Prinsip ini memberikan pengajaran tentang bagaimana menyikapi ayat-ayat dan hadis, supaya tidak tergolong dalam orang-orang yang menolaknya (tatil) dengan alasan tidak dapat diterima oleh akal rasional, atau golongan yang cenderung menerimanya secara harfiyyah tanpa pemahaman yang mendalam sehingga menyalahi apa yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya sendiri.
Dalam Teks Aqidah juga dijelaskan tentang otoritas para Sahabat Nabi, Ulama, dan para imam. Prinsip ini berbeda dengan golongan Syiah yang menolak kepimpinan al-Khulafa al-Rasyidun selain Sayyidina Ali r.a. Para ulama Aswaja mengakui semua imam Khulafa al-Rasyidun tanpa prejudis. Aswaja juga sepakat bahwa kepimpinan setelah Rasulullah SAW dilakukan melalui pemilihan al-ikhtiyar dan bukan melalui nash (teks).
Mereka juga sepakat bahwa para imam yang empat (mazhab fiqh) adalah yang imam-imam yang mutabar (otoritatif). Perbedaan antara mereka adalah perbedaan khilafiyyah yang dibenarkan, dan ijtihad yang satu tidak membatalkan ijtihad yang lain. Hal yang sama harus digunakan dalam menyikapi perbedaan antara al-Ghazali dan Ibn Taymiyyah dalam masalah teologi dan tasawuf. Jika Ibn Taymiyyah berbeda dan mengkritik al-Ghazali, umat Islam tidak harus menganggapnya sebagai satu bentuk penyesatan, melainkan satu ijtihad yang boleh jadi benar boleh jadi salah (al-khata wa al-sawab), bukan persoalan al-haq (benar) dan al-batil (sesat). Jika ditelusuri dengan lebih lanjut golongan Salafiyyah umumnya berpegang kepada al-Aqidah al-Tahawiyyah dan golongan Asyairah berpegang kepada Aqaid al-Nasafi yang jika dibuat perbandingan jelas bahwa antara keduanya tidak ada perbedaan yang prinsipil.
Aswaja juga menetapkan prinsip yang bijaksana dalam menghadapi penyimpangan dan perbedaan. Jika golongan Khawarij cenderung menyesatkan dan mengkafirkan para pelaku dosa (fasiq), ulama Aswaja masih menganggapnya sebagai seorang Muslim, selagi tidak menghalalkan maksiat tersebut, atau menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Kerana itu seorang Imam yang fasiq dan zalim tidak harus dijatuhkan dan dimazulkan, jika pemazulannya itu akan mengundang fitnah yang besar. Tapi imam itu harus ditegur dan diganti dengan cara yang baik. Ini untuk mengelakkan kecenderungan ekstrim, seperti dilakukan oleh golongan Khawarij yang dengan mudah menghalalkan darah orang Islam.
Pendekatan Aswaja ini terkenal dengan pendekatan Jalan Tengah (al-wasatiyyah wa al-Itidal). Dalam teks-teks akidah disebutkan bahwa Islam menganjurkan pendekatan yang tidak kaku (rigid dan literalis) dan tidak longgar (bayn al-ghuluww wa al-taqsir). Pendekatan ekstrim tidak dikehendaki oleh Islam karena hanya mendatangkan keburukan. Di era sekarang, prinsip al-wasatiyyah wa al-Itidal semakin relevan, karena kita berhadapan dengan golongan ekstrim kiri (liberalisme) dan ekstrim kanan (ekstrimisme).
Kerangka Pemikiran
Aswaja memiliki pendirian yang jelas tentang kedudukan akal dan wahyu. Aswaja tidak menolak akal dan tidak juga mengagungkannya lebih dari sewajarnya. Pemaduan antara wahyu dan akal menjadikan peradaban Islam yang terbangun mampu berkembang pesat di Baghdad (Asia Barat), Andalusia (Eropa), Afrika, Asia Timur, Asia Tenggara dan melahirkan banyak ilmuwan yang juga merupakan ulama-ulama yang mumpuni. Prinsip ini adalah pemaduan antara teks dan konteks, antara wahyu, empirisme dan rasionalisme, sehingga tidak ada dikotomi antara duniawi dan ukhrawi, insani dan ilahi, sains dan agama. Segala sesuatunya diletakkan pada tempatnya yang benar dan wajar.
Aswaja juga memadukan antara kekuatan rohani, aqli dan jasadi (material).Teks-teks aqidah juga membahas persoalan karamah para wali, kedudukan mereka di sisi Allah, kemungkinan para ulama yang benar mendapatkan ilham dan diberikan ilmu yang tidak diberikan kepada orang biasa meskipun mereka tidak masum. Juga dijelaskan kedudukan mereka yang istimewa sebagai pewaris para nabi.
Dalam Teks Aqidah juga dijelaskan tentang otoritas para Sahabat Nabi, Ulama, dan para imam. Prinsip ini berbeda dengan golongan Syiah yang menolak kepimpinan al-Khulafa al-Rasyidun selain Sayyidina Ali r.a. Para ulama Aswaja mengakui semua imam Khulafa al-Rasyidun tanpa prejudis. Aswaja juga sepakat bahwa kepimpinan setelah Rasulullah SAW dilakukan melalui pemilihan al-ikhtiyar dan bukan melalui nash (teks).
Mereka juga sepakat bahwa para imam yang empat (mazhab fiqh) adalah yang imam-imam yang mutabar (otoritatif). Perbedaan antara mereka adalah perbedaan khilafiyyah yang dibenarkan, dan ijtihad yang satu tidak membatalkan ijtihad yang lain. Hal yang sama harus digunakan dalam menyikapi perbedaan antara al-Ghazali dan Ibn Taymiyyah dalam masalah teologi dan tasawuf. Jika Ibn Taymiyyah berbeda dan mengkritik al-Ghazali, umat Islam tidak harus menganggapnya sebagai satu bentuk penyesatan, melainkan satu ijtihad yang boleh jadi benar boleh jadi salah (al-khata wa al-sawab), bukan persoalan al-haq (benar) dan al-batil (sesat). Jika ditelusuri dengan lebih lanjut golongan Salafiyyah umumnya berpegang kepada al-Aqidah al-Tahawiyyah dan golongan Asyairah berpegang kepada Aqaid al-Nasafi yang jika dibuat perbandingan jelas bahwa antara keduanya tidak ada perbedaan yang prinsipil.
Aswaja juga menetapkan prinsip yang bijaksana dalam menghadapi penyimpangan dan perbedaan. Jika golongan Khawarij cenderung menyesatkan dan mengkafirkan para pelaku dosa (fasiq), ulama Aswaja masih menganggapnya sebagai seorang Muslim, selagi tidak menghalalkan maksiat tersebut, atau menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
Kerana itu seorang Imam yang fasiq dan zalim tidak harus dijatuhkan dan dimazulkan, jika pemazulannya itu akan mengundang fitnah yang besar. Tapi imam itu harus ditegur dan diganti dengan cara yang baik. Ini untuk mengelakkan kecenderungan ekstrim, seperti dilakukan oleh golongan Khawarij yang dengan mudah menghalalkan darah orang Islam.
Pendekatan Aswaja ini terkenal dengan pendekatan Jalan Tengah (al-wasatiyyah wa al-Itidal). Dalam teks-teks akidah disebutkan bahwa Islam menganjurkan pendekatan yang tidak kaku (rigid dan literalis) dan tidak longgar (bayn al-ghuluww wa al-taqsir). Pendekatan ekstrim tidak dikehendaki oleh Islam karena hanya mendatangkan keburukan. Di era sekarang, prinsip al-wasatiyyah wa al-Itidal semakin relevan, karena kita berhadapan dengan golongan ekstrim kiri (liberalisme) dan ekstrim kanan (ekstrimisme).
Kerangka Pemikiran
Aswaja memiliki pendirian yang jelas tentang kedudukan akal dan wahyu. Aswaja tidak menolak akal dan tidak juga mengagungkannya lebih dari sewajarnya. Pemaduan antara wahyu dan akal menjadikan peradaban Islam yang terbangun mampu berkembang pesat di Baghdad (Asia Barat), Andalusia (Eropa), Afrika, Asia Timur, Asia Tenggara dan melahirkan banyak ilmuwan yang juga merupakan ulama-ulama yang mumpuni. Prinsip ini adalah pemaduan antara teks dan konteks, antara wahyu, empirisme dan rasionalisme, sehingga tidak ada dikotomi antara duniawi dan ukhrawi, insani dan ilahi, sains dan agama. Segala sesuatunya diletakkan pada tempatnya yang benar dan wajar.
Aswaja juga memadukan antara kekuatan rohani, aqli dan jasadi (material).Teks-teks aqidah juga membahas persoalan karamah para wali, kedudukan mereka di sisi Allah, kemungkinan para ulama yang benar mendapatkan ilham dan diberikan ilmu yang tidak diberikan kepada orang biasa meskipun mereka tidak masum. Juga dijelaskan kedudukan mereka yang istimewa sebagai pewaris para nabi.
Ulama Aswaja juga tidak memisahkan antara agama dengan politik (siyasah) bahkan mereka melihat persoalan politik dan pemerintahan tidak akan dapat diselesaikan dan diperbaiki jika agama tidak diberikan perhatian dalam membangun kepribadian Muslim. Aswaja menolak ekstrimisme, sesuai dengan tuntutan al-Quran dan al-Sunnah yang mengkritik sikap ghuluww sebagaimana kaum Yahudi dan Nasrani.
Ketika para ulama Aswaja mempunyai pendirian yang tegas terhadap golongan sesat -- karena jelas kesesatannya -- pada saat yang sama, mereka mengambil pendekatan yang tasamuh (berlapang dada) terhadap perbedaan-perbedaan di dalam kalangan Sunni itu sendiri. Aswaja membedakan persoalan-persoalan tsawabit (yang tetap) dengan persoalan mutaghayyirat (yang berubah), yang muhkamat (jelas) dan mutasyabihat (tidak jelas).
Dalam perkara yang tsawabit, karena teksnya jelas (qathi) dan tidak mengundang khilaf antara ulama, mereka harus bersepakat dan tidak boleh berbeda pendapat dari segi prinsipnya. Namun dalam perkara yang mutaghayyirat, yang memerlukan penafsiran, para ulama bergantung dengan kemampuan dan kefahaman masing-masing. Mereka boleh berbeda dan tidak sewajarnya memaksakan pendapat terhadap orang lain, khususnya jika pandangan orang lain itu memiliki dasar yang juga kuat untuk berbeda pendapat.
Disinilah perbedaan (ikhtilaf) menjadi rahmat, dan ijtihad masing-masing ulama mendapat pahala yang baik di sisi Allah, asalkan dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan amanah ilmiah. Pandangan mereka harus diterima dan ditolak mengikut kekuatan hujah masing-masing. Keterbukaan ini sewajarnya dapat menghindarkan umat Islam dari perangkap fanatisme, taassub dan berfikiran sempit sehingga cenderung mudah menyesatkan saudaranya seiman.
Ketika umat Islam gagal memahami dengan baik Akidah Aswaja, maka berlakulah kekeliruan dan kebingungan dalam menghadapi tantangan modern dan postmodern. Sepanjang sejarah, prinsip-prinsip Aswaja telah memunculkan gagasan-gagasan besar (great powerful ideas) dari pemikir-pemikir besar, seperti al-Ghazali, Ibn Khaldun dan lainnya, yang bermanfaat sepanjang zaman. Saat ini, sewajarnya teks Akidah Aswaja dapat membentuk epistemologi (filsafat ilmu), filsafat pendidikan, filsafat politik, filsafat sejarah yang unik dan terbaik, sebagaimana peran yang dimainkan di masa lalu.
Memahami sejarah dan pemikiran Islam klasik semacam ini sangat penting sebagaimodal untuk menghadapi tantangan pemikiran saat ini. Sarjana-sarjana besar, seperti Dr. Muhammad Iqbal, sering mengingatkan agar umat Islam melihat sejenak ke belakang untuk dapat maju ke depan. Ada kaidah dan rumusan yang telah diwariskan generasi awal (al-salaf al-shaleh) yang dapat menjadi bekal untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan. Sebab, sejarah sebenarnya sering berulang dengan aktor-aktor yang berbeda. Dan orang yang cerdas adalah yang dapat mengambil pelajaran dari masa lalu. Wallahu alam bil-shawab. (Artikel ini pernah dimuat di Jurnal Islamia Republika, edisi Februari 2012)
Ketika para ulama Aswaja mempunyai pendirian yang tegas terhadap golongan sesat -- karena jelas kesesatannya -- pada saat yang sama, mereka mengambil pendekatan yang tasamuh (berlapang dada) terhadap perbedaan-perbedaan di dalam kalangan Sunni itu sendiri. Aswaja membedakan persoalan-persoalan tsawabit (yang tetap) dengan persoalan mutaghayyirat (yang berubah), yang muhkamat (jelas) dan mutasyabihat (tidak jelas).
