PENAKLUKAN NEGERI-NEGERI
Terjemah Buku Futuhul Buldan
Penulis: Syaikh Al-Baladzuri
Sejarah Islam diwarnai dengan berbagai penaklukan pembebasan sebuah wilayah atau negeri demi tegaknya Islam sebagai agama yang membebaskan manusia dari penghambaan terhadap sesama, menuju penghambaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah yang disampaikan oleh Rib'i bin Amir Radhiyallahu Anhu kepada Rustum panglima Persia, "Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang ia kehendaki dari penghambaan kepada sesama manusia, menuju penghambaan kepada Allah; dari kesempitan dunia, menuju kelapangan; dari kezaliman semua agama menuju keadilan Islam..."
Demikian tujuan dari penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh para panglima kaum muslimin yang agung. Tak heran jika dalam waktu singkat, Islam sudah tersebar luas; dari Benua Asia sampai Eropa, dari kegelapan zaman menuju cahaya yang terang benderang di bawah sistem Islam.
Edisi terjemah dari kitab "Futuhul Buldan" ini adalah sebuah warisan klasik (turats) tentang sejarah keagungan para panglima muslim dalam membebaskan negeri-negeri. Anda akan diajak berpetualang untuk merasakan bagaimana akhirnya Islam tegak di berbagai belahan dunia.
----------------------------------------
PENAKLUKAN NEGERI-NEGERI
Terjemah Buku Futuhul Buldan
Penulis: Syaikh Al-Baladzuri
Ukuran: 16 x 24,5 cm
Isi: 642 Halaman
Sampul: Hard Cover
Berat: 1, 1Kg
Harga: Rp 130.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Terjemah Buku Futuhul Buldan
Penulis: Syaikh Al-Baladzuri
Sejarah Islam diwarnai dengan berbagai penaklukan pembebasan sebuah wilayah atau negeri demi tegaknya Islam sebagai agama yang membebaskan manusia dari penghambaan terhadap sesama, menuju penghambaan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Inilah yang disampaikan oleh Rib'i bin Amir Radhiyallahu Anhu kepada Rustum panglima Persia, "Sesungguhnya Allah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang ia kehendaki dari penghambaan kepada sesama manusia, menuju penghambaan kepada Allah; dari kesempitan dunia, menuju kelapangan; dari kezaliman semua agama menuju keadilan Islam..."
Demikian tujuan dari penaklukan-penaklukan yang dilakukan oleh para panglima kaum muslimin yang agung. Tak heran jika dalam waktu singkat, Islam sudah tersebar luas; dari Benua Asia sampai Eropa, dari kegelapan zaman menuju cahaya yang terang benderang di bawah sistem Islam.
Edisi terjemah dari kitab "Futuhul Buldan" ini adalah sebuah warisan klasik (turats) tentang sejarah keagungan para panglima muslim dalam membebaskan negeri-negeri. Anda akan diajak berpetualang untuk merasakan bagaimana akhirnya Islam tegak di berbagai belahan dunia.
----------------------------------------
PENAKLUKAN NEGERI-NEGERI
Terjemah Buku Futuhul Buldan
Penulis: Syaikh Al-Baladzuri
Ukuran: 16 x 24,5 cm
Isi: 642 Halaman
Sampul: Hard Cover
Berat: 1, 1Kg
Harga: Rp 130.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
The Talent Code: Rahasia Bakat Orang Hebat. Ia Bisa Diciptakan, Bukan Bawaan Lahir. Ini Caranya.
Penulis: Daniel Coyle
Buku ini menjawab pertanyaan penting yang selalu menggelitik keingintahuan kita: Apa rahasia bakat? Benarkah ia bawaan lahir atau sesuatu yang bisa dibentuk? Lalu, Bagaimana cara kita untuk benar-benar ahli di bidang atau skill tertentu?
Dalam karya inovatifnya ini, jurnalis dan penulis buku laris New York Times Bestseller, Daniel Coyle, memberikan resep yang menarik agar kita dapat memaksimalkan potensi diri kita maupun orang-orang di sekitar kita.
Sebuah bakat tidak tercipta begitu saja. Ia membutuhkan waktu yang panjang, tekad yang kuat, dan pelatihan yang terus menerus. Dan rahasianya ada di buku ini.
Apa yang dibahas dalam buku The Talent Code?
1. Apakah bakat dilahirkan atau tidak;
2. Apakah latihan terus-menerus efektif dalam mengembangkan bakat;
3. Tiga elemen kunci pengembang sebuah bakat;
4. Tiga latihan terefektif yang memudahkan untuk melatih sebuah keterampilan;
5. Alat pembentuk bakat dan hubungannya dengan: pendidikan, bisnis, psikologi, penuaan, dan pengasuhan anak.
“Coyle membagikan tiga elemen penting dalam mengembangkan sebuah keterampilan. Semua itu dapat diterapkan pada ranah parenting, teaching, coaching, dan business leadership. Buku yang wajib dibaca oleh siapa pun yang memiliki mimpi menjadi orang yang berbakat dan terampil atau untuk melatih orang lain dalam mencapai mimpinya.”
—AMAZON
---------------------------------------------
The Talent Code: Rahasia Bakat Orang Hebat. Ia Bisa Diciptakan, Bukan Bawaan Lahir. Ini Caranya.
Penulis: Daniel Coyle
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 304 halaman
ISBN: 978-623-6083-31-4
Harga: Rp155.000,-
Sampul: Soft Cover
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Daniel Coyle
Buku ini menjawab pertanyaan penting yang selalu menggelitik keingintahuan kita: Apa rahasia bakat? Benarkah ia bawaan lahir atau sesuatu yang bisa dibentuk? Lalu, Bagaimana cara kita untuk benar-benar ahli di bidang atau skill tertentu?
Dalam karya inovatifnya ini, jurnalis dan penulis buku laris New York Times Bestseller, Daniel Coyle, memberikan resep yang menarik agar kita dapat memaksimalkan potensi diri kita maupun orang-orang di sekitar kita.
Sebuah bakat tidak tercipta begitu saja. Ia membutuhkan waktu yang panjang, tekad yang kuat, dan pelatihan yang terus menerus. Dan rahasianya ada di buku ini.
Apa yang dibahas dalam buku The Talent Code?
