KITAB KEBIJAKSANAAN ORANG-ORANG GILA
500 Kisah Muslim Genius
Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila (’Uqala` al-Majanin) ini adalah karya masterpiece tentang sejarah kegilaan dalam Islam. Ditulis lebih dari 1.000 tahun yang lalu, penulisnya adalah Abu al-Qosim an-Naisaburi (w. 1016 M), seorang ahli tafsir dan hadis, sejarawan sekaligus sastrawan terkemuka di zamannya.
Semua tokoh yang diceritakan dalam kitab ini bukanlah tokoh fiktif. Ini kisah nyata tentang orang-orang yang dianggap gila dalam Islam. Sebut saja misalnya, Uwais al-Qarni, Qois si Majnun, Sa’dun, Buhlul, Salmunah si Wanita Gila, dll. Namun begitu, mereka ini bukanlah orang-orang gila biasa. Mereka sosok-sosok yang cerdas, jenius, memiliki akal yang tajam, penuh dengan kata-kata hikmah, bahkan seringkali dianggap sebagai Wali yang nyeleneh.
Selain menyajikan 500 kisah-kisah kegilaan yang penuh pesan moral, buku yang usianya 400 tahun lebih tua dari Kisah 1001 Malam ini juga ditulis dengan sangat hati-hati berdasarkan metode periwayatan yang ketat layaknya hadis. Tak heran, jika buku ini telah menjadi kitab rujukan kisah-kisah sufi yang selama ini telah beredar.
Dari kitab ini, kita akan mendapatkan pesan-pesan inspiratif yang jenaka sekaligus nasihat-nasihat moral yang bisa meningkatkan kecintaan kepada Allah. Buku ini mengingatkan kita bahwa hikmah itu bisa didapat dari mana pun, bahkan dari orang yang (dianggap) gila sekalipun.
Apa Isi Buku Ini?
Kitab pertama yang mengumpulkan kisah-kisah orang-orang yang dianggap gila tetapi sebenarnya bijaksana dalam sejarah Islam.
Buku ini berisih 1.000 poin yang berupa kisah, syair, dan kata-kata mutiara.
Ada lebih dari 94 tokoh yang diceritakan dalam buku ini.
Semua kisah yang dituliskan dalam buku ini adalah kisah-kisah nyata, bukan dongeng.
Penulis buku ini, Abu al-Qasim an-Naisaburi, adalah ahli tafsir, hadits, sejarah dan sastra Arab.
Buku ini akan mengajarkan kita untuk berendah hati bahwa mengambil hikmah-kebijaksanaan bisa dapat kita ambil dari manapun, bahkan dari orang-orang yang dianggap gila.
Kitab aslinya yang berjudul ‘Uqala al-Majanin ditulis seribu tahun yang lalu.
Buku ini juga dilengkapi dengan ilustrasi serta kutipan-kutipan inspiratif yang dapat diambil hikmahnya oleh pembaca.
Penerjemah buku ini adalah dosen di sebuah universitas ternama di Jakarta dan telah banyak menerjemahkan buku-buku Islam.
Buku ini juga dilengkapi dengan peta buku yang berfungsi untuk memudahkan pembaca memahami sekaligus menggarisbawahi poin-poin utama dalam buku.
Siapa Penulis Buku Ini?
-Abu al-Qasim an-Naisaburi
-Lahir di Khurasan, sebuah wilayah di Persia Kuno.
-Ahli tasfir, hadits, sastra Arab, dan sejarah.
-Ulama Islam di Abad IV Hijriyah (wafat 406H/1016 M).
Apa Kelebihan Buku Ini?
- Diterjemahkan oleh penerjemah professional
- Ditulis dengan persyaratan yang ketat
- Buku pertama yang ditulis tentang kisah-kisah orang yang dianggap gila dalam sejarah Islam
-Berisi 500 kisah
Quotes?
“Aku lihat setiap orang tahu aib orang lain, tapi buta pada aib yang ada pada dirinya. Tidak elok orang yang samar terhadap aibnya sendiri, tapi jelas baginya ib saudaranya. Bagaimana mungkin aku melihat aib orang lain, sedangkan aibku sendiri menganga. Tidak ada yang tahu akan keburukan-keburukan orang lain, kecuali orang bodoh.” (Sa’dun Si Gila)
“Orang yang mengenal-Nya akan dekat dengan-Nya. Orang yang dekat dengan-Nya tidak akan tidur karena petir-petir kesedihan akan menyambarnya bila ia tidur.” (Hayyunah)
“Aku tidak menyesali yang telah berlalu. Engkau pun takkan melihatku bersedih karenanya. Apa yang ditakdirkan Allah padaku tidak akan menjadikanku berpaling pada selain-Nya dan menjadi orang yang menolak apa yang ada.”
“Demi Tuhan manusia ada yang lebih gila dariku, yakni membeli dunia dengan agama.” (Aban Ibn Sayar ar-Raqi).
500 Kisah Muslim Genius
Kitab Kebijaksanaan Orang-orang Gila (’Uqala` al-Majanin) ini adalah karya masterpiece tentang sejarah kegilaan dalam Islam. Ditulis lebih dari 1.000 tahun yang lalu, penulisnya adalah Abu al-Qosim an-Naisaburi (w. 1016 M), seorang ahli tafsir dan hadis, sejarawan sekaligus sastrawan terkemuka di zamannya.
Semua tokoh yang diceritakan dalam kitab ini bukanlah tokoh fiktif. Ini kisah nyata tentang orang-orang yang dianggap gila dalam Islam. Sebut saja misalnya, Uwais al-Qarni, Qois si Majnun, Sa’dun, Buhlul, Salmunah si Wanita Gila, dll. Namun begitu, mereka ini bukanlah orang-orang gila biasa. Mereka sosok-sosok yang cerdas, jenius, memiliki akal yang tajam, penuh dengan kata-kata hikmah, bahkan seringkali dianggap sebagai Wali yang nyeleneh.
Selain menyajikan 500 kisah-kisah kegilaan yang penuh pesan moral, buku yang usianya 400 tahun lebih tua dari Kisah 1001 Malam ini juga ditulis dengan sangat hati-hati berdasarkan metode periwayatan yang ketat layaknya hadis. Tak heran, jika buku ini telah menjadi kitab rujukan kisah-kisah sufi yang selama ini telah beredar.
Dari kitab ini, kita akan mendapatkan pesan-pesan inspiratif yang jenaka sekaligus nasihat-nasihat moral yang bisa meningkatkan kecintaan kepada Allah. Buku ini mengingatkan kita bahwa hikmah itu bisa didapat dari mana pun, bahkan dari orang yang (dianggap) gila sekalipun.
Apa Isi Buku Ini?
Kitab pertama yang mengumpulkan kisah-kisah orang-orang yang dianggap gila tetapi sebenarnya bijaksana dalam sejarah Islam.
Buku ini berisih 1.000 poin yang berupa kisah, syair, dan kata-kata mutiara.
Ada lebih dari 94 tokoh yang diceritakan dalam buku ini.
Semua kisah yang dituliskan dalam buku ini adalah kisah-kisah nyata, bukan dongeng.
Penulis buku ini, Abu al-Qasim an-Naisaburi, adalah ahli tafsir, hadits, sejarah dan sastra Arab.
Buku ini akan mengajarkan kita untuk berendah hati bahwa mengambil hikmah-kebijaksanaan bisa dapat kita ambil dari manapun, bahkan dari orang-orang yang dianggap gila.
Kitab aslinya yang berjudul ‘Uqala al-Majanin ditulis seribu tahun yang lalu.
Buku ini juga dilengkapi dengan ilustrasi serta kutipan-kutipan inspiratif yang dapat diambil hikmahnya oleh pembaca.
Penerjemah buku ini adalah dosen di sebuah universitas ternama di Jakarta dan telah banyak menerjemahkan buku-buku Islam.
Buku ini juga dilengkapi dengan peta buku yang berfungsi untuk memudahkan pembaca memahami sekaligus menggarisbawahi poin-poin utama dalam buku.
Siapa Penulis Buku Ini?
-Abu al-Qasim an-Naisaburi
-Lahir di Khurasan, sebuah wilayah di Persia Kuno.
-Ahli tasfir, hadits, sastra Arab, dan sejarah.
-Ulama Islam di Abad IV Hijriyah (wafat 406H/1016 M).
Apa Kelebihan Buku Ini?
- Diterjemahkan oleh penerjemah professional
- Ditulis dengan persyaratan yang ketat
- Buku pertama yang ditulis tentang kisah-kisah orang yang dianggap gila dalam sejarah Islam
-Berisi 500 kisah
Quotes?
“Aku lihat setiap orang tahu aib orang lain, tapi buta pada aib yang ada pada dirinya. Tidak elok orang yang samar terhadap aibnya sendiri, tapi jelas baginya ib saudaranya. Bagaimana mungkin aku melihat aib orang lain, sedangkan aibku sendiri menganga. Tidak ada yang tahu akan keburukan-keburukan orang lain, kecuali orang bodoh.” (Sa’dun Si Gila)
“Orang yang mengenal-Nya akan dekat dengan-Nya. Orang yang dekat dengan-Nya tidak akan tidur karena petir-petir kesedihan akan menyambarnya bila ia tidur.” (Hayyunah)
“Aku tidak menyesali yang telah berlalu. Engkau pun takkan melihatku bersedih karenanya. Apa yang ditakdirkan Allah padaku tidak akan menjadikanku berpaling pada selain-Nya dan menjadi orang yang menolak apa yang ada.”
“Demi Tuhan manusia ada yang lebih gila dariku, yakni membeli dunia dengan agama.” (Aban Ibn Sayar ar-Raqi).
Daftar Isi:
Peta Buku
Pengantar Penerjemah
Pengantar Pentahkik
Pengantar Penulis
Bab I Kebijaksanaan Orang-Orang Gila
Bab 2 Orang-Orang Gila dari Suku Badui
Bab 3 Perempuan-Perempuan Gila
Bab 4 Orang-Orang Gila yang Tidak Dikenal
Bab 5 Orang-Orang Gila karena Suatu Alasan
Bab 6 Mereka yang Berpura-pura Gila
Bab 7 Rasulullah saw, pun Dianggap Gila
Bab 8 Kegilaan dalam Budaya Arab
Penutup Kitab
-----------------------------------
KITAB KEBIJAKSANAAN ORANG-ORANG GILA
500 Kisah Muslim Genius
Penulis: Abu al-Qasim an-Naisaburi
Sampul: Soft Cover
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 430 halaman.
Harga: Rp. 146.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Peta Buku
Pengantar Penerjemah
Pengantar Pentahkik
Pengantar Penulis
Bab I Kebijaksanaan Orang-Orang Gila
Bab 2 Orang-Orang Gila dari Suku Badui
Bab 3 Perempuan-Perempuan Gila
Bab 4 Orang-Orang Gila yang Tidak Dikenal
Bab 5 Orang-Orang Gila karena Suatu Alasan
Bab 6 Mereka yang Berpura-pura Gila
Bab 7 Rasulullah saw, pun Dianggap Gila
Bab 8 Kegilaan dalam Budaya Arab
Penutup Kitab
-----------------------------------
KITAB KEBIJAKSANAAN ORANG-ORANG GILA
500 Kisah Muslim Genius
Penulis: Abu al-Qasim an-Naisaburi
Sampul: Soft Cover
Ukuran: 15 x 23 cm
Isi: 430 halaman.
Harga: Rp. 146.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
77 Kisah Adab dan Akhlak Nabi Muhammad untuk Anak
*(Buku Cerita Bergambar Fullcolour)*
Suatu ketika, Nabi Muhammad memasuki sebuah kebun milik seorang laki-laki Anshar. Dijumpainya seekor unta sedang menangis. Nabi Muhammad Saw pun mendekati dan mengusapnya dengan sayang. Ternyata unta itu mengadu sesuatu kepada Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw menegur pemilik unta. Mengapa unta itu dibiarkan keletihan dan kelaparan ?
Masya Allah, ya. Begitu sayangnya Rasulullah Saw kepada hewan sehingga tidak tega melihat ada unta yang menangis. Itu adalah salah satu kisah akhlak Nabi yang ada di dalam buku ini. Dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya.
Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah Saw, Aisyah menjawab “Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran.” (HR. Muslim)
Akhlak dan Adab Nabi demikian agungnya dan sesuai dengan Al Quran. Bahkan Allah sendiri di dalam firman-Nya jelas-jelas mengatakan, “ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam :4).
----------------------------------
77 Kisah Adab dan Akhlak Nabi Muhammad untuk Anak
Penulis : Muhammad Yasir, Lc
Ukuran: 20 x 25 cm
Sanpul: Hard Cover
Isi: 172 halaman fullcolour
Berat: 620 gr
Harga: Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
*(Buku Cerita Bergambar Fullcolour)*
Suatu ketika, Nabi Muhammad memasuki sebuah kebun milik seorang laki-laki Anshar. Dijumpainya seekor unta sedang menangis. Nabi Muhammad Saw pun mendekati dan mengusapnya dengan sayang. Ternyata unta itu mengadu sesuatu kepada Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw menegur pemilik unta. Mengapa unta itu dibiarkan keletihan dan kelaparan ?
Masya Allah, ya. Begitu sayangnya Rasulullah Saw kepada hewan sehingga tidak tega melihat ada unta yang menangis. Itu adalah salah satu kisah akhlak Nabi yang ada di dalam buku ini. Dan masih banyak lagi kisah-kisah lainnya.
Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah Saw, Aisyah menjawab “Akhlak Nabi Saw adalah Al Quran.” (HR. Muslim)
Akhlak dan Adab Nabi demikian agungnya dan sesuai dengan Al Quran. Bahkan Allah sendiri di dalam firman-Nya jelas-jelas mengatakan, “ Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al Qalam :4).
----------------------------------
77 Kisah Adab dan Akhlak Nabi Muhammad untuk Anak
Penulis : Muhammad Yasir, Lc
Ukuran: 20 x 25 cm
Sanpul: Hard Cover
Isi: 172 halaman fullcolour
Berat: 620 gr
Harga: Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
KECERDASAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Penulis: Ibnul Jauzi
Buku ini adalah salah satu buku terjemah Kitab buah karya ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka, Ibnul Jauzi , yang berjudul Akbar Al Adzkiya.
Dalam buku ini dibahas tentang Akal, kecerdasan, serta kisah orang-orang cerdas dalam menghadapi dan menyikapi berbagai permasalahan hidup.
Diawali dengan sisi kecerdasan para Nabi, kemudian para sahabat, para ulama, cendekiawan, dan diakhiri dengan sisi kecerdasan yang dimiliki hewan. Metode pemaparan yang digunakan penulis pun sangat menarik, karena kisah-kisah yang dibawakan berdasarkan riwayat hadits dan atsar, sehingga validitas dan keotentikan kisahnya tak perlu diragukan lagi.
-----------------------
KECERDASAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Penulis: Ibnul Jauzi
Ukuran: 16 cm x 24,5 cm
Cover: Hard Cover
Berat: 1 Kg
Tebal: 684 halaman
Harga: Rp. 171.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Ibnul Jauzi
Buku ini adalah salah satu buku terjemah Kitab buah karya ulama dan cendekiawan Muslim terkemuka, Ibnul Jauzi , yang berjudul Akbar Al Adzkiya.
Dalam buku ini dibahas tentang Akal, kecerdasan, serta kisah orang-orang cerdas dalam menghadapi dan menyikapi berbagai permasalahan hidup.
Diawali dengan sisi kecerdasan para Nabi, kemudian para sahabat, para ulama, cendekiawan, dan diakhiri dengan sisi kecerdasan yang dimiliki hewan. Metode pemaparan yang digunakan penulis pun sangat menarik, karena kisah-kisah yang dibawakan berdasarkan riwayat hadits dan atsar, sehingga validitas dan keotentikan kisahnya tak perlu diragukan lagi.
-----------------------
KECERDASAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Penulis: Ibnul Jauzi
Ukuran: 16 cm x 24,5 cm
Cover: Hard Cover
Berat: 1 Kg
Tebal: 684 halaman
Harga: Rp. 171.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Fawaidul Fawaid
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Agama islam merupakan ajaran yang sarat akan hikmah dan pesan yang agung bagi kehidupan manusia. Setiap peribadatan yang diajarkannya selalu membawa pesan untuk batin yang selalu menuntut perwujudan secara fisik.
Buku ini berisi banyak faidah yang menghadirkan petualangan dan pergulatan spiritual yang penuh akan pengetahuan, kearifan, hikmah dan pesan luhur yang terkandung dalam agama islam. Semua hal tersebut di paparkan dengan bahasan yang mendalam dan menyentuh batin anda. Kebutuhan batin akan terpenuhi dengan hikmah dibalik ajaran tauhid dan pengenalan kepada Allah. Pengetahuan anda dan pemahaman mengenai Al-Quran dan Sunnah Nabi akan diperkaya dengan pembahasan tafsir beberapa surah, penjelasan hadits, dan kaidah fikih yang tidak ditemukan pada buku sembarangan.
Dengan membaca buku ini, insyaallah pemahaman akan hakikat peribadatan menjadi sempurna dan pelita hati yang tercerahkan dengannya akan menyinari perjalanan menuju Allah.
-----------------------------------------
Fawaidul Fawaid
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Berat: 1,2 Kg
Ukuran: 16 cm x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 150.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Agama islam merupakan ajaran yang sarat akan hikmah dan pesan yang agung bagi kehidupan manusia. Setiap peribadatan yang diajarkannya selalu membawa pesan untuk batin yang selalu menuntut perwujudan secara fisik.
Buku ini berisi banyak faidah yang menghadirkan petualangan dan pergulatan spiritual yang penuh akan pengetahuan, kearifan, hikmah dan pesan luhur yang terkandung dalam agama islam. Semua hal tersebut di paparkan dengan bahasan yang mendalam dan menyentuh batin anda. Kebutuhan batin akan terpenuhi dengan hikmah dibalik ajaran tauhid dan pengenalan kepada Allah. Pengetahuan anda dan pemahaman mengenai Al-Quran dan Sunnah Nabi akan diperkaya dengan pembahasan tafsir beberapa surah, penjelasan hadits, dan kaidah fikih yang tidak ditemukan pada buku sembarangan.
Dengan membaca buku ini, insyaallah pemahaman akan hakikat peribadatan menjadi sempurna dan pelita hati yang tercerahkan dengannya akan menyinari perjalanan menuju Allah.
-----------------------------------------
Fawaidul Fawaid
Penulis: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah
Berat: 1,2 Kg
Ukuran: 16 cm x 24 cm
Sampul: Hard Cover
Harga Rp. 150.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Perlu Ilmu dan Hikmah untuk Berjuang di Indonesia
Penulis: Dr. Adian Husaini
Dalam melakukan perjuangan umat Islam Indonesia diperlukan ilmu dan hikmah. Ilmu dan hikmah itulah yang diberikan Allah kepada para Nabi dan orang-orang tertentu, sehingga mereka bisa melaksanakan aktivitas kehidupan dan perjuangannya dengan benar dan tepat.
Ingatlah kisah Nabi Yusuf a.s. Beliau sukses dalam menjalani aneka ujian kehidupan dan bahkan kemudian berhasil memegang posisi yang sangat tinggi dalam pemerintahan di Mesir. Nabi Yusuf dididik langsung oleh ayahnya sendiri dan meraih hikmah dalam pengalaman kehidupannya yang sangat dinamis.
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُۥٓ ءَاتَيْنَٰهُ حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan ketika dia telah cukup dewasa Kami berikan kepadanya kearifan dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Yusuf: 22). (Dalam terjemah al-Quran terbaru oleh Kementerian Agama, kata “hukman” diterjemahkan dengan “kearifan”).
Dakwah Islam di Indonesia ini telah berlangsung selama ratusan tahun, sejak abad ke-7 M. Secara umum, dakwah di Indonesia meraih sukses yang sangat besar, karena berhasil menjadikan negeri yang semula 100 persen penduduknya bukan muslim, kemudian menjadi hampir 100 persen muslim.
Lebih hebat lagi, negeri seluas ini, seberagam ini dalam suku dan bahasa, berhasil disatukan dengan satu agama dan satu bahasa (Melayu). Ini bukan pekerjaan biasa. Ini adalah pekerjaan fantastis yang dilakukan oleh orang-orang hebat, khususnya para auliya dan ulama-ulama hebat.
Selama ratusan tahun, para ulama pejuang di Nusantara menyebarkan Islam dengan ilmu dan hikmah (dengan ilmu dan kebijakan/kearifan). Karena itu, generasi berikutnya, perlu memahami sejarah dakwah di Nusantara ini dengan baik. Jangan sampai dalam berjuang mengecilkan peranan dan keilmuan para ulama di Nusantara ini.
Misalnya, dalam soal pemikiran tentang kenegaraan. Para ulama Nusantara telah sangat memahami masalah ini. Sebagai contoh, dalam Muktamar NU ke-11, di Banjarmasin, 19 Rabi’ulawwal 1355 H (9 Juni 1936 M), dibahas satu masalah bertajuk: “Apakah Negara Kita Indonesia Negara Islam?” Ditanyakan, “Apakah nama negara kita menurut Syara’ agama Islam?” Jawabnya: “Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan “Negara Islam” karena telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir, tetapi nama Negara Islam tetap selamanya.” Muktamar juga memutuskan, bahwa wilayah Betawi (Jakarta) adalah “dar-al-Islam”, begitu juga sebagian besar wilayah Jawa.
Mengutip Kitab Bughyatul Mustarsyidin bab “Hudnah wal-Imamah” dijelaskan: “Semua tempat dimana Muslim mampu untuk menempatinya pada suatu masa tertentu, maka ia menjadi daerah Islam (Dar-al-Islam.pen.) yang ditandai berlakunya syariat Islam pada masa itu. Sedangkan pada masa sesudahnya walaupun kekuasaan umat Islam telah terputus oleh penguasaan orang-orang kafir terhadap mereka, dan larangan mereka untuk memasukinya kembali atau pengusiran terhadap mereka, maka dalam kondisi semacam ini, penamaannya dengan “daerah perang” (dar-al-harb.pen.) hanya merupakan bentuk formalnya dan tidak hukumnya. Dengan demikian diketahui bahwa Tanah Betawi dan bahkan sebagian besar Tanah Jawa adalah “Daerah Islam” karena umat Islam pernah menguasainya sebelum penguasaan oleh orang-orang kafir.”) (Lihat buku “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004)”, terbitan LTN-NU Jawa Timur, cetakan ketiga, 2007, hlm.176-177).
Para ulama dan pemimpin Islam di Indonesia pun sangat memahami kondisi Kekhalifahan Turki Utsmani, sebelum dan sesudah kejatuhannya. Dalam Majalah “Pandji Islam” nomor 12 dan 13 tahun 1940, Soekarno menulis sebuah artikel berjudul “Memudakan Islam”, yang isinya memuji langkah-langkah sekularisasi yang dijalankan Musthafa Kemal Attaturk di Turki. Tokoh Islam A. Hassan mengritik keras pandangan Soekarno tentang kedudukan agama dan negara tersebut. Di Majalah yang sama ia menulis artikel berjudul “Membudakkan Pengertian Islam”.
Penulis: Dr. Adian Husaini
Dalam melakukan perjuangan umat Islam Indonesia diperlukan ilmu dan hikmah. Ilmu dan hikmah itulah yang diberikan Allah kepada para Nabi dan orang-orang tertentu, sehingga mereka bisa melaksanakan aktivitas kehidupan dan perjuangannya dengan benar dan tepat.
Ingatlah kisah Nabi Yusuf a.s. Beliau sukses dalam menjalani aneka ujian kehidupan dan bahkan kemudian berhasil memegang posisi yang sangat tinggi dalam pemerintahan di Mesir. Nabi Yusuf dididik langsung oleh ayahnya sendiri dan meraih hikmah dalam pengalaman kehidupannya yang sangat dinamis.
وَلَمَّا بَلَغَ أَشُدَّهُۥٓ ءَاتَيْنَٰهُ حُكْمًا وَعِلْمًا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِى ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan ketika dia telah cukup dewasa Kami berikan kepadanya kearifan dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Yusuf: 22). (Dalam terjemah al-Quran terbaru oleh Kementerian Agama, kata “hukman” diterjemahkan dengan “kearifan”).
Dakwah Islam di Indonesia ini telah berlangsung selama ratusan tahun, sejak abad ke-7 M. Secara umum, dakwah di Indonesia meraih sukses yang sangat besar, karena berhasil menjadikan negeri yang semula 100 persen penduduknya bukan muslim, kemudian menjadi hampir 100 persen muslim.
Lebih hebat lagi, negeri seluas ini, seberagam ini dalam suku dan bahasa, berhasil disatukan dengan satu agama dan satu bahasa (Melayu). Ini bukan pekerjaan biasa. Ini adalah pekerjaan fantastis yang dilakukan oleh orang-orang hebat, khususnya para auliya dan ulama-ulama hebat.
Selama ratusan tahun, para ulama pejuang di Nusantara menyebarkan Islam dengan ilmu dan hikmah (dengan ilmu dan kebijakan/kearifan). Karena itu, generasi berikutnya, perlu memahami sejarah dakwah di Nusantara ini dengan baik. Jangan sampai dalam berjuang mengecilkan peranan dan keilmuan para ulama di Nusantara ini.
Misalnya, dalam soal pemikiran tentang kenegaraan. Para ulama Nusantara telah sangat memahami masalah ini. Sebagai contoh, dalam Muktamar NU ke-11, di Banjarmasin, 19 Rabi’ulawwal 1355 H (9 Juni 1936 M), dibahas satu masalah bertajuk: “Apakah Negara Kita Indonesia Negara Islam?” Ditanyakan, “Apakah nama negara kita menurut Syara’ agama Islam?” Jawabnya: “Sesungguhnya negara kita Indonesia dinamakan “Negara Islam” karena telah pernah dikuasai sepenuhnya oleh orang Islam. Walaupun pernah direbut oleh kaum penjajah kafir, tetapi nama Negara Islam tetap selamanya.” Muktamar juga memutuskan, bahwa wilayah Betawi (Jakarta) adalah “dar-al-Islam”, begitu juga sebagian besar wilayah Jawa.
Mengutip Kitab Bughyatul Mustarsyidin bab “Hudnah wal-Imamah” dijelaskan: “Semua tempat dimana Muslim mampu untuk menempatinya pada suatu masa tertentu, maka ia menjadi daerah Islam (Dar-al-Islam.pen.) yang ditandai berlakunya syariat Islam pada masa itu. Sedangkan pada masa sesudahnya walaupun kekuasaan umat Islam telah terputus oleh penguasaan orang-orang kafir terhadap mereka, dan larangan mereka untuk memasukinya kembali atau pengusiran terhadap mereka, maka dalam kondisi semacam ini, penamaannya dengan “daerah perang” (dar-al-harb.pen.) hanya merupakan bentuk formalnya dan tidak hukumnya. Dengan demikian diketahui bahwa Tanah Betawi dan bahkan sebagian besar Tanah Jawa adalah “Daerah Islam” karena umat Islam pernah menguasainya sebelum penguasaan oleh orang-orang kafir.”) (Lihat buku “Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004)”, terbitan LTN-NU Jawa Timur, cetakan ketiga, 2007, hlm.176-177).
Para ulama dan pemimpin Islam di Indonesia pun sangat memahami kondisi Kekhalifahan Turki Utsmani, sebelum dan sesudah kejatuhannya. Dalam Majalah “Pandji Islam” nomor 12 dan 13 tahun 1940, Soekarno menulis sebuah artikel berjudul “Memudakan Islam”, yang isinya memuji langkah-langkah sekularisasi yang dijalankan Musthafa Kemal Attaturk di Turki. Tokoh Islam A. Hassan mengritik keras pandangan Soekarno tentang kedudukan agama dan negara tersebut. Di Majalah yang sama ia menulis artikel berjudul “Membudakkan Pengertian Islam”.
Sejak zaman pra kemerdekaan RI, para ulama sudah menggagas ide negara Islam atau negara berdasar Islam. Tetapi, kondisi nyata di Indonesia memaksa para ulama dan pejuang di Indonesia, menerima kompromi yan diajukan oleh Bung Karno, yakni Piagam Jakarta dan UUD 1945 yang ditetapkan 18 Agustus 1945.
Meskipun kecewa dengan hilangnya “Tujuh Kata”, tetapi para ulama mendukung fatwa KH Hasyim Asy’ari, 22 Oktober 1945, bahwa mempertahankan kemerdekaan RI adalah wajib hukumnya. Begitu juga ketika dibuka peluang perjuangan melalui Pemilihan Umum tahun 1955. Para ulama paham benar tentang kelemahan sistem demokrasi. Namun, mereka tidak menyebut Indonesia sebagai “negara kafir”. Dan hampir seluruh kekuatan Islam ketika itu ikut serta dalam pemilu 1955. Dua partai Islam mendapat suara besar, yakni Masyumi dan NU.
Ketika upaya memperjuangkan dasar negara Islam terhenti melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka para ulama dan pemimpin Islam Indonesia pun sepakat dengan Dekrit itu. Tapi, perjuangan terus dilakukan agar ajaran Islam semakin tertanam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Di era Orde Lama dan Orde Baru, umat Islam Indonesia pun mengalami berbagai ujian yang tidak ringan. Rongrongan dan kejahatan oleh PKI serta upaya Kristenisasi, sekularisasi, dan nativisasi dijalankan dengan massif. Alhamdulillah, dengan ilmu dan kebijakan para ulama dan pemimpin umat Islam, upaya itu tidak sepenuhnya berhasil.
***
Kini, umat Islam Indonesia kembali menghadapi ujian yang tidak ringan. Dalam keadaan seperti ini, seyogyanya para pegiat dakwah Islam di Indonesia memperkuat tali silaturrahim dan menahan diri untuk “bergaduh” di ruang publik. Semua paham, bahwa perpecahan adalah pangkal kelemahan.
Jangan sampai kita mengulang sejarah kejatuhan Kota Jerusalem di tahun 1099 dan 1918. Tiga jenis utama penyakit yang melanda umat ketika itu: cinta dunia, kelemahan dakwah, dan perpecahan umat.
Sekali lagi, kita perlu belajar ilmu dan hikmah dari para ulama dan pejuang-pejuang Islam yang arif bijaksana di Nusantara ini. Kita jangan berpecah belah dan merasa berjuang sendirian. Ingat, Allah hanya cinta jika kita berjuang dalam shaff yang rapi, seperti satu bangunan yang kokoh. (QS ash-Shaff: 4). (Depok, 8 Agustus 2020).*
------------------
Penulis adalah pengasuh PP Attaqwa – Depok (ATCO).
Meskipun kecewa dengan hilangnya “Tujuh Kata”, tetapi para ulama mendukung fatwa KH Hasyim Asy’ari, 22 Oktober 1945, bahwa mempertahankan kemerdekaan RI adalah wajib hukumnya. Begitu juga ketika dibuka peluang perjuangan melalui Pemilihan Umum tahun 1955. Para ulama paham benar tentang kelemahan sistem demokrasi. Namun, mereka tidak menyebut Indonesia sebagai “negara kafir”. Dan hampir seluruh kekuatan Islam ketika itu ikut serta dalam pemilu 1955. Dua partai Islam mendapat suara besar, yakni Masyumi dan NU.
Ketika upaya memperjuangkan dasar negara Islam terhenti melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka para ulama dan pemimpin Islam Indonesia pun sepakat dengan Dekrit itu. Tapi, perjuangan terus dilakukan agar ajaran Islam semakin tertanam dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
Di era Orde Lama dan Orde Baru, umat Islam Indonesia pun mengalami berbagai ujian yang tidak ringan. Rongrongan dan kejahatan oleh PKI serta upaya Kristenisasi, sekularisasi, dan nativisasi dijalankan dengan massif. Alhamdulillah, dengan ilmu dan kebijakan para ulama dan pemimpin umat Islam, upaya itu tidak sepenuhnya berhasil.
***
Kini, umat Islam Indonesia kembali menghadapi ujian yang tidak ringan. Dalam keadaan seperti ini, seyogyanya para pegiat dakwah Islam di Indonesia memperkuat tali silaturrahim dan menahan diri untuk “bergaduh” di ruang publik. Semua paham, bahwa perpecahan adalah pangkal kelemahan.
Jangan sampai kita mengulang sejarah kejatuhan Kota Jerusalem di tahun 1099 dan 1918. Tiga jenis utama penyakit yang melanda umat ketika itu: cinta dunia, kelemahan dakwah, dan perpecahan umat.
Sekali lagi, kita perlu belajar ilmu dan hikmah dari para ulama dan pejuang-pejuang Islam yang arif bijaksana di Nusantara ini. Kita jangan berpecah belah dan merasa berjuang sendirian. Ingat, Allah hanya cinta jika kita berjuang dalam shaff yang rapi, seperti satu bangunan yang kokoh. (QS ash-Shaff: 4). (Depok, 8 Agustus 2020).*
------------------
Penulis adalah pengasuh PP Attaqwa – Depok (ATCO).
Manhaj al-Fikri
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Ketika saya menulis thesis di Birmingham, Dr. David Thomas menasehati saya “kalau anda mau obyektif anda harus keluar dari (cara pandang) Islam”. Saya terkejut tapi tidak langsung menjawab, sebab dia temperamental.
Pada temu-janji berikutnya saya baru menjawab “If I get out of Islamic framework I will be, epistemologically, no longer a Muslim”. Dia sekarang yang terperangah. Raut mukanya mendadak berubah, ia lalu tertawa ngakak, “ok..ok…forget it” katanya.
Saya tidak mengerti mengapa sesingkat itu jawabannya. Tapi saya menangkap dia kurang percaya diri. Cara pandangnya dikotomis. Subyek dan obyek dipisahkan secara paksa. Agar bisa obyektif maka saya (subyek) harus memisahkan diri dari obyek.
Memang dia sendiri, yang Katholik itu, dalam kuliah-kuliahnya, cenderung melihat sejarah Islam dari perspektif Kristen. Saya maklum. Tapi ketika dia sendiri memahami Kristen dari visi Kristen dia menjadi “curang”. Persoalannya adalah bagaimana dan dengan apa sesuatu itu dipahami.
Soal cara memahami alumni pesantren modern mungkin tidak akan lupa prinsip al-tariqat ahammu min al-maddah (metode lebih penting dari materi). Dan guru lebih penting dari metode (al-mudarrisu ahammu min al- Tariqah).
Pisau lebih penting dari mangga, tapi (keterampilan) pengupas lebih penting dari pisau. Itu prinsip bagaimana memahamkan sesuatu (pengajaran) di tingkat menengah. Di perguruan tinggi masalahnya bukan metode lagi, tapi metodologi.
Bukan hanya pisau tapi pisau analisa, framework, manhaj atau cara pandang. Inilah sebenarnya inti nasehat David. Di tingkat menengah, jika metode atau tariqah gagal, murid tidak paham.
Tapi di perguruan tinggi salah memilih framework atau manhaj membuat mahasiwa bingung kalau tidak tersesat. Prinsipnya mungkin berubah menjadi al-manhaj ahammu min al-maddah wa al-mudarris (framework lebih penting dari materi dan dosen).
Dalam kajian Islam suatu framework atau manhaj terkait pertama-tama dengan proses mencari, mencerna dan mengamalkan ilmu. Suatu “metabolisme” dalam nutrisi spiritual. Kualitas ilmu, cara mencari, sumber ilmu yang benar, penalaran yang betul, manfaat yang jelas merupakan sebagian dari bangunan framework.
Jika ilmu itu cahaya al-haqq, seperti kata Waqi’ guru Imam Syafii, maka ilmu dan iman sumbernya sama. Siapa yang banyak ilmu mesti tebal imannya dan sebaliknya. Ia akan berilmu dengan imannya dan beriman dengan ilmunya.
Pemikir mesti ahli zikir dan irama zikir harus sejalan dengan kerja pikir. (Ali Imran: 190-191). Karena cahaya itu dari Allah, maka alam pikiran Muslim merupakan refleksi Ilmu Ilahi. Alam pikiran Muslim membentuk miniatur alam semesta yang terstruktur (microcosmos).
Pancaran pandangannya terhadap hidup dan kehidupan seluas pancaran cahaya pandangan hidup Islam (worldview). Itulah sebabnya mengapa Iqbal menyimpulkan Muslim tidak ditelan cakrawala seperti kafir, tapi justru menelannya. Alam pikiran Muslim yang diwarnai pandangan hidup Islam adalah framework.
Jika alam pikiran manusia adalah framework, maka Alparslan Acikgenc benar “Setiap peradaban perlu framework” untuk memahami dirinya sendiri. Barat, India, Kristen, Islam dan sebagainya punya framework.
Siapapun berhak memahami Islam, sebab Islam turun untuk umat manusia. Tapi, memahami Islam bukan hanya memahami data dan fakta sejarah. Framework kata Alparslan, tidak hanya berurusan dengan fakta dan data. Ia berkaitan dengan pendekatan metodologis.
Artinya, bagaimana data dan fakta dalam peradaban Islam itu dipahami. Dalam Islam realitas (haqiqah) data dan fakta sebagai obyek kajian harus diselaraskan dengan realitas alam pikiran manusia (anfus), sebagai subyek yang mikrokosmis tersebut [Lihat Fussilat, 53].
Ini firman Tuhan. Karena itu realitas alam pikiran Muslim bersifat relatif jika berkaitan dengan fakta saja dan bersifat mutlak jika diderivasi dari dan selaras dengan realitas teks wahyu. Bukan melulu produk spekulasi rasional, bukan pula berasal dari data yang empiristis atau intuisionistis, tapi integrasi dari semua, asalkan mendapat pancaran sinar wahyu.
Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi
Ketika saya menulis thesis di Birmingham, Dr. David Thomas menasehati saya “kalau anda mau obyektif anda harus keluar dari (cara pandang) Islam”. Saya terkejut tapi tidak langsung menjawab, sebab dia temperamental.
Pada temu-janji berikutnya saya baru menjawab “If I get out of Islamic framework I will be, epistemologically, no longer a Muslim”. Dia sekarang yang terperangah. Raut mukanya mendadak berubah, ia lalu tertawa ngakak, “ok..ok…forget it” katanya.
Saya tidak mengerti mengapa sesingkat itu jawabannya. Tapi saya menangkap dia kurang percaya diri. Cara pandangnya dikotomis. Subyek dan obyek dipisahkan secara paksa. Agar bisa obyektif maka saya (subyek) harus memisahkan diri dari obyek.
Memang dia sendiri, yang Katholik itu, dalam kuliah-kuliahnya, cenderung melihat sejarah Islam dari perspektif Kristen. Saya maklum. Tapi ketika dia sendiri memahami Kristen dari visi Kristen dia menjadi “curang”. Persoalannya adalah bagaimana dan dengan apa sesuatu itu dipahami.
Soal cara memahami alumni pesantren modern mungkin tidak akan lupa prinsip al-tariqat ahammu min al-maddah (metode lebih penting dari materi). Dan guru lebih penting dari metode (al-mudarrisu ahammu min al- Tariqah).
Pisau lebih penting dari mangga, tapi (keterampilan) pengupas lebih penting dari pisau. Itu prinsip bagaimana memahamkan sesuatu (pengajaran) di tingkat menengah. Di perguruan tinggi masalahnya bukan metode lagi, tapi metodologi.
Bukan hanya pisau tapi pisau analisa, framework, manhaj atau cara pandang. Inilah sebenarnya inti nasehat David. Di tingkat menengah, jika metode atau tariqah gagal, murid tidak paham.
Tapi di perguruan tinggi salah memilih framework atau manhaj membuat mahasiwa bingung kalau tidak tersesat. Prinsipnya mungkin berubah menjadi al-manhaj ahammu min al-maddah wa al-mudarris (framework lebih penting dari materi dan dosen).
Dalam kajian Islam suatu framework atau manhaj terkait pertama-tama dengan proses mencari, mencerna dan mengamalkan ilmu. Suatu “metabolisme” dalam nutrisi spiritual. Kualitas ilmu, cara mencari, sumber ilmu yang benar, penalaran yang betul, manfaat yang jelas merupakan sebagian dari bangunan framework.
Jika ilmu itu cahaya al-haqq, seperti kata Waqi’ guru Imam Syafii, maka ilmu dan iman sumbernya sama. Siapa yang banyak ilmu mesti tebal imannya dan sebaliknya. Ia akan berilmu dengan imannya dan beriman dengan ilmunya.
Pemikir mesti ahli zikir dan irama zikir harus sejalan dengan kerja pikir. (Ali Imran: 190-191). Karena cahaya itu dari Allah, maka alam pikiran Muslim merupakan refleksi Ilmu Ilahi. Alam pikiran Muslim membentuk miniatur alam semesta yang terstruktur (microcosmos).
Pancaran pandangannya terhadap hidup dan kehidupan seluas pancaran cahaya pandangan hidup Islam (worldview). Itulah sebabnya mengapa Iqbal menyimpulkan Muslim tidak ditelan cakrawala seperti kafir, tapi justru menelannya. Alam pikiran Muslim yang diwarnai pandangan hidup Islam adalah framework.
Jika alam pikiran manusia adalah framework, maka Alparslan Acikgenc benar “Setiap peradaban perlu framework” untuk memahami dirinya sendiri. Barat, India, Kristen, Islam dan sebagainya punya framework.
Siapapun berhak memahami Islam, sebab Islam turun untuk umat manusia. Tapi, memahami Islam bukan hanya memahami data dan fakta sejarah. Framework kata Alparslan, tidak hanya berurusan dengan fakta dan data. Ia berkaitan dengan pendekatan metodologis.
Artinya, bagaimana data dan fakta dalam peradaban Islam itu dipahami. Dalam Islam realitas (haqiqah) data dan fakta sebagai obyek kajian harus diselaraskan dengan realitas alam pikiran manusia (anfus), sebagai subyek yang mikrokosmis tersebut [Lihat Fussilat, 53].
Ini firman Tuhan. Karena itu realitas alam pikiran Muslim bersifat relatif jika berkaitan dengan fakta saja dan bersifat mutlak jika diderivasi dari dan selaras dengan realitas teks wahyu. Bukan melulu produk spekulasi rasional, bukan pula berasal dari data yang empiristis atau intuisionistis, tapi integrasi dari semua, asalkan mendapat pancaran sinar wahyu.
Tapi memahami Islam tidak bisa dengan framework apapun atau alam pikiran siapapun. Jika seorang ateis diizinkan memahami framework Islam, maka Nabi bisa jadi penipu. Kalau alam pikiran sekuler dipakai, shahadat menjadi manifesto sekulerisasi. Menurut alam pikiran liberal, Nabi, Umar ibn Khattab dan lain-lain adalah seorang tokoh liberal sejati dan seterusnya.
Begitulah, jika realitas obyek dipisahkan dari alam pikiran subyek atau jika realitas (haqiqah) data dan fakta tidak diselaraskan dengan realitas alam pikiran manusia (anfus). Jika afaq dipisahkan dari anfus (worldview), maka ia akan menjadi hampa, bak lagu tanpa irama. Begitulah, konsekuensi sebuah framework.
Itulah salah satu alasan mengapa Muslim tidak bisa memakai framework peradaban lain. Framework Barat itu problematis, kata Sayyid Hossein Nasr. Mereka melupakan beda rasio dan intelek.
Dalam Islam, istilah ‘aql sudah mencakup keduanya. Ratio (Latin) berarti pikiran manusia, tapi ‘aql-‘aqala mempunyai arti “mengikat”. Suatu bagian dalam diri manusia yang mengikat dirinya dengan Tuhannya. (makhluq dengan khaliq), yang menyatukan fisika dengan metafisika, fenomena dengan noumena, simbol dengan makna, afaq dan anfus, subyek dengan obyek, nisbi dengan mutlak dan seterusnya.
Karena anugerah ‘aql inilah maka manusia memiliki salah satu sifat Tuhan, yakni ‘alim. Barat yang rasionalistis itu telah membuang fakultas pengikat ini. Maka tidak salah jika Iqbal menyimpulkan, rasionalisme Barat hanya bisa menghasilkan superman, seperti Nietszhe, tapi nalar dan akal Islam menghasilkan insan kamil, seperti para ulama yang saleh.
Jadi, Muslim bisa menggunakan metode asing tapi bukan frameworknya. Muslim bisa menelan cakrawala pemikiran asing, tapi dengan Cakrawala Muslim. Muslim bisa pakai handphone produk Barat, misalnya, tapi tidak mesti harus menjadi sekuler-liberal. Orang Barat bisa pakai minyak dari Saudi tapi tidak perlu bersyahadat dan naik haji.
Sains Barat tidak sepenuhnya ditolak atau diterima. No science has ever been integrated into any civilization without some of it also being rejected, S.H.Nasr. Unsur asing perlu dicerna, diproses untuk diserap dan atau dibuang. Persis metabolisme tubuh manusia.
Matthew Melko, profesor sosiologi di Universitas Wright, Ohio, setuju One civilization rarely receive material from another without changing the nature of that to fit its own pattern. (lihat Stephen K.S. Civilization and World System).
Pattern adalah framework, alat cerna unsur-unsur asing. Jika ada yang berargumentasi bahwa “inti sekulerisasi adalah rasionalisasi, dan rasionalisasi sejalan dengan Islamisasi, maka sekulerisasi itu adalah Islamisasi”, maka ia telah salah menentukan framework.
Sebab dalam framework atau manhaj ini Kant, Nietsche, Derrida dkk. pun bisa menjadi figur yang “saleh”. Bagi yang setuju dengan gerakan gender dan feminisme, syariat Islam itu menindas wanita. Benturan Islam-Barat direduksi menjadi Sexual clash of Civilization.
Jadi jika Islam dipandang dari framework Barat, maka yang nampak bukan wajah asli Islam. F.Rosenthal sendiri mengakui “Anything lying outside one’s own experience cannot be comprehended in its true dimension”. Begitulah, menerima pandangan Alparslan bermakna menolak nasehat David.
Pengikut “profesional” Barat mungkin akur dengan Thomas. “Jangan melihat Islam dari dalam Islam, lihatlah dari (framework) Barat”. Tapi ketika mereka harus mendukung “proyek” pluralisme agama, terpaksa harus “selingkuh”, “Jangan melihat Kristen dari framework Islam”. Bagi yang arif akan terbesit di kedalaman dhomir mereka kesimpulan kreatif “Jangan mengikuti Barat dengan framework Barat, lihatlah Barat dengan manhaj Islam”.
Jadi, daripada mendengar nasehat David lebih baik membaca pengakuan Rosenthal yang jujur dan adil. “Suatu peradaban” katanya, “cenderung berjalan diatas konsep-konsep penting…Yang telah ada sejak kelahirannya… jika [konsep-konsep] itu tidak lagi digunakan secara benar, maka ia merupakan pertanda yang jelas bahwa peradaban itu telah mati”.
Begitulah, jika realitas obyek dipisahkan dari alam pikiran subyek atau jika realitas (haqiqah) data dan fakta tidak diselaraskan dengan realitas alam pikiran manusia (anfus). Jika afaq dipisahkan dari anfus (worldview), maka ia akan menjadi hampa, bak lagu tanpa irama. Begitulah, konsekuensi sebuah framework.
Itulah salah satu alasan mengapa Muslim tidak bisa memakai framework peradaban lain. Framework Barat itu problematis, kata Sayyid Hossein Nasr. Mereka melupakan beda rasio dan intelek.
Dalam Islam, istilah ‘aql sudah mencakup keduanya. Ratio (Latin) berarti pikiran manusia, tapi ‘aql-‘aqala mempunyai arti “mengikat”. Suatu bagian dalam diri manusia yang mengikat dirinya dengan Tuhannya. (makhluq dengan khaliq), yang menyatukan fisika dengan metafisika, fenomena dengan noumena, simbol dengan makna, afaq dan anfus, subyek dengan obyek, nisbi dengan mutlak dan seterusnya.
Karena anugerah ‘aql inilah maka manusia memiliki salah satu sifat Tuhan, yakni ‘alim. Barat yang rasionalistis itu telah membuang fakultas pengikat ini. Maka tidak salah jika Iqbal menyimpulkan, rasionalisme Barat hanya bisa menghasilkan superman, seperti Nietszhe, tapi nalar dan akal Islam menghasilkan insan kamil, seperti para ulama yang saleh.
Jadi, Muslim bisa menggunakan metode asing tapi bukan frameworknya. Muslim bisa menelan cakrawala pemikiran asing, tapi dengan Cakrawala Muslim. Muslim bisa pakai handphone produk Barat, misalnya, tapi tidak mesti harus menjadi sekuler-liberal. Orang Barat bisa pakai minyak dari Saudi tapi tidak perlu bersyahadat dan naik haji.
Sains Barat tidak sepenuhnya ditolak atau diterima. No science has ever been integrated into any civilization without some of it also being rejected, S.H.Nasr. Unsur asing perlu dicerna, diproses untuk diserap dan atau dibuang. Persis metabolisme tubuh manusia.
Matthew Melko, profesor sosiologi di Universitas Wright, Ohio, setuju One civilization rarely receive material from another without changing the nature of that to fit its own pattern. (lihat Stephen K.S. Civilization and World System).
Pattern adalah framework, alat cerna unsur-unsur asing. Jika ada yang berargumentasi bahwa “inti sekulerisasi adalah rasionalisasi, dan rasionalisasi sejalan dengan Islamisasi, maka sekulerisasi itu adalah Islamisasi”, maka ia telah salah menentukan framework.
Sebab dalam framework atau manhaj ini Kant, Nietsche, Derrida dkk. pun bisa menjadi figur yang “saleh”. Bagi yang setuju dengan gerakan gender dan feminisme, syariat Islam itu menindas wanita. Benturan Islam-Barat direduksi menjadi Sexual clash of Civilization.
Jadi jika Islam dipandang dari framework Barat, maka yang nampak bukan wajah asli Islam. F.Rosenthal sendiri mengakui “Anything lying outside one’s own experience cannot be comprehended in its true dimension”. Begitulah, menerima pandangan Alparslan bermakna menolak nasehat David.
Pengikut “profesional” Barat mungkin akur dengan Thomas. “Jangan melihat Islam dari dalam Islam, lihatlah dari (framework) Barat”. Tapi ketika mereka harus mendukung “proyek” pluralisme agama, terpaksa harus “selingkuh”, “Jangan melihat Kristen dari framework Islam”. Bagi yang arif akan terbesit di kedalaman dhomir mereka kesimpulan kreatif “Jangan mengikuti Barat dengan framework Barat, lihatlah Barat dengan manhaj Islam”.
Jadi, daripada mendengar nasehat David lebih baik membaca pengakuan Rosenthal yang jujur dan adil. “Suatu peradaban” katanya, “cenderung berjalan diatas konsep-konsep penting…Yang telah ada sejak kelahirannya… jika [konsep-konsep] itu tidak lagi digunakan secara benar, maka ia merupakan pertanda yang jelas bahwa peradaban itu telah mati”.
‘Ilm adalah salah satu konsep penting dan dominan dalam peradaban Islam yang memberinya bentuk dan warna yang khas. Diatas konsep ‘ilm inilah peradaban Islam berjaya dan berjalan selama berabad-abad. Dan di kedalaman konsep ‘ilm inilah manhaj pemikiran Islam tersembunyi.
SENI INTERAKSI RASULULLAH SAW
--Bagaimana Nabi saw Menjalin Hubungan dengan Keluarga & Lingkungannya--
Mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap keadaan. Itulah bukti nyata keimanan sekaligus kecintaan kepada beliau. Siapa yang menjadikannya sebagai suri teladan berarti telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah.
“Pada diri Rasulullah telah terhimpun sifat-sifat yang terpuji seperti malu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik.” (Syekh Mushthafa Al-Adawi, Fiqhul Akhlaq: I/7)
Buku ini mengajak kita untuk mengetahui aspek-aspek dalam meneladani Rasulullah. Penulisnya, Syekh Al-Munajjid menjelaskan secara rinci dengan contoh nyata bagaimana beliau berinteraksi dengan berbagai kalangan, seperti:
- keluarga, saudara, dan orang-orang di sekitarnya seperti tetangga;
- berbagai kelompok sosial, baik kalangan miskin maupun kaya;
-kalangan yang membutuhkan pendekatan dakwah khusus, seperti para mualaf dan munafikin;
-wanita, anak-anak, hingga binatang.
Semuanya ditunjukkan dengan kasih sayang dan keteladanan Rasulullah yang paling tampak adalah sifat penyayang. Namun, sudahkah sifat ini melekat pada diri kita?
Rasulullah bersabda, “Tidaklah sifat kelemah lembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim dari Aisyah).
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128).
Setelah membaca buku ini, semoga kita dapat berhias dengan kasih sayang dalam interaksi kehidupan, sebagaimana teladan Rasulullah.
-------------------
Seni Interaksi Rasulullah
Penulis: Syekh Shalih Al-Munajjid
Ukuran: 17×24 cm
Tebal: 588 hlm
Sampul: Hard Cover
Berat: 1 kg
ISBN: 978-979-039-591-6
Harga: Rp 139.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
--Bagaimana Nabi saw Menjalin Hubungan dengan Keluarga & Lingkungannya--
Mengikuti dan meneladani Rasulullah dalam setiap keadaan. Itulah bukti nyata keimanan sekaligus kecintaan kepada beliau. Siapa yang menjadikannya sebagai suri teladan berarti telah menempuh jalan yang akan menyampaikan kepada kemuliaan yang ada di sisi Allah.
“Pada diri Rasulullah telah terhimpun sifat-sifat yang terpuji seperti malu, dermawan, pemberani, berwibawa, sambutan yang baik, lemah lembut, memuliakan anak yatim, baik batinnya, jujur dalam ucapan, menjaga diri dari perkara yang mendatangkan maksiat, suci, bersih, suci dirinya dan segala sifat-sifat yang baik.” (Syekh Mushthafa Al-Adawi, Fiqhul Akhlaq: I/7)
Buku ini mengajak kita untuk mengetahui aspek-aspek dalam meneladani Rasulullah. Penulisnya, Syekh Al-Munajjid menjelaskan secara rinci dengan contoh nyata bagaimana beliau berinteraksi dengan berbagai kalangan, seperti:
- keluarga, saudara, dan orang-orang di sekitarnya seperti tetangga;
- berbagai kelompok sosial, baik kalangan miskin maupun kaya;
-kalangan yang membutuhkan pendekatan dakwah khusus, seperti para mualaf dan munafikin;
-wanita, anak-anak, hingga binatang.
Semuanya ditunjukkan dengan kasih sayang dan keteladanan Rasulullah yang paling tampak adalah sifat penyayang. Namun, sudahkah sifat ini melekat pada diri kita?
Rasulullah bersabda, “Tidaklah sifat kelemah lembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menjadikannya indah dan tidaklah tercabut dari sesuatu melainkan akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim dari Aisyah).
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari diri-diri kalian. Sangat bersedih terhadap apa yang memberatkan kalian dan bersemangat (untuk memberikan hidayah) kepada kalian dan lemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (At-Taubah: 128).
Setelah membaca buku ini, semoga kita dapat berhias dengan kasih sayang dalam interaksi kehidupan, sebagaimana teladan Rasulullah.
-------------------
Seni Interaksi Rasulullah
Penulis: Syekh Shalih Al-Munajjid
Ukuran: 17×24 cm
Tebal: 588 hlm
Sampul: Hard Cover
Berat: 1 kg
ISBN: 978-979-039-591-6
Harga: Rp 139.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Paket Buku:
- Kisah Teladan Dalam Al Quran
- Kisah Teladan Dalam Hadits
Berkisah merupakan salah satu cara edukasi yang efektif. Selain jauh dari kesan mendoktrin, sebuah kisah merangsang kecendrungan pendengarnya untuk menarik makna dan hikmah yang dikandung. Selain hikmah, pengetahuan tentang perjalanan masa lalu sebuah kaum, bahkan masa depannya bisa digali lewat kisah. Mugkin atas alasan tersebut, Allah menjadikan kisah mendominasi Al-Qur’an Al-Karim. Wallau a’lam.
Buku ini merupakan kumpulan kisah kisah kaum terdahulu yang inspiratif, namun sebagian lainnya tentang nasib kaum pendurhaka yang sangat mengerikan. Sebagian adalah kisah yang disinggung dalam Al-Qur’an, sebagian lain merupakan kisah yang berdiri sendiri.
Banyak orang yang percaya dengan mitos dan legenda, padahal benar dan tidaknya tidak bisa dipastikan. Kenapa mereka percaya? Karena cerita selalu memberikan efek nyata di pikiran para pembacanya.
Melalui cerita, kita bisa menanamkan nilai nilai moral kepada siapapun yang ada di dekat kita. Bukan hanya anak-anak, tapi mereka yang telah dewasa bahkan berumur. Cerita memang identik dengan anak-anak, tapi bukan berarti tidak bisa dinikmati oleh orang-orang dewasa. Bahkan, tetap manjur untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada mereka yang mengaku telah dewasa.
------------------
Kisah Teladan Dalam Al Quran
Penulis: Hamid Ahmad Ath-Thahir
Ukuran: 14 x 20 cm
Tebal: 237 hlm
Sampul: Soft Cover
Kisah Teladan Dalam Hadits
Penulis: Abu Ishaq Al-Huwaini
Penerbit: Aqwam Jembatan Ilmu
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Tebal: 165 hlm
Sampul: Soft Cover
Harga 1 Paket Rp. 95.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
- Kisah Teladan Dalam Al Quran
- Kisah Teladan Dalam Hadits
Berkisah merupakan salah satu cara edukasi yang efektif. Selain jauh dari kesan mendoktrin, sebuah kisah merangsang kecendrungan pendengarnya untuk menarik makna dan hikmah yang dikandung. Selain hikmah, pengetahuan tentang perjalanan masa lalu sebuah kaum, bahkan masa depannya bisa digali lewat kisah. Mugkin atas alasan tersebut, Allah menjadikan kisah mendominasi Al-Qur’an Al-Karim. Wallau a’lam.
Buku ini merupakan kumpulan kisah kisah kaum terdahulu yang inspiratif, namun sebagian lainnya tentang nasib kaum pendurhaka yang sangat mengerikan. Sebagian adalah kisah yang disinggung dalam Al-Qur’an, sebagian lain merupakan kisah yang berdiri sendiri.
Banyak orang yang percaya dengan mitos dan legenda, padahal benar dan tidaknya tidak bisa dipastikan. Kenapa mereka percaya? Karena cerita selalu memberikan efek nyata di pikiran para pembacanya.
Melalui cerita, kita bisa menanamkan nilai nilai moral kepada siapapun yang ada di dekat kita. Bukan hanya anak-anak, tapi mereka yang telah dewasa bahkan berumur. Cerita memang identik dengan anak-anak, tapi bukan berarti tidak bisa dinikmati oleh orang-orang dewasa. Bahkan, tetap manjur untuk menanamkan nilai-nilai moral kepada mereka yang mengaku telah dewasa.
------------------
Kisah Teladan Dalam Al Quran
Penulis: Hamid Ahmad Ath-Thahir
Ukuran: 14 x 20 cm
Tebal: 237 hlm
Sampul: Soft Cover
Kisah Teladan Dalam Hadits
Penulis: Abu Ishaq Al-Huwaini
Penerbit: Aqwam Jembatan Ilmu
Ukuran: 14 x 20,5 cm
Tebal: 165 hlm
Sampul: Soft Cover
Harga 1 Paket Rp. 95.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
ENSIKLOPEDI AKHLAK RASULULLAH
Sesungguhnya Islam menyerukan umatnya untuk berakhlak terpuji atau berbudi pekerti yang baik. Adapun akhlak terpuji yang dimaksud adalah ajaran yang dihimpun untuk kita dari seluruh ucapan dan perbuatan yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan beliau merupakan suri tauladan yang baik untuk seluruh umat manusia.
Akhlak terpuji merupakan tugas yang diemban oleh Rasulullah SAW bahkan, sesungguhnya ia merupakan Islam sebenarnya. Sebab itulah, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak terpuji." (HR. Al-Bukhari & Ahmad)
Buku ini, berisi tentang ensiklopedi (mausu'ah) akhlak Rasulullah, yang akan membantu kita hidup di zaman kemerosotan sendi-sendi akhlak terpuji. Tidak sepantasnya kita melupakan kondisi ini. Justru , kita wajib mengerahkan kemampuan maksimal untuk mengembalikan umat ini kepada nilai-nilai akhlak Rasulullah.
-----------------------------
Ensiklopedi Akhlak Rasulullah
Penulis: Syaikh Mahmud Al Mishri
ISBN: 9789795928300
Sampulr: Hard Cover
1 set berIsi: 2 Jilid
Ukuran: 24.5 x 15.5 Cm
Berat:1,8 Kg
Harga: Rp 310.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.
Sesungguhnya Islam menyerukan umatnya untuk berakhlak terpuji atau berbudi pekerti yang baik. Adapun akhlak terpuji yang dimaksud adalah ajaran yang dihimpun untuk kita dari seluruh ucapan dan perbuatan yang dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan beliau merupakan suri tauladan yang baik untuk seluruh umat manusia.
Akhlak terpuji merupakan tugas yang diemban oleh Rasulullah SAW bahkan, sesungguhnya ia merupakan Islam sebenarnya. Sebab itulah, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak terpuji." (HR. Al-Bukhari & Ahmad)
Buku ini, berisi tentang ensiklopedi (mausu'ah) akhlak Rasulullah, yang akan membantu kita hidup di zaman kemerosotan sendi-sendi akhlak terpuji. Tidak sepantasnya kita melupakan kondisi ini. Justru , kita wajib mengerahkan kemampuan maksimal untuk mengembalikan umat ini kepada nilai-nilai akhlak Rasulullah.
-----------------------------
Ensiklopedi Akhlak Rasulullah
Penulis: Syaikh Mahmud Al Mishri
ISBN: 9789795928300
Sampulr: Hard Cover
1 set berIsi: 2 Jilid
Ukuran: 24.5 x 15.5 Cm
Berat:1,8 Kg
Harga: Rp 310.000,-
Pemesanan silahkan sms ke 087878147997 atau Whatsapp:
https://wa.me/6287878147997
Syukran.