g kuat, (c) kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memproduksi kader-kader, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman, (d) karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam umat Islam, bagi keluhuran serta keberlangsungan agama Islam di Indonesia, berhubung dengan kegiatan dari zending dan missi Kristen di Indonesia, (e) adanya tantangan dan sikap acuh tak acuh (onverschillig) atau rasa kebencian di kalangan intelegensia terhadap agama Islam, yang oleh mereka dianggap sudah kolot serta tidak up-to-date lagi, (f) ingin menciptakan suatu masyarakat, dimana di dalamnya benar-benar berlaku segala ajaran dan hukum-hukum Islam.
Kyai Ahmad Dahlan memang seorang manusia amal. Ia bukan hanya berpikir, dan memahami masalah. Tetapi, lebih penting lagi, ia berpikir jauh ke depan, dan mencarikan salusi masalah secara mendasar. Bahkan, lebih dari itu, Kyai Dahlan langsung memimpin perjuangan itu sendiri; menjadikan dirinya, istrinya, dan keluarganya sebagai teladan perjuangan. Inilah yang membuat seorang Soekarno terpesona sejak usia mudanya.
Meskipun terjajah secara ekonomi, politik, dan militer, Kyai Dahlan paham benar, bahwa akar masalah umat dan bangsa ini terletak pada masalah pendidikan. Dari pendidikan inilah akan dilahirkan kader-kader umat dan bangsa. Uniknya, Kyai Dahlan memulai dari pendidikan kaum perempuan. Sebab, menurutnya, perempuan memegang peran penting dalam pendidikan anak.
Kyai Dahlan tidak menunggu gedung megah untuk membuka sekolah. Ia mulai dari serambi rumahnya. Di situlah belajar sejumlah murid pertama, seperti Aisyah Hilal, Busyro Isom, Zahro Muhsin, Wadi’ah Nuh, Dalalah Hisyam, Bariah, Dawinah, dan Badilah Zuber. Kyai Dahlan sendiri yang mengajar mereka. Sekolah itu belum diberi nama. Para murid belajar ilmu aqaid, fiqih, akhlak, qira’ah, dan lain-lain.
Barulah pada tahun 1913, sekolah itu berpindah ke gedung baru. Atas jasa putranya, H. Siraj Dahlan, terbentuklah sebuah madrasah yang diberi nama “al-Qismul Arqa”. Pada tahun-tahun berikutnya, madrasah ini diberi nama Hooger Muhammadiyah School, lalu menjadi Kweekschool Islam, dan pada 1932 berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Inilah sekolah guru Muhammadiyah.
Sekolah guru ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader pejuang. Patut dicatat, bahwa ketika itu, banyak orang tertarik menjadi guru karena status sosial yang tinggi. Banyak anak-anak muslim memasuki sekolah guru Belanda atau sekolah Guru Kristen, sehingga mereka menjadi sekuler atau menjadi Kristen.
Salah satu anak muslim yang berubah menjadi Katolik setelah memasuki sekolah guru Katolik adalah Soegijapranata. Buku “Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an sampai Sekarang” karya Dr. Th. Van den End dan Dr. J. Weitjens SJ (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) menuliskan sekilas kisah Soegija pranata bersekolah guru dan mengubah agama menjadi Katolik di bawah asuhan Frans van Lith: “Waktu masuk Muntilan, Soegija menyatakan dia ingin sekolah, tak mau jadi Katolik, tetapi pada tanggal 24 Desember 1909 Albertus Soegijapranata dibaptis.”
Posisi sekolah guru (kweekschool) asuhan Frans van Lith diuntungkan oleh kebijakan pemerintah penjajah Belanda, khususnya di bawah Gubernur Jenderal AF van Idenburg (1909-1916) yang sangat berpihak kepada misi Kristen di Hindia Belanda (Indonesia). Lulusan sekolah ini diberi hak yang sama dengan sekolah milik Belanda untuk menjadi guru di sekolah-sekolah negeri. Bagi masyarakat umum saat itu, menjadi guru di sekolah-sekolah milik pemerintahan Hindia Belanda, dianggap bergengsi.
Jadi, Kyai Ahmad Dahlan paham benar akan nilai strategisnya aspek pendidikan. Sedangkan kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas guru. Dari sekolah-sekolah Guru Muhammadiyah inilah lahir para pemimpin, ulama, dan tokoh masyarakat. Bangsa Indonesia tak akan lupa sosok pahlawan besar, Jenderal Sudirman, seorang guru Muhammadiyah.
Batu pertama
Di bulan-bulan menjelang wafatnya, kondisi kesehatan Kyai Ahmad Dahlan semakin menurun. Dokter menyarankan ia beristirahat di sebuah daerah di lereng Gunung Bromo. Tapi, lagi-la
Kyai Ahmad Dahlan memang seorang manusia amal. Ia bukan hanya berpikir, dan memahami masalah. Tetapi, lebih penting lagi, ia berpikir jauh ke depan, dan mencarikan salusi masalah secara mendasar. Bahkan, lebih dari itu, Kyai Dahlan langsung memimpin perjuangan itu sendiri; menjadikan dirinya, istrinya, dan keluarganya sebagai teladan perjuangan. Inilah yang membuat seorang Soekarno terpesona sejak usia mudanya.
Meskipun terjajah secara ekonomi, politik, dan militer, Kyai Dahlan paham benar, bahwa akar masalah umat dan bangsa ini terletak pada masalah pendidikan. Dari pendidikan inilah akan dilahirkan kader-kader umat dan bangsa. Uniknya, Kyai Dahlan memulai dari pendidikan kaum perempuan. Sebab, menurutnya, perempuan memegang peran penting dalam pendidikan anak.
Kyai Dahlan tidak menunggu gedung megah untuk membuka sekolah. Ia mulai dari serambi rumahnya. Di situlah belajar sejumlah murid pertama, seperti Aisyah Hilal, Busyro Isom, Zahro Muhsin, Wadi’ah Nuh, Dalalah Hisyam, Bariah, Dawinah, dan Badilah Zuber. Kyai Dahlan sendiri yang mengajar mereka. Sekolah itu belum diberi nama. Para murid belajar ilmu aqaid, fiqih, akhlak, qira’ah, dan lain-lain.
Barulah pada tahun 1913, sekolah itu berpindah ke gedung baru. Atas jasa putranya, H. Siraj Dahlan, terbentuklah sebuah madrasah yang diberi nama “al-Qismul Arqa”. Pada tahun-tahun berikutnya, madrasah ini diberi nama Hooger Muhammadiyah School, lalu menjadi Kweekschool Islam, dan pada 1932 berubah nama menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Inilah sekolah guru Muhammadiyah.
Sekolah guru ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader pejuang. Patut dicatat, bahwa ketika itu, banyak orang tertarik menjadi guru karena status sosial yang tinggi. Banyak anak-anak muslim memasuki sekolah guru Belanda atau sekolah Guru Kristen, sehingga mereka menjadi sekuler atau menjadi Kristen.
Salah satu anak muslim yang berubah menjadi Katolik setelah memasuki sekolah guru Katolik adalah Soegijapranata. Buku “Ragi Carita: Sejarah Gereja di Indonesia 1860-an sampai Sekarang” karya Dr. Th. Van den End dan Dr. J. Weitjens SJ (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002) menuliskan sekilas kisah Soegija pranata bersekolah guru dan mengubah agama menjadi Katolik di bawah asuhan Frans van Lith: “Waktu masuk Muntilan, Soegija menyatakan dia ingin sekolah, tak mau jadi Katolik, tetapi pada tanggal 24 Desember 1909 Albertus Soegijapranata dibaptis.”
Posisi sekolah guru (kweekschool) asuhan Frans van Lith diuntungkan oleh kebijakan pemerintah penjajah Belanda, khususnya di bawah Gubernur Jenderal AF van Idenburg (1909-1916) yang sangat berpihak kepada misi Kristen di Hindia Belanda (Indonesia). Lulusan sekolah ini diberi hak yang sama dengan sekolah milik Belanda untuk menjadi guru di sekolah-sekolah negeri. Bagi masyarakat umum saat itu, menjadi guru di sekolah-sekolah milik pemerintahan Hindia Belanda, dianggap bergengsi.
Jadi, Kyai Ahmad Dahlan paham benar akan nilai strategisnya aspek pendidikan. Sedangkan kunci keberhasilan pendidikan terletak pada kualitas guru. Dari sekolah-sekolah Guru Muhammadiyah inilah lahir para pemimpin, ulama, dan tokoh masyarakat. Bangsa Indonesia tak akan lupa sosok pahlawan besar, Jenderal Sudirman, seorang guru Muhammadiyah.
Batu pertama
Di bulan-bulan menjelang wafatnya, kondisi kesehatan Kyai Ahmad Dahlan semakin menurun. Dokter menyarankan ia beristirahat di sebuah daerah di lereng Gunung Bromo. Tapi, lagi-la
gi, di situ pula Kyai Dahlan justru aktif berdakwah. Usaha murid-muridnya untuk membujuknya beristirahat gagal lagi. Maka, dimintalah Nyai Dahlan menasehati Sang Suami.
“Istirahat dulu, Kyai!” saran sang istri.
“Mengapa saya akan istirahat?” tanya Kyai Dahlan.
“Kyai sakit, istirahatlah dulu, menunggu sembuh,” kata Nyai Dahlan lagi.
“Ajaib,” kata Kyai Dahlan, “Orang di kiri kananku menyuruh aku berhenti beramal, tidak saya pedulikan. Tetapi sekarang kau sendiri pun ikut pula.”
Dengan meneteskan air mata, istrinya berucap, “Saya bukan menghalangi Kyai beramal, tetapi mengharap kesehatan Kyai, karena dengan kesehatan itulah Kyai dapat bekerja lebih giat di belakang hari.”
Kyai Dahlan pun menenangkan istrinya; menjelaskan latar belakang perjuangannya. “Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama dari pada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau pun saya hentikan, lantaran sakitku ini, maka tidak ada orang yang akan sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa, bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin, maka yang tinggal sedikit itu, mudahlah yang di bekalang nanti untuk menyempurnakannya.”
