KISAH PARA NABI
Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S.
Penulis: Ibnu Katsir
Sebaik-baik kisah sejarah yang dapat diambil pelajaran serta hikmah berharga darinya adalah yang bersumber dari al-Qur
Selain hadir lebih sistematis dan kaya informasi, dengan tetap menjaga orisinalitas dan keautentikan kitab aslinya, buku ini juga begitu istimewa karena telah melalui proses tahqiq dan takhrij yang dilakukan oleh Prof. Dr. Abdul Hayyi al-Farmawi, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an dari Universitas al-Azhar, Kairo. Melalui buku ini, setiap mukmin akan tenggelam dalam oase keimanan serta ketakwaan yang indah dan paripurna dari para nabi dan rasul. Jadi, tidaklah berlebihan jika buku ini “wajib ada” dalam perpustakaan pribadi kita.
--------------
Kisah Para Nabi
Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S.
Penulis: Ibnu Katsir
ISBN: 978-979-1303-84-2
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Jenis Buku: Hard Cover
Isi: HVS xviii + 846 halaman
Berat: 1,3 Kg
Harga: Rp. 195.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S.
Penulis: Ibnu Katsir
Sebaik-baik kisah sejarah yang dapat diambil pelajaran serta hikmah berharga darinya adalah yang bersumber dari al-Qur
an dan hadis. Keduanya merupakan sumber utama bagi kaum Muslimin dalam menetapkan hukum dan mempelajari sejarah kehidupan umat terdahulu beserta para nabi yang diutus Allah s.w.t. untuk menyampaikan risalah-Nya di muka bumi.
Buku Kisah para Nabi ini merupakan karya fenomenal ulama terkemuka sekaligus ahli tafsir dan sejarah, Ibnu Katsir. Kisah-kisahnya bersandar pada ayat al-Qur
an dan hadis sahih sehingga isinya terbebas dari berbagai kisah israiliyat sejak awal paragraf hingga akhir. Di dalamnya juga tersaji berbagai peristiwa dan hal menarik, seperti: hikmah di balik penciptaan Nabi Adam a.s.; pertemuan Nabi Muhammad s.a.w. dengan Nabi Adam di surga; doa Nabi Nuh a.s. sebagai rasul pertama yang diutus ke bumi; dakwah Nabi Ibrahim a.s. ke tengah kaum penyembah berhala; kisah penyembelihan Nabi Ismail a.s. dan awal pembangunan Baitullah; perjuangan dakwah Nabi Musa a.s. membebaskan Bani Israil dari cengkeraman Firaun; dialog Nabi Musa a.s. dengan Firaun dan para penyihir kerajaan; asal-usul dan bukti kenabian Khidhir; kisah beberapa nabi Bani Israil; serta kisah turunnya Nabi Isa a.s. ke bumi pada akhir zaman,Selain hadir lebih sistematis dan kaya informasi, dengan tetap menjaga orisinalitas dan keautentikan kitab aslinya, buku ini juga begitu istimewa karena telah melalui proses tahqiq dan takhrij yang dilakukan oleh Prof. Dr. Abdul Hayyi al-Farmawi, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an dari Universitas al-Azhar, Kairo. Melalui buku ini, setiap mukmin akan tenggelam dalam oase keimanan serta ketakwaan yang indah dan paripurna dari para nabi dan rasul. Jadi, tidaklah berlebihan jika buku ini “wajib ada” dalam perpustakaan pribadi kita.
--------------
Kisah Para Nabi
Sejarah Lengkap Kehidupan para Nabi sejak Adam A.S. hingga Isa A.S.
Penulis: Ibnu Katsir
ISBN: 978-979-1303-84-2
Ukuran: 15,5 x 24 cm
Jenis Buku: Hard Cover
Isi: HVS xviii + 846 halaman
Berat: 1,3 Kg
Harga: Rp. 195.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Al-Lu’lu’ Wal Marjan
Penulis: Muhammad Fuad Abdul Baqi
Buku best seller ini menjelaskan 54 bab berdasarkan mutiara hadits shahih bukhari dan muslim, seperti penjelasan wasiat, shalat, haid, zakat, shalat gerhana, talak, puasa, zikir, jihad, dan banyak lagi (lihat daftar isi). Semoga buku ini bermanfaat.
Daftar Isi:
• Bab 1 : Iman
• Bab 2 : Thaharah
• Bab 3 : Haid
• Bab 4 : Shalat
• Bab 5 : Masjid Dan Tempat-Tempat Shalat
• Bab 6 : Shalat Musafir Dan Tata Cara Qasharnya
• Bab 7 : Jumat
• Bab 8 : Shalat Dua Hari Raya
• Bab 9 : Shalat Istisqa’
• Bab 10: Shalat Gerhana
• Bab 11: Janaiz
• Bab 12: Zakat
• Bab 13: Puasa
• Bab 14: I’tikaf
• Bab 15: Haji
• Bab 16: Nikah
• Bab 17: Susuan
• Bab 18: Anak Milik Majikan Dari Budak Wanita
• Bab 19: Talak
• Bab 20: Li’an
• Bab 21: Memerdekakan Budak
• Bab 22: Jual Beli
• Bab 23: Larangan Muhaqalah, Muzabanah, Mukhabarah, Dan Menjual Buah Yang Belum Terlihat Bagus
• Bab 24: Musaqat
• Bab 25: Fara’idh (warisan)
• Bab 26: Hibah
. Bab 27: Wasiat
• Bab 28: Nazar
• Bab 29: Sumpah
• Bab 30: Qusamah (Sumpah karena terjadi pembunuhan yang tidak diketahui siapa pembunuhnya)
• Bab 31: Hudud (hukuman)
• Bab 32: Putusan Hukum
• Bab 33: Barang Temuan
• Bab 34: Jihad
• Bab 35: Imarah (Kepemimpinan)
• Bab 36: Berburu, Sembelihan, Dan Hewan Yang Boleh Dimakan
• Bab 37: Sembelihan
• Bab 38: Minuman
• Bab 39: Pakaian Dan PerhiasanBab 40: Adab
• Bab 41: Salam
• Bab 42: Perkataan Sopan
• Bab 43: SyairBab 44: Mimpi
• Bab 45: Keutamaan
• Bab 46: Keutamaan Shahabat
• Bab 47: Adab, Hubungan Silaturahmi, Dan Bakti Kepada Orang Tua
• Bab 48: Takdir
• Bab 49: Ilmu
• Bab 50: Zikir dan Istighfar
. Bab 51: Tobat
• Bab 52: Penduduk Surga dan kenikmatannya
• Bab 53: Fitnah dan Tanda-tanda Kiamat
• Bab 54: Tafsir
-------------------------
Al-Lu’lu’ Wal Marjan
Penulis: Muhammad Fuad Abdul Baqi
Isi: 1184 halaman
Sampul: Hardcover
Dimensi: 18 x 25 cm
Berat: 1,7 Kg.
Harga: Rp. 188.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Muhammad Fuad Abdul Baqi
Buku best seller ini menjelaskan 54 bab berdasarkan mutiara hadits shahih bukhari dan muslim, seperti penjelasan wasiat, shalat, haid, zakat, shalat gerhana, talak, puasa, zikir, jihad, dan banyak lagi (lihat daftar isi). Semoga buku ini bermanfaat.
Daftar Isi:
• Bab 1 : Iman
• Bab 2 : Thaharah
• Bab 3 : Haid
• Bab 4 : Shalat
• Bab 5 : Masjid Dan Tempat-Tempat Shalat
• Bab 6 : Shalat Musafir Dan Tata Cara Qasharnya
• Bab 7 : Jumat
• Bab 8 : Shalat Dua Hari Raya
• Bab 9 : Shalat Istisqa’
• Bab 10: Shalat Gerhana
• Bab 11: Janaiz
• Bab 12: Zakat
• Bab 13: Puasa
• Bab 14: I’tikaf
• Bab 15: Haji
• Bab 16: Nikah
• Bab 17: Susuan
• Bab 18: Anak Milik Majikan Dari Budak Wanita
• Bab 19: Talak
• Bab 20: Li’an
• Bab 21: Memerdekakan Budak
• Bab 22: Jual Beli
• Bab 23: Larangan Muhaqalah, Muzabanah, Mukhabarah, Dan Menjual Buah Yang Belum Terlihat Bagus
• Bab 24: Musaqat
• Bab 25: Fara’idh (warisan)
• Bab 26: Hibah
. Bab 27: Wasiat
• Bab 28: Nazar
• Bab 29: Sumpah
• Bab 30: Qusamah (Sumpah karena terjadi pembunuhan yang tidak diketahui siapa pembunuhnya)
• Bab 31: Hudud (hukuman)
• Bab 32: Putusan Hukum
• Bab 33: Barang Temuan
• Bab 34: Jihad
• Bab 35: Imarah (Kepemimpinan)
• Bab 36: Berburu, Sembelihan, Dan Hewan Yang Boleh Dimakan
• Bab 37: Sembelihan
• Bab 38: Minuman
• Bab 39: Pakaian Dan PerhiasanBab 40: Adab
• Bab 41: Salam
• Bab 42: Perkataan Sopan
• Bab 43: SyairBab 44: Mimpi
• Bab 45: Keutamaan
• Bab 46: Keutamaan Shahabat
• Bab 47: Adab, Hubungan Silaturahmi, Dan Bakti Kepada Orang Tua
• Bab 48: Takdir
• Bab 49: Ilmu
• Bab 50: Zikir dan Istighfar
. Bab 51: Tobat
• Bab 52: Penduduk Surga dan kenikmatannya
• Bab 53: Fitnah dan Tanda-tanda Kiamat
• Bab 54: Tafsir
-------------------------
Al-Lu’lu’ Wal Marjan
Penulis: Muhammad Fuad Abdul Baqi
Isi: 1184 halaman
Sampul: Hardcover
Dimensi: 18 x 25 cm
Berat: 1,7 Kg.
Harga: Rp. 188.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
BIDAYATUL HIDAYAH
Penulis: Imam Al-Ghazali
Kitab "Bidayatul Hidayah” karya ulama besar Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 1111 M) ini, banyak disebut-sebut sebagai mukadimah Ilya Ulumuddin, karya masterpiece beliau yang sangat monumental itu.
Kitab ini mernbahas proses awal seorang hamba mendapatkan hidayah dari Allah Ta’aIa, dimana sang hamba sangat membutuhkan pertolongan dan bimbingan dari-Nya. Juga rnenjelelskan seputar halangan (pasif) rnau pun rintangan (aktif) yang tersebar disekitarnya, yaitu ketika sang hamba berusuha untuk rnendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta, rnelalui tata cara dan adab yang benar.
Kitab ini secara garis besar berisi tiga bagian. Yakni bagian tentang adab-adab ketaatan, bagian tentang meninggalkan maksiat, dan bagian tentang bergaul dengan manusia, Sang Maha Pencipta dan dengan makhluk lainnya. Menurut al-Ghazali, jika hati kita condong dan ingin mengamalkan apa-apa yang ada di buku ini, maka berarti kita termasuk seorang hamba yang disinari oleh Allah dengan cahaya iman di dalam hati.
---------------------------------------
BIDAYATUL HIDAYAH
Penulis: Imam Al-Ghazali
Isi: 211 halamqn
Berat : 250 gr
ISBN: 9786029919950
Harga: Rp. 79.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Imam Al-Ghazali
Kitab "Bidayatul Hidayah” karya ulama besar Abu Hamid Muhammad al-Ghazali (w. 1111 M) ini, banyak disebut-sebut sebagai mukadimah Ilya Ulumuddin, karya masterpiece beliau yang sangat monumental itu.
Kitab ini mernbahas proses awal seorang hamba mendapatkan hidayah dari Allah Ta’aIa, dimana sang hamba sangat membutuhkan pertolongan dan bimbingan dari-Nya. Juga rnenjelelskan seputar halangan (pasif) rnau pun rintangan (aktif) yang tersebar disekitarnya, yaitu ketika sang hamba berusuha untuk rnendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta, rnelalui tata cara dan adab yang benar.
Kitab ini secara garis besar berisi tiga bagian. Yakni bagian tentang adab-adab ketaatan, bagian tentang meninggalkan maksiat, dan bagian tentang bergaul dengan manusia, Sang Maha Pencipta dan dengan makhluk lainnya. Menurut al-Ghazali, jika hati kita condong dan ingin mengamalkan apa-apa yang ada di buku ini, maka berarti kita termasuk seorang hamba yang disinari oleh Allah dengan cahaya iman di dalam hati.
---------------------------------------
BIDAYATUL HIDAYAH
Penulis: Imam Al-Ghazali
Isi: 211 halamqn
Berat : 250 gr
ISBN: 9786029919950
Harga: Rp. 79.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
*Kalau kita tidak bisa menjadi orang pandai, marilah kita menjadi orang baik. Kalau kita tidak bisa menjadi ulama, marilah kita didik anak-anak kita menjadi ulama. Kalau kita tidak bisa menjadi pemimpin, marilah kita dididik anak-anak kita menjadi pemimpin. Kalau kita tidak bisa menjadi orang kaya, marilah kita makan dengan yang halal, dan jika kita diberi kekayaan oleh Allah, marilah gunakan kekayaan itu untuk ibadah kepada Allah.*
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi
RAHASIA HIDUP ORANG-ORANG SALEH
Meraih Cinta, Kenikmatan Ibadah, dan Hikmah
Penulis: Ibnu Qudamah
Menyibak berbagai rahasia istimewa dalam ibadah sehari-hari merupakan dambaan semua hamba-Nya; maka tidak heran jika mereka begitu gigih dan langgeng dalam beribadah. Sebab sebelum sampai menemukan mutiara-mutiara ibadah, mereka telah lebih dulu meneguk banyak kenikmatan dan tidak akan pernah dicicipi oleh orang-orang selain mereka. Dengan menyempurnakan adab-adab dalam beribadah mereka pun kian meraih berbagai keutamaannya.
----------------------------------
RAHASIA HIDUP ORANG-ORANG SALEH
Penulis: Ibnu Qudamah
Ukuran: 13.7 x 20.7 cm
Sampul: Soft Cover
Isi: HVS 280 halaman
Berat: 350 gr
ISBN: 9786021135075
Harga: Rp. 85.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Meraih Cinta, Kenikmatan Ibadah, dan Hikmah
Penulis: Ibnu Qudamah
Menyibak berbagai rahasia istimewa dalam ibadah sehari-hari merupakan dambaan semua hamba-Nya; maka tidak heran jika mereka begitu gigih dan langgeng dalam beribadah. Sebab sebelum sampai menemukan mutiara-mutiara ibadah, mereka telah lebih dulu meneguk banyak kenikmatan dan tidak akan pernah dicicipi oleh orang-orang selain mereka. Dengan menyempurnakan adab-adab dalam beribadah mereka pun kian meraih berbagai keutamaannya.
----------------------------------
RAHASIA HIDUP ORANG-ORANG SALEH
Penulis: Ibnu Qudamah
Ukuran: 13.7 x 20.7 cm
Sampul: Soft Cover
Isi: HVS 280 halaman
Berat: 350 gr
ISBN: 9786021135075
Harga: Rp. 85.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
PENGANTAR STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
Penulis: Dr. Abdus Sami Ahmad Iman
Di dalam hukum islam, banyak kita temukan perbedaan pendapat para ulama dalam menyikapi suatu permasalahan.
Perbedaan tersebut menimbulkan perbandingan hasil ijtihad para fuqaha yang dikenal dengan istilah “Perbandingan Madzhab”.
Perbandingan madzhab adalah mengumpulkan pendapat para imam mujtahid dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan, kemudian membandingkan dalil-dalil tersebut satu sama lainnya, agar setelah didiskusikan tampak pendapat mana yang terkuat dalilnya. Perbandingan madzhab, perekembangan, manfaat, dan sebab-sebab perbandingan madzhab serta contoh-contohnya.
Buku ini membahas tentang makna dan objek perbandingan madzhab, perkembangan, manfaat, dan sebab-sebab perbandingan madzhab serta contoh-contohnya. Tujuan dari buku ini adalah untuk memudahkan para pembaca dan juga mahasiswa ( khususnya program studi Syari’ah Islamiyyah) dalam mengetahui pendapat-pendapat para imam madzhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istinbath dari dalilnya oleh mereka.
---------------------------------------
PENGANTAR STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
Penulis: Dr. Abdus Sami Ahmad Iman
ISBN: 9789795927365
Sampul: Soft Cover
Halaman: 424 Halaman
Berat: 600 gr
Ukuran: 16 x 24,5 cm
Harga: Rp. 86.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Dr. Abdus Sami Ahmad Iman
Di dalam hukum islam, banyak kita temukan perbedaan pendapat para ulama dalam menyikapi suatu permasalahan.
Perbedaan tersebut menimbulkan perbandingan hasil ijtihad para fuqaha yang dikenal dengan istilah “Perbandingan Madzhab”.
Perbandingan madzhab adalah mengumpulkan pendapat para imam mujtahid dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan, kemudian membandingkan dalil-dalil tersebut satu sama lainnya, agar setelah didiskusikan tampak pendapat mana yang terkuat dalilnya. Perbandingan madzhab, perekembangan, manfaat, dan sebab-sebab perbandingan madzhab serta contoh-contohnya.
Buku ini membahas tentang makna dan objek perbandingan madzhab, perkembangan, manfaat, dan sebab-sebab perbandingan madzhab serta contoh-contohnya. Tujuan dari buku ini adalah untuk memudahkan para pembaca dan juga mahasiswa ( khususnya program studi Syari’ah Islamiyyah) dalam mengetahui pendapat-pendapat para imam madzhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istinbath dari dalilnya oleh mereka.
---------------------------------------
PENGANTAR STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
Penulis: Dr. Abdus Sami Ahmad Iman
ISBN: 9789795927365
Sampul: Soft Cover
Halaman: 424 Halaman
Berat: 600 gr
Ukuran: 16 x 24,5 cm
Harga: Rp. 86.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
ENSIKLOPEDI ADAB ISLAM
Edisi lengkap 1 Set (2 jilid)
Penulis: Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
Seluruh syariat Islam, baik yang hukumnya wajib, sunnah, mustahab, maupun mubah baik yang berhubungan secara vertikal, antara hamba dengan Penciptanya, maupun secara horizontal, antar sesama hamba, berfungsi untuk menjaga hubungan baik dengan Pencipta dan dengan sesama mereka secara beradab. Apabila seorang hamba telah memberikan hak-hak dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Penciptanya dan kepada sesama hamba, berarti dia tergolong hamba yang beradab. Sebaliknya, apabila dia tidak melaksanakan hal-hal tersebut, maka dia digolongkan ke dalam golongan hamba yang tidak beradab. Semua itu telah diatur sedemikian rupa oleh syari'at Islam.
Seorang Muslim yang telah melaksanakan adab-adab tersebut sesuai dengan syari'at Islam berarti ia telah beradab dengan adab islami. Dalam hal ini, Rasulullah laihi saw adalah teladan bagi setiap Muslim dalam beradab islami. Setiap hari selama 24 jam, beliau selalu menjaga hubungan baik dengan Penciptanya dan dengan sesama hamba. Mulai dari masalah kecil keseharian, seperti tidur, mandi, makan, minum, dan lain-lain, hingga yang besar, seperti mengatur negara, berperang, berdamai, dan lain-lain mulai dari urusan ukhrawi ibadah hingga urusan duniawi. Dengan demikian, tampaklah suatu peradaban yang indah, harmonis, demokratis, tertib, rapi, manusiawi, sekaligus bersifat ilahiyah yang jauh dari kesan kekerasan, kekejaman, diskriminasi, dan kesan-kesan negatif lainnya.
Dan semua itu hanya ada di dalam agama Islam sehingga Islam layak disebut sebagai agama yang berperadaban dan penganutnya adalah manusia-manusia yang berperadaban tinggi (masyarakat madani).Lantas, dari manakah kesan terorisme dan teroris didapatkan? Ataukah stigma seperti itu sengaja dipropagandakan oleh musuh-musuh Islam untuk memojokkannya?
-------------------------------------
Ensiklopedi Adab Islam
Edisi lengkap 1 Set (2 jilid)
Penulis: Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
Ukuran: 17 X 24 cm
Sampul: Hardcover
Jilid 1: 544 halaman
Jilid 2: 576 halaman
Kertas isi: HVS
Berat: 2 Kg
Harga: Rp. 280.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Edisi lengkap 1 Set (2 jilid)
Penulis: Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
Seluruh syariat Islam, baik yang hukumnya wajib, sunnah, mustahab, maupun mubah baik yang berhubungan secara vertikal, antara hamba dengan Penciptanya, maupun secara horizontal, antar sesama hamba, berfungsi untuk menjaga hubungan baik dengan Pencipta dan dengan sesama mereka secara beradab. Apabila seorang hamba telah memberikan hak-hak dan melaksanakan kewajiban-kewajiban kepada Penciptanya dan kepada sesama hamba, berarti dia tergolong hamba yang beradab. Sebaliknya, apabila dia tidak melaksanakan hal-hal tersebut, maka dia digolongkan ke dalam golongan hamba yang tidak beradab. Semua itu telah diatur sedemikian rupa oleh syari'at Islam.
Seorang Muslim yang telah melaksanakan adab-adab tersebut sesuai dengan syari'at Islam berarti ia telah beradab dengan adab islami. Dalam hal ini, Rasulullah laihi saw adalah teladan bagi setiap Muslim dalam beradab islami. Setiap hari selama 24 jam, beliau selalu menjaga hubungan baik dengan Penciptanya dan dengan sesama hamba. Mulai dari masalah kecil keseharian, seperti tidur, mandi, makan, minum, dan lain-lain, hingga yang besar, seperti mengatur negara, berperang, berdamai, dan lain-lain mulai dari urusan ukhrawi ibadah hingga urusan duniawi. Dengan demikian, tampaklah suatu peradaban yang indah, harmonis, demokratis, tertib, rapi, manusiawi, sekaligus bersifat ilahiyah yang jauh dari kesan kekerasan, kekejaman, diskriminasi, dan kesan-kesan negatif lainnya.
Dan semua itu hanya ada di dalam agama Islam sehingga Islam layak disebut sebagai agama yang berperadaban dan penganutnya adalah manusia-manusia yang berperadaban tinggi (masyarakat madani).Lantas, dari manakah kesan terorisme dan teroris didapatkan? Ataukah stigma seperti itu sengaja dipropagandakan oleh musuh-musuh Islam untuk memojokkannya?
-------------------------------------
Ensiklopedi Adab Islam
Edisi lengkap 1 Set (2 jilid)
Penulis: Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
Ukuran: 17 X 24 cm
Sampul: Hardcover
Jilid 1: 544 halaman
Jilid 2: 576 halaman
Kertas isi: HVS
Berat: 2 Kg
Harga: Rp. 280.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
*MY FIRST WHY*
Cerita bergambar 282 halaman fullcolour
Penulis: Susanti Domingues
Allah berulang kali memeinta kita untuk menjadi orang yang selalu merenung dan memikirkan sesuatu. Di dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir dan mencari tahu.
Pengembangan rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak sejak dini. Orangtua harus bisa memupuk sifat ini sejak dini guna merangsang kreatifitas di masa depannya. Keinginan mengetahui berbagai hal dapat menjadi modal penting bagi anak-anak dalam menjalani masa depannya. Rasa ingin tahu merupakan pondasi dalam keberhasilan menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Buku ini akan membantu orangtua dan pendidik anak sejak dini. Tema yang dihadirkan sangat lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan anak, mulai dari yang kasatmata hingga yang abstrak, tentang Allah hingga tentang tubuhnya sendiri.
Kelebihan buku ini :
1. Berisi pertanyaan-pertanyaan dasar yang biasa di lontarkan anak usia pra-sekolah
2. Mengajak anak untuk berpikir kritis tentang dunia sekitarnya.
3. Mengajak anak belajar pengetahuan secara menyenangkan
4. Melatih pola pikir anak sejak dini.
-------------------------------------
MY FIRST WHY
Penulis: Susanti Domingues
ISBN: 9786021694251
Sampul: Soft Cover
Halaman: 282 Halaman
Berat: 700 gr
Ukuran: 20 x 25 cm
Harga: Rp. 155.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
Cerita bergambar 282 halaman fullcolour
Penulis: Susanti Domingues
Allah berulang kali memeinta kita untuk menjadi orang yang selalu merenung dan memikirkan sesuatu. Di dalam Al-Qur’an ada ratusan ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir dan mencari tahu.
Pengembangan rasa ingin tahu sangat penting dimiliki anak sejak dini. Orangtua harus bisa memupuk sifat ini sejak dini guna merangsang kreatifitas di masa depannya. Keinginan mengetahui berbagai hal dapat menjadi modal penting bagi anak-anak dalam menjalani masa depannya. Rasa ingin tahu merupakan pondasi dalam keberhasilan menghadapi dan menyelesaikan masalah.
Buku ini akan membantu orangtua dan pendidik anak sejak dini. Tema yang dihadirkan sangat lengkap, mencakup seluruh aspek kehidupan anak, mulai dari yang kasatmata hingga yang abstrak, tentang Allah hingga tentang tubuhnya sendiri.
Kelebihan buku ini :
1. Berisi pertanyaan-pertanyaan dasar yang biasa di lontarkan anak usia pra-sekolah
2. Mengajak anak untuk berpikir kritis tentang dunia sekitarnya.
3. Mengajak anak belajar pengetahuan secara menyenangkan
4. Melatih pola pikir anak sejak dini.
-------------------------------------
MY FIRST WHY
Penulis: Susanti Domingues
ISBN: 9786021694251
Sampul: Soft Cover
Halaman: 282 Halaman
Berat: 700 gr
Ukuran: 20 x 25 cm
Harga: Rp. 155.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran...
*BARISAN PEMUDA ZAMAN NABI*
Penulis: Yusuf Abdul Karim
PERTAMA DI INDONESIA!
Buku yang khusus membahas pemuda didikan langsung Rasulullah sebagai Agent of Change. Kisah 20 pemuda belia dengan berbagai Kekuatan Supernya.
▫Usamah bin Zaid- Usia 18 tahun menjadi Komandan Perang
▫Mushab bin Umair - Anak muda kaya raya yang memilih hijrah
▫Ali bin Abi Thalib - Alim, Zuhud dan Berani
▫Zaid bin Tsabit - Merekam wahyu Allah, Penerjemah Nabi
▫Salamah bin Al-Akwa - Pemanah ulung dan Pelari cepat
▫Abdullah bin Abbas - Ahli tafsir terbaik
▫Thalhah bin Ubaidillah - Kaya, muda dan dermawan
▫Abu Sa'id Al-Khudri - Rajin ngaji sejak kecil
▫dll
--------------------
BARISAN PEMUDA ZAMAN NABI
Penulis: Yusuf Abdul Karim
(Soft Cover, isi hvs 70 gr, 352 hlm, 14x20.5 cm, berat 385 gr)
Harga: Rp. 83.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Yusuf Abdul Karim
PERTAMA DI INDONESIA!
Buku yang khusus membahas pemuda didikan langsung Rasulullah sebagai Agent of Change. Kisah 20 pemuda belia dengan berbagai Kekuatan Supernya.
▫Usamah bin Zaid- Usia 18 tahun menjadi Komandan Perang
▫Mushab bin Umair - Anak muda kaya raya yang memilih hijrah
▫Ali bin Abi Thalib - Alim, Zuhud dan Berani
▫Zaid bin Tsabit - Merekam wahyu Allah, Penerjemah Nabi
▫Salamah bin Al-Akwa - Pemanah ulung dan Pelari cepat
▫Abdullah bin Abbas - Ahli tafsir terbaik
▫Thalhah bin Ubaidillah - Kaya, muda dan dermawan
▫Abu Sa'id Al-Khudri - Rajin ngaji sejak kecil
▫dll
--------------------
BARISAN PEMUDA ZAMAN NABI
Penulis: Yusuf Abdul Karim
(Soft Cover, isi hvs 70 gr, 352 hlm, 14x20.5 cm, berat 385 gr)
Harga: Rp. 83.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
TAQWA:
Orang yang selalu berpakaian bersih berjas-berdasi, bersepatu mengkilat dsb, akan selalu menjaga dirinya dari apapun yang mengotorinya dari tanah, tinta, debu, cat atau lainnya. Jika terkena kotoran segera ia akan mencucinya. Demikian pula orang yang berpakaian taqwa, ia akan selalu menjaga jiwanya dari kotoran dosa-dosa, jika ia melakukan dosa sekecil apapun ia segera membersihkan jiwanya dengan beristighfar mohon ampun kepada Allah untuk dibersihkan dari dosa-dosa.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
Orang yang selalu berpakaian bersih berjas-berdasi, bersepatu mengkilat dsb, akan selalu menjaga dirinya dari apapun yang mengotorinya dari tanah, tinta, debu, cat atau lainnya. Jika terkena kotoran segera ia akan mencucinya. Demikian pula orang yang berpakaian taqwa, ia akan selalu menjaga jiwanya dari kotoran dosa-dosa, jika ia melakukan dosa sekecil apapun ia segera membersihkan jiwanya dengan beristighfar mohon ampun kepada Allah untuk dibersihkan dari dosa-dosa.
-Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi-
MENJERNIHKAN TAFSIR PANCASILA
Dr. Adian Husaini
HARIAN Republika, Rabu (11/5) menurunkan berita berjudul: “Kembalikan Pancasila dalam Kurikulum”. Berita itu mengungkap pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang mempertanyakan mengapa Pendidikan Pancasila hilang di kurikulum pendidikan. Kata Aburizal, Pancasila tidak boleh dikerdilkan dengan hanya menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan.
“Sikap Partai Golkar jelas, kembalikan materi pendidikan Pancasila menjadi bagian dari kurikulum pendidikan secara khusus, karena materinya harus diajarkan secara tersendiri,” kata Aburizal Bakrie.
Menurut Aburizal Bakrie, penghapusan pendidikan Pancasila adalah sebuah upaya memotong anak bangsa ini dari akar budayanya sendiri. Pancasila adalah pintu gerbang masuk pelajaran tentang semangat nasionalisme, gotong royong, budi pekerti, nilai-nilai kemanusiaan, kerukunan, dan toleransi beragama.
Demikian seruan Partai Golkar tentang Pancasila sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umumnya. Akhir-akhir ini kita sering mendengar seruan berbagai pihak tentang Pancasila. Tentu saja, ini bukan hal baru. Berbagai seminar, diskusi, dan konferensi telah digelar untuk mengangkat kembali “nasib Pancasila” yang terpuruk, bersama dengan berakhirnya rezim Orde Baru, yang sangat rajin mengucapkan Pancasila.
Partai Golkar atau siapa pun yang menginginkan diterapkannya di Pancasila, seyogyanya bersedia belajar dari sejarah; bagaimana Pancasila dijadikan sebagai slogan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan kemudian berakhir dengan tragis. Sejak tahun 1945, Pancasila telah diletakkan dalam perspektif sekular, yang lepas dari perspektif pandangan alam Islam (Islamic worldview). Padahal, sejak kelahirannya, Pancasila – yang merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945 – sangat kental dengan nuansa Islamic worldview.
Contoh terkenal dari tafsir sekular Pancasila, misalnya, dilakukan oleh konsep Ali Moertopo, ketua kehormatan CSIS yang sempat berpengaruh besar dalam penataan kebijakan politik dan ideologi di masa-masa awal Orde Baru. Mayjen TNI (Purn) Ali Moertopo yang pernah menjadi asisten khusus Presiden Soeharto merumuskan Pancasila sebagai “Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, Ali Moertopo merumuskan, bahwa diantara makna sila pertama Pancasila adalah hak untuk pindah agama. “Bagi para warganegara hak untuk memilih, memeluk atau pindah agama adalah hak yang paling asasi, dan hak ini tidak diberikan oleh negara, maka dari itu negara RI tidak mewajibkan atau memaksakan atau melarang siapa saja untuk memilih, memeluk atau pindah agama apa saja.”
Tokoh Katolik di era Orde Lama dan Orde Baru, Pater Beek S.J., juga merumuskan makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep yang netral agama, dan tidak condong pada satu agama. Ia menggariskan tentang masalah ini:
“Barang siapa beranggapan Sila Ketuhanan ini juga meliputi anggapan bahwa Tuhan itu tidak ada, atheisme (materialisme); atau bahwa Tuhan berjumlah banyak (politeisme), maka ia tidak lagi berdiri di atas Pancasila. Pun pula jika orang beranggapan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya tepat bagi kepercayaan Islam atau Yahudi saja, misalnya, maka orang semacam itu pada hakikatnya juga tidak lagi berdiri di atas Pancasila.” (J.B. Soedarmanta, Pater Beek S.J., Larut tetapi Tidak Hanyut).
Tetapi, sebagian kalangan ada juga yang memahami, bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga menjamin orang untuk tidak beragama. Drs. R.M. S.S. Mardanus S.Hn., dalam bukunya, “Pendidikan—Pembinaan Djiwa Pantja Sila”, (1968), menulis: “Begitu pula kita harus mengetahui, bahwa orang yang ber-Tuhan tidak sekaligus harus menganut suatu agama. Bisa saja orang itu ber-Tuhan, yaitu percaya dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk suatu agama, karena ia merasa tidak cocok dengan ajaran-ajaran dan dogma-dogma agama tertentu. Orang yang ber-Tuhan tetapi tidak beragama bukanlah seorang ateis. Pengertian ini sebaiknya jangan dikaburkan.”
Dr. Adian Husaini
HARIAN Republika, Rabu (11/5) menurunkan berita berjudul: “Kembalikan Pancasila dalam Kurikulum”. Berita itu mengungkap pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang mempertanyakan mengapa Pendidikan Pancasila hilang di kurikulum pendidikan. Kata Aburizal, Pancasila tidak boleh dikerdilkan dengan hanya menjadi bagian dari pendidikan kewarganegaraan.
“Sikap Partai Golkar jelas, kembalikan materi pendidikan Pancasila menjadi bagian dari kurikulum pendidikan secara khusus, karena materinya harus diajarkan secara tersendiri,” kata Aburizal Bakrie.
Menurut Aburizal Bakrie, penghapusan pendidikan Pancasila adalah sebuah upaya memotong anak bangsa ini dari akar budayanya sendiri. Pancasila adalah pintu gerbang masuk pelajaran tentang semangat nasionalisme, gotong royong, budi pekerti, nilai-nilai kemanusiaan, kerukunan, dan toleransi beragama.
Demikian seruan Partai Golkar tentang Pancasila sebagaimana disampaikan oleh Ketua Umumnya. Akhir-akhir ini kita sering mendengar seruan berbagai pihak tentang Pancasila. Tentu saja, ini bukan hal baru. Berbagai seminar, diskusi, dan konferensi telah digelar untuk mengangkat kembali “nasib Pancasila” yang terpuruk, bersama dengan berakhirnya rezim Orde Baru, yang sangat rajin mengucapkan Pancasila.
Partai Golkar atau siapa pun yang menginginkan diterapkannya di Pancasila, seyogyanya bersedia belajar dari sejarah; bagaimana Pancasila dijadikan sebagai slogan di masa Orde Lama dan Orde Baru, dan kemudian berakhir dengan tragis. Sejak tahun 1945, Pancasila telah diletakkan dalam perspektif sekular, yang lepas dari perspektif pandangan alam Islam (Islamic worldview). Padahal, sejak kelahirannya, Pancasila – yang merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945 – sangat kental dengan nuansa Islamic worldview.
Contoh terkenal dari tafsir sekular Pancasila, misalnya, dilakukan oleh konsep Ali Moertopo, ketua kehormatan CSIS yang sempat berpengaruh besar dalam penataan kebijakan politik dan ideologi di masa-masa awal Orde Baru. Mayjen TNI (Purn) Ali Moertopo yang pernah menjadi asisten khusus Presiden Soeharto merumuskan Pancasila sebagai “Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Tentang Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, Ali Moertopo merumuskan, bahwa diantara makna sila pertama Pancasila adalah hak untuk pindah agama. “Bagi para warganegara hak untuk memilih, memeluk atau pindah agama adalah hak yang paling asasi, dan hak ini tidak diberikan oleh negara, maka dari itu negara RI tidak mewajibkan atau memaksakan atau melarang siapa saja untuk memilih, memeluk atau pindah agama apa saja.”
Tokoh Katolik di era Orde Lama dan Orde Baru, Pater Beek S.J., juga merumuskan makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai konsep yang netral agama, dan tidak condong pada satu agama. Ia menggariskan tentang masalah ini:
“Barang siapa beranggapan Sila Ketuhanan ini juga meliputi anggapan bahwa Tuhan itu tidak ada, atheisme (materialisme); atau bahwa Tuhan berjumlah banyak (politeisme), maka ia tidak lagi berdiri di atas Pancasila. Pun pula jika orang beranggapan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa itu hanya tepat bagi kepercayaan Islam atau Yahudi saja, misalnya, maka orang semacam itu pada hakikatnya juga tidak lagi berdiri di atas Pancasila.” (J.B. Soedarmanta, Pater Beek S.J., Larut tetapi Tidak Hanyut).
Tetapi, sebagian kalangan ada juga yang memahami, bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga menjamin orang untuk tidak beragama. Drs. R.M. S.S. Mardanus S.Hn., dalam bukunya, “Pendidikan—Pembinaan Djiwa Pantja Sila”, (1968), menulis: “Begitu pula kita harus mengetahui, bahwa orang yang ber-Tuhan tidak sekaligus harus menganut suatu agama. Bisa saja orang itu ber-Tuhan, yaitu percaya dan menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tetapi tidak memeluk suatu agama, karena ia merasa tidak cocok dengan ajaran-ajaran dan dogma-dogma agama tertentu. Orang yang ber-Tuhan tetapi tidak beragama bukanlah seorang ateis. Pengertian ini sebaiknya jangan dikaburkan.”
Pastor J.O.H. Padmaseputra, dalam bukunya, “Ketuhanan di Indonesia” (Semarang, 1968), menulis: “Apakah orang yang tidak beragama harus dipandang ateis? Tidak. Karena amat mungkin dan memang ada orang tidak sedikit yang percaya akan Tuhan, tetapi tidak menganut agama yang tertentu.” (Dikutip dari buku Pantjasila dan Agama Konfusius karya RimbaDjohar, (Semarang: Indonezia Esperanto-Instituto, MCMLXIX), hal. 34-35).
Padahal, jika dicermati dengan jujur, rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ada kaitannya dengan pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bung Hatta yang aktif melobi tokoh-tokoh Islam agar rela menerima pencoretan tujuh kata itu, menjelaskan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Allah, tidak lain kecuali Allah. Sebagai saksi sejarah, Prof. Kasman Singodimedjo, menegaskan: “Dan segala tafsiran dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu, baik tafsiran menurut historisnya maupun menurut artinya dan pengertiannya sesuai betul dengan tafsiran yang diberikan oleh Islam.” (Lihat, Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 123-125.)
Lebih jelas lagi adalah keterangan Ki Bagus Hadikusuma, ketua Muhammadiyah, yang akhirnya bersedia menerima penghapusan “tujuh kata” setelah diyakinkan bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tauhid. Dan itu juga dibenarkan oleh Teuku Mohammad Hasan, anggota PPKI yang diminta jasanya oleh Hatta untuk melunakkan hati Ki Bagus. (Siswanto Masruri, Ki Bagus Hadikusuma, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).
Sebenarnya, sebagaimana dituturkan Kasman Singodimedjo, Ki Bagus sangat alot dalam mempertahankan rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sebab, rumusan itu dihasilkan dengan susah payah. Dalam sidang-sidang BPUPK, Ki Bagus dan sejumlah tokoh Islam lainnya juga masih menyimpan ketidakpuasan terhadap rumusan itu. Ia, misalnya, setuju agar kata “bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan. Tapi, karena dalam sidang PPKI tersebut, sampai dua kali dilakukan lobi, dan Soekarno juga menjanjikan, bahwa semua itu masih bersifat sementara. Di dalam sidang MPR berikutnya, umat Islam bisa memperjuangkan kembali masuknya tujuh kata tersebut. Di samping itu, Ki Bagus juga mau menerima rumusan tersebut, dengan catatan, kata Ketuhanan ditambahkan dengan Yang Maha Esa, bukan sekedar “Ketuhanan”, sebagaimana diusulkan Soekarno pada pidato tanggal 1 Juni 1945 di BPUPK. Pengertian inilah yang sebenarnya lebih masuk akal dibandingkan dengan pengertian yang diajukan berbagai kalangan. (Ibid).
Dalam bukunya, “Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin” (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif juga mencatat, bahwa pada 18 Agustus 1945, Soekarno sebenarnya sangat kewalahan menghadapi Ki Bagus. Akhirnya melalui Hatta yang menggunakan jasa Teuku Mohammad Hasan, Ki Bagus dapat dilunakkan sikapnya, dan setuju mengganti “tujuh kata” dengan “Yang Maha Esa”. Syafii Maarif selanjutnya menulis: “Dengan fakta ini, tidak diragukan lagi bahwa atribut Yang Maha Esa bagi sila Ketuhanan adalah sebagai ganti dari tujuh kata atau delapan perkataan yang dicoret, disamping juga melambangkan ajaran tauhid (monoteisme), pusat seluruh sistem kepercayaan dalam Islam.” Namun tidak berarti bahwa pemeluk agama lain tidak punya kebebasan dalam menafsirkan sila pertama menurut agama mereka masing-masing. (hal. 31).
Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:
Padahal, jika dicermati dengan jujur, rumusan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ada kaitannya dengan pencoretan tujuh kata dalam Piagam Jakarta: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Bung Hatta yang aktif melobi tokoh-tokoh Islam agar rela menerima pencoretan tujuh kata itu, menjelaskan, bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah Allah, tidak lain kecuali Allah. Sebagai saksi sejarah, Prof. Kasman Singodimedjo, menegaskan: “Dan segala tafsiran dari Ketuhanan Yang Maha Esa itu, baik tafsiran menurut historisnya maupun menurut artinya dan pengertiannya sesuai betul dengan tafsiran yang diberikan oleh Islam.” (Lihat, Hidup Itu Berjuang, Kasman Singodimedjo 75 Tahun (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hal. 123-125.)
Lebih jelas lagi adalah keterangan Ki Bagus Hadikusuma, ketua Muhammadiyah, yang akhirnya bersedia menerima penghapusan “tujuh kata” setelah diyakinkan bahwa makna Ketuhanan Yang Maha Esa adalah Tauhid. Dan itu juga dibenarkan oleh Teuku Mohammad Hasan, anggota PPKI yang diminta jasanya oleh Hatta untuk melunakkan hati Ki Bagus. (Siswanto Masruri, Ki Bagus Hadikusuma, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005).
Sebenarnya, sebagaimana dituturkan Kasman Singodimedjo, Ki Bagus sangat alot dalam mempertahankan rumusan “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Sebab, rumusan itu dihasilkan dengan susah payah. Dalam sidang-sidang BPUPK, Ki Bagus dan sejumlah tokoh Islam lainnya juga masih menyimpan ketidakpuasan terhadap rumusan itu. Ia, misalnya, setuju agar kata “bagi pemeluk-pemeluknya” dihapuskan. Tapi, karena dalam sidang PPKI tersebut, sampai dua kali dilakukan lobi, dan Soekarno juga menjanjikan, bahwa semua itu masih bersifat sementara. Di dalam sidang MPR berikutnya, umat Islam bisa memperjuangkan kembali masuknya tujuh kata tersebut. Di samping itu, Ki Bagus juga mau menerima rumusan tersebut, dengan catatan, kata Ketuhanan ditambahkan dengan Yang Maha Esa, bukan sekedar “Ketuhanan”, sebagaimana diusulkan Soekarno pada pidato tanggal 1 Juni 1945 di BPUPK. Pengertian inilah yang sebenarnya lebih masuk akal dibandingkan dengan pengertian yang diajukan berbagai kalangan. (Ibid).
Dalam bukunya, “Islam dan Politik, Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin” (1959-1965), (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif juga mencatat, bahwa pada 18 Agustus 1945, Soekarno sebenarnya sangat kewalahan menghadapi Ki Bagus. Akhirnya melalui Hatta yang menggunakan jasa Teuku Mohammad Hasan, Ki Bagus dapat dilunakkan sikapnya, dan setuju mengganti “tujuh kata” dengan “Yang Maha Esa”. Syafii Maarif selanjutnya menulis: “Dengan fakta ini, tidak diragukan lagi bahwa atribut Yang Maha Esa bagi sila Ketuhanan adalah sebagai ganti dari tujuh kata atau delapan perkataan yang dicoret, disamping juga melambangkan ajaran tauhid (monoteisme), pusat seluruh sistem kepercayaan dalam Islam.” Namun tidak berarti bahwa pemeluk agama lain tidak punya kebebasan dalam menafsirkan sila pertama menurut agama mereka masing-masing. (hal. 31).
Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan: