Salafy Tegal
5.59K subscribers
3.49K photos
525 videos
143 files
8.07K links
Menebar Sunnah Memperkokoh Ukhuwah

Ustadz pembina:
- Al Ustadz Muhammad Umar As Sewed
- Al Ustadz Abul Fida' Teguh
- Asatidzah Ma'had Nurus Sunnah Kota Tegal
Hafizhahumullah
Download Telegram
📚🖇🖇🖇🖇🖇🖇🖇🖇🖇

🔘 KEUTAMAAN MAJELIS ILMU.
━━━━━━━━━━━━━━
🎓 Ibnu Sa'di _rahimahullohu ta'ala_ mengatakan:

《 Majelis ilmu yang engkau duduk padanya itu lebih baik bagimu daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya, dan faedah yang engkau ambil darinya dan engkau ambil kemanfaatan dengannya tidak ada sesuatupun yang bisa menyamainya. 》

•┈┈┈••✦✿✦••┈┈┈•

📚 Al-Fawakihu As-Syahiyah (179)
——————————————————
📝 مجالس العلم

قال ابن سعدي رحمه الله:

مجلس علم تجلسه خير لك من الدنيا وما فيها ، وفائدة تستفيدها وتنتفع بها لا شيء يزنها يساويها.

📗 الفواكه الشهية: (١٧٩)
---------------------

🌎 http://bit.ly/SalafyTegal 🌏

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
KEUTAMAAN ILMU:
Al-istiqomah:
🍊 Keutamaan Memberi Hidangan Buka Puasa bagi Orang yang Berpuasa


مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

🍃 Barangsiapa yang memberi hidangan berbuka pada orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala seperti (orang yang berpuasa itu) tanpa dikurangi dari pahala orang tersebut sedikitpun (H.R atTirmidizi, Ibnu Majah, dishahihkan Ibnu Hibban dan al-Albany).

🎯 Contoh: Ahmad memberi hidangan berbuka puasa kepada Hibban. Maka Ahmad akan mendapatkan pahala puasa Hibban, sedangkan Hibban tidak dikurangi sedikitpun pahala puasanya.

🔋 Para Ulama’ Salaf merasa senang ketika saudaranya mendapatkan pahala ibadah yang ia lakukan. Utbah al-Ghulaam, jika beliau akan berbuka puasa dan ada orang yang melihatnya, maka ia berkata : Berikan aku minum dan kurma milik kalian agar aku bisa berbuka dengannya, sehingga kalian bisa mendapatkan pahala (puasa) seperti aku (Jaami’ul Uluum wal Hikam (1/123)).



📗 Dikutip dari Buku "RAMADHAN BERTABUR BERKAH" (Fiqh Puasa dan Panduan Menjalani Ramadhan Sesuai Sunnah Nabi).

▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.

=====================
http://telegram.me/alistiqomah
🔰DiTeruskan :
🌐 WhatsApp Salafy Tegal
💻 Telegram Salafy Tegal 🔛 http://tlgrm.me/SalafyTegal
KEUTAMAAN ILMU:
Al-istiqomah:
🍧 Doa pada Saat Berbuka Puasa


🔰 Disunnahkan pada saat berbuka mengucapkan doa:

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ

🍃 Telah pergi dahaga, telah basah urat-urat, dan telah tetap (terpenuhi) pahala, insyaAllah (H.R Abu Dawud, anNasaai, dishahihkan al-Hakim, dan dinyatakan sanadnya hasan oleh ad-Daraquthny).

☝️Doa tersebut dibaca setelah berbuka ringan seperti meneguk air atau minuman lain sebagai pelepas dahaga.

💐 Adapun sebelum (menjelang) berbuka, disunnahkan berdoa dengan doa apa saja yang kita butuhkan, karena pada saat itu saat-saat mudahnya terkabulkan doa.

عَنِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَبْدِ الله بْنِ عَمْروٍ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيه وسَلَّم : إِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَة مَا تُرَدُّ قَالَ سَمِعْتُ عَبْدَ الله يَقُولُ عِنْدَ فِطْرِهِ : اللهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي

🍃 Dari Ibnu Abi Mulaikah dari Abdullah bin Amr beliau berkata: Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa ketika berbukanya terdapat doa yang tidak tertolak. (Ibnu Abi Mulaikah) berkata: Saya mendengar Abdullah (bin Amr) ketika berbuka membaca doa: Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan rahmatMu yang meliputi segala sesuatu untuk mengampuni dosaku (H.R Ibnu Majah no 1743, dinyatakan oleh al-Bushiry bahwa sanadnya shahih dan perawi-perawinya terpercaya).



📗 Dikutip dari Buku "RAMADHAN BERTABUR BERKAH" (Fiqh Puasa dan Panduan Menjalani Ramadhan Sesuai Sunnah Nabi).

▶️ Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah.

=====================
http://telegram.me/alistiqomah
🔰DiTeruskan oleh :
🌐 WhatsApp Salafy Tegal
📲 Telegram Salafy Tegal 🔛 http://tlgrm.me/SalafyTegal
مجموعــة طريق السلف:
🔗 Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 1)

📚 Bab 1⃣: Pendahuluan
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹
💎 Al-Imam as-Sa'di berkata, "Dalil diwajibkan ibadah puasa adalah firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian..." (Al-Baqarah: 183)
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹

🔘 Definisi Puasa
🔹Ulama menerangkan bahawa kata ash-shiyam (الصِّيَامُ) atau ash-shaum (الصَّومُ) secara makna bahasa merupakan mashdar dari kata shama (صَامَ) dan yashumu (يَصُوْمُ) yang bermakna al-imsak (اْلإمْسَاكُ), ertinya menahan. Jadi secara bahasa, puasa ertinya menahan.

🔹Definisi secara istilah syariat adalah, "Puasa adalah peribadatan kepada Allah dengan cara menahan diri dari makan, minum dan pembatal-pembatal puasa lainnya mulai terbit fajar hingga terