, dan Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhum. Kepemimpin yang tegak atas baiat kaum muslimin, yang berjanji setia dan ridha untuk melanjutkan risalah dakwah yang diemban oleh Rasulullah.
Ali bin Abi Thalib adalah sepupu Rasulullah sekaligus yang pertama kali masuk Islam dari kalangan pemuda. Ia juga dikenal sebagai panglima pemberani yang ahli dalam perang tanding, ahli dalam bidang fikih, ahli hikmah, sekaligus ahli strategi pemerintahan. Posisinya sebagai kerabat Rasulullah, membuat sebuah kelompok yang menganggapnya sebagai khalifah yang berhak menggantikan kepemimpinan Rasulullah. Bahkan ada yang mengagung-agungkannya secara ekstrem (ghuluw) sebagaimana dilakukan oleh kelompok Syiah Rafidhah. Namun, Ali bin Abi Thalib lebih memilih mengikuti kesepakatan kaum muslimin untuk membait Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pengganti Rasulullah. Ia ridha berada dalam bait tersebut dan begitu memuliakan sahabat seniornya tersebut. Begitu pula dengan Abu Bakar, yang juga begitu memuliakannya.
Buku ini menceritakan secara menarik dan mendalam tentang sosok Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dari mulai kepribadiannya, kedalaman ilmu agamanya, kemampuannya dalam mengelola pemerintahan, dan seluk beluk konflik dan pertentangan yang terjadi pada masa kepemimpinannya, sehinga menimbulkan banyak kelompok sempalan, seperti Syiah Rafidhah dan Khawarij. Buku ini juga memberikan bantahan terhadap syubhat-syubhat pemikiran dan keyakinan yang menyimpang dari kelompok yang bersikap ekstrem dalam memuliakan Ali bin Abi Thalib. Termasuk membongkar hadits-hadits dhaif tentang kepemimpinan pasca wafatnya Rasulullah.
-----------------------------------------
Biografi Ali bin Abi Thalib
Penulis: Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi
ISBN: 978-979-592-598-9
Cover: Hard Cover
Isi: 711 halaman.
Ukuran: 16 x 24.5 cm
Berat: 900 gr
Harga: Rp 135.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsaapp ke 087878147997.
Syukran....
STUDI KRISTOLOGI
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Sejak kemunculan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, Islam sudah harus berhadapan dengan berbagai agama yang eksis sebelumnya. Salah satunya adalah agama Kristen, yang saat itu sudah menyebar di berbagai wilayah di Jazirah Arab. Al-Quran juga memberikan banyak penjelasan tentang agama ini. Nabi Muhammad saw mengirimkan delegasi pengungsi Muslim, hijrah dari Mekkah ke Habsyah (Ethiopia) untuk mencari suaka pada Raja Najasyi yang kala itu masih beragama Kristen.
Kaum Quraisy yang tidak rela dengan kepergian kaum Muslim segera mengirimkan utusan khusus kepada Najasyi agar mengusir kembali kaum Muslim tersebut. Raja Najasyi diprovokasi. Kepada Najasyi dan para pendeta Kristen, Amr bin Ash dan Amarah – dua utusan Quraisy -- menyatakan, bahwa orang-orang Islam tidak akan mau bersujud kepada Raja. Ketika kaum Muslim dipanggil menghadap Raja, mereka diperintahkan, “Bersujudlah kalian kepada Raja!”. Dengan tegas Ja’far menjawab, “Kami tidak bersujud kecuali kepada Allah semata.”
Memang, dalam pandangan Islam, tugas terpenting dari misi kenabian adalah menegakkan kalimah tauhid (QS 16:36), dan memberantas kesyirikan. Dalam al-Quran disebutkan, Lukmanul Hakim mengajarkan anaknya agar jangan melaksanakan dosa syirik, sebab syirik adalah kezaliman yang besar. (QS 31:13). Menyekutukan Allah adalah tindakan yang tidak terampuni dan tidak beradab. Allah adalah al-Khaliq dan manusia adalah makhluk. Manusia tidak patut disetarakan dengan Allah. Di antara manusia saja – antara pejabat dan rakyat – misalnya, dibeda-bedakan status dan perlakuannya. Apalagi, antara makhluk dengan al-Khaliq, tentulah ada status yang sangat berbeda.