Suatu saat, seorang keponakan Kyai Dahlan bernama Badawi, menengoknya. Sang Kyai bertanya, “Apa maksudmu datang kemari, menghendaki matiku ataukah sakitku?” Badawi menjawab, “Tentu menghendaki sembuhnya Kyai.”
Maka Kyai Dahlan berujar, “Kalau kamu menghendaki sembuhku, tahukah kamu apa yang menjadi sebab sakitku ini? Yaitu, karena memikirkan Muhammadiyah. Karena itu bantulah Muhammadiyah. Pergilah kepada Muchtar dan tanyakan apa yang diperlukan Muhammadiyah.”
Ternyata, menurut Muchtar, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah memerlukan tenaga guru. Akhirnya, Badawi pun menyumbangkan tenaganya, mengajar di Mu’allimin Muhammadiyah.
Kira-kira seminggu sebelum wafatnya, Kyai Dahlan berpesan kepada murid-muridnya, “Aku tak lara ya, kowe kabeh temandanga!” (Saya mau sakit, bekerjalah kalian semua!”).
Beginilah Kyai Ahmad Dahlan mendidik kita; bagaimana memahami hidup, cinta dan ikhlas dalam perjuangan dan pengorbanan; juga bagaimana menjadi guru sejati, guru pejuang! Ia pun berpesan, “Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali buat bertaruh. Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?”
Semoga dunia pendidikan kita TIDAK menghasilkan manusia-manusia yang gila dunia, lupa akhirat, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk meraih kursi sekolah, harta, dan tahta! Wallahu A’lam bish-shawab. (Artikel ini dimuat di Jurnal ISLAMIA, Republika-INSISTS, edisi 19 Juli 2018)
“Istirahat dulu, Kyai!” saran sang istri.
“Mengapa saya akan istirahat?” tanya Kyai Dahlan.
“Kyai sakit, istirahatlah dulu, menunggu sembuh,” kata Nyai Dahlan lagi.
“Ajaib,” kata Kyai Dahlan, “Orang di kiri kananku menyuruh aku berhenti beramal, tidak saya pedulikan. Tetapi sekarang kau sendiri pun ikut pula.”
Dengan meneteskan air mata, istrinya berucap, “Saya bukan menghalangi Kyai beramal, tetapi mengharap kesehatan Kyai, karena dengan kesehatan itulah Kyai dapat bekerja lebih giat di belakang hari.”
Kyai Dahlan pun menenangkan istrinya; menjelaskan latar belakang perjuangannya. “Saya mesti bekerja keras, untuk meletakkan batu pertama dari pada amal yang besar ini. Kalau sekiranya saya lambatkan atau pun saya hentikan, lantaran sakitku ini, maka tidak ada orang yang akan sanggup meletakkan dasar itu. Saya sudah merasa, bahwa umur saya tidak akan lama lagi. Maka jika saya kerjakan selekas mungkin, maka yang tinggal sedikit itu, mudahlah yang di bekalang nanti untuk menyempurnakannya.”
Suatu saat, seorang keponakan Kyai Dahlan bernama Badawi, menengoknya. Sang Kyai bertanya, “Apa maksudmu datang kemari, menghendaki matiku ataukah sakitku?” Badawi menjawab, “Tentu menghendaki sembuhnya Kyai.”
Maka Kyai Dahlan berujar, “Kalau kamu menghendaki sembuhku, tahukah kamu apa yang menjadi sebab sakitku ini? Yaitu, karena memikirkan Muhammadiyah. Karena itu bantulah Muhammadiyah. Pergilah kepada Muchtar dan tanyakan apa yang diperlukan Muhammadiyah.”
Ternyata, menurut Muchtar, Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah memerlukan tenaga guru. Akhirnya, Badawi pun menyumbangkan tenaganya, mengajar di Mu’allimin Muhammadiyah.
Kira-kira seminggu sebelum wafatnya, Kyai Dahlan berpesan kepada murid-muridnya, “Aku tak lara ya, kowe kabeh temandanga!” (Saya mau sakit, bekerjalah kalian semua!”).
Beginilah Kyai Ahmad Dahlan mendidik kita; bagaimana memahami hidup, cinta dan ikhlas dalam perjuangan dan pengorbanan; juga bagaimana menjadi guru sejati, guru pejuang! Ia pun berpesan, “Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali buat bertaruh. Sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraan?”
Semoga dunia pendidikan kita TIDAK menghasilkan manusia-manusia yang gila dunia, lupa akhirat, sampai-sampai menghalalkan segala cara untuk meraih kursi sekolah, harta, dan tahta! Wallahu A’lam bish-shawab. (Artikel ini dimuat di Jurnal ISLAMIA, Republika-INSISTS, edisi 19 Juli 2018)
*TALBIS IBLIS*
Penulis: IBNUL JAUZI
Sinopsis:
Iblis menyatakan permusuhan kepada manusia secara terang – terangan dan akan terus mengganggu Adam beserta anak keturunannya hingga datangnya hari Kiamat. Permusuhan ini berawal sejak iblis diperintah oleh Alllah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan, bukan sujud sebagai bentuk ibadah. Iblis menolak dengan penuh kesombongan karena merasa lebih baik dan lebih utama dari Adam. Atas pengingkarannya ini, maka Allah melaknat dan mengusirnya dari surga, bahkan Allah mengusirnya dari kedudukannya yang tinggi bersama malaikat.
Sejak hari itu, kemenangan silih berganti; kadang di pihak setan dan para pengikutnya, dan kadang berpihak kepada para kekasih Allah dan hambaNya.
Para ulama tergugah untuk menuliskan sejarah pertempuran berkepanjangan ini. Mereka mengarang kitab – kitab demi mengingatkan kaum muslimin agar tidak terperosok kedalam lubang –lubang jebakan Iblis, di antaranya adalah buku yang ada di hadapan pembaca ini, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi (w. 550 H).
Kitab Talbis Iblis ini diringkas, sekaligus dita’liq dan ditakhrij oleh Abu Al – Harist Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al – Halabi Al – Atsari dengan judul Al – Muntaqa An – Nafis min Talbis Iblis Lil Iman Ibn Al – Jauzi. Dalam buku ini, penulis membuang sanad hadist secara keseluruhan, membuang hadist yang tidak shahih dan terulang dalam satu tema, mentakhrij hadist- hadist shahih secara ringkas, membuang kisah dan cerita yang tidak banyak berfaidah, serta member catatan dan penjelasan yang dianggap perlu.
Banyak pelajaran penting yang bias kita dapatkan dari buku ini. Inilah yang hendak disampaikan penulis, agar setiap muslim mawas diri dari perangkap setan dengan berbagai macam tipu dayanya.
--------------------------------------
*TALBIS IBLIS*
Penulis: IBNUL JAUZI
Ukuran: 24,5 × 16 cm
Tebal: 412 hlm
Sampul: Hard Cover
ISBN : 978-602-7965-17-1
Harga Rp. 132.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran..
Penulis: IBNUL JAUZI
Sinopsis:
Iblis menyatakan permusuhan kepada manusia secara terang – terangan dan akan terus mengganggu Adam beserta anak keturunannya hingga datangnya hari Kiamat. Permusuhan ini berawal sejak iblis diperintah oleh Alllah Ta’ala untuk bersujud kepada Adam sebagai bentuk penghormatan, bukan sujud sebagai bentuk ibadah. Iblis menolak dengan penuh kesombongan karena merasa lebih baik dan lebih utama dari Adam. Atas pengingkarannya ini, maka Allah melaknat dan mengusirnya dari surga, bahkan Allah mengusirnya dari kedudukannya yang tinggi bersama malaikat.
Sejak hari itu, kemenangan silih berganti; kadang di pihak setan dan para pengikutnya, dan kadang berpihak kepada para kekasih Allah dan hambaNya.
Para ulama tergugah untuk menuliskan sejarah pertempuran berkepanjangan ini. Mereka mengarang kitab – kitab demi mengingatkan kaum muslimin agar tidak terperosok kedalam lubang –lubang jebakan Iblis, di antaranya adalah buku yang ada di hadapan pembaca ini, Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi (w. 550 H).
Kitab Talbis Iblis ini diringkas, sekaligus dita’liq dan ditakhrij oleh Abu Al – Harist Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al – Halabi Al – Atsari dengan judul Al – Muntaqa An – Nafis min Talbis Iblis Lil Iman Ibn Al – Jauzi. Dalam buku ini, penulis membuang sanad hadist secara keseluruhan, membuang hadist yang tidak shahih dan terulang dalam satu tema, mentakhrij hadist- hadist shahih secara ringkas, membuang kisah dan cerita yang tidak banyak berfaidah, serta member catatan dan penjelasan yang dianggap perlu.
Banyak pelajaran penting yang bias kita dapatkan dari buku ini. Inilah yang hendak disampaikan penulis, agar setiap muslim mawas diri dari perangkap setan dengan berbagai macam tipu dayanya.
--------------------------------------
*TALBIS IBLIS*
Penulis: IBNUL JAUZI
Ukuran: 24,5 × 16 cm
Tebal: 412 hlm
Sampul: Hard Cover
ISBN : 978-602-7965-17-1
Harga Rp. 132.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran..
*Subulus Sallam*
*Syarah Bulughul Maram*
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
Sinopsis:
Sebagaimana kita ketahui bahwa Subulus Salam merupakan karya terbesar dari Imam Ash-Shan’ani. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Bulugh Al-Maram karya Imam Hajar Al-Asqalani. Subulus Salam sangat masyhur di kalangan umat Islam dari berbagai madzhab dan golongan, karena cakupan isinya tentang hadits-hadits ahkam (hukum-hukum) sangat dibutuhkan umat Islam untuk dijadikan sebagai rujukan.
Di antara kelebihan kitab ini, disamping penyajian, sistematika penulisan dan ulasannya yang sempurna, juga dilengkapi dengan takhrij hadits yang mengacu pada kitab-kitab Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah.
Semoga buku terjemahan kitab Subulus Salam ini yang berjumlah empat jilid (edisi lengkap) dapat bermanfaat bagi kalangan kaum muslimin pada umumnya.