1. Apakah bakat dilahirkan atau tidak;
2. Apakah latihan terus-menerus efektif dalam mengembangkan bakat;
3. Tiga elemen kunci pengembang sebuah bakat;
4. Tiga latihan terefektif yang memudahkan untuk melatih sebuah keterampilan;
5. Alat pembentuk bakat dan hubungannya dengan: pendidikan, bisnis, psikologi, penuaan, dan pengasuhan anak.
“Coyle membagikan tiga elemen penting dalam mengembangkan sebuah keterampilan. Semua itu dapat diterapkan pada ranah parenting, teaching, coaching, dan business leadership. Buku yang wajib dibaca oleh siapa pun yang memiliki mimpi menjadi orang yang berbakat dan terampil atau untuk melatih orang lain dalam mencapai mimpinya.”
—AMAZON
---------------------------------------------
The Talent Code: Rahasia Bakat Orang Hebat. Ia Bisa Diciptakan, Bukan Bawaan Lahir. Ini Caranya.
Penulis: Daniel Coyle
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 304 halaman
ISBN: 978-623-6083-31-4
Harga: Rp155.000,-
Sampul: Soft Cover
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
”Al-Kafirun”
Oleh: Henri Shalahuddin, MA
(Peneliti INSISTS)
Alkisah, sekelompok pemuka kaum kafir Quraisy mendatangi Rasulullah saw, seraya berkata: "Wahai Muhammad! Ikutlah agama kami, niscaya kami pun akan mengikuti agamamu. Sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan menyembah Tuhanmu dalam setahun". Rasulullah menjawab: "Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan syirik. Mendengar jawaban ini, mereka tidak menyerah, bahkan meringankan penawaran dengan hanya meminta beliau mengakui keberadaan tuhan mereka: "Terimalah sebagian tuhan-tuhan kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan menyembah Tuhanmu". Lalu turunlah surat "al-Kafirun" dalam al-Quran.
Keesokan harinya, beliau pergi ke Masjidil Haram. Di sana para pemuka Quraisy sedang berkumpul. Lalu Rasulullah menghampiri dan berdiri di tengah-tengah mereka, . Beliau bacakan wahyu yang baru diterimanya: “Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu pun tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (Terj. QS al-Kafirun).
Dengan jawaban Nabi yang tegas itu, kaum Quraisy pun berputus asa. Peristiwa ini disebut dalam banyak kitab tafsir, seperti Tafsir imam Tabari (w. 310H), Ibnu Katsir (w. 774H), al-Baghwi (w. 516H), al-Alusi (w. 1270H), dsb. Dan tidak ada satu pun perbedaan yang kontradiktif di kalangan ulama tafsir dalam menguraikan makna surat al-Kafirun.
Sekilas, tawaran kaum Quraisy itu tampak simpatik dan – dalam bahasa sekarang – pluralis. Tapi, dengan bimbingan wahyu dari Allah, Nabi saw menolak tegas. Beliau tidak melemah untuk menunjukkan suatu keteguhan hati dalam mengemban Risalah Allah. Padahal, bisa saja orang berpikir, jika jika saja Nabi Muhammad menerima tawaran mereka, maka kerukunan akan tercipta. Bahkan, kaum Quraisy bersedia memberikan banyak harta yang dimiliki dan menjadikan beliau orang terkaya di Makkah, serta mempersilahkan beliau mengawini perempuan mana saja yang beliau maui.
Di samping itu, mereka juga berjanji akan tunduk setia kepada aturan Rasulullah asalkan beliau mau mengakui tuhan mereka dan tidak mengusiknya. Mereka menyakinkan bahwa tawaran ini terdapat kebaikan (maslahat), saling menguntungkan dan menyenangkan semua pihak. (lihat tafsir Tabari dan Ma'alim Tanzil/al-Baghwi). Maka Allah pun menguatkan hati beliau, "Katakanlah: "Maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang yang jahil?" (QS. 39:64)
Al-Qur'an mengkategorikan pola pikir "arisan keyakinan" atau dalam istilah akademisnya dikenal dengan “kesatuan transenden agama-agama” sebagai tindakan orang jahil yang tidak berpengetahuan. Agama Islam yang berlandaskan tauhid mempunyai karakteristik dan pandangan hidup sendiri yang tidak bisa disamakan dengan agama-agama lain. Orang jahil bukan hanya mereka yang kosong dari ilmu pengetahuan, tapi juga mereka yang menyakini sesuatu yang keliru. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, "Tahzib Madarij al-Salikin", menjelaskan bahwa kejahilan itu adalah memandang baik sesuatu yang mestinya buruk atau menganggap sempurna sesuatu yang mestinya kurang. Jika kejahilan ini dibiarkan terpelihara, maka ia akan menghasilkan kezaliman. Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa kezaliman itu berarti meletakkan sesuatu secara tidak proporsional. Seperti marah pada sesuatu yang seharusnya direlakan dan merelakan padahal semestinya harus marah; bersabar dalam kebodohan; bakhil dalam kondisi lapang; dst.
Sedangkan kezaliman terbesar adalah perbuatan syirik. Yakni sebuah sikap yang menyakini adanya tuhan selain Allah; adanya kebenaran yang sama mutlaknya dengan kebenaran agama Allah; adanya keyakinan bahwa semua agama itu diibaratkan sebagai jalan yang sama-sama validnya menuju Tuhan yang sama. Tradisi syirik seperti ini anehnya justru dijadikan tolak ukur bertoleransi dan tren beragama pada sebagian masyarakat modern.
Oleh: Henri Shalahuddin, MA
(Peneliti INSISTS)
Alkisah, sekelompok pemuka kaum kafir Quraisy mendatangi Rasulullah saw, seraya berkata: "Wahai Muhammad! Ikutlah agama kami, niscaya kami pun akan mengikuti agamamu. Sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun dan kami akan menyembah Tuhanmu dalam setahun". Rasulullah menjawab: "Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan syirik. Mendengar jawaban ini, mereka tidak menyerah, bahkan meringankan penawaran dengan hanya meminta beliau mengakui keberadaan tuhan mereka: "Terimalah sebagian tuhan-tuhan kami, niscaya kami akan beriman kepadamu dan menyembah Tuhanmu". Lalu turunlah surat "al-Kafirun" dalam al-Quran.
Keesokan harinya, beliau pergi ke Masjidil Haram. Di sana para pemuka Quraisy sedang berkumpul. Lalu Rasulullah menghampiri dan berdiri di tengah-tengah mereka, . Beliau bacakan wahyu yang baru diterimanya: “Katakanlah, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu pun tidak pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah. Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.” (Terj. QS al-Kafirun).
Dengan jawaban Nabi yang tegas itu, kaum Quraisy pun berputus asa. Peristiwa ini disebut dalam banyak kitab tafsir, seperti Tafsir imam Tabari (w. 310H), Ibnu Katsir (w. 774H), al-Baghwi (w. 516H), al-Alusi (w. 1270H), dsb. Dan tidak ada satu pun perbedaan yang kontradiktif di kalangan ulama tafsir dalam menguraikan makna surat al-Kafirun.