Salah satu titik sentral dari penjelasan al-Quran tentang agama Kristen terletak pada status Nabi Isa a.s., yang dalam Islam diakui sebagai Nabi dan Rasul; bukan Tuhan dan bukan anak Tuhan. Bahkan, Al-Quran menyebutkan, bahwa Allah SWT sangat murka karena dituduh punya anak. (QS 19:88-91). Polemik soal ini sudah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad saw, saat Nabi saw melayani diskusi dan debat dengan delegasi Kristen Najran.
Toleransi
Meskipun secara tegas mengoreksi berbagai dasar-dasar kepercayaan Kristen, umat Islam tidak menolak kehadiran dan keberadaan kaum Kristen. Sejarah Islam diwarnai dengan berbagai bentuk interaksi antara pemeluk kedua agama ini. Al-Quran tidak melarang kaum Muslim untuk berbuat baik terhadap kaum agama lain. Sejak awal, umat Islam sudah diajarkan untuk menerima kesadaran akan keberagaman dalam agama (pluralitas). Misalnya, dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 disebutkan, "Allah tidak mencegahmu berbuat baik kepada mereka yang tidak memerangimu dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu." Bahkan, Nabi Muhammad saw berpesan, "Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi, maka sungguh ia menyakitiku, dan barangsiapa menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah." (HR Thabrani).
Prestasi Rasulullah saw dalam membangun peradaban yang unggul di Madinah dalam soal membangun toleransi beragama kemudian diikuti oleh Umar bin Khattab yang pada tahun 636 M menandatangani Perjanjian Aelia dengan kaum Kristen di Jerusalem. Sebagai pihak yang menang Perang, Umar bin Khathab tidak menerapkan politik pembantaian terhadap pihak Kristen. Karen Armstrong memuji sikap Umar bin Khatab dan ketinggian sikap Islam dalam menaklukkan Jerusalem, yang belum pernah dilakukan para penguasa mana pun sebelumnya. Karen Armstrong mencatat:
“Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama) monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Jerusalem lainnya, dengan kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis. Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran symbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atau pengambialihan, dan tidak ada usaha untuk memaksa penduduk Jerusalem memeluk Islam. Jika sikap respek
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Sejak kemunculan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, Islam sudah harus berhadapan dengan berbagai agama yang eksis sebelumnya. Salah satunya adalah agama Kristen, yang saat itu sudah menyebar di berbagai wilayah di Jazirah Arab. Al-Quran juga memberikan banyak penjelasan tentang agama ini. Nabi Muhammad saw mengirimkan delegasi pengungsi Muslim, hijrah dari Mekkah ke Habsyah (Ethiopia) untuk mencari suaka pada Raja Najasyi yang kala itu masih beragama Kristen.
Kaum Quraisy yang tidak rela dengan kepergian kaum Muslim segera mengirimkan utusan khusus kepada Najasyi agar mengusir kembali kaum Muslim tersebut. Raja Najasyi diprovokasi. Kepada Najasyi dan para pendeta Kristen, Amr bin Ash dan Amarah – dua utusan Quraisy -- menyatakan, bahwa orang-orang Islam tidak akan mau bersujud kepada Raja. Ketika kaum Muslim dipanggil menghadap Raja, mereka diperintahkan, “Bersujudlah kalian kepada Raja!”. Dengan tegas Ja’far menjawab, “Kami tidak bersujud kecuali kepada Allah semata.”
Memang, dalam pandangan Islam, tugas terpenting dari misi kenabian adalah menegakkan kalimah tauhid (QS 16:36), dan memberantas kesyirikan. Dalam al-Quran disebutkan, Lukmanul Hakim mengajarkan anaknya agar jangan melaksanakan dosa syirik, sebab syirik adalah kezaliman yang besar. (QS 31:13). Menyekutukan Allah adalah tindakan yang tidak terampuni dan tidak beradab. Allah adalah al-Khaliq dan manusia adalah makhluk. Manusia tidak patut disetarakan dengan Allah. Di antara manusia saja – antara pejabat dan rakyat – misalnya, dibeda-bedakan status dan perlakuannya. Apalagi, antara makhluk dengan al-Khaliq, tentulah ada status yang sangat berbeda.
Salah satu titik sentral dari penjelasan al-Quran tentang agama Kristen terletak pada status Nabi Isa a.s., yang dalam Islam diakui sebagai Nabi dan Rasul; bukan Tuhan dan bukan anak Tuhan. Bahkan, Al-Quran menyebutkan, bahwa Allah SWT sangat murka karena dituduh punya anak. (QS 19:88-91). Polemik soal ini sudah berlangsung sejak zaman Nabi Muhammad saw, saat Nabi saw melayani diskusi dan debat dengan delegasi Kristen Najran.
Toleransi
Meskipun secara tegas mengoreksi berbagai dasar-dasar kepercayaan Kristen, umat Islam tidak menolak kehadiran dan keberadaan kaum Kristen. Sejarah Islam diwarnai dengan berbagai bentuk interaksi antara pemeluk kedua agama ini. Al-Quran tidak melarang kaum Muslim untuk berbuat baik terhadap kaum agama lain. Sejak awal, umat Islam sudah diajarkan untuk menerima kesadaran akan keberagaman dalam agama (pluralitas). Misalnya, dalam surat Al Mumtahanah ayat 8 disebutkan, "Allah tidak mencegahmu berbuat baik kepada mereka yang tidak memerangimu dan tidak mengusirmu dari kampung halamanmu." Bahkan, Nabi Muhammad saw berpesan, "Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi, maka sungguh ia menyakitiku, dan barangsiapa menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah." (HR Thabrani).
Prestasi Rasulullah saw dalam membangun peradaban yang unggul di Madinah dalam soal membangun toleransi beragama kemudian diikuti oleh Umar bin Khattab yang pada tahun 636 M menandatangani Perjanjian Aelia dengan kaum Kristen di Jerusalem. Sebagai pihak yang menang Perang, Umar bin Khathab tidak menerapkan politik pembantaian terhadap pihak Kristen. Karen Armstrong memuji sikap Umar bin Khatab dan ketinggian sikap Islam dalam menaklukkan Jerusalem, yang belum pernah dilakukan para penguasa mana pun sebelumnya. Karen Armstrong mencatat:
“Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama) monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Jerusalem lainnya, dengan kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang panjang dan sering tragis. Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran symbol-simbol agama lain, tidak ada pengusiran atau pengambialihan, dan tidak ada usaha untuk memaksa penduduk Jerusalem memeluk Islam. Jika sikap respek
terhadap penduduk yang ditaklukkan dari Kota Jarusalem itu dijadikan sebagai tanda integritas kekuatan monoteistik, maka Islam telah memulainya untuk masa yang panjang di Jerusalem, dengan sangat baik tentunya.” (Dikutip dan diterjemahkan dari buku Karen Arsmtrong, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper Collins Publishers, 1997)
Studi kristologi
Disamping catatan-catatan indah tentang sejarah toleransi antar umat beragama, sejarah Islam juga dipenuhi dengan munculnya ribuan ilmuwan dalam studi agama-agama lain, khususnya studi Kristen (Kristologi) di berbagai penjuru dunia. Penjelasan yang cukup melimpah tentang Kristen dan kaum Nasrani dalam al-Quran dan hadits Nabi Muhammad saw, telah mendorong banyak ilmuwan Muslim menekuni secara serius studi Kristologi. Imam Syahrastani, Abul Qahir al-Baghdadi, Ibn Hazm, al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Ibn Taimiyah, dan sebagainya adalah sebagian kecil dari ulama Islam yang ’bertungkus lumus’ dalam mengkaji bidang Kristologi.
Uniknya, dalam mengkaji berbagai agama, para ulama Islam tetap mengacu kepada perspektif Tauhid, bukan pada perspektif humanisme sekuler yang netral agama. Dalam perspektif ini, unsur subjektif dan objektif dipadukan sekaligus. Para ulama Islam, tetap melakukan studi agama-agama secara objektif, yakni mengkaji fakta dengan seobjektif mungkin. Tetapi, ketika menilai fakta itu, maka mereka menggunakan posisi (cara pandang) Islam, bukan cara pandang netral agama.
Contoh yang menarik adalah kajian yang dilakukan oleh ilmuwan ’ensiklopedik’ Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni (362/973-443/1051), yang lebih dikenal dengan nama al-Biruni. Dalam disertasi doktornya di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur, yang berjudul Early Muslim Scholarship in Religionswissenschaft, Dr. Kamaroniah Kamaruzaman menyatakan, bahwa metode studi agama yang digunakan oleh al-Biruni dalam studi agama-agama masih sangat relevan digunakan sampai saat ini. Studi agama-agama model al-Biruni – dan para ulama Islam lainnya – mampu memadukan antara objektivitas dan akurasi dengan keyakinan akan kebenaran Islam itu sendiri. Dengan kata lain, al-Biruni mengkaji berbagai agama, tanpa harus meninggalkan keyakinannya sebagai Muslim.
Perlu dicatat, al-Biruni adalah ilmuwan multi-disiplin ilmu. Prof. Mulyadi Kartanegara, dalam bukunya, Pengantar Epistemologi Islam, (2003), mencatat, bahwa pada abad ke-11 itu al-Biruni, dengan menggunakan rumus-rumus matematika, sudah mampu menghitung keliling bumi sebesar 24.778,5 mil. Ilmu pengetahuan modern sekarang mencatat, keliling bumi adalah 24.585 mil. Sedangkan diameter bumi diukurnya sebesar 7.878 mil. Kini, ilmuwan modern menemukan diameter bumi adalah 7.902 mil.
Di tengah berbagai kegiatan penelitian ilmiahnya di bidang sains, al-Biruni juga menyempatkan diri menekuni bidang studi agama-agama selama bertahun-tahun dan menulis kitab yang monumental di bidang ini, yakni Kitab al-Hind dan Kitab al-Atsar. Dalam Kitab al-Hind, al-Biruni menegaskan, bahwa agama yang haq hanya satu, yakni ad-Dinul Islam. Kata al-Biruni: ”Fainna maa ‘adaa al-haqq zaaigh wa al-kufru millah wahidah min al-inhiraaf ‘anhu.”
Di Indonesia, studi Kristologi sudah berlangsung berabad-abad lalu. Salah satu karya monumental di bidang ini adalah kitab Tibyan Fii Ma’rifatil Adyan, karya ulama Aceh Nuruddin ar-Raniry. Kitab Tibyan ditulis Raniry atas permintaan Sulthanah Safiyyah al-Din Shah, sekitar tahun 1642-1644. Tujuannya tak lain untuk menjaga aqidah umat. Kitab ini mengkaji berbagai jenis agama dan kepercayaan selain Islam. Pakar pendidikan dan epistemology Melayu, Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud menilai ditulisnya kitab Tibyan Fii Ma’rifatil Adyan sebagai bentuk kepedulian dan kepekaan penguasa terhadap kesucian agama, dengan merujuk kepada ulama yang paling hebat dan berpengaruh kala itu.
Kedatangan penjajah Belanda di Indonesia semakin menyuburkan kajian-kajian Kristologi di Tanah Air Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan, bahwa Pangeran Diponegoro memilih untuk meninggalkan istana Mata
Studi kristologi
Disamping catatan-catatan indah tentang sejarah toleransi antar umat beragama, sejarah Islam juga dipenuhi dengan munculnya ribuan ilmuwan dalam studi agama-agama lain, khususnya studi Kristen (Kristologi) di berbagai penjuru dunia. Penjelasan yang cukup melimpah tentang Kristen dan kaum Nasrani dalam al-Quran dan hadits Nabi Muhammad saw, telah mendorong banyak ilmuwan Muslim menekuni secara serius studi Kristologi. Imam Syahrastani, Abul Qahir al-Baghdadi, Ibn Hazm, al-Ghazali, Fakhruddin al-Razi, Ibn Taimiyah, dan sebagainya adalah sebagian kecil dari ulama Islam yang ’bertungkus lumus’ dalam mengkaji bidang Kristologi.
Uniknya, dalam mengkaji berbagai agama, para ulama Islam tetap mengacu kepada perspektif Tauhid, bukan pada perspektif humanisme sekuler yang netral agama. Dalam perspektif ini, unsur subjektif dan objektif dipadukan sekaligus. Para ulama Islam, tetap melakukan studi agama-agama secara objektif, yakni mengkaji fakta dengan seobjektif mungkin. Tetapi, ketika menilai fakta itu, maka mereka menggunakan posisi (cara pandang) Islam, bukan cara pandang netral agama.
Contoh yang menarik adalah kajian yang dilakukan oleh ilmuwan ’ensiklopedik’ Abu Rayhan Muhammad Ibn Ahmad al-Biruni (362/973-443/1051), yang lebih dikenal dengan nama al-Biruni. Dalam disertasi doktornya di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Kuala Lumpur, yang berjudul Early Muslim Scholarship in Religionswissenschaft, Dr. Kamaroniah Kamaruzaman menyatakan, bahwa metode studi agama yang digunakan oleh al-Biruni dalam studi agama-agama masih sangat relevan digunakan sampai saat ini. Studi agama-agama model al-Biruni – dan para ulama Islam lainnya – mampu memadukan antara objektivitas dan akurasi dengan keyakinan akan kebenaran Islam itu sendiri. Dengan kata lain, al-Biruni mengkaji berbagai agama, tanpa harus meninggalkan keyakinannya sebagai Muslim.
Perlu dicatat, al-Biruni adalah ilmuwan multi-disiplin ilmu. Prof. Mulyadi Kartanegara, dalam bukunya, Pengantar Epistemologi Islam, (2003), mencatat, bahwa pada abad ke-11 itu al-Biruni, dengan menggunakan rumus-rumus matematika, sudah mampu menghitung keliling bumi sebesar 24.778,5 mil. Ilmu pengetahuan modern sekarang mencatat, keliling bumi adalah 24.585 mil. Sedangkan diameter bumi diukurnya sebesar 7.878 mil. Kini, ilmuwan modern menemukan diameter bumi adalah 7.902 mil.
Di tengah berbagai kegiatan penelitian ilmiahnya di bidang sains, al-Biruni juga menyempatkan diri menekuni bidang studi agama-agama selama bertahun-tahun dan menulis kitab yang monumental di bidang ini, yakni Kitab al-Hind dan Kitab al-Atsar. Dalam Kitab al-Hind, al-Biruni menegaskan, bahwa agama yang haq hanya satu, yakni ad-Dinul Islam. Kata al-Biruni: ”Fainna maa ‘adaa al-haqq zaaigh wa al-kufru millah wahidah min al-inhiraaf ‘anhu.”
Di Indonesia, studi Kristologi sudah berlangsung berabad-abad lalu. Salah satu karya monumental di bidang ini adalah kitab Tibyan Fii Ma’rifatil Adyan, karya ulama Aceh Nuruddin ar-Raniry. Kitab Tibyan ditulis Raniry atas permintaan Sulthanah Safiyyah al-Din Shah, sekitar tahun 1642-1644. Tujuannya tak lain untuk menjaga aqidah umat. Kitab ini mengkaji berbagai jenis agama dan kepercayaan selain Islam. Pakar pendidikan dan epistemology Melayu, Prof. Dr. Wan Mohd Nor Wan Daud menilai ditulisnya kitab Tibyan Fii Ma’rifatil Adyan sebagai bentuk kepedulian dan kepekaan penguasa terhadap kesucian agama, dengan merujuk kepada ulama yang paling hebat dan berpengaruh kala itu.
Kedatangan penjajah Belanda di Indonesia semakin menyuburkan kajian-kajian Kristologi di Tanah Air Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan, bahwa Pangeran Diponegoro memilih untuk meninggalkan istana Mata
ram juga dipicu oleh kesadaran agamanya. Dalam Babad Cakranegara disebutkan, adalah Pangeran Diponegoro sendiri yang menolak gelar putra mahkota Kerajaan Mataram dan merelakan tahta untuk adiknya R.M Ambyah. Latar belakangnya, untuk menjadi Raja, yang mengangkat adalah orang kafir (Belanda). Diponegoro tidak ingin dimasukkan kepada golongan orang-orang murtad. Ini merupakan hasil tafakkurnya di Parangkusuma. Dikutip dalam buku Dakwah Dinasti Mataram: “Rakhmanudin dan kau Akhmad, jadilah saksi saya, kalau-kalau saya lupa, ingatkan padaku, bahwa saya bertekad tak mau dijadikan pangeran mahkota, walaupun seterusnya akan diangkat jadi raja, seperti ayah atau nenenda. Saya sendiri tidak ingin. Saya bertaubat kepada Tuhan Yang Maha Besar, berapa lamanya hidup di dunia, tak urung menanggung dosa (Babad Diponegoro, jilid 1 hal. 39-40).
Arus besar Kristenisasi di Indonesia pada awal abad ke-20 semakin menggalakkan banyak ulama dan kaum Muslim untuk melakukan studi Kristologi. Tujuannya tak lain untuk membendung arus Kristenisasi. Dalam disertasi doktornya yang kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul Membendung Arus: Repons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Dr. Alwi Shihab mencatat: “… sebagai organisasi yang paling aktif membendung misi-misi Kristenisasi, Muhammadiyah secara terbuka berupaya menganggulangi pasang naik kegiatan misionaris Kristen dalam berbagai cara.”
Juga, tulis Alwi Shihab: ”kehadiran misi Kristen dan penetrasi mereka ke negeri ini, serta pengaruh yang mereka desakkan, menjadi faktor pendorong utama yang memicu munculnya semangat keagamaan KH Ahmad Dahlan yang menggebu-gebu, yang pada gilirannya menyebabkan lahirnya Muhammadiyah. Kehadiran dan penetrasi Kristen terutama adalah hasil upaya kolonialisme Belanda dalam memupuk semangat misi Kristen.”
Semangat membendung arus Kristenisasi di Indonesia itulah yang antara lain banyak mendorong lahirnya ratusan – mungkin ribuan -- Kristolog-kristolog Muslim di Indonesia. Tentu saja, sejalan dengan dinamika dan tantangan zaman, studi-studi kristologi di Indonesia perlu ditingkatkan lebih serius, baik dari segi isi, metodologi, maupun sistametika. Apa yang telah dirintis oleh para kristolog terdahulu sudah seharusnya dikaji ulang, dan jika perlu dikembangkan lebih baik lagi. (***)
Arus besar Kristenisasi di Indonesia pada awal abad ke-20 semakin menggalakkan banyak ulama dan kaum Muslim untuk melakukan studi Kristologi. Tujuannya tak lain untuk membendung arus Kristenisasi. Dalam disertasi doktornya yang kemudian diterbitkan sebagai buku dengan judul Membendung Arus: Repons Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia, Dr. Alwi Shihab mencatat: “… sebagai organisasi yang paling aktif membendung misi-misi Kristenisasi, Muhammadiyah secara terbuka berupaya menganggulangi pasang naik kegiatan misionaris Kristen dalam berbagai cara.”
Juga, tulis Alwi Shihab: ”kehadiran misi Kristen dan penetrasi mereka ke negeri ini, serta pengaruh yang mereka desakkan, menjadi faktor pendorong utama yang memicu munculnya semangat keagamaan KH Ahmad Dahlan yang menggebu-gebu, yang pada gilirannya menyebabkan lahirnya Muhammadiyah. Kehadiran dan penetrasi Kristen terutama adalah hasil upaya kolonialisme Belanda dalam memupuk semangat misi Kristen.”
Semangat membendung arus Kristenisasi di Indonesia itulah yang antara lain banyak mendorong lahirnya ratusan – mungkin ribuan -- Kristolog-kristolog Muslim di Indonesia. Tentu saja, sejalan dengan dinamika dan tantangan zaman, studi-studi kristologi di Indonesia perlu ditingkatkan lebih serius, baik dari segi isi, metodologi, maupun sistametika. Apa yang telah dirintis oleh para kristolog terdahulu sudah seharusnya dikaji ulang, dan jika perlu dikembangkan lebih baik lagi. (***)