-------------------------------------------
*Subulus Sallam*
*Syarah Bulughul Maram*
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
Berat: 6 Kg
ISBN : 978-602-7965-88-3
Harga Rp. 450.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
*Syarah Bulughul Maram*
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
Sinopsis:
Sebagaimana kita ketahui bahwa Subulus Salam merupakan karya terbesar dari Imam Ash-Shan’ani. Kitab ini merupakan syarah dari kitab Bulugh Al-Maram karya Imam Hajar Al-Asqalani. Subulus Salam sangat masyhur di kalangan umat Islam dari berbagai madzhab dan golongan, karena cakupan isinya tentang hadits-hadits ahkam (hukum-hukum) sangat dibutuhkan umat Islam untuk dijadikan sebagai rujukan.
Di antara kelebihan kitab ini, disamping penyajian, sistematika penulisan dan ulasannya yang sempurna, juga dilengkapi dengan takhrij hadits yang mengacu pada kitab-kitab Al-Allamah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah.
Semoga buku terjemahan kitab Subulus Salam ini yang berjumlah empat jilid (edisi lengkap) dapat bermanfaat bagi kalangan kaum muslimin pada umumnya.
-------------------------------------------
*Subulus Sallam*
*Syarah Bulughul Maram*
1 set lengkap (6 jilid)
Penulis: Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani
Berat: 6 Kg
ISBN : 978-602-7965-88-3
Harga Rp. 450.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Mereka berhasil membajak pemahaman terhadap Pancasila dan memaksakan penafsiran sekuler atas Pancasila, sehingga Pancasila diajarkan di sekolah-sekolah sebagai “pandangan hidup” , “pedoman amal” dan sumber dari segala sumber hukum, yang seharusnya merupakan wilayah Islam. Anak-anak kaum muslim dipaksa berpikir dualistis dan terbelah sikap dan pemikirannya.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1251860168287264&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1251860168287264&id=153825841424041
Facebook
Eko Heru Prayitno
PENTINGNYA PEMIMPIN YANG CINTA AL-QUR'AN Oleh. Dr. Adian Husaini “Andaikan penduduk suatu negeri mau beriman dan bertaqwa, maka pasti akan Kami buka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi. Tetapi...
Masuknya kaum komunis ke dalam blok pembela Pancasila kemudian dipandang oleh kubu Islam sebagai upaya membelokkan Pancasila dari prinsip dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1252469518226329&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1252469518226329&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
ISLAM, KOMUNIS DAN PANCASILA Oleh: Dr. Adian Husaini Sejarah perjalanan kehidupan bernegara di Indonesia mencatat satu babak tentang perebutan memaknai Pancasila antar berbagai kelompok ideologi di...
BUYA HAMKA TIDAK MEMBODOHI KITA
Oleh: Dr. Adian Husaini
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin di antara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah tergolong dari mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS al-Maidah: 51).
****
Sejak tahun 1959, Prof. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Buya Hamka, sudah mengajar Tafsir al-Quran di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta. Tahun 1964, Buya Hamka dijebloskan ke dalam tahanan oleh Rezim Orde Lama. Ketika itulah, Ketua MUI Pertama itu berkesempatan menyelesaikan Tafsir al-Azhar, yang kini masih menjadi salah satu Buku Tafsir rujukan di Indonesia. Dari waktu ke waktu, Tafsir ini berganti-ganti penerbit. Terakhir, tahun 2015, Tafsir al-Azhar diterbitkan oleh penerbit Gema Insani Press (GIP) Jakarta dalam bentuk edisi mewah.
Di tengah gegap gempita pembahasan QS al-Maidah ayat 51 – yang dipicu pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – ada baiknya kita menelaah bagaimana Buya Hamka menafsirkan QS al-Maidah: 51. Sebab, selama puluhan tahun, belum pernah kita dengar satu makhluk pun di muka bumi yang berani menuduh para mufassir al-Quran seperti Buya Hamka ini, telah membohongi dan membodohi umat Islam pakai al-Maidah:51.
Karena itulah, ucapan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, sangat bersejarah. Dalam pernyataannya, 11 Oktober 2016, MUI secara resmi menyatakan, bahwa Ahok telah menghina al-Quran dan menghina ulama-ulama Islam. Kita simak kembali petikan ucapan Ahok yang juga dikutip dalam pernyataan resmi MUI: “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”
Maka, adalah menarik untuk menelaah isi Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka tentang QS al-Maidah:51. Setelah itu, kita bertanya, layakkah ulama terkemuka seperti Buya Hamka ini dikatakan telah membohongi dan membodohi umat Islam? Juga, kepada siapa seharusnya penghina al-Quran dan ulama itu meminta maaf? Siapa pula yang pantas memberikan maaf?
Buya Hamka mengawali penjelasan tentang QS al-Maidah:51 dengan kata-kata yang tegas: “Untuk memperteguh disiplin, menyisihkan mana kawan mana lawan, maka kepada orang yang beriman diperingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin.” (pangkal ayat 51).
Selanjutnya, kita ikuti uraian Buya Hamka dalam Kitab Tafsirnya tersebut:
“Disini jelas dalam kata seruan pertama, bahwa bagi orang yang beriman sudah ada satu konsekuensi sendiri karena imannya. Kalau dia mengaku beriman pemimpin atau menyerahkan pimpinannya kepada Yahudi atau Nasrani. Atau menyerahkan kepada mereka rahasia yang tidak patut mereka ketahui, sebab dengan demikian bukanlah penyelesaian yang akan didapat, melainkan bertambah kusut…”
“… Sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian.” Maksud ayat ini dalam dan jauh. Artinya jika pun orang Yahudi dan Nasrani itu yang kamu hubungi atau kamu angkat menjadi pemimpinmu, meskipun beberapa orang saja, ingatlah kamu, bahwa sebagian yang berdekat dengan kamu itu akan menghubungi kawannya yang lain, yang tidak kelihatan menonjol ke muka. Sehingga yang mereka kerjakan diatas itu pada hakikatnya ialah tidak turut dengan kamu. Kadang-kadang lebih dahsyat lagi dari itu. Dalam kepercayaan sangatlah bertentangan di antara Yahudi dan Nasrani; Yahudi menuduh Maryam berzina dan Isa al-Masih anak Tuhan, dan juga Allah sendiri yang menjelma jadi insan. Sejak masa Isa al-Masih hidup, orang Yahudi memusuhi Nasrani, dan kalau Nasrani telah kuat kedudukannya, merekapun membalaskan permusuhan itu pula dengan kejam sebagaimana selalu tersebut dalam riwayat lama dan riwayat zaman baru. Tetapi apabila mereka hendak menghadapi Islam,
Oleh: Dr. Adian Husaini
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin; sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian. Dan barangsiapa yang menjadikan mereka pemimpin di antara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah tergolong dari mereka. Sesungguhnya Allah tidaklah akan memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS al-Maidah: 51).
****
Sejak tahun 1959, Prof. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih terkenal dengan sebutan Buya Hamka, sudah mengajar Tafsir al-Quran di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta. Tahun 1964, Buya Hamka dijebloskan ke dalam tahanan oleh Rezim Orde Lama. Ketika itulah, Ketua MUI Pertama itu berkesempatan menyelesaikan Tafsir al-Azhar, yang kini masih menjadi salah satu Buku Tafsir rujukan di Indonesia. Dari waktu ke waktu, Tafsir ini berganti-ganti penerbit. Terakhir, tahun 2015, Tafsir al-Azhar diterbitkan oleh penerbit Gema Insani Press (GIP) Jakarta dalam bentuk edisi mewah.
Di tengah gegap gempita pembahasan QS al-Maidah ayat 51 – yang dipicu pernyataan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) – ada baiknya kita menelaah bagaimana Buya Hamka menafsirkan QS al-Maidah: 51. Sebab, selama puluhan tahun, belum pernah kita dengar satu makhluk pun di muka bumi yang berani menuduh para mufassir al-Quran seperti Buya Hamka ini, telah membohongi dan membodohi umat Islam pakai al-Maidah:51.
Karena itulah, ucapan Ahok di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, sangat bersejarah. Dalam pernyataannya, 11 Oktober 2016, MUI secara resmi menyatakan, bahwa Ahok telah menghina al-Quran dan menghina ulama-ulama Islam. Kita simak kembali petikan ucapan Ahok yang juga dikutip dalam pernyataan resmi MUI: “… Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan nggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya..”
Maka, adalah menarik untuk menelaah isi Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka tentang QS al-Maidah:51. Setelah itu, kita bertanya, layakkah ulama terkemuka seperti Buya Hamka ini dikatakan telah membohongi dan membodohi umat Islam? Juga, kepada siapa seharusnya penghina al-Quran dan ulama itu meminta maaf? Siapa pula yang pantas memberikan maaf?
Buya Hamka mengawali penjelasan tentang QS al-Maidah:51 dengan kata-kata yang tegas: “Untuk memperteguh disiplin, menyisihkan mana kawan mana lawan, maka kepada orang yang beriman diperingatkan: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin.” (pangkal ayat 51).
Selanjutnya, kita ikuti uraian Buya Hamka dalam Kitab Tafsirnya tersebut:
“Disini jelas dalam kata seruan pertama, bahwa bagi orang yang beriman sudah ada satu konsekuensi sendiri karena imannya. Kalau dia mengaku beriman pemimpin atau menyerahkan pimpinannya kepada Yahudi atau Nasrani. Atau menyerahkan kepada mereka rahasia yang tidak patut mereka ketahui, sebab dengan demikian bukanlah penyelesaian yang akan didapat, melainkan bertambah kusut…”
“… Sebagian mereka adalah pemimpin-pemimpin dari yang sebagian.” Maksud ayat ini dalam dan jauh. Artinya jika pun orang Yahudi dan Nasrani itu yang kamu hubungi atau kamu angkat menjadi pemimpinmu, meskipun beberapa orang saja, ingatlah kamu, bahwa sebagian yang berdekat dengan kamu itu akan menghubungi kawannya yang lain, yang tidak kelihatan menonjol ke muka. Sehingga yang mereka kerjakan diatas itu pada hakikatnya ialah tidak turut dengan kamu. Kadang-kadang lebih dahsyat lagi dari itu. Dalam kepercayaan sangatlah bertentangan di antara Yahudi dan Nasrani; Yahudi menuduh Maryam berzina dan Isa al-Masih anak Tuhan, dan juga Allah sendiri yang menjelma jadi insan. Sejak masa Isa al-Masih hidup, orang Yahudi memusuhi Nasrani, dan kalau Nasrani telah kuat kedudukannya, merekapun membalaskan permusuhan itu pula dengan kejam sebagaimana selalu tersebut dalam riwayat lama dan riwayat zaman baru. Tetapi apabila mereka hendak menghadapi Islam,
yang keduanya sangat membencinya, maka yang setengah mereka akan memimpin setengah yang lain. Artinya di dalam menghadapi Islam, mereka tidak keberatan bekerja sama.
Sebagaimana pernah terjadi di Bandung pada masa Republik Indonesia telah memilih Anggota Badan Konstituante. Wakil-wakil partai-partai Islam ingin agar di dalam Undang-Undang Dasar yang akan dibentuk itu dicantumkan tujuh kalimat, yaitu, “Dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.” Maka seluruh partai yang membenci cita-cita Islam itu sokong-menyokong, pimpin-memimpin, beri-memberi, menentang cita-cita itu, walaupun diantara satu sama lain berbeda ideologi dan berbeda kepentingan. Dalam menghadapi Islam mereka bersatu. Bersatu Katolik, Protestan, partai-partai nasional, partai sosialis, dan partai komunis.
Dalam gelanggang internasional pun begitu pula. Pada tahun 1964 Paus Paulus VI, sebagai Kepala Tertinggi dari gereja Katolik mengeluarkan ampunan umum bagi agama Yahudi. Mereka dibebaskan dari dosa yang selama ini dituduhkan kepada mereka yaitu karena usaha merekalah Nabi Isa al-Masih ditangkap oleh Penguasa Romawi dan diserahkan kepada orang Yahudi, lalu disalib, (menurut kepercayaan mereka). Sekarang setelah 20 abad Yahudi dikutuk, Yahudi dihina dimana-mana dalam dunia Kristen, tiba-tiba Paus memberi mereka ampun. Ampun apakah ini, sehingga pegangan kepercayaan 2.000 tahun dapat diubah demikian saja? Tidak lain, adalah Ampunan Politik. Tenaga Yahudi yang kaya raya dengan uang harus bersatu padu dengan Kristen didalam menghadapi bahaya Islam. Kemudian, 1967, negeri-negeri Arab diserang Yahudi dalam masa empat hari dan Jerusalem (Baitul Maqdis) dirampas dari tangan kaum Muslimin, padahal telah 14 abad mereka punyai. Dan tiba-tiba datanglah gagasan dari gereja Katolik agar kekuasaan atas Tanah Suci kaum Muslimin, wilayah turun temurun selama 1.300 tahun lebih dari bangsa Arab supaya diserahkan kepada satu Badan Internasional. Tegasnya, kepada PBB sedangkan yang berkuasa penuh dalam PBB itu adalah negara-negara Kristen. (Perancis Katolik, Amerika Protestan, Inggris Anglicant, dan Rusia Komunis)…”
“… Sambungan ayat, “Dan barangsiapa yang menjadikan mereka itu pemimpin diantara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah termasuk golongan dari mereka.”
Suku ayat ini amat penting diperhatikan. Yaitu barangsiapa yang mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinnya, tandanya dia telah termasuk golongan mereka, Artinya telah bersimpati kepada mereka. Tidak mungkin seseorang yang mengemukakan orang lain jadi pemimpinnya kalau dia tidak menyukai orang itu. Meskipun dalam kesukaannya kepada orang yang berlain agama itu, dia belum resmi pindah kedalam agama orang yang disukainya itu. Menurut riwayat dari Abdu Humaid, bahwa sahabat Rasulullah saw yang terkenal Hudzaifah bin al-Yaman berkata: “Hati-hati tiap-tiap seorang daripada kamu, bahwa dia telah menjadi Yahudi atau Nasrani sedang dia tidak merasa.” (Fathul Qodir, Juz 2 hlm. 53)
Lalu dibacanya ayat yang sedang kita tafsirkan ini, yaitu kalau orang telah menjadikan mereka itu jadi pemimpin, maka dia telah termasuk golongan orang yang diangkatnya jadi pemimpin itu.
Perhatikanlah bagaimana bangsa-bangsa penjajah Kristen yang telah menaklukkan negeri-negeri Islam, yang mula-mula mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh ialah mengajarkan bahasa mereka, supaya rakyat Islam yang terjajah itu berpikir dalam bahasa bangsa yang menjajah, lalu mereka lemah dalam bahasa sendiri dan terpengaruh dengan peradaban dan kebudayaan bangsa Kristen yang menjajahnya itu. Kian lama kian hilanglah kepribadian umat yang terjajah tadi, hilang pokok asalnya berpikir dan hilang perkembangan bahasanya sendiri. Lalu yang dipandangnya tinggi ialah bangsa yang menjajahnya itu. Hal ini telah kita alami di zaman penjajahan Belanda di Indonesia dan penjajahan Perancis di Afrika Utara, dan penjajahan Inggris di Tanah Melayu dan India. Maka orang yang pangkalannya berpikir masih dalam Islam, merasa rumitlah menghadapi orang-orang yang mengaku Islam ini, sebab dan telah berpikir dari luar Islam.
Bertahun-tahun lamanya kita yang mem
Sebagaimana pernah terjadi di Bandung pada masa Republik Indonesia telah memilih Anggota Badan Konstituante. Wakil-wakil partai-partai Islam ingin agar di dalam Undang-Undang Dasar yang akan dibentuk itu dicantumkan tujuh kalimat, yaitu, “Dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya.” Maka seluruh partai yang membenci cita-cita Islam itu sokong-menyokong, pimpin-memimpin, beri-memberi, menentang cita-cita itu, walaupun diantara satu sama lain berbeda ideologi dan berbeda kepentingan. Dalam menghadapi Islam mereka bersatu. Bersatu Katolik, Protestan, partai-partai nasional, partai sosialis, dan partai komunis.
Dalam gelanggang internasional pun begitu pula. Pada tahun 1964 Paus Paulus VI, sebagai Kepala Tertinggi dari gereja Katolik mengeluarkan ampunan umum bagi agama Yahudi. Mereka dibebaskan dari dosa yang selama ini dituduhkan kepada mereka yaitu karena usaha merekalah Nabi Isa al-Masih ditangkap oleh Penguasa Romawi dan diserahkan kepada orang Yahudi, lalu disalib, (menurut kepercayaan mereka). Sekarang setelah 20 abad Yahudi dikutuk, Yahudi dihina dimana-mana dalam dunia Kristen, tiba-tiba Paus memberi mereka ampun. Ampun apakah ini, sehingga pegangan kepercayaan 2.000 tahun dapat diubah demikian saja? Tidak lain, adalah Ampunan Politik. Tenaga Yahudi yang kaya raya dengan uang harus bersatu padu dengan Kristen didalam menghadapi bahaya Islam. Kemudian, 1967, negeri-negeri Arab diserang Yahudi dalam masa empat hari dan Jerusalem (Baitul Maqdis) dirampas dari tangan kaum Muslimin, padahal telah 14 abad mereka punyai. Dan tiba-tiba datanglah gagasan dari gereja Katolik agar kekuasaan atas Tanah Suci kaum Muslimin, wilayah turun temurun selama 1.300 tahun lebih dari bangsa Arab supaya diserahkan kepada satu Badan Internasional. Tegasnya, kepada PBB sedangkan yang berkuasa penuh dalam PBB itu adalah negara-negara Kristen. (Perancis Katolik, Amerika Protestan, Inggris Anglicant, dan Rusia Komunis)…”
“… Sambungan ayat, “Dan barangsiapa yang menjadikan mereka itu pemimpin diantara kamu, maka sesungguhnya dia itu telah termasuk golongan dari mereka.”
Suku ayat ini amat penting diperhatikan. Yaitu barangsiapa yang mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinnya, tandanya dia telah termasuk golongan mereka, Artinya telah bersimpati kepada mereka. Tidak mungkin seseorang yang mengemukakan orang lain jadi pemimpinnya kalau dia tidak menyukai orang itu. Meskipun dalam kesukaannya kepada orang yang berlain agama itu, dia belum resmi pindah kedalam agama orang yang disukainya itu. Menurut riwayat dari Abdu Humaid, bahwa sahabat Rasulullah saw yang terkenal Hudzaifah bin al-Yaman berkata: “Hati-hati tiap-tiap seorang daripada kamu, bahwa dia telah menjadi Yahudi atau Nasrani sedang dia tidak merasa.” (Fathul Qodir, Juz 2 hlm. 53)
Lalu dibacanya ayat yang sedang kita tafsirkan ini, yaitu kalau orang telah menjadikan mereka itu jadi pemimpin, maka dia telah termasuk golongan orang yang diangkatnya jadi pemimpin itu.
Perhatikanlah bagaimana bangsa-bangsa penjajah Kristen yang telah menaklukkan negeri-negeri Islam, yang mula-mula mereka kerjakan dengan sungguh-sungguh ialah mengajarkan bahasa mereka, supaya rakyat Islam yang terjajah itu berpikir dalam bahasa bangsa yang menjajah, lalu mereka lemah dalam bahasa sendiri dan terpengaruh dengan peradaban dan kebudayaan bangsa Kristen yang menjajahnya itu. Kian lama kian hilanglah kepribadian umat yang terjajah tadi, hilang pokok asalnya berpikir dan hilang perkembangan bahasanya sendiri. Lalu yang dipandangnya tinggi ialah bangsa yang menjajahnya itu. Hal ini telah kita alami di zaman penjajahan Belanda di Indonesia dan penjajahan Perancis di Afrika Utara, dan penjajahan Inggris di Tanah Melayu dan India. Maka orang yang pangkalannya berpikir masih dalam Islam, merasa rumitlah menghadapi orang-orang yang mengaku Islam ini, sebab dan telah berpikir dari luar Islam.
Bertahun-tahun lamanya kita yang mem
perjuangkan Islam musti memberikan kepada mereka keterangan agama sepuluh kali lebih sulit daripada memberi keterangan kepada seorang Amerika atau Eropa yang ingin memeluk Islam. Sebab rasa cemooh kepada agama, sinis, acuh tak acuh telah memenuhi sikapnya; mereka itu menamai dirinya Kaum Intelek yang meminta keterangan agama yang masuk akal.
Padahal akalnya itu telah dicekok oleh didikan asing, sehingga kebenaran tidak bisa masuk lagi. Kadang-kadang terhadap orang seperti ini, seorang Muslim yang taat harus bersikap seperti “Menatang minyak penuh”, sebab batinnya pantang tersinggung. Bukan akal mereka yang benar cerdas atau rasionalis melainkan jiwa mereka yang telah berubah, sehingga segala yang bagus adalah pada bangsa yang menjajah mereka, dan segala yang buruk adalah pada pemeluk agamanya sendiri.
Orang semacam inilah yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun didalam Muqaddimah tarikhnya, (Pasal ke II, Kitab Pertama, no. 23). Kata beliau, “Orang yang kalah selalu meniru orang yang menang, baik dalam lambangnya, atau dalam cara berpakaian, atau kebiasaannya dan sekalian gerak-gerik, dan adat-istiadatnya. Sebabnya ialah karena jiwa itu selalu percaya bahwa kesempurnaan hanya ada pada orang yang telah mengalahkannya itu. Lalu dia menjadi penurut, peniru. Baik oleh karena sudah sangat tertanam rasa pemujaan atau karena kesalahan berpikir, bahwa keputusan bukanlah karena kekalahan yang wajar, melainkan karena tekanan rasa rendah diri yang menang selalu benar!”
Barangsiapa yang mengangkat pemeluk agama lain itu jadi pemimpin tidaklah berarti bahwa mereka mengalih agama. Agama Islam kadang-kadang masih mereka kerjakan, tetapi hakikat Islam telah hilang dari jiwa mereka. Saking tertariknya dan tergadainya jiwa mereka kepada bangsa yang memimpinnya tidaklah mereka keberatan menjual agama dan bangsanya dengan harga murah.
Ketika Belanda sudah sangat kepayahan menghadapi perlawanan rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan mereka sehingga nyaris gagal maka yang menunjukkan cara bagaimana memusnahkan dan mematahkan perlawanan itu ialah seorang jaksa beragama Islam yang didatangkan dari luar Aceh. Dia memberikan advis supaya Belanda mendirikan tentara Marsose yang selain dari memakai bedil dan kelewang, hendaklah mereka memakai rencong juga, sebagaimana orang Aceh itu pula, buat memusnahkan pahlawan Muslimin Aceh yang masih bertahan secara gerilya. kononnya beliau dalam kehidupan pribadi adalah seorang Islam yang taat shalat dan puasa. dan dia mendapat bintang Willemsorde dari Belanda karena jasanya menunjukkan rahasia-rahasia umatnya seagama itu.
Orang seperti ini banyak terdapat dalam sejarah. Negerinya hancur, agamanya terdesak dan buat itu dia diberi balas jasa, yaitu bintang! Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh sahabat Rasulullah saw tadi, yaitu mereka telah menjadi Yahudi, dan disini telah menjadi Nasrani, padahal mereka tidak sadar.”
“Sesungguhnya Allah tidaklah memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (ujung ayat 51)
Maka orang yang telah mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinnya itu nyatalah sudah zalim. Sudah aniaya, sebagaimana kita maklum kata-kata zalim itu berasal dari zhulm, artinya gelap. mereka telah memilih jalan hidup yang gelap, sehingga terang dicabut Allah dari dalam jiwa mereka. mereka telah memilih musuh kepercayaan, meskipun bukan musuh pribadi. padahal di dalam surah al-Baqarah ayat 120 telah diperingatkan Allah bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha, selama-lamanya tidaklah mereka ridha, sebelum umat Islam menuruti jalan agama mereka. Mereka itu bisa senang pada lahir, kaya dalam benda, tetapi umat mereka jadi melarat karena kezaliman mereka. Lantaran itu selamanya tidak akan terjadi kedamaian.”
****
Demikian penjelasan Buya Hamka tentang makna QS al-Maidah:51. Selama puluhan tahun, tidak ada satu makhluk pun di Indonesia yang menuduh Buya Hamka telah membohongi dan membodohi umat Islam, menggunakan QS al-Maidah:51. Barulah, pada 27 September 2016, beredarlah pidato di Pulau Seribu yang sangat bersejarah itu. Ini masalah serius. Masalah iman Islam, dan masalah kehormatan al-Quran dan para p
Padahal akalnya itu telah dicekok oleh didikan asing, sehingga kebenaran tidak bisa masuk lagi. Kadang-kadang terhadap orang seperti ini, seorang Muslim yang taat harus bersikap seperti “Menatang minyak penuh”, sebab batinnya pantang tersinggung. Bukan akal mereka yang benar cerdas atau rasionalis melainkan jiwa mereka yang telah berubah, sehingga segala yang bagus adalah pada bangsa yang menjajah mereka, dan segala yang buruk adalah pada pemeluk agamanya sendiri.
Orang semacam inilah yang disebutkan oleh Ibnu Khaldun didalam Muqaddimah tarikhnya, (Pasal ke II, Kitab Pertama, no. 23). Kata beliau, “Orang yang kalah selalu meniru orang yang menang, baik dalam lambangnya, atau dalam cara berpakaian, atau kebiasaannya dan sekalian gerak-gerik, dan adat-istiadatnya. Sebabnya ialah karena jiwa itu selalu percaya bahwa kesempurnaan hanya ada pada orang yang telah mengalahkannya itu. Lalu dia menjadi penurut, peniru. Baik oleh karena sudah sangat tertanam rasa pemujaan atau karena kesalahan berpikir, bahwa keputusan bukanlah karena kekalahan yang wajar, melainkan karena tekanan rasa rendah diri yang menang selalu benar!”
Barangsiapa yang mengangkat pemeluk agama lain itu jadi pemimpin tidaklah berarti bahwa mereka mengalih agama. Agama Islam kadang-kadang masih mereka kerjakan, tetapi hakikat Islam telah hilang dari jiwa mereka. Saking tertariknya dan tergadainya jiwa mereka kepada bangsa yang memimpinnya tidaklah mereka keberatan menjual agama dan bangsanya dengan harga murah.
Ketika Belanda sudah sangat kepayahan menghadapi perlawanan rakyat Aceh mempertahankan kemerdekaan mereka sehingga nyaris gagal maka yang menunjukkan cara bagaimana memusnahkan dan mematahkan perlawanan itu ialah seorang jaksa beragama Islam yang didatangkan dari luar Aceh. Dia memberikan advis supaya Belanda mendirikan tentara Marsose yang selain dari memakai bedil dan kelewang, hendaklah mereka memakai rencong juga, sebagaimana orang Aceh itu pula, buat memusnahkan pahlawan Muslimin Aceh yang masih bertahan secara gerilya. kononnya beliau dalam kehidupan pribadi adalah seorang Islam yang taat shalat dan puasa. dan dia mendapat bintang Willemsorde dari Belanda karena jasanya menunjukkan rahasia-rahasia umatnya seagama itu.
Orang seperti ini banyak terdapat dalam sejarah. Negerinya hancur, agamanya terdesak dan buat itu dia diberi balas jasa, yaitu bintang! Maka tepatlah apa yang dikatakan oleh sahabat Rasulullah saw tadi, yaitu mereka telah menjadi Yahudi, dan disini telah menjadi Nasrani, padahal mereka tidak sadar.”
“Sesungguhnya Allah tidaklah memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (ujung ayat 51)
Maka orang yang telah mengambil Yahudi atau Nasrani menjadi pemimpinnya itu nyatalah sudah zalim. Sudah aniaya, sebagaimana kita maklum kata-kata zalim itu berasal dari zhulm, artinya gelap. mereka telah memilih jalan hidup yang gelap, sehingga terang dicabut Allah dari dalam jiwa mereka. mereka telah memilih musuh kepercayaan, meskipun bukan musuh pribadi. padahal di dalam surah al-Baqarah ayat 120 telah diperingatkan Allah bahwa Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha, selama-lamanya tidaklah mereka ridha, sebelum umat Islam menuruti jalan agama mereka. Mereka itu bisa senang pada lahir, kaya dalam benda, tetapi umat mereka jadi melarat karena kezaliman mereka. Lantaran itu selamanya tidak akan terjadi kedamaian.”
****
Demikian penjelasan Buya Hamka tentang makna QS al-Maidah:51. Selama puluhan tahun, tidak ada satu makhluk pun di Indonesia yang menuduh Buya Hamka telah membohongi dan membodohi umat Islam, menggunakan QS al-Maidah:51. Barulah, pada 27 September 2016, beredarlah pidato di Pulau Seribu yang sangat bersejarah itu. Ini masalah serius. Masalah iman Islam, dan masalah kehormatan al-Quran dan para p
ewaris Nabi. Terlalu remeh, jika kasus ini dikaitkan dengan Pilkada DKI.
Siapakah manusia-manusia yang dengan suka cita dan bangga telah menjadikan kaum Yahudi-Nasrani sebagai pemimpin, dengan mengabaikan kaum muslimin? Jawabannya, ada pada ayat berikutnya: “Maka akan engkau lihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, berlomba-lombalah mereka kepada mereka, berkata mereka: “Kami takut bahwa akan menimpa kepada kami kecelakaan.” Maka moga-moga Allah akan mendatangkan kemenangan atau suatu keadaan dari sisi-Nya. Maka jadilah mereka itu, atas apa yang mereka simpan-simpan dalam hati mereka, menjadi orang-orang yang menyesal.” (QS al-Maidah: 52).
Buya Hamka menjelaskan makna ayat ini: “Inilah kalimat yang tepat. Bahwasanya yang mau menjadikan Yahudi dan Nasrani menjadi pimpinan, tidak lain daripada orang yang di dalam hatinya telah ada penyakit. Penyakit, terutama yang pertama ialah munafik. Yang kedua ialah agamanya itu hanya sekedar nama sebutan belaka, sebab mereka kebetulah keturunan orang Islam. Bagi mereka sama saja, apakah pimpinan itu Islam atau Yahudi atau Nasrani, asal ada jaminan hidup. Bahkan, sampai kepada zaman kita telah merdeka sekarang ini, masih belum sembuh benar penyakit itu.”
Setelah kasus Basuki Tjahaja Purnama, semoga nanti tidak muncul pula orang-orang yang mengaku munafik dan menuduh Buya Hamka serta para ulama Islam telah membohongi umat Islam dengan memakai al-Maidah:52. Namun, kita pun diingatkan al-Quran, agar tidak perlu risau dengan berbagai ucapan aneh-aneh yang mengajak kepada keraguan dan kekufuran. Mereka akan berhadapan dengan Allah. “Maka janganlah ucapan mereka itu merisaukan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.” (QS Yasin: 76).
Kewajiban kita hanyalah mengingatkan, melanjutkan misi dakwah para Nabi. Kita akan bertanggung jawab terhadap pilihan dan amal perbuatan kita masing-masing. Wallahu A’lam.*/ Depok, 13 Oktober 2016.
Siapakah manusia-manusia yang dengan suka cita dan bangga telah menjadikan kaum Yahudi-Nasrani sebagai pemimpin, dengan mengabaikan kaum muslimin? Jawabannya, ada pada ayat berikutnya: “Maka akan engkau lihat orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, berlomba-lombalah mereka kepada mereka, berkata mereka: “Kami takut bahwa akan menimpa kepada kami kecelakaan.” Maka moga-moga Allah akan mendatangkan kemenangan atau suatu keadaan dari sisi-Nya. Maka jadilah mereka itu, atas apa yang mereka simpan-simpan dalam hati mereka, menjadi orang-orang yang menyesal.” (QS al-Maidah: 52).
Buya Hamka menjelaskan makna ayat ini: “Inilah kalimat yang tepat. Bahwasanya yang mau menjadikan Yahudi dan Nasrani menjadi pimpinan, tidak lain daripada orang yang di dalam hatinya telah ada penyakit. Penyakit, terutama yang pertama ialah munafik. Yang kedua ialah agamanya itu hanya sekedar nama sebutan belaka, sebab mereka kebetulah keturunan orang Islam. Bagi mereka sama saja, apakah pimpinan itu Islam atau Yahudi atau Nasrani, asal ada jaminan hidup. Bahkan, sampai kepada zaman kita telah merdeka sekarang ini, masih belum sembuh benar penyakit itu.”
Setelah kasus Basuki Tjahaja Purnama, semoga nanti tidak muncul pula orang-orang yang mengaku munafik dan menuduh Buya Hamka serta para ulama Islam telah membohongi umat Islam dengan memakai al-Maidah:52. Namun, kita pun diingatkan al-Quran, agar tidak perlu risau dengan berbagai ucapan aneh-aneh yang mengajak kepada keraguan dan kekufuran. Mereka akan berhadapan dengan Allah. “Maka janganlah ucapan mereka itu merisaukan kamu. Sesungguhnya Kami mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan.” (QS Yasin: 76).
Kewajiban kita hanyalah mengingatkan, melanjutkan misi dakwah para Nabi. Kita akan bertanggung jawab terhadap pilihan dan amal perbuatan kita masing-masing. Wallahu A’lam.*/ Depok, 13 Oktober 2016.
PELAJARAN AGAMA ISLAM
Hamka Berbicara Tentang Rukun Iman
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Sinopsis:
Mempelajari agama adalah fardhu ain bagi umat Islam, dari masa kanak-kanak hingga akhir hayat. Mempelajari agama pun kiranya ada tingkatan-tingkatan yang berkesesuaian dengan mental, tingkatan intelektualitas, pula dengan konteks persoalan yang sedang dihadapi. Dari sekian banyak buku-buku yang menerangkan agama Islam di era kini, umumnya abai dengan persoalan yang sedang dihadapi umat saat ini. Hasilnya, ilmu-ilmu yang didapati dari berbagai buku tersebut menjadi sulit diaplikasikan dalam rangka menyelesaikan persoalan. Padahal itu penting. Akan tetapi tidak semua buku yang menerangkan pelajaran agama Islam yang abai terhadap konteks. Salah satunya adalah buku karangan Buya HAMKA ini.
Dalam menerangkan Islam, Buya menyertakan beberapa pokok pikiran dari aliran berpikir yang juga membahas tentang Tuhan dan lain-lain, tak lupa ia menunjukkan kelemahan-kelemahannya. Kemudian oleh Buya, Islam ditampilkan untuk menjawab beragam masalah yang tidak dapat diselesaikan aliran pemikiran lainnya. Dalam bukunya ini salah satu soal yang Buya bicarakan adalah tentang Yang Ada (Allah) dari beragam macam aliran pemikiran dan Islam, termasuk di dalamnya 20 sifat wajib bagi Allah menurut Imam Asyari yang dipaparkan secara logis dan mudah dimengerti semua kalangan.
Buku ini kiranya tepat dibaca kalangan intelektual dan mahasiswa Muslim untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam yang lebih dalam, dan memperkuat keimanan. Semakin terasa penting karena kita saat ini sedang berhadapan dengan segala bentuk buah pikir pengganggu keyakinan kita akan agama yang satu-satunya yang benar ini.
------------------------------
PELAJARAN AGAMA ISLAM
Hamka Berbicara Tentang Rukun Iman
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Harga Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran....
Hamka Berbicara Tentang Rukun Iman
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Sinopsis:
Mempelajari agama adalah fardhu ain bagi umat Islam, dari masa kanak-kanak hingga akhir hayat. Mempelajari agama pun kiranya ada tingkatan-tingkatan yang berkesesuaian dengan mental, tingkatan intelektualitas, pula dengan konteks persoalan yang sedang dihadapi. Dari sekian banyak buku-buku yang menerangkan agama Islam di era kini, umumnya abai dengan persoalan yang sedang dihadapi umat saat ini. Hasilnya, ilmu-ilmu yang didapati dari berbagai buku tersebut menjadi sulit diaplikasikan dalam rangka menyelesaikan persoalan. Padahal itu penting. Akan tetapi tidak semua buku yang menerangkan pelajaran agama Islam yang abai terhadap konteks. Salah satunya adalah buku karangan Buya HAMKA ini.
Dalam menerangkan Islam, Buya menyertakan beberapa pokok pikiran dari aliran berpikir yang juga membahas tentang Tuhan dan lain-lain, tak lupa ia menunjukkan kelemahan-kelemahannya. Kemudian oleh Buya, Islam ditampilkan untuk menjawab beragam masalah yang tidak dapat diselesaikan aliran pemikiran lainnya. Dalam bukunya ini salah satu soal yang Buya bicarakan adalah tentang Yang Ada (Allah) dari beragam macam aliran pemikiran dan Islam, termasuk di dalamnya 20 sifat wajib bagi Allah menurut Imam Asyari yang dipaparkan secara logis dan mudah dimengerti semua kalangan.
Buku ini kiranya tepat dibaca kalangan intelektual dan mahasiswa Muslim untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam yang lebih dalam, dan memperkuat keimanan. Semakin terasa penting karena kita saat ini sedang berhadapan dengan segala bentuk buah pikir pengganggu keyakinan kita akan agama yang satu-satunya yang benar ini.
------------------------------
PELAJARAN AGAMA ISLAM
Hamka Berbicara Tentang Rukun Iman
Penulis: Prof. Dr. Hamka
Harga Rp. 160.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran....
Karena kegigihannya pula, HAMKA pernah dipenjara rejim Orde Lama. Tapi, di penjara, justru ia menghasilkan Tafsir Al-Azhar. Mohammad Natsir menghasilkan Capita Selecta dan berbagai buku lainnya. Sama dengan HAMKA, di penjara, Sayyid Quthb menghasilkan Fii Zhilalil Quran. Ibnu Taimiyah menghasilkan Majmuul Fatawa.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1254868987986382&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1254868987986382&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
KORUPSI ILMU Oleh: Dr. Adian Husaini Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat menjadi HAMKA. Dia adalah seorang tokoh dan ulama yang sangat dihormati di berbagai dunia...
DIPONEGORO: BUKAN MAKELAR TANAH
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Dalam berbagai kesempatan berdialog dengan para santri, guru, dan siswa lembaga pendidikan Islam, saya mengedarkan kuisener yang salah satu isinya adalah sebuah pernyataan: Pangeran Dipenegoro berjuang melawan Belanda karena tanah warisan leluhurnya dirampas oleh Belanda. Banyak di antara mereka yang menjawab SETUJU untuk pernyataan tersebut.
Jawaban itu tidak aneh! Sebab, buku-buku sejarah di sekolah-sekolah memang menjelaskan Diponegoro berperang melawan Belanda karena urusan tanah dan tahta. Bukan urusan agama. Padahal, fakta sejarah tidaklah demikian. Dalam disertasinya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rifyal Kabah mengungkap sebuah fakta penting tentang perlawanan Pengeran Diponegoro yang mengangkat senjata melawan penjajah Kristen Belanda. Tujuan perang itu tidak lain adalah untuk menuntut pemberlakuan syariat Islam di Tanah Jawa.
Mengutip buku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A. Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johannes Müller, 1847), Rifyal Kabah memaparkan penuturan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), yang menyatakan bahwa tujuan Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku untuk orang Jawa. Diceritakan dalam buku ini, bahwa Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa, dan lain-lain.
Belanda meminta peperangan segera dihentikan, agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak dapat dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan Laa mauta illaa bil-ajal (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri. . Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit. (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan). Kyai Modjo menegaskan, bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku untuk orang Jawa. Sedangkan persengketaan antara orang Jawa dan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam dan persengketaan antara orang Eropa dengan orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa. (Lihat, Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta).
Di zaman Bung Karno, pernah diadakan acara Peringatan 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, di Istana Negara, tanggal 8 Januari 1955. Ketika itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang menyatakan: Diponegoro adalah satu figuur yang besar, satu Ulama yang linuhung, satu orang yang takut kepada Allah s.w.t., orang yang beragama Islam, yang cinta pada agama Islam itu, dan tidak berhenti-henti dia mengemukakan bahwa salah satu tujuan beliau, agungnya agama Islam ini. (Lihat buku Pahlawan Diponegoro terbitan Kementerian Penerangan RI, tahun 1955).
Jadi, Pangeran Kyai Diponegoro memang bukan seorang makelar tanah. Dia berjuang untuk agama dan sekaligus untuk bangsanya. Tentu tidak adil jika meletakkan motif dan tujuan perjuangan seorang ulama seperti Diponegoro direduksi dari urusan agama menjadi sekedar urusan duniawi. Sekolah-sekolah Islam dan pondok-pondok pesantren harusnya mengajarkan sejarah para pejuang Islam dengan benar, dan menjauhkan diri dari rekayasa sejarah yang dibuat oleh para orientalis. Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu menyadari, bahwa sejak dulu, penjajah selalu berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri.
Adalah Christian Snouck Hurgronje yang terkenal sebagai orientalis yang sangat mengkhawatirkan perkembangan Islam di Indonesia. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, Dr. Aqib Suminto mengutip satu artikel Snouck di majalah Indische Gids
Oleh: Dr. Adian Husaini
(Peneliti INSISTS)
Dalam berbagai kesempatan berdialog dengan para santri, guru, dan siswa lembaga pendidikan Islam, saya mengedarkan kuisener yang salah satu isinya adalah sebuah pernyataan: Pangeran Dipenegoro berjuang melawan Belanda karena tanah warisan leluhurnya dirampas oleh Belanda. Banyak di antara mereka yang menjawab SETUJU untuk pernyataan tersebut.
Jawaban itu tidak aneh! Sebab, buku-buku sejarah di sekolah-sekolah memang menjelaskan Diponegoro berperang melawan Belanda karena urusan tanah dan tahta. Bukan urusan agama. Padahal, fakta sejarah tidaklah demikian. Dalam disertasinya di Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rifyal Kabah mengungkap sebuah fakta penting tentang perlawanan Pengeran Diponegoro yang mengangkat senjata melawan penjajah Kristen Belanda. Tujuan perang itu tidak lain adalah untuk menuntut pemberlakuan syariat Islam di Tanah Jawa.
Mengutip buku berjudul Gedenkschrift van den Orloog op Java, karya F.V.A. Ridder de Stuers, (Amsterdam: Johannes Müller, 1847), Rifyal Kabah memaparkan penuturan seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro (1825-1830), yang menyatakan bahwa tujuan Perang Diponegoro adalah agar hukum Islam berlaku untuk orang Jawa. Diceritakan dalam buku ini, bahwa Belanda mengirim delegasi ke pedalaman Salatiga untuk berunding dengan Pangeran Diponegoro dan para pembantunya. Delegasi yang membawa surat Gubernur Jenderal Hendrik Markus de Kock ini diterima oleh Kyai Modjo, Ali Basa, dan lain-lain.
Belanda meminta peperangan segera dihentikan, agar tidak jatuh korban lebih banyak lagi. Kyai Modjo menjawab bahwa perang tidak dapat dihentikan selama tuntutan mereka belum terpenuhi. Dalam perundingan itu, pihak Diponegoro juga menggunakan ungkapan Laa mauta illaa bil-ajal (Tidak ajal berpantang mati). Kyai Modjo juga menyebutkan QS an-Naml:27 yang merupakan ucapan Nabi Sulaiman kepada Ratu Bilqis, (yang artinya): Jangan kalian bersikap arogan terhadapku dan datanglah kepadaku dengan menyerahkan diri. . Ketika ditanya, apa maksud ungkapan itu, Kyai Modjo menjawab: Komt gij allen tot mijnen Vorst, en gaat langs het pad der regtvaardigheit. (Supaya kalian datang menemui Pangeranku dan berjalanlah melalui jalan keadilan). Kyai Modjo menegaskan, bahwa keinginan Diponegoro adalah agar hukum Islam seluruhnya berlaku untuk orang Jawa. Sedangkan persengketaan antara orang Jawa dan orang Eropa diputuskan berdasarkan hukum Islam dan persengketaan antara orang Eropa dengan orang Eropa, dengan persetujuan Sultan, diputuskan berdasarkan hukum Eropa. (Lihat, Rifyal Kabah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta).
Di zaman Bung Karno, pernah diadakan acara Peringatan 100 tahun wafatnya Pangeran Diponegoro, di Istana Negara, tanggal 8 Januari 1955. Ketika itu, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang menyatakan: Diponegoro adalah satu figuur yang besar, satu Ulama yang linuhung, satu orang yang takut kepada Allah s.w.t., orang yang beragama Islam, yang cinta pada agama Islam itu, dan tidak berhenti-henti dia mengemukakan bahwa salah satu tujuan beliau, agungnya agama Islam ini. (Lihat buku Pahlawan Diponegoro terbitan Kementerian Penerangan RI, tahun 1955).
Jadi, Pangeran Kyai Diponegoro memang bukan seorang makelar tanah. Dia berjuang untuk agama dan sekaligus untuk bangsanya. Tentu tidak adil jika meletakkan motif dan tujuan perjuangan seorang ulama seperti Diponegoro direduksi dari urusan agama menjadi sekedar urusan duniawi. Sekolah-sekolah Islam dan pondok-pondok pesantren harusnya mengajarkan sejarah para pejuang Islam dengan benar, dan menjauhkan diri dari rekayasa sejarah yang dibuat oleh para orientalis. Lembaga-lembaga pendidikan Islam perlu menyadari, bahwa sejak dulu, penjajah selalu berusaha menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri.
Adalah Christian Snouck Hurgronje yang terkenal sebagai orientalis yang sangat mengkhawatirkan perkembangan Islam di Indonesia. Dalam bukunya, Politik Islam Hindia Belanda, Dr. Aqib Suminto mengutip satu artikel Snouck di majalah Indische Gids
, yang dengan tegas mengingatkan bahwa Islam berbahaya bagi Belanda. Bagi Snouck, Islam sama sekali tidak bisa diangap remeh, baik sebagai agama maupun sebagai kekuatan politik di Indonesia. Ia menolak anggapan bahwa kaum Muslimin akan beralih ke agama Kristen secara besar-besaran. (Lihat, Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta: LP3ES, 1985).
Cendekiawan asal Belanda, Karel Steenbrink juga mencatat, bahwa Snouck Hurgronje berpendapat, sistem Islam telah menjadi sangat kaku dan tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan abad baru. Snouck melakukan langkah-langkah untuk membebaskan kaum Muslimin dari agama mereka. Menurutnya, hanya melalui organisasi pendidikan yang berskala luas atas dasar yang universal dan netral secara agamis, pemerintah kolonial dapat membebaskan atau melepaskan Muslimin dari agama mereka. Pengasuhan dan pendidikan adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Bahkan, di negeri-negeri berbudaya Islam yang jauh lebih tua dibanding kepulauan Nusantara, kita menyaksikan mereka bekerja dengan efektif untuk membebaskan umat Muhammad dari kebiasaan lama yang telah lama membelenggunya, demikian tulis Snouck seperti dikutip Karel Steenbrink. (Lihat, Karel Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), (Bandung: Mizan, 1995), hal. 96).
Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk menaklukkan Islam. Tahun 1938, M. Natsir pernah menulis sebuah artikel berjudul: Suara Azan dan Lonceng Gereja. Artikel ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938, yang juga menyinggung petingnya peran pendidikan Barat dalam menjauhkan kaum Muslim dari agamanya. Natsir mengutip ungkapan Prof. Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam, Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren. (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam). (***)
Cendekiawan asal Belanda, Karel Steenbrink juga mencatat, bahwa Snouck Hurgronje berpendapat, sistem Islam telah menjadi sangat kaku dan tidak mampu lagi menyesuaikan diri dengan abad baru. Snouck melakukan langkah-langkah untuk membebaskan kaum Muslimin dari agama mereka. Menurutnya, hanya melalui organisasi pendidikan yang berskala luas atas dasar yang universal dan netral secara agamis, pemerintah kolonial dapat membebaskan atau melepaskan Muslimin dari agama mereka. Pengasuhan dan pendidikan adalah cara untuk mencapai tujuan tersebut. Bahkan, di negeri-negeri berbudaya Islam yang jauh lebih tua dibanding kepulauan Nusantara, kita menyaksikan mereka bekerja dengan efektif untuk membebaskan umat Muhammad dari kebiasaan lama yang telah lama membelenggunya, demikian tulis Snouck seperti dikutip Karel Steenbrink. (Lihat, Karel Steenbrink, Kawan dalam Pertikaian: Kaum Kolonial Belanda dan Islam di Indonesia (1596-1942), (Bandung: Mizan, 1995), hal. 96).
Melalui bukunya, Snouck Hurgronje en Islam (Diindonesiakan oleh Girimukti Pusaka, dengan judul Snouck Hurgronje dan Islam, tahun 1989), P.SJ. Van Koningsveld memaparkan sosok dan kiprah Snouck Hurgronje dalam upaya membantu penjajah Belanda untuk menaklukkan Islam. Tahun 1938, M. Natsir pernah menulis sebuah artikel berjudul: Suara Azan dan Lonceng Gereja. Artikel ini mengomentari hasil Konferensi Zending Kristen di Amsterdam pada 25-26 Oktober 1938, yang juga menyinggung petingnya peran pendidikan Barat dalam menjauhkan kaum Muslim dari agamanya. Natsir mengutip ungkapan Prof. Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam, Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren. (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam). (***)
Apa hubungan Kartini dengan Snouck Hurgronje? Dalam sejumlah suratnya kepada Ny. Abendanon, Kartini memang beberapa kali menyebut nama Snouck.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1255538894586058&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1255538894586058&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MENCARI PAHLAWAN WANITA Oleh: Dr Adian Husaini Tidak ada yang tidak setuju, bahwa sejarah adalah hal penting dalam kehidupan manusia. Untuk melihat masa depannya, seseorang perlu memahami masa...