Sekilas, tawaran kaum Quraisy itu tampak simpatik dan – dalam bahasa sekarang – pluralis. Tapi, dengan bimbingan wahyu dari Allah, Nabi saw menolak tegas. Beliau tidak melemah untuk menunjukkan suatu keteguhan hati dalam mengemban Risalah Allah. Padahal, bisa saja orang berpikir, jika jika saja Nabi Muhammad menerima tawaran mereka, maka kerukunan akan tercipta. Bahkan, kaum Quraisy bersedia memberikan banyak harta yang dimiliki dan menjadikan beliau orang terkaya di Makkah, serta mempersilahkan beliau mengawini perempuan mana saja yang beliau maui.
Di samping itu, mereka juga berjanji akan tunduk setia kepada aturan Rasulullah asalkan beliau mau mengakui tuhan mereka dan tidak mengusiknya. Mereka menyakinkan bahwa tawaran ini terdapat kebaikan (maslahat), saling menguntungkan dan menyenangkan semua pihak. (lihat tafsir Tabari dan Ma'alim Tanzil/al-Baghwi). Maka Allah pun menguatkan hati beliau, "Katakanlah: "Maka apakah kepada selain Allah kamu menyuruhku menyembah, wahai orang-orang yang jahil?" (QS. 39:64)
Al-Qur'an mengkategorikan pola pikir "arisan keyakinan" atau dalam istilah akademisnya dikenal dengan “kesatuan transenden agama-agama” sebagai tindakan orang jahil yang tidak berpengetahuan. Agama Islam yang berlandaskan tauhid mempunyai karakteristik dan pandangan hidup sendiri yang tidak bisa disamakan dengan agama-agama lain. Orang jahil bukan hanya mereka yang kosong dari ilmu pengetahuan, tapi juga mereka yang menyakini sesuatu yang keliru. Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, "Tahzib Madarij al-Salikin", menjelaskan bahwa kejahilan itu adalah memandang baik sesuatu yang mestinya buruk atau menganggap sempurna sesuatu yang mestinya kurang. Jika kejahilan ini dibiarkan terpelihara, maka ia akan menghasilkan kezaliman. Ibn al-Qayyim menjelaskan bahwa kezaliman itu berarti meletakkan sesuatu secara tidak proporsional. Seperti marah pada sesuatu yang seharusnya direlakan dan merelakan padahal semestinya harus marah; bersabar dalam kebodohan; bakhil dalam kondisi lapang; dst.
Sedangkan kezaliman terbesar adalah perbuatan syirik. Yakni sebuah sikap yang menyakini adanya tuhan selain Allah; adanya kebenaran yang sama mutlaknya dengan kebenaran agama Allah; adanya keyakinan bahwa semua agama itu diibaratkan sebagai jalan yang sama-sama validnya menuju Tuhan yang sama. Tradisi syirik seperti ini anehnya justru dijadikan tolak ukur bertoleransi dan tren beragama pada sebagian masyarakat modern.
Bahkan kajian kritis terhadap suatu agama atau menyakini bahwa agama yang dianutnya itu benar akan dipandang kaum pluralis sebagai tindakan yang tidak toleran dan menyebarkan kebencian. (www.apologeticsindex.org/p14.html). Sebuah koran nasional 3/11/2007 pun menurunkan sebuah ulasan bedah buku yang bertema: "Sikap Tak Dukung Pluralisme Justru Ciptakan Teroris Baru"
Sayangnya, secara akademis justru banyak artikel, buku, seminar dan materi perkuliahan yang mengajarkan sikap mencampur adukkan yang Haq dan yang bathil. Sebuah buku berjudul Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan kaum Beriman, menulis: (a) "Kita tidak dapat mengatakan bahwa (agama) yang satu lebih baik dari yang lain.” (b) “Semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Hindu, Budha, Nasrani, Yahudi, kembalinya kepada Allah". Ada juga inteletktual yang menjawab pertanyaan, siapa saja yang layak masuk surga, maka siapa saja, asalkan berakhlak mulis, tanpa memandang agamanya apa.
Pluralisme agama sebenarnya adalah konsep yang dihasilkan dari kebijakan politik dalam menengahi konflik agama maupun konflik yang mengatasnamakan agama di Barat. Dengan konsep ini, para pemuka agama dipaksa membuktikan dirinya bersih dari label-label "tidak toleran" dan "berpikiran sempit". Sehingga mereka bisa diterima di dunia posmodern, di mana setiap keyakinan harus didasarkan pada relativisme. Oleh karena itu, setiap klaim kebenaran berdasar kitab suci, hukum dan moral yang sudah kedaluwarsa harus dihindari. (www.allaboutreligion.org/religious-pluralism.htm)
Di Indonesia, paradigma lintas keyakinan sudah mulai dikembangkan kedalam Islam. Akhirnya banyak akademisi yang latah menyatakan: "Karena itu, berdasarkan hasil kajian dalam buku ini dari berbagai ayat al-Qur'an, maka pada hakekatnya setiap agama bisa dikatakan al-Islam". (buku: Tafsir Inklusif Makna Islam). Di buku lain juga disebutkan: "Sampai di sini, sejatinya pengertian Islam harus dipahami dalam makna generiknya, yaitu sikap pasrah dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, tidaklah terlalu tepat jika Islam dibatasi hanya untuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw."
Islam secara jelas membedakan antara mukmin dan kafir, tauhid dan syirik, petunjuk dan kesesatan, serta melarang mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Pembedaan identitas ini tidak menghalangi umat Islam untuk menjalin muamalah, bermain sepak bola bersama dan berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bahkan Islam secara tegas melarang umatnya mencaci maki keyakinan orang kafir (QS. 6:108). Prinsip tertinggi bertoleransi sudah ditawarkan Islam di penghujung surat al-Kafirun: lakum dinukum waliya din”.
Jadi, sikap Islam terhadap agama lain sangat tegas: kalau itu kalian anggap sebagai “agama”, maka itu adalah urusan kalian, tetapi kami mempunyai agama dan pandangan hidup sendiri. Lebih lanjut, surat al-Kafirun merupakan perisai umat dari segala bentuk syirik dan diibaratkan setara dengan seperempat al-Qur'an. Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kita untuk senantiasa membacanya sebelum beranjak tidur, di samping bacaan yang lain. Ataukah kita masih mau mencari lagi cara-cara bertoleransi untuk menandingi surat al-Kafirun? (***)
Sayangnya, secara akademis justru banyak artikel, buku, seminar dan materi perkuliahan yang mengajarkan sikap mencampur adukkan yang Haq dan yang bathil. Sebuah buku berjudul Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan kaum Beriman, menulis: (a) "Kita tidak dapat mengatakan bahwa (agama) yang satu lebih baik dari yang lain.” (b) “Semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Hindu, Budha, Nasrani, Yahudi, kembalinya kepada Allah". Ada juga inteletktual yang menjawab pertanyaan, siapa saja yang layak masuk surga, maka siapa saja, asalkan berakhlak mulis, tanpa memandang agamanya apa.
Pluralisme agama sebenarnya adalah konsep yang dihasilkan dari kebijakan politik dalam menengahi konflik agama maupun konflik yang mengatasnamakan agama di Barat. Dengan konsep ini, para pemuka agama dipaksa membuktikan dirinya bersih dari label-label "tidak toleran" dan "berpikiran sempit". Sehingga mereka bisa diterima di dunia posmodern, di mana setiap keyakinan harus didasarkan pada relativisme. Oleh karena itu, setiap klaim kebenaran berdasar kitab suci, hukum dan moral yang sudah kedaluwarsa harus dihindari. (www.allaboutreligion.org/religious-pluralism.htm)
Di Indonesia, paradigma lintas keyakinan sudah mulai dikembangkan kedalam Islam. Akhirnya banyak akademisi yang latah menyatakan: "Karena itu, berdasarkan hasil kajian dalam buku ini dari berbagai ayat al-Qur'an, maka pada hakekatnya setiap agama bisa dikatakan al-Islam". (buku: Tafsir Inklusif Makna Islam). Di buku lain juga disebutkan: "Sampai di sini, sejatinya pengertian Islam harus dipahami dalam makna generiknya, yaitu sikap pasrah dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam hal ini, tidaklah terlalu tepat jika Islam dibatasi hanya untuk agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw."
Islam secara jelas membedakan antara mukmin dan kafir, tauhid dan syirik, petunjuk dan kesesatan, serta melarang mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Pembedaan identitas ini tidak menghalangi umat Islam untuk menjalin muamalah, bermain sepak bola bersama dan berbuat baik kepada pemeluk agama lain. Bahkan Islam secara tegas melarang umatnya mencaci maki keyakinan orang kafir (QS. 6:108). Prinsip tertinggi bertoleransi sudah ditawarkan Islam di penghujung surat al-Kafirun: lakum dinukum waliya din”.
Jadi, sikap Islam terhadap agama lain sangat tegas: kalau itu kalian anggap sebagai “agama”, maka itu adalah urusan kalian, tetapi kami mempunyai agama dan pandangan hidup sendiri. Lebih lanjut, surat al-Kafirun merupakan perisai umat dari segala bentuk syirik dan diibaratkan setara dengan seperempat al-Qur'an. Oleh karena itu, Rasulullah mengajarkan kita untuk senantiasa membacanya sebelum beranjak tidur, di samping bacaan yang lain. Ataukah kita masih mau mencari lagi cara-cara bertoleransi untuk menandingi surat al-Kafirun? (***)
AJARAN KIAI GONTOR
Penulis: Muhammad Ridlo Zarkasyi (Putra Bungsu Kiai Imam Zarkasyi-Pendiri Gontor)
"Orang dikatakan kiai atau ulama karena keluasan ilmunya. Ada juga, orang dikatakan kiai karena akhlaknya. Tetapi untuk pribadi KH. Imam Zarkasyi, kami mendapat kesan bahwa beliau dikatakan sebagai kiai oleh sebab ilmu dan akhlaknya.
Dr. KH. Idham Cholid, Alumni Gontor tahun 1943, Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda (1956-1959)
Buku ini dapat membakar jiwa dan pikiran Anda... Menjadi orang yang berbeda, lebih berani, lebih baik, dan lebih optimis!
Buku ini bersisi 72 prinsip hidup dan wejangan KH. Imam Zarkasyi (1901-1985) yang di-syarah (dijelaskan) dengan baik oleh putra bungsunya sendiri, Muhammad Ridlo Zarkasyi.
Kita bisa menemukan berbagai ungkapan atau kutipan yang inspiratif untuk menjadi pribadi yang unggul, mandiri dan berjiwa entrepreneur, namun tetap dalam kerangka spirit Islam.
Barangkali, inilah salah satu buku yang paling lengkap dan bernas menjelaskan secara tidak langsung rahasia sukses di balik pendidikan Pondok Modern Gontor sehingga melahirkan alumni-alumni yang berhasil berkiprah dimasyarakat dan tersebar di seluruh dunia.
-------------------------------------
AJARAN KIAI GONTOR
Penulis: Muhammad Ridlo Zarkasyi (Putra Bungsu Kiai Imam Zarkasyi-Pendiri Gontor)
Isi: 248 halaman
Sampul: Soft Cover
ISBN: 978-602-1201-75-6
Harga: Rp. 98.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Muhammad Ridlo Zarkasyi (Putra Bungsu Kiai Imam Zarkasyi-Pendiri Gontor)
"Orang dikatakan kiai atau ulama karena keluasan ilmunya. Ada juga, orang dikatakan kiai karena akhlaknya. Tetapi untuk pribadi KH. Imam Zarkasyi, kami mendapat kesan bahwa beliau dikatakan sebagai kiai oleh sebab ilmu dan akhlaknya.
Dr. KH. Idham Cholid, Alumni Gontor tahun 1943, Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda (1956-1959)
Buku ini dapat membakar jiwa dan pikiran Anda... Menjadi orang yang berbeda, lebih berani, lebih baik, dan lebih optimis!
Buku ini bersisi 72 prinsip hidup dan wejangan KH. Imam Zarkasyi (1901-1985) yang di-syarah (dijelaskan) dengan baik oleh putra bungsunya sendiri, Muhammad Ridlo Zarkasyi.
Kita bisa menemukan berbagai ungkapan atau kutipan yang inspiratif untuk menjadi pribadi yang unggul, mandiri dan berjiwa entrepreneur, namun tetap dalam kerangka spirit Islam.
Barangkali, inilah salah satu buku yang paling lengkap dan bernas menjelaskan secara tidak langsung rahasia sukses di balik pendidikan Pondok Modern Gontor sehingga melahirkan alumni-alumni yang berhasil berkiprah dimasyarakat dan tersebar di seluruh dunia.
-------------------------------------
AJARAN KIAI GONTOR
Penulis: Muhammad Ridlo Zarkasyi (Putra Bungsu Kiai Imam Zarkasyi-Pendiri Gontor)
Isi: 248 halaman
Sampul: Soft Cover
ISBN: 978-602-1201-75-6
Harga: Rp. 98.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Ternyata, penyakit terbaru yang ditemukan, Cacar Monyet berasal dari akibat hubungan pecinta sesama jenis.
AL-HIKAM AL-'ATHAIYYAH:
Syarah Al-hikam Al-'Athaiyyah As Sakandari
1 set berisi 2 jilid
Penulis: Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-buthi
“Allah-lah yang mengilhamkan makna-makna ke dalam benak saya, persis saat
membukukan hikmah-hikmah ini. Saya tidak melakukan persiapan ilmiah untuk
menghadirkan syarah ini. Saya hanya menimbang segala makna dan pemikiran dengan
ukuran syariat. Saya selalu menghadirkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah dalam
menuliskan syarah Al-Hikam ini.”
Al-Hikam Al-’Athaiyyah selama ini dipandang sebagai kitab kelas berat, bukan saja karena struktur bahasanya yang bernilai sastra tinggi, namun juga kedalaman pengetahuan olah batinnya yang dituturkan dalam kalimat-kalimat singkat penuh rima dan kaya makna. Melalui uraian Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, isi kitab ini menjadi sungguh ‘renyah’, mudah dipahami oleh orang awam, tidak bertele-tele, dan gaya bahasanya populer. Contoh di setiap hikmahnya sangat ‘masuk’ dan relate dengan realitas kondisi masyarakat zaman now.
Jilid 2 ini berisi hikmah ke-28 sampai ke-77. Syaikh Al-Buthi senantiasa menekankan untuk melihat ke dalam diri sendiri, memeriksa hati dan pikiran sendiri tatkala melakukan sesuatu baik ibadah maupun perilaku keseharian. Bahkan, dalam menghadapi segenap realitas dan problematika kehidupan, setiap manusia harus lebih sering ‘berkunjung’ ke diri sendiri.
-------------------------------------
AL-HIKAM AL-'ATHAIYYAH:
Syarah Al-hikam Al-'Athaiyyah As Sakandari
1 set berisi 2 jilid
Penulis: Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-buthi
Ukuran: 15,5x 24 cm
Isi jilid 1: 469 halaman
Isi jilid 2: 620 halaman
Berat: 1,5 Kg.
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 290.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997.
Syukran...
Syarah Al-hikam Al-'Athaiyyah As Sakandari
1 set berisi 2 jilid
Penulis: Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-buthi
“Allah-lah yang mengilhamkan makna-makna ke dalam benak saya, persis saat
membukukan hikmah-hikmah ini. Saya tidak melakukan persiapan ilmiah untuk
menghadirkan syarah ini. Saya hanya menimbang segala makna dan pemikiran dengan
ukuran syariat. Saya selalu menghadirkan dalil-dalil dari Al-Quran dan Sunnah dalam
menuliskan syarah Al-Hikam ini.”
Al-Hikam Al-’Athaiyyah selama ini dipandang sebagai kitab kelas berat, bukan saja karena struktur bahasanya yang bernilai sastra tinggi, namun juga kedalaman pengetahuan olah batinnya yang dituturkan dalam kalimat-kalimat singkat penuh rima dan kaya makna. Melalui uraian Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, isi kitab ini menjadi sungguh ‘renyah’, mudah dipahami oleh orang awam, tidak bertele-tele, dan gaya bahasanya populer. Contoh di setiap hikmahnya sangat ‘masuk’ dan relate dengan realitas kondisi masyarakat zaman now.
Jilid 2 ini berisi hikmah ke-28 sampai ke-77. Syaikh Al-Buthi senantiasa menekankan untuk melihat ke dalam diri sendiri, memeriksa hati dan pikiran sendiri tatkala melakukan sesuatu baik ibadah maupun perilaku keseharian. Bahkan, dalam menghadapi segenap realitas dan problematika kehidupan, setiap manusia harus lebih sering ‘berkunjung’ ke diri sendiri.
-------------------------------------
AL-HIKAM AL-'ATHAIYYAH:
Syarah Al-hikam Al-'Athaiyyah As Sakandari
1 set berisi 2 jilid
Penulis: Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-buthi
Ukuran: 15,5x 24 cm
Isi jilid 1: 469 halaman
Isi jilid 2: 620 halaman
Berat: 1,5 Kg.
Sampul: Soft Cover
Harga: Rp. 290.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997.
Syukran...
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
PELAJARAN PENTING DARI SEJARAH PERANG SALIB -Dr. Adian Husaini-
Dulu, ketika umat Islam berpecah belah dan sibuk dengan urusan kelompoknya masing masing, datanglah Pasukan Salib membantai mereka. Ketika membunuhi umat Islam, mereka tidak bertanya, "Kamu mazhabnya apa?"
Dulu, ketika umat Islam berpecah belah dan sibuk dengan urusan kelompoknya masing masing, datanglah Pasukan Salib membantai mereka. Ketika membunuhi umat Islam, mereka tidak bertanya, "Kamu mazhabnya apa?"
DAHSYATNYA HARI KIAMAT
Penulis: Ibnu Katsir
Umur dunia sudah tua. Banyak peristiwa bencana alam yang telah menelan korban nyawa. Alam seakan memberi isyarat agar manusia menyadari bahwa dunia ini fana. Kehidupan di bumi akan berakhir apabila kiamat tiba. Kiamat merupakan perkara ghaib dan hanya Allah Ta'ala saja yang mengetahuinya. Meskipun demikian Allah memberitahukan tanda-tandanya kepada Muhammad s.a.w. sebagai rasul-Nya.
Buku Dahsyatnya Hari Kiamat ini merupakan karya ulama besar Ibnu Katsir yang mencoba mengompilasikan peristiwa-peristiwa dahsyat yang akan menimpa manusia, sebelum peristiwa kubra, yaitu Kiamat. Di dalamnya menjelaskan berbagai peristiwa, huru-hara, tanda-tanda kiamat,fitnah dajjal, turunnya Nabi Isa a.s., kaum Ya’juj dan Ma’juj, hari kebangkitan, hari perhitungan, timbangan, jembatan (ash-Shirâth), surga, neraka, dan lain sebagainya. Semuanya sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah s.a.w., manusia mulia dan ma’shum yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu, melainkan berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah Ta’ala melalui malaikat Jibril.