Dalam perkara yang tsawabit, karena teksnya jelas (qathi) dan tidak mengundang khilaf antara ulama, mereka harus bersepakat dan tidak boleh berbeda pendapat dari segi prinsipnya. Namun dalam perkara yang mutaghayyirat, yang memerlukan penafsiran, para ulama bergantung dengan kemampuan dan kefahaman masing-masing. Mereka boleh berbeda dan tidak sewajarnya memaksakan pendapat terhadap orang lain, khususnya jika pandangan orang lain itu memiliki dasar yang juga kuat untuk berbeda pendapat.
Disinilah perbedaan (ikhtilaf) menjadi rahmat, dan ijtihad masing-masing ulama mendapat pahala yang baik di sisi Allah, asalkan dilakukan dengan penuh tanggungjawab dan amanah ilmiah. Pandangan mereka harus diterima dan ditolak mengikut kekuatan hujah masing-masing. Keterbukaan ini sewajarnya dapat menghindarkan umat Islam dari perangkap fanatisme, taassub dan berfikiran sempit sehingga cenderung mudah menyesatkan saudaranya seiman.
Ketika umat Islam gagal memahami dengan baik Akidah Aswaja, maka berlakulah kekeliruan dan kebingungan dalam menghadapi tantangan modern dan postmodern. Sepanjang sejarah, prinsip-prinsip Aswaja telah memunculkan gagasan-gagasan besar (great powerful ideas) dari pemikir-pemikir besar, seperti al-Ghazali, Ibn Khaldun dan lainnya, yang bermanfaat sepanjang zaman. Saat ini, sewajarnya teks Akidah Aswaja dapat membentuk epistemologi (filsafat ilmu), filsafat pendidikan, filsafat politik, filsafat sejarah yang unik dan terbaik, sebagaimana peran yang dimainkan di masa lalu.
Memahami sejarah dan pemikiran Islam klasik semacam ini sangat penting sebagaimodal untuk menghadapi tantangan pemikiran saat ini. Sarjana-sarjana besar, seperti Dr. Muhammad Iqbal, sering mengingatkan agar umat Islam melihat sejenak ke belakang untuk dapat maju ke depan. Ada kaidah dan rumusan yang telah diwariskan generasi awal (al-salaf al-shaleh) yang dapat menjadi bekal untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan. Sebab, sejarah sebenarnya sering berulang dengan aktor-aktor yang berbeda. Dan orang yang cerdas adalah yang dapat mengambil pelajaran dari masa lalu. Wallahu alam bil-shawab. (Artikel ini pernah dimuat di Jurnal Islamia Republika, edisi Februari 2012)
*JAWABAN PERTANYAAN RUMIT DALAM ISLAM*
Penulis: Syaikh Al-'Izz bin Abdus Salam As-Sulmi
Semua pecinta ilmu tentu ingin tahu karya ulama kesohor yang satu ini, baik untuk keperluan belajar maupun mengajar. Sebab, buku yang langka dan berharga ini menyediakan jawaban argumentatif atas aneka persoalan pelik seputar agama Islam.
Tidak kurang dari 414 persoalan dalam berbagai cabang ilmu dikupas dalam buku ini. Mulai dari problematika tentang Al-Quran, ilmu dan redaksi hadits, fikih dan ushul-nya, nahwu, dan aneka persoalan lain. Uniknya, ada bab khusus yang memuat hikayat dan ahwal para wali.
Pembaca buku ini disuguhi kepiawaian Pemimpin Para Ulama, Syaikh Al-Izz bin Abdus salam As-Sulmi. Sangat menarik menyaksikan cara beliau menyingkap hikmah pensyariatan suatu hal, menganalisisnya, menyorot aspek penting yang dikandungnya, merinci persoalan yang bercabang darinya, bahkan mengungkap hal lucu tentangnya.
-----------------------------------
Jawaban Pertanyaan Rumit dalam Islam
Penulis: Syaikh Al-'Izz bin Abdus Salam As-Sulmi
Ukuran: 16 x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS 424 halaman
Berat: 670 gram
ISBN: 9789795929222
Harga: Rp. 99.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Syaikh Al-'Izz bin Abdus Salam As-Sulmi
Semua pecinta ilmu tentu ingin tahu karya ulama kesohor yang satu ini, baik untuk keperluan belajar maupun mengajar. Sebab, buku yang langka dan berharga ini menyediakan jawaban argumentatif atas aneka persoalan pelik seputar agama Islam.
Tidak kurang dari 414 persoalan dalam berbagai cabang ilmu dikupas dalam buku ini. Mulai dari problematika tentang Al-Quran, ilmu dan redaksi hadits, fikih dan ushul-nya, nahwu, dan aneka persoalan lain. Uniknya, ada bab khusus yang memuat hikayat dan ahwal para wali.
Pembaca buku ini disuguhi kepiawaian Pemimpin Para Ulama, Syaikh Al-Izz bin Abdus salam As-Sulmi. Sangat menarik menyaksikan cara beliau menyingkap hikmah pensyariatan suatu hal, menganalisisnya, menyorot aspek penting yang dikandungnya, merinci persoalan yang bercabang darinya, bahkan mengungkap hal lucu tentangnya.
-----------------------------------
Jawaban Pertanyaan Rumit dalam Islam
Penulis: Syaikh Al-'Izz bin Abdus Salam As-Sulmi
Ukuran: 16 x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Isi: HVS 424 halaman
Berat: 670 gram
ISBN: 9789795929222
Harga: Rp. 99.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
TAFSIR AL AZHAR
Penulis: Prof. Dr. Hamka
DISKON Rp. 400.000,- & GRATIS ONGKOS KIRIM
Tafsir al-Azhar adalah hasil karya terbesar dari ulama ternama yaitu Prof. Dr. HAMKA. Dalam penyusunan Tafsir al-Azhar (sebagian ditulis ketika beliau di penjara) Buya HAMKA menggunakan metode tahlili (analitis) tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an dengan hadits, pendapat sahabat dan tabi’in, tafsir dengan tafsir muktabar, penggunaan syair, menggunakan analisis bilma’tsur, menganalisis dengan kemampuan analisis sendiri dan disusun tanpa membawa pertikaian antar madzhab.
Tafsir al-Azhar menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ungkapan yang teliti menjelaskan makna-makna yang dimaksud dalam Al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan menarik dan menghubungkan ayat dengan realitas sosial dan sistem budaya yang ada. Buya HAMKA membicarakan permasalahan sejarah sosial dan budaya di Indonesia. Beliau juga mendemonstrasikan keluasan pengetahuan, menekankan pemahaman ayat secara menyeluruh (mengutip ulama-ulama terdahulu) mendialogkan antara teks Al-Qur’an dengan kondisi umat Islam saat Tafsir al-Azhar ditulis.
------------------------------
TAFSIR AL AZHAR
Penulis: Prof. Dr. Hamka
- DISKON Rp. 400.000,- UNTUK PEMBELIAN 1 SET menjadi 2.570.000,- (Harga normal Rp. 2.970.000,-)
- Gratis Ongkos Kirim.
1 set berisi 9 jilid (plus box) dengan berat 16 Kg.
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Penulis: Prof. Dr. Hamka
DISKON Rp. 400.000,- & GRATIS ONGKOS KIRIM
Tafsir al-Azhar adalah hasil karya terbesar dari ulama ternama yaitu Prof. Dr. HAMKA. Dalam penyusunan Tafsir al-Azhar (sebagian ditulis ketika beliau di penjara) Buya HAMKA menggunakan metode tahlili (analitis) tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an dengan hadits, pendapat sahabat dan tabi’in, tafsir dengan tafsir muktabar, penggunaan syair, menggunakan analisis bilma’tsur, menganalisis dengan kemampuan analisis sendiri dan disusun tanpa membawa pertikaian antar madzhab.
Tafsir al-Azhar menitikberatkan penjelasan ayat-ayat Al-Qur’an dengan ungkapan yang teliti menjelaskan makna-makna yang dimaksud dalam Al-Qur’an dengan bahasa yang indah dan menarik dan menghubungkan ayat dengan realitas sosial dan sistem budaya yang ada. Buya HAMKA membicarakan permasalahan sejarah sosial dan budaya di Indonesia. Beliau juga mendemonstrasikan keluasan pengetahuan, menekankan pemahaman ayat secara menyeluruh (mengutip ulama-ulama terdahulu) mendialogkan antara teks Al-Qur’an dengan kondisi umat Islam saat Tafsir al-Azhar ditulis.
------------------------------
TAFSIR AL AZHAR
Penulis: Prof. Dr. Hamka
- DISKON Rp. 400.000,- UNTUK PEMBELIAN 1 SET menjadi 2.570.000,- (Harga normal Rp. 2.970.000,-)
- Gratis Ongkos Kirim.
1 set berisi 9 jilid (plus box) dengan berat 16 Kg.
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Manusia yang bertaqwa pasti manusia yang bahagia. Hidupnya jauh dari perasaan takut, resah, dan sedih. Tatkala kenikmatan dikucurkan kepadanya, dia bersyukur; dia tidak lupa diri; tidak gembira yang berlebihan. Tatkala musibah melanda, dia sabar; dia yakin, bahwa tidak ada sesuatu pun terjadi tanpa izin dan ketentuan Allah SWT. Dia tidak resah dengan nikmat yang diraih oleh saudara-saudara, tetangga, kawan kerja, atau rival politiknya.
[Dr. Adian Husaini]
[Dr. Adian Husaini]
PAKET NOVEL HAMKA:
- CINTA TERKALANG
- SABARIAH
- DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
- TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
CINTA TERKALANG
Kebersamaan yang terjalin lama serta kesamaan nasib membuat benih cinta tumbuh antara Adnan dan Syamsiah. Dalam kediaman yang anggun, Syamsiah menitipkan cintanya pada takdir. Dalam perjuangan yang bergemuruh, Adnan memutuskan untuk merantau demi mendapatkan modal agar dapat menikahi Syamsiah - yang menurut adat istiadat Minangkabau sudah saatnya menikah.
Syamsiah menanti Adnan dengan perasaan rindu mendalam dan harap yang penuh kecemasan. Hatinya berdebar hebat saat mendapatkan surat yang berisi kabar bahwa Adnan akan segera pulang. Namun, setelah surat terakhir itu, Adnan tidak lagi memberi kabar ke kampung. Di tengah kegelisahan Syamsiah, muncullah seorang pemuda gagah yang kaya raya bernama Sutan Marah Husin. Syamsiah dihadapkan pada situasi yang membuatnya harus memilih. Keluarga yang terus mendesaknya untuk segera menikah, rasa cinta kepada Adnan yang masih bergolak dalam hatinya, dan kehadiran Sutan Marah Husin terus berkecamuk dalam batin Syamsiah.
Siapakah yang akan dipilih oleh Syamsiah? Akankah takdir berpihak kepada Adnan?
-------------------------------
SABARIAH
Novel Sabariah karya Hamka bercerita tentang seorang suami bernama Pulai yang sangat mencintai istrinya hingga tega membunuhnya karena adanya intervensi dari sang mertua. Suami tersebut membunuh istrinya karena merasa bahwa mereka tidak bisa lagi bersama setelah mendapat pertentangan dari mertuanya. Sang suami dianggap tidak mampu menafkahi keluarga dengan layak menurut mertuanya. Setelah membunuh istrinya Sabariah sang suami melakukan bunuh diri karena ingin sehidup semati dengan istri tercinta. Novel ini menggambarkan adat istiadat Minangkabau pada zaman dahulu mengenai ketidakberdayaan seorang perempuan dan betapa kuatnya peran keluarga Minangkabau dalam rumah tangga. Dalam kisah cinta antara Sabariah dan Pulai terkandung sebuah hikmah besar mengenai pernikahan.
-------------------------
DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
Kisah Hamid dan Zainab yang saling mencintai dalam kerahasiaan yang terjaga.
Perasaan semakin tak menentu ketika Ibunda Zainab meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar menikah dengan pria pilihan keluarga.
Dari Padang menuju Mekah, adalah cara lain Hamid mengobati luka di hati. Memohon perlindungan Allah dengan terus beribadah di hadapan Ka`bah. Cara yang indah "melarikan diri" dari kenyataan pahit.
Bagaimanakah kisah akhir mereka?
Simak kelanjutan kisah Hamid dan Zainab dalam novel DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH. Sebuah karya fenomenal Prof. Dr. Hamka yang pernah diadaptasi ke layar lebar.
--------------------------------------------------
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Di Surabaya, cinta Zainuddin dan Hayati di uji kembali. Sayangnya kisah cinta kedua anak manusia yang saling mengasihi ini tidak membuahkan kebahagiaan di dunia. Jiwa keduanya harus karam seiring dengan tenggelamnya Kapal Van Der Wick.
Kisah cinta yang mendayu dan mengharu-biru ini dituturkan oleh HAMKA dengan bahasa yang “ rancak “ , indah khas melayu. Jangan berharap menemukan kata-kata berbau makian meski dalam settingan ceritanya diliputi amarah atau kekecewaan.
Diluar kisah romansa banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa kita dapat dari novel ini, pertama mengenai adat dan budaya Minangkabau yang bersifat matrilinear ( menurut garis keturunan ibu ). Dan yang lain mengenai metafore karena seperti kita ketahui bahwa penulis berasal dari Minangkabau tentu saja gaya melayunya yang sangat kental menjadi jiwa dari novel ini.
----------------------------------------------------
PAKET NOVEL HAMKA:
- CINTA TERKALANG
- SABARIAH
- DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
- TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Harga 1 paket berisi 4 novel di atas: Rp. 200.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
- CINTA TERKALANG
- SABARIAH
- DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
- TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
CINTA TERKALANG
Kebersamaan yang terjalin lama serta kesamaan nasib membuat benih cinta tumbuh antara Adnan dan Syamsiah. Dalam kediaman yang anggun, Syamsiah menitipkan cintanya pada takdir. Dalam perjuangan yang bergemuruh, Adnan memutuskan untuk merantau demi mendapatkan modal agar dapat menikahi Syamsiah - yang menurut adat istiadat Minangkabau sudah saatnya menikah.
Syamsiah menanti Adnan dengan perasaan rindu mendalam dan harap yang penuh kecemasan. Hatinya berdebar hebat saat mendapatkan surat yang berisi kabar bahwa Adnan akan segera pulang. Namun, setelah surat terakhir itu, Adnan tidak lagi memberi kabar ke kampung. Di tengah kegelisahan Syamsiah, muncullah seorang pemuda gagah yang kaya raya bernama Sutan Marah Husin. Syamsiah dihadapkan pada situasi yang membuatnya harus memilih. Keluarga yang terus mendesaknya untuk segera menikah, rasa cinta kepada Adnan yang masih bergolak dalam hatinya, dan kehadiran Sutan Marah Husin terus berkecamuk dalam batin Syamsiah.
Siapakah yang akan dipilih oleh Syamsiah? Akankah takdir berpihak kepada Adnan?
-------------------------------
SABARIAH
Novel Sabariah karya Hamka bercerita tentang seorang suami bernama Pulai yang sangat mencintai istrinya hingga tega membunuhnya karena adanya intervensi dari sang mertua. Suami tersebut membunuh istrinya karena merasa bahwa mereka tidak bisa lagi bersama setelah mendapat pertentangan dari mertuanya. Sang suami dianggap tidak mampu menafkahi keluarga dengan layak menurut mertuanya. Setelah membunuh istrinya Sabariah sang suami melakukan bunuh diri karena ingin sehidup semati dengan istri tercinta. Novel ini menggambarkan adat istiadat Minangkabau pada zaman dahulu mengenai ketidakberdayaan seorang perempuan dan betapa kuatnya peran keluarga Minangkabau dalam rumah tangga. Dalam kisah cinta antara Sabariah dan Pulai terkandung sebuah hikmah besar mengenai pernikahan.
-------------------------
DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
Kisah Hamid dan Zainab yang saling mencintai dalam kerahasiaan yang terjaga.
Perasaan semakin tak menentu ketika Ibunda Zainab meminta Hamid untuk membujuk Zainab agar menikah dengan pria pilihan keluarga.
Dari Padang menuju Mekah, adalah cara lain Hamid mengobati luka di hati. Memohon perlindungan Allah dengan terus beribadah di hadapan Ka`bah. Cara yang indah "melarikan diri" dari kenyataan pahit.
Bagaimanakah kisah akhir mereka?
Simak kelanjutan kisah Hamid dan Zainab dalam novel DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH. Sebuah karya fenomenal Prof. Dr. Hamka yang pernah diadaptasi ke layar lebar.
--------------------------------------------------
TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Di Surabaya, cinta Zainuddin dan Hayati di uji kembali. Sayangnya kisah cinta kedua anak manusia yang saling mengasihi ini tidak membuahkan kebahagiaan di dunia. Jiwa keduanya harus karam seiring dengan tenggelamnya Kapal Van Der Wick.
Kisah cinta yang mendayu dan mengharu-biru ini dituturkan oleh HAMKA dengan bahasa yang “ rancak “ , indah khas melayu. Jangan berharap menemukan kata-kata berbau makian meski dalam settingan ceritanya diliputi amarah atau kekecewaan.
Diluar kisah romansa banyak ilmu dan pengetahuan yang bisa kita dapat dari novel ini, pertama mengenai adat dan budaya Minangkabau yang bersifat matrilinear ( menurut garis keturunan ibu ). Dan yang lain mengenai metafore karena seperti kita ketahui bahwa penulis berasal dari Minangkabau tentu saja gaya melayunya yang sangat kental menjadi jiwa dari novel ini.
----------------------------------------------------
PAKET NOVEL HAMKA:
- CINTA TERKALANG
- SABARIAH
- DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH
- TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK
Harga 1 paket berisi 4 novel di atas: Rp. 200.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Orang yang shalatnya banyak belum tentu akhlaknya baik.
Ust. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Ust. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Problem Pluralisme Agama. Bersama Dr. Adian Husaini.
SANG PANGERAN dan JANISSARY TERAKHIR: Kisah, Kasih, dan Selisih dalam Perang Diponegoro.
--Sebuah novel karya Ust. Salim A. Fillah--
Kyai Gentayu berjingkrak, menaikkan kaki depannya sambil meringkik riang dan sesekali melonjak. Surainya berkibar terentak selaras dengan tapak-tapaknya yang berkecipak. Dengan kepala mendongak, sang penunggang tetap dapat duduk tegak. Lelaki berperawakan tinggi lagi kacak itu tampak seperti sedang menari tandak. Gerak tubuhnya melenggak sesuai lenggok tunggangannya yang rancak. Di sekeliling kuda yang menjejak-jejak, para pengawalnya seirama berlari hingga tombak-tombak di tangan mereka turut meliuk bagai pusaran ombak.
“Lihat Paman! Lihat sedulur sekalian!”, seru Sang Pangeran yang tiba-tiba memutar kendali kudanya sambil mengacungkan tangan ke arah Puri dan Masjid yang dikerumuk api. “Kediaman kita telah terbakar! Dan tiada lagi tersisa tempat bagi kita di atas bumi ini! Maka mari kita semua mencari tempat untuk diri kita di sisi Gusti Allah!”
“Kami bersama Anda, Kangjeng Pangeran! Pejah gesang fi sabilillah!”, sambut para pengikut.
“Dan demikian pula kalian, para Janissary terakhir?”, tanyanya meminta penegasan di sela ringkik Gentayu yang telah hendak berpacu namun dikekang.
“Tentu, Pangeran... Kita adalah kaum, yang apabila bumi menyempit bagi kita, maka langit yang akan meluas untuk kita! Hiyaaaa!”, seru Nurkandam Pasha sambil melecut kudanya. Sang Pangeran tersenyum mantap, dan sekali dia lepaskan kekang Gentayu, dua lompatan kuda itu senilai tiga kali loncatan kawanannya.
“Hiyaaa... Hiyaaa...”, serempak yang lain turut berpacu dan turangga-turangga terbaik dari Tegalreja itu berlari ke arah terbenamnya mentari sebelum membelok ke selatan menyusur tepian kali Bedhog.
“Maktuub..!”, Katib Pasha yang ada di barisan belakang berbisik dengan memejam mata sambil mengusap surai tunggangannya dan menunduk khusyu’. Sejak senja yang gerah, Rabu 5 Dzulhijjah 1240 Hijriah, salah satu perang sabil paling berdarah di Nusantara itu telah pecah.
--------------------------------
Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Penulis: Salim A. Fillah
Isi: 632 halaman.
Ukuran: 15.8x23.1 cm
Berat: 620 gr
ISBN: 978-623-7490-06-7
Harga: Rp. 140.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
--Sebuah novel karya Ust. Salim A. Fillah--
Kyai Gentayu berjingkrak, menaikkan kaki depannya sambil meringkik riang dan sesekali melonjak. Surainya berkibar terentak selaras dengan tapak-tapaknya yang berkecipak. Dengan kepala mendongak, sang penunggang tetap dapat duduk tegak. Lelaki berperawakan tinggi lagi kacak itu tampak seperti sedang menari tandak. Gerak tubuhnya melenggak sesuai lenggok tunggangannya yang rancak. Di sekeliling kuda yang menjejak-jejak, para pengawalnya seirama berlari hingga tombak-tombak di tangan mereka turut meliuk bagai pusaran ombak.
“Lihat Paman! Lihat sedulur sekalian!”, seru Sang Pangeran yang tiba-tiba memutar kendali kudanya sambil mengacungkan tangan ke arah Puri dan Masjid yang dikerumuk api. “Kediaman kita telah terbakar! Dan tiada lagi tersisa tempat bagi kita di atas bumi ini! Maka mari kita semua mencari tempat untuk diri kita di sisi Gusti Allah!”
“Kami bersama Anda, Kangjeng Pangeran! Pejah gesang fi sabilillah!”, sambut para pengikut.
“Dan demikian pula kalian, para Janissary terakhir?”, tanyanya meminta penegasan di sela ringkik Gentayu yang telah hendak berpacu namun dikekang.
“Tentu, Pangeran... Kita adalah kaum, yang apabila bumi menyempit bagi kita, maka langit yang akan meluas untuk kita! Hiyaaaa!”, seru Nurkandam Pasha sambil melecut kudanya. Sang Pangeran tersenyum mantap, dan sekali dia lepaskan kekang Gentayu, dua lompatan kuda itu senilai tiga kali loncatan kawanannya.
“Hiyaaa... Hiyaaa...”, serempak yang lain turut berpacu dan turangga-turangga terbaik dari Tegalreja itu berlari ke arah terbenamnya mentari sebelum membelok ke selatan menyusur tepian kali Bedhog.
“Maktuub..!”, Katib Pasha yang ada di barisan belakang berbisik dengan memejam mata sambil mengusap surai tunggangannya dan menunduk khusyu’. Sejak senja yang gerah, Rabu 5 Dzulhijjah 1240 Hijriah, salah satu perang sabil paling berdarah di Nusantara itu telah pecah.
--------------------------------
Sang Pangeran dan Janissary Terakhir
Penulis: Salim A. Fillah
Isi: 632 halaman.
Ukuran: 15.8x23.1 cm
Berat: 620 gr
ISBN: 978-623-7490-06-7
Harga: Rp. 140.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Mengabsen problem bangsa Indonesia.
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi.
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi.
This media is not supported in your browser
VIEW IN TELEGRAM
Apakah adil hanya Islam yang boleh menyebarkan agamanya?
-Dr. Adian Husaini-
-Dr. Adian Husaini-
Media is too big
VIEW IN TELEGRAM
Pelajaran Penting dari Sejarah Perang Salib.
Kita melihat, strategi dan taktik itu pula yang sekarang masih banyak digunakan untuk ‘menaklukkan’ Islam. Bahkan, jika kita cermati, strategi itu kini semakin canggih dilakukan. Kader-kader Snouck dari kalangan ‘pribumi Muslim’ sudah berjubel.
https://www.facebook.com/153825841424041/posts/2318802298259707/
https://www.facebook.com/153825841424041/posts/2318802298259707/
Facebook
Log in or sign up to view
See posts, photos and more on Facebook.
GENDER
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
“Tidak adil” dan “tertindas” adalah dua bekal gerakan feminism dan kesetaraan gender. Wanita diseluruh dunia ini dianggap tertindas dan diperlakukan secara tidak adil. Wajah peradaban umat manusia memang diwarnai oleh dua kata tersebut. Tapi masing-masing peradaban memiliki solusi masing-masing.
Islam lahir disaat peradaban jahiliyah tidak dan salah menghargai wanita. Anak wanita yang tidak dikehendaki harus dikubur hidup-hidup. Tapi wanita saat itu juga berhak menikah dengan 90 orang suami. Keperkasaan Hindun, otak pembunuhan Hamzah, sahabat Nabi, adalah bukti keperkasaan wanita.
Itulah sebabnya tidak ada alasan bagi Islam untuk menyamakan hak laki dan wanita secara mutlak 50-50. Misi Islam tidak hanya membela wanita tertindas tapi juga mendudukkan wanita pada tempatnya. Meletakkan sesuatu pada tempatnya, dalam Islam, disifati sebagai adil. Islam justru meneguhkan hubungan laki dan wanita dengan merujuk pada watak dasar biologis dan implikasi sosialnya.
Barat lahir disaat wanita ditindas dan diperlakukan secara tidak adil. Sebutan feminis, konon memiliki akar kata fe-minus. Fe artinya iman, minus artinya kurang. Feminus artinya kurang iman. Terlepas dari sebutan itu, yang pasti nasib wanita di Barat sungguh buruk. Mayoritas korban inquisisi adalah wanita. Wanita dianggap setengah manusia. Contoh kasus penindasan tidak sulit untuk ditelusur lebih lanjut.
Dari negara-negara Barat solusi tidak lahir dari ajaran agama. Solusinya datang dari tuntutan masyarakat wanita, berbentuk gerakan feminisme. Mulanya hanya ingin memberantas penindasan dan ketidak adilan terhadap perempuan. Tapi, tidak puas dengan itu, para feminis di London tahun 1977 merubah strategi. Mungkin mengikuti teori Michael Foucault, feminism bisa menghemoni dunia dengan menjual wacana gender (gender discourse). Persis seperti Amerika memberantas teroris. Biaya meliberalkan pikiran umat Islam lebih murah dibanding biaya menangkap teroris.
Nalarnya cemerlang, penindasan dipicu oleh pembedaan dan pembedaan disebabkan oleh konstruk sosial, bukan faktor biologis. Jadi, target wacana gender adalah merubah konstruk sosial yang membeda-bedakan dua makhluk yang berbeda itu.
Konon, gender juga membela laki-laki yang tertindas, tapi ketika wacana ini masuk PBB tahun 1975 konsepnya berjudul Women in Development (WID). Sidang-sidang di Kopenhagen (1980), Nairobi (1985), dan Beijing (1995) malah meningkat menjadi Convention for Eliminating Discrimination Against Women (CEDAW), bukan CEDAM. Namun, ketika dijual ke pasar internasional programnya diperhalus menjadi Gender and Development. Dan ketika menjadi matrik pembangunan menjadi Gender Development Index (GDI). Suatu Negara tidak bisa disebut maju jika peran serta wanita rendah. Untuk mengukur peran politik dan social lain wanita dibuatlah neraca Gender Empowerment Measure.
Indonesia, tak ketinggalan segera ikut arus. Pemerintah lalu membuat Inpres No.9/2000 tentang pengarus utamaan Gender dalam pembangunan. Kini bahkan sudah akan menjadi undang-undang. Padahal enam Peraturan Pemerintah, empat Peraturan dan satu Instruksi Menteri serta satu kebijakan Kementerian tidak berjalan. Tidak semua wanita menginginkan kesetaraan.
Memang preseden historis gerakan ini memang hanya di Barat. Gerakan seperti ini tidak pernah ada dalam sejarah Islam.
Tapi, wacana ini tiba-tiba menjadi universal dan menjelma menjadi gerakan internasional dan wajib diikuti oleh umat Islam. Bahkan ketika wacana kesetaraan gender ini disorotkan kepada agama-agama semua agama seperti diam. Semua agama bias gender. Nyatanya memang dalam Islam tidak ada Nabi wanita, dalam Katholik tidak pernah ada Paus wanita. Juga sami dalam Hindu, Bhiksu dalam Buddha adalah laki-laki.
Ketika Negara-negara di dunia diukur prosentase kesetaraan gendernya, tidak ada satu negarapun yang dapat mencapainya secara sempurna. Jika pun tercapai tidak menjadi indikasi bahwa Negara itu maju. Keterlibatan wanita di negara Cuba dibanding Jepang terbukti lebih tinggi, tapi tidak terbukti Jepang lebih mundur.
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
“Tidak adil” dan “tertindas” adalah dua bekal gerakan feminism dan kesetaraan gender. Wanita diseluruh dunia ini dianggap tertindas dan diperlakukan secara tidak adil. Wajah peradaban umat manusia memang diwarnai oleh dua kata tersebut. Tapi masing-masing peradaban memiliki solusi masing-masing.
Islam lahir disaat peradaban jahiliyah tidak dan salah menghargai wanita. Anak wanita yang tidak dikehendaki harus dikubur hidup-hidup. Tapi wanita saat itu juga berhak menikah dengan 90 orang suami. Keperkasaan Hindun, otak pembunuhan Hamzah, sahabat Nabi, adalah bukti keperkasaan wanita.
Itulah sebabnya tidak ada alasan bagi Islam untuk menyamakan hak laki dan wanita secara mutlak 50-50. Misi Islam tidak hanya membela wanita tertindas tapi juga mendudukkan wanita pada tempatnya. Meletakkan sesuatu pada tempatnya, dalam Islam, disifati sebagai adil. Islam justru meneguhkan hubungan laki dan wanita dengan merujuk pada watak dasar biologis dan implikasi sosialnya.
Barat lahir disaat wanita ditindas dan diperlakukan secara tidak adil. Sebutan feminis, konon memiliki akar kata fe-minus. Fe artinya iman, minus artinya kurang. Feminus artinya kurang iman. Terlepas dari sebutan itu, yang pasti nasib wanita di Barat sungguh buruk. Mayoritas korban inquisisi adalah wanita. Wanita dianggap setengah manusia. Contoh kasus penindasan tidak sulit untuk ditelusur lebih lanjut.
Dari negara-negara Barat solusi tidak lahir dari ajaran agama. Solusinya datang dari tuntutan masyarakat wanita, berbentuk gerakan feminisme. Mulanya hanya ingin memberantas penindasan dan ketidak adilan terhadap perempuan. Tapi, tidak puas dengan itu, para feminis di London tahun 1977 merubah strategi. Mungkin mengikuti teori Michael Foucault, feminism bisa menghemoni dunia dengan menjual wacana gender (gender discourse). Persis seperti Amerika memberantas teroris. Biaya meliberalkan pikiran umat Islam lebih murah dibanding biaya menangkap teroris.
Nalarnya cemerlang, penindasan dipicu oleh pembedaan dan pembedaan disebabkan oleh konstruk sosial, bukan faktor biologis. Jadi, target wacana gender adalah merubah konstruk sosial yang membeda-bedakan dua makhluk yang berbeda itu.
Konon, gender juga membela laki-laki yang tertindas, tapi ketika wacana ini masuk PBB tahun 1975 konsepnya berjudul Women in Development (WID). Sidang-sidang di Kopenhagen (1980), Nairobi (1985), dan Beijing (1995) malah meningkat menjadi Convention for Eliminating Discrimination Against Women (CEDAW), bukan CEDAM. Namun, ketika dijual ke pasar internasional programnya diperhalus menjadi Gender and Development. Dan ketika menjadi matrik pembangunan menjadi Gender Development Index (GDI). Suatu Negara tidak bisa disebut maju jika peran serta wanita rendah. Untuk mengukur peran politik dan social lain wanita dibuatlah neraca Gender Empowerment Measure.
Indonesia, tak ketinggalan segera ikut arus. Pemerintah lalu membuat Inpres No.9/2000 tentang pengarus utamaan Gender dalam pembangunan. Kini bahkan sudah akan menjadi undang-undang. Padahal enam Peraturan Pemerintah, empat Peraturan dan satu Instruksi Menteri serta satu kebijakan Kementerian tidak berjalan. Tidak semua wanita menginginkan kesetaraan.
Memang preseden historis gerakan ini memang hanya di Barat. Gerakan seperti ini tidak pernah ada dalam sejarah Islam.
Tapi, wacana ini tiba-tiba menjadi universal dan menjelma menjadi gerakan internasional dan wajib diikuti oleh umat Islam. Bahkan ketika wacana kesetaraan gender ini disorotkan kepada agama-agama semua agama seperti diam. Semua agama bias gender. Nyatanya memang dalam Islam tidak ada Nabi wanita, dalam Katholik tidak pernah ada Paus wanita. Juga sami dalam Hindu, Bhiksu dalam Buddha adalah laki-laki.
Ketika Negara-negara di dunia diukur prosentase kesetaraan gendernya, tidak ada satu negarapun yang dapat mencapainya secara sempurna. Jika pun tercapai tidak menjadi indikasi bahwa Negara itu maju. Keterlibatan wanita di negara Cuba dibanding Jepang terbukti lebih tinggi, tapi tidak terbukti Jepang lebih mundur.
Bahkan Indonesia lebih besar dari Jepang atau sama, tapi tidak ada pengaruh pada kemajuan.
Di Indonesia wanita-wanita di kampung dianggap tertindas karena mereka mengerjakan kerja laki-laki. Tapi di Pakistan, khususnya di kawasan utara, wanita tidak boleh bekerja dan hanya tinggal dirumah. Ini pun dianggap tertindas.
Masyarakat Islam secara konseptual maupun historis tidak menjunjung konsep kesetaraan 50-50. Dihadapan Tuhan memang sama, tapi Tuhan tidak menyamakan cara bagaimana kedua makhluk berlainan jenis kelamin ini menempuh surgaNya. Meski tidak berarti peran wanita dalam Islam dikalahkan oleh laki-laki, Islam mengatur peranaan sosial wanita dari aspek yang paling mendasar yiatu biologis. Sebab dalam konsep Islam aspek biologis terkait erat dengan aspek psikologis dan bahkan saling mempengaruhi.
Bahkan, seperti dikutip Ratna Megawangi, Time edisi 8 Maret 1999 memuat artikel berjudul The Real Truth About Women Bodies. Ide pokoknya wanita secara alamiyah, biologis dan genetik memang berbeda. Tidak mudah merubah factor ini dalam kehidupan social wanita. Maka dari itu perjuangan meraih kesetaraan gender bukan hanya tidak mungkin tapi juga tidak realistis.
Jika demikian adanya, kita berhak bertanya. Apakah gerakan pengarus utamaan gender benar-benar untuk membela kepentingan wanita sesuai aspirasi dan kodratnya? Ataukah hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan tren kultural dan ideologis dunia yang kini dibawah hegemoni Barat? Pendek kata apakah wanita benar-benar memerlukan kesetaraan?
Bagi Muslim apa yanag salah pada gerakan ini? Salahnya ketika merubah konstruk sosial, agama tidak diperdulikan. Tafsir-tafsir para pemikir liberal bersifat sepihak, tendensius dan melawan arus para mufassir yang otoritatif dalam tradisi ulama Islam. Jika para anggota DPR meluluskan undang-undang ini tanpa mempertimbangkan dampak keagamaan maka Undang-undang itu dijamin sedang menabur angin dan segera menuai badai. Wallahu a’lam.
Di Indonesia wanita-wanita di kampung dianggap tertindas karena mereka mengerjakan kerja laki-laki. Tapi di Pakistan, khususnya di kawasan utara, wanita tidak boleh bekerja dan hanya tinggal dirumah. Ini pun dianggap tertindas.
Masyarakat Islam secara konseptual maupun historis tidak menjunjung konsep kesetaraan 50-50. Dihadapan Tuhan memang sama, tapi Tuhan tidak menyamakan cara bagaimana kedua makhluk berlainan jenis kelamin ini menempuh surgaNya. Meski tidak berarti peran wanita dalam Islam dikalahkan oleh laki-laki, Islam mengatur peranaan sosial wanita dari aspek yang paling mendasar yiatu biologis. Sebab dalam konsep Islam aspek biologis terkait erat dengan aspek psikologis dan bahkan saling mempengaruhi.
Bahkan, seperti dikutip Ratna Megawangi, Time edisi 8 Maret 1999 memuat artikel berjudul The Real Truth About Women Bodies. Ide pokoknya wanita secara alamiyah, biologis dan genetik memang berbeda. Tidak mudah merubah factor ini dalam kehidupan social wanita. Maka dari itu perjuangan meraih kesetaraan gender bukan hanya tidak mungkin tapi juga tidak realistis.
Jika demikian adanya, kita berhak bertanya. Apakah gerakan pengarus utamaan gender benar-benar untuk membela kepentingan wanita sesuai aspirasi dan kodratnya? Ataukah hanya sekedar untuk memenuhi tuntutan tren kultural dan ideologis dunia yang kini dibawah hegemoni Barat? Pendek kata apakah wanita benar-benar memerlukan kesetaraan?
Bagi Muslim apa yanag salah pada gerakan ini? Salahnya ketika merubah konstruk sosial, agama tidak diperdulikan. Tafsir-tafsir para pemikir liberal bersifat sepihak, tendensius dan melawan arus para mufassir yang otoritatif dalam tradisi ulama Islam. Jika para anggota DPR meluluskan undang-undang ini tanpa mempertimbangkan dampak keagamaan maka Undang-undang itu dijamin sedang menabur angin dan segera menuai badai. Wallahu a’lam.
Mintalah kepada Allah rasa ridho terhadap segala qadha Nya, dan berkah dari segala taqdirNya. Sehingga anda tidak menginginkan agar karunia Allah yang dipercepat itu untuk diakhirkan atau sebaliknya karunia Allah yang diperlambat itu untuk dipercepat. Dengan sikap ini hidup kita jadi nikmat.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-