Pada maqam yang tertinggi orang akan sampai pada pandangan bahwa realitas dan kebenaran itu hanya satu dan tidak plural. Artinya dalam akalnya hanya ada satu realitas atau wujud, yaitu Wujud Mutlak, Aktor (fa’il) dari segala wujud yang plural yang nisbi.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1256772271129387&id=153825841424041
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=1256772271129387&id=153825841424041
Facebook
Mustanir Online Book Store
MENGETAHUI Oleh: Dr Hamid Fahmy Zarkasyi Suatu ketika al-Ghazzali melakukan perjalanan panjang. Dalam perjalanannya itu ia membawa serta seluruh buku bacaannya. Konon di tengah jalan tiba-tiba...
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Sinopsis:
Benarkah Jawa diislamkan atau Islam dijawakan? Mungkinkah Islam menjadi agama mayoritas di pulau Jawa hanya sebatas usaha Sembilan orang yang disebut Walisongo, atau bahkan Walisongo sebenarnya tidak pernah ada? Inilah polemik saat sosok Walisongo diperbincangkan.
Tampaknya sosok Walisongo akan terus menjadi idola terutama bagi orang Jawa. Makam mereka dibanjiri para penziarah, walaupun gambaran Walisongo di benak mereka masih kabur dan tidak jelas. Bahkan Walisongo yang dianggap sebagai tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dalam historiografi Jawa tampil sosok mistis, sakti dan memuja praktik klenik seperti bertapa, pemujaan terhadap roh leluhur, tidak terlibat dalam kehidupan sosial-politik profan. Sosok Walisongo sangat berlawanan dengan kehidupan generasi awal penyebaran Islam yang sarat dengan petualangan politik yang patriotik, berwatak sosial dan apresiasi rasional terhadap tradisi dan kultur-kultur lokal yang berkembang di masyarakat.
Malah sosok Walisongo baik sebagai pribadi maupun lembaga dakwah yang memenuhi kualifikasi keorganisasian yang solid, dan strategi maupun perjuangan Dakwah yang hebat, hampir lenyap ditelan legenda, dongeng dan mitos. Sehingga mendata sejarah dan ajaran Walisongo butuh sikap cermat, nalar sehat, telaah kritis dan objektif agar muncul kembali sebagai sosok yang logis, figur bertalenta dan juru Dakwah yang berhasil dengan sukses menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa yang sebelumnya mayoritas memeluk agama Hindu, Budha dan Animisme yang akhirnya masyarakat Jawa memeluk agama Islam.
----------------------------------
Daftar Isi:
Bab 1: Jawa Jantung Budaya
• Pulau jawa
• Masyarakat Jawa
• Profil pulau jawa
• Watak orang jawa
• Budaya dan adat jawa
• Mistik kejawen
• Agama asli jawa
• Agama modern jawa
Bab 2: Mengislamkan Tanah Jawa
• Kerajaan Hindu Budha
• Faktor runtuhnya kerajaan majapahit
• Mengislamkan tanah jawa
• Awal mula masuknya Islam
• Terbentuknya komunitas Islam
• Berdirinya kesultanan demak bintoro
• Arsitek kesultanan demak
• Akhir kesultanan demak
• Jejak masjid agung demak
• Corak Islam tanah jawa
Bab 3: Fakta Baru Walisongo
• Mendudukkan istilah walisongo
• Siapakah walingoso
• Adakah dewan dakwah walisongo
• Catatan atas kitab kanzul ulum
• Gerakan dakwah walisongo
• Reputasi dakwah walisongo
• Penunjang prestasi walisongo
• Kemampuan akademik walisongo
• Meluruskan legenda walisongo
• Mengembalikan kejayaan walisongo
Bab 4: Komposisi Walisongo
• Komposisi walisongo
• Maulana malik ibrahim
• Sunan ampel
• Sunan giri
• Sunan gunung jati
• Sunan bonang
• Sunan drajat
• Sunan kudus
• Sunan kalijogo
• Sunan muria
Bab V: Sosok Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
• Syekh siti jenar
• Asal usulnya
• Sumber ajaran siti jenar
• Kesaktian syekh siti jenar
• Gerakan anti Islam
• Fenomena kejawen pantheistik
• Kiblat kaum abangan
• Ulah murid-murid siti jenar
• Berpaham syiah ekstrem
• Dihukum mati karena membuat makar
• Misteri makan syekh siti jenar
Bab VI: Perdebatan Walisongo Seputar Makrifatullah
• Identifikasi Kropak Ferrara
• Ringkasan isi kropak ferrara
• Daftar pustaka
• Lokasi dan anggota sarasehan
• Teks perdebatan walisongo versi kropak ferrara
Bab VII: Panduan Walisongo Tentang Etika Hidup Dan Cara Beragama
• Sikap dalam beragamaIslam, keshalihan dan kesempurnaan
• Wejangan-wejangan syekh ibrahim
• Kesucian dan keteladanan
• Etika guru
• Tanda-tanda orang suci
• Mengenal kebajikan dan keburukan
• Menghindar kekufuran
• Hakikat iman dan ilmu
• Makna kegelapan dan kecerahan hati
--------------------------------------------
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Hard Cover,
Dimensi 15,5 x 24 cm,
Isi 385 halaman.
Berat 1058 gram,
Harga Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Sinopsis:
Benarkah Jawa diislamkan atau Islam dijawakan? Mungkinkah Islam menjadi agama mayoritas di pulau Jawa hanya sebatas usaha Sembilan orang yang disebut Walisongo, atau bahkan Walisongo sebenarnya tidak pernah ada? Inilah polemik saat sosok Walisongo diperbincangkan.
Tampaknya sosok Walisongo akan terus menjadi idola terutama bagi orang Jawa. Makam mereka dibanjiri para penziarah, walaupun gambaran Walisongo di benak mereka masih kabur dan tidak jelas. Bahkan Walisongo yang dianggap sebagai tokoh utama dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dalam historiografi Jawa tampil sosok mistis, sakti dan memuja praktik klenik seperti bertapa, pemujaan terhadap roh leluhur, tidak terlibat dalam kehidupan sosial-politik profan. Sosok Walisongo sangat berlawanan dengan kehidupan generasi awal penyebaran Islam yang sarat dengan petualangan politik yang patriotik, berwatak sosial dan apresiasi rasional terhadap tradisi dan kultur-kultur lokal yang berkembang di masyarakat.
Malah sosok Walisongo baik sebagai pribadi maupun lembaga dakwah yang memenuhi kualifikasi keorganisasian yang solid, dan strategi maupun perjuangan Dakwah yang hebat, hampir lenyap ditelan legenda, dongeng dan mitos. Sehingga mendata sejarah dan ajaran Walisongo butuh sikap cermat, nalar sehat, telaah kritis dan objektif agar muncul kembali sebagai sosok yang logis, figur bertalenta dan juru Dakwah yang berhasil dengan sukses menyampaikan dakwah Islam kepada masyarakat Jawa yang sebelumnya mayoritas memeluk agama Hindu, Budha dan Animisme yang akhirnya masyarakat Jawa memeluk agama Islam.
----------------------------------
Daftar Isi:
Bab 1: Jawa Jantung Budaya
• Pulau jawa
• Masyarakat Jawa
• Profil pulau jawa
• Watak orang jawa
• Budaya dan adat jawa
• Mistik kejawen
• Agama asli jawa
• Agama modern jawa
Bab 2: Mengislamkan Tanah Jawa
• Kerajaan Hindu Budha
• Faktor runtuhnya kerajaan majapahit
• Mengislamkan tanah jawa
• Awal mula masuknya Islam
• Terbentuknya komunitas Islam
• Berdirinya kesultanan demak bintoro
• Arsitek kesultanan demak
• Akhir kesultanan demak
• Jejak masjid agung demak
• Corak Islam tanah jawa
Bab 3: Fakta Baru Walisongo
• Mendudukkan istilah walisongo
• Siapakah walingoso
• Adakah dewan dakwah walisongo
• Catatan atas kitab kanzul ulum
• Gerakan dakwah walisongo
• Reputasi dakwah walisongo
• Penunjang prestasi walisongo
• Kemampuan akademik walisongo
• Meluruskan legenda walisongo
• Mengembalikan kejayaan walisongo
Bab 4: Komposisi Walisongo
• Komposisi walisongo
• Maulana malik ibrahim
• Sunan ampel
• Sunan giri
• Sunan gunung jati
• Sunan bonang
• Sunan drajat
• Sunan kudus
• Sunan kalijogo
• Sunan muria
Bab V: Sosok Dan Ajaran Syekh Siti Jenar
• Syekh siti jenar
• Asal usulnya
• Sumber ajaran siti jenar
• Kesaktian syekh siti jenar
• Gerakan anti Islam
• Fenomena kejawen pantheistik
• Kiblat kaum abangan
• Ulah murid-murid siti jenar
• Berpaham syiah ekstrem
• Dihukum mati karena membuat makar
• Misteri makan syekh siti jenar
Bab VI: Perdebatan Walisongo Seputar Makrifatullah
• Identifikasi Kropak Ferrara
• Ringkasan isi kropak ferrara
• Daftar pustaka
• Lokasi dan anggota sarasehan
• Teks perdebatan walisongo versi kropak ferrara
Bab VII: Panduan Walisongo Tentang Etika Hidup Dan Cara Beragama
• Sikap dalam beragamaIslam, keshalihan dan kesempurnaan
• Wejangan-wejangan syekh ibrahim
• Kesucian dan keteladanan
• Etika guru
• Tanda-tanda orang suci
• Mengenal kebajikan dan keburukan
• Menghindar kekufuran
• Hakikat iman dan ilmu
• Makna kegelapan dan kecerahan hati
--------------------------------------------
FAKTA BARU WALISONGO
Telaah Kritis Ajaran, Dakwah dan Sejarah Walisongo
Penulis: Zainal Abidin Bin Syamsuddin
Hard Cover,
Dimensi 15,5 x 24 cm,
Isi 385 halaman.
Berat 1058 gram,
Harga Rp. 120.000,-
Pemesanan silahkan sms/whatsapp ke 087878147997.
Syukran...