Keistimewaan buku ini tak terbantahkan. Disamping kefakihan penulis dalam bidang tafsir dan hadis, keautentikan isi yang bersumber pada al-Qur’an dan hadis-hadis sahih memantaskan buku ini untuk menjadi referensi yang lengkap, akurat dan tepercaya bagi seluruh kaum Muslimin yang haus akan ilmu.
--------------------
DAHSYATNYA HARI KIAMAT
Penulis: Ibnu Katsir
ISBN: 978-979-1303-85-9
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS xxii + 622 = 644 hlm
Berat: 1 Kg
Harga: Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997.
Syukran...
Penulis: Ibnu Katsir
Umur dunia sudah tua. Banyak peristiwa bencana alam yang telah menelan korban nyawa. Alam seakan memberi isyarat agar manusia menyadari bahwa dunia ini fana. Kehidupan di bumi akan berakhir apabila kiamat tiba. Kiamat merupakan perkara ghaib dan hanya Allah Ta'ala saja yang mengetahuinya. Meskipun demikian Allah memberitahukan tanda-tandanya kepada Muhammad s.a.w. sebagai rasul-Nya.
Buku Dahsyatnya Hari Kiamat ini merupakan karya ulama besar Ibnu Katsir yang mencoba mengompilasikan peristiwa-peristiwa dahsyat yang akan menimpa manusia, sebelum peristiwa kubra, yaitu Kiamat. Di dalamnya menjelaskan berbagai peristiwa, huru-hara, tanda-tanda kiamat,fitnah dajjal, turunnya Nabi Isa a.s., kaum Ya’juj dan Ma’juj, hari kebangkitan, hari perhitungan, timbangan, jembatan (ash-Shirâth), surga, neraka, dan lain sebagainya. Semuanya sebagaimana diberitakan oleh Rasulullah s.a.w., manusia mulia dan ma’shum yang tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu, melainkan berdasarkan wahyu yang diturunkan Allah Ta’ala melalui malaikat Jibril.
Keistimewaan buku ini tak terbantahkan. Disamping kefakihan penulis dalam bidang tafsir dan hadis, keautentikan isi yang bersumber pada al-Qur’an dan hadis-hadis sahih memantaskan buku ini untuk menjadi referensi yang lengkap, akurat dan tepercaya bagi seluruh kaum Muslimin yang haus akan ilmu.
--------------------
DAHSYATNYA HARI KIAMAT
Penulis: Ibnu Katsir
ISBN: 978-979-1303-85-9
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS xxii + 622 = 644 hlm
Berat: 1 Kg
Harga: Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997.
Syukran...
MENYIMAK PERAN BUNG KARNO DALAM PERUMUSAN PANCASILA, LEBIH TEPAT HARI LAHIR PANCASILA ADALAH 22 JUNI
Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia)
Jika ditelaah secara cermat, Ir. Soekarno (Bung Karno) sejatinya memainkan peransentral dalam perumusan Pancasila 1 Juni, 22 Juni dan 18 Agustus 1945. Karena itu sebenarnya bisa saja Hari Lahir Pancasila ditetapkan pada 1 Juni, 22 Juni, atau 18 Agustus. Dan tokoh sentralnya tetap Bung Karno. Untuk itu diperlukan kejujuran dan kelapangan hati dalam menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan kemaslahatannya. Mari kita telaah kembali peristiwa penting yang terjadi pada ketiga tanggal tersebut.
Pada 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya, istilah “Pancasila” disebutkan oleh BungKarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pada hari itu,di forum BPUPK, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara Negara, yang terdiri ataslima sila: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakatatau demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.
Jadi, benar! Untuk pertama kalinya istilah “Pancasila” diangkat oleh Bung Karno pada 1Juni. Tetapi, dalam sejarah perumusan Pancasila, 1 Juni 1945 itu baru gagasan awal. Melihatrealitas perdebatan dalam sidang-sidang BPUPK, Bung Karno kemudian mengambil inisiatif mengumpulkan sembilan tokoh bangsa, termasuk dirinya. Mereka adalah: Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subardjo, Haji Agus Salim, KH Wahid Hasyim, AbikusnoTjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakkir, dan AA Maramis.
Para tokoh itu diundang ke rumah Bung Karno untuk merumuskan Dasar NegaraIndonesia merdeka. Hebatnya, di bawah koordinasi Bung Karno, hanya dalam beberapa hari,mereka berhasil merumuskan dokumen bersejarah yang hebat, yaitu Piagam Jakarta. Piagam ini lahir pada 22 Juni 1945. Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta itu, sama dengan rumusan Pancasila sekarang(versi 18 Agustus 1945), kecuali sila pertama berbunyi: “Ketuhanan, dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Bung Karno memahami bahwa ada dua arus utama aspirasi ideologi politik kenegaraan diIndonesia, yaitu: Islam dan Kebangsaan. Itu fakta. Bung Karno berusaha memadukan duapotensi bangsa itu. Karena itulah, ketika Piagam Jakarta dipersoalkan oleh kedua belah pihak, maka Soekarno pun membelanya. Berulangkali Soekarno meminta agar rumusan itu diterima. Dalamrapat BPUPK 11 Juli 1945, Soekarno menyatakan: “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromisuntuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringatkita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat “dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” sudah diterima Panitia ini.”
Dalam rapat BPUPK tanggal 16 Juli 1945, Soekarno kembali tampil sebagai juru bicarauntuk menengahi polemik sebelumnya: “Marilah kita setujui usul saya itu; terimalah clausule didalam Undang-undang Dasar, bahwa Presiden Indonesia haruslah orang Indonesia asli yang beragama Islam. Kemudian artikel 28, yang mengenai urusan agama, tetap sebagai yang telah kita putuskan, yaitu ayat ke-1 berbunyi: “Negara berdasar atas ke-Tuhanan dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.”… Saya minta, supaya apa yang saya usulkan itu diterima dengan bulat-bulat oleh anggota sekalian…”.
Sikap konsisten Bung Karno terhadap Piagam Jakarta ditunjukkan dengan kehadirannya dalam acara Peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta, pada 22 Juni 1965. Bahkan, ketika itu, BungKarno mengatakan: “Nah, Jakarta Charter ini saudara-saudara, sebagai dikatakan dalam Dekrit, menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut… Perhatikan, di antaranya penandatangan daripada Jakarta Charter ini, ada satu yang beragama Kristen saudara-saudara, yaitu Mr. A.A. Maramis.
Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Umum Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia)
Jika ditelaah secara cermat, Ir. Soekarno (Bung Karno) sejatinya memainkan peransentral dalam perumusan Pancasila 1 Juni, 22 Juni dan 18 Agustus 1945. Karena itu sebenarnya bisa saja Hari Lahir Pancasila ditetapkan pada 1 Juni, 22 Juni, atau 18 Agustus. Dan tokoh sentralnya tetap Bung Karno. Untuk itu diperlukan kejujuran dan kelapangan hati dalam menjaga keutuhan NKRI dan mewujudkan kemaslahatannya. Mari kita telaah kembali peristiwa penting yang terjadi pada ketiga tanggal tersebut.
Pada 1 Juni 1945, untuk pertama kalinya, istilah “Pancasila” disebutkan oleh BungKarno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Pada hari itu,di forum BPUPK, Bung Karno mengusulkan rumusan dasar Negara Negara, yang terdiri ataslima sila: (1) Kebangsaan Indonesia (2) Internasionalisme atau Perikemanusiaan (3) Mufakatatau demokrasi (4) Kesejahteraan Sosial (5) Ketuhanan.
Jadi, benar! Untuk pertama kalinya istilah “Pancasila” diangkat oleh Bung Karno pada 1Juni. Tetapi, dalam sejarah perumusan Pancasila, 1 Juni 1945 itu baru gagasan awal. Melihatrealitas perdebatan dalam sidang-sidang BPUPK, Bung Karno kemudian mengambil inisiatif mengumpulkan sembilan tokoh bangsa, termasuk dirinya. Mereka adalah: Soekarno, Mohammad Hatta, Muhammad Yamin, Ahmad Subardjo, Haji Agus Salim, KH Wahid Hasyim, AbikusnoTjokrosoejoso, Abdulkahar Muzakkir, dan AA Maramis.
Para tokoh itu diundang ke rumah Bung Karno untuk merumuskan Dasar NegaraIndonesia merdeka. Hebatnya, di bawah koordinasi Bung Karno, hanya dalam beberapa hari,mereka berhasil merumuskan dokumen bersejarah yang hebat, yaitu Piagam Jakarta. Piagam ini lahir pada 22 Juni 1945. Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta itu, sama dengan rumusan Pancasila sekarang(versi 18 Agustus 1945), kecuali sila pertama berbunyi: “Ketuhanan, dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Bung Karno memahami bahwa ada dua arus utama aspirasi ideologi politik kenegaraan diIndonesia, yaitu: Islam dan Kebangsaan. Itu fakta. Bung Karno berusaha memadukan duapotensi bangsa itu. Karena itulah, ketika Piagam Jakarta dipersoalkan oleh kedua belah pihak, maka Soekarno pun membelanya. Berulangkali Soekarno meminta agar rumusan itu diterima. Dalamrapat BPUPK 11 Juli 1945, Soekarno menyatakan: “Saya ulangi lagi bahwa ini satu kompromisuntuk menyudahi kesulitan antara kita bersama. Kompromis itu pun terdapat sesudah keringatkita menetes. Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat “dengan didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” sudah diterima Panitia ini.”
Dalam rapat BPUPK tanggal 16 Juli 1945, Soekarno kembali tampil sebagai juru bicarauntuk menengahi polemik sebelumnya: “Marilah kita setujui usul saya itu; terimalah clausule didalam Undang-undang Dasar, bahwa Presiden Indonesia haruslah orang Indonesia asli yang beragama Islam. Kemudian artikel 28, yang mengenai urusan agama, tetap sebagai yang telah kita putuskan, yaitu ayat ke-1 berbunyi: “Negara berdasar atas ke-Tuhanan dengan kewajibanmenjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.”… Saya minta, supaya apa yang saya usulkan itu diterima dengan bulat-bulat oleh anggota sekalian…”.
Sikap konsisten Bung Karno terhadap Piagam Jakarta ditunjukkan dengan kehadirannya dalam acara Peringatan Hari Lahir Piagam Jakarta, pada 22 Juni 1965. Bahkan, ketika itu, BungKarno mengatakan: “Nah, Jakarta Charter ini saudara-saudara, sebagai dikatakan dalam Dekrit, menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut… Perhatikan, di antaranya penandatangan daripada Jakarta Charter ini, ada satu yang beragama Kristen saudara-saudara, yaitu Mr. A.A. Maramis.
Itu menunjukkan bahwa sebagai tadi dikatakan Pak Roeslan Abdulgani, Jakarta Charter itu adalah untuk mempersatukan Rakyat Indonesia yang terutama sekali dari Sabang sampai Merauke, ya yang beragama Islam, yang beragama Kristen, yang beragama Budha, pendek kata seluruh Rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke dipersatukan!”
Jadi, begitu besar dan begitu sentral peran Bung Karno dalam perumusan Pancasila versi 22 Juni 1945. Karena itu, tidaklah tepat jika ada warga bangsa yang alergi dengan Piagam Jakarta. Sebab, kata Bung Karno, Piagam Jakarta inilah yang mempersatukan rakyat Indonesia. Akan tetapi, sejarah menunjukkan, bahwa pada 18 Agustus 1945 ada perubahan lagi pada naskah Pancasila. Tujuh kata pada sila pertama dicoret, dan diganti dengan rumusan: Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun tidak terlibat langsung dalam melobi sejumlah tokoh Islam, Soekarno menyetujui Bung Hatta yang berperan aktif. Jika dicermati, ada perubahan cukup mendasar dalam rumusan Pancasila versi 1 Juni dan 22 Juni dan 18 Agustus 1945. Pancasila 22 Juni dan 18 Juni adalah rumusan Soekarno bersama para tokoh bangsa lain. Jadi, itu bukanlah rumusan seorang Bung Karno sendirian. Pancasila saat ini adalah hasil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki berbagai aspirasi ideologis, termasuk para tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPK, yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan AbdulKahar Muzakkir. Tokoh Masyumi, Mr. Mohamad Roem pernah mengingatkan kekeliruan pengkultusan seseorang dalam soal perumusan dan pemaknaan Pancasila. Di masa Orde Lama (1959-1965), pemikiran Soekarno banyak dijadikan sebagai tafsir baku terhadap Pancasila. Soekarno ditempatkan sebagai penafsir tunggal atas Pancasila. Padahal, menurut Mr. Mohamad Roem, Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPK, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan). (Dikutip dari makalah Mohamad Roem,Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
Contoh perbedaan mendasar antara rumusan Pancasila versi 1 Juni 1945 dengan Pancasila rumusan resmi saat ini, adalah pada sila kedua. Rumusan Soekarno (Internasionalisme atau Perikemanusiaan) maupun Yamin (perikemanusiaan), sangat berbeda dengan rumusan resmi: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Rumusan resmi Pancasila saat ini membuktikan, bahwa Pancasila telah memasukkan dua istilah penting dalam Islam, yaitu “adil” dan “adab”. Istilah itu dikenal di Nusantara setelah kedatangan Islam. Kata “adil” dan “adab” termasuk sebagian dari istilah-istilah pokok dalam Islam yang dipahami secara universal oleh kaum Muslimin di mana pun (Islamic basic vocabularies). Sama dengan istilah “hikmah” dan “musyawarah”.
Jadi, menyimak tiga peristiwa penting dalam perumusan Pancasila, jika boleh mengusulkan, lebih tepat Hari Lahir Pancasila itu adalah 22 Juni atau 18 Agustus. Tokoh utama dalam perumusan itu tetap Bung Karno. Bedanya, pada 22 Juni dan 18 Agustus, Bung Karno telah menerima pikiran dari para tokoh bangsa lain. Silakan dipilih! (Depok, 1 Juni 2022).
Jadi, begitu besar dan begitu sentral peran Bung Karno dalam perumusan Pancasila versi 22 Juni 1945. Karena itu, tidaklah tepat jika ada warga bangsa yang alergi dengan Piagam Jakarta. Sebab, kata Bung Karno, Piagam Jakarta inilah yang mempersatukan rakyat Indonesia. Akan tetapi, sejarah menunjukkan, bahwa pada 18 Agustus 1945 ada perubahan lagi pada naskah Pancasila. Tujuh kata pada sila pertama dicoret, dan diganti dengan rumusan: Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun tidak terlibat langsung dalam melobi sejumlah tokoh Islam, Soekarno menyetujui Bung Hatta yang berperan aktif. Jika dicermati, ada perubahan cukup mendasar dalam rumusan Pancasila versi 1 Juni dan 22 Juni dan 18 Agustus 1945. Pancasila 22 Juni dan 18 Juni adalah rumusan Soekarno bersama para tokoh bangsa lain. Jadi, itu bukanlah rumusan seorang Bung Karno sendirian. Pancasila saat ini adalah hasil kesepakatan tokoh-tokoh bangsa yang memiliki berbagai aspirasi ideologis, termasuk para tokoh Islam yang tergabung dalam Panitia Sembilan di BPUPK, yaitu KH Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, Abikoesno Tjokrosoejoso, dan AbdulKahar Muzakkir. Tokoh Masyumi, Mr. Mohamad Roem pernah mengingatkan kekeliruan pengkultusan seseorang dalam soal perumusan dan pemaknaan Pancasila. Di masa Orde Lama (1959-1965), pemikiran Soekarno banyak dijadikan sebagai tafsir baku terhadap Pancasila. Soekarno ditempatkan sebagai penafsir tunggal atas Pancasila. Padahal, menurut Mr. Mohamad Roem, Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, bukan lagi merupakan pikiran Soekarno semata. Ia telah merupakan buah pemikiran para anggota BPUPK, khususnya yang tergabung dalam Panitia Kecil (Panitia Sembilan). (Dikutip dari makalah Mohamad Roem,Lahirnya Pancasila, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977).
Contoh perbedaan mendasar antara rumusan Pancasila versi 1 Juni 1945 dengan Pancasila rumusan resmi saat ini, adalah pada sila kedua. Rumusan Soekarno (Internasionalisme atau Perikemanusiaan) maupun Yamin (perikemanusiaan), sangat berbeda dengan rumusan resmi: Kemanusiaan yang adil dan beradab. Rumusan resmi Pancasila saat ini membuktikan, bahwa Pancasila telah memasukkan dua istilah penting dalam Islam, yaitu “adil” dan “adab”. Istilah itu dikenal di Nusantara setelah kedatangan Islam. Kata “adil” dan “adab” termasuk sebagian dari istilah-istilah pokok dalam Islam yang dipahami secara universal oleh kaum Muslimin di mana pun (Islamic basic vocabularies). Sama dengan istilah “hikmah” dan “musyawarah”.
Jadi, menyimak tiga peristiwa penting dalam perumusan Pancasila, jika boleh mengusulkan, lebih tepat Hari Lahir Pancasila itu adalah 22 Juni atau 18 Agustus. Tokoh utama dalam perumusan itu tetap Bung Karno. Bedanya, pada 22 Juni dan 18 Agustus, Bung Karno telah menerima pikiran dari para tokoh bangsa lain. Silakan dipilih! (Depok, 1 Juni 2022).
PERKEMBANGAN DAN PEMURNIAN TASAWUF
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Melalui buku ini, Buya Hamka dengan keluasan dan pemahamannya yang utuh, memberi kita cara pandang untuk melihat Tasawuf Islam seperti apa adanya.
Perkembangan dan pertumbuhan Tasawuf Islam banyak diwarnai kesalahpahaman, bahkan hingga saat ini. Misalnya, ada yang menyebutkan pertumbuhan Tasawuf Islam terpengaruh oleh ajaran Kristen hingga filsafat. Pun demikian dengan beberapa ajarannya, seperti Hulul, Kasyaf, Tajalli, al-Wihdat’ul Munthalaqah, atau Wihdatul Wujud. Kesalahpahaman bahkan sampai pada titik pertentangan yang sengit, terutama dengan kalangan Fiqih. Sampai-sampai seorang tokoh Tasawuf harus berakhir di tiang gantung.
----------------------------------
PERKEMBANGAN DAN PEMURNIAN TASAWUF
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Berat: 300 gr
Ukuran: 13.5 × 20.5 cm
Isi: 349 halaman
Penerbit: Republika Penerbit
Harga: Rp. 115.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Melalui buku ini, Buya Hamka dengan keluasan dan pemahamannya yang utuh, memberi kita cara pandang untuk melihat Tasawuf Islam seperti apa adanya.
Perkembangan dan pertumbuhan Tasawuf Islam banyak diwarnai kesalahpahaman, bahkan hingga saat ini. Misalnya, ada yang menyebutkan pertumbuhan Tasawuf Islam terpengaruh oleh ajaran Kristen hingga filsafat. Pun demikian dengan beberapa ajarannya, seperti Hulul, Kasyaf, Tajalli, al-Wihdat’ul Munthalaqah, atau Wihdatul Wujud. Kesalahpahaman bahkan sampai pada titik pertentangan yang sengit, terutama dengan kalangan Fiqih. Sampai-sampai seorang tokoh Tasawuf harus berakhir di tiang gantung.
----------------------------------
PERKEMBANGAN DAN PEMURNIAN TASAWUF
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Berat: 300 gr
Ukuran: 13.5 × 20.5 cm
Isi: 349 halaman
Penerbit: Republika Penerbit
Harga: Rp. 115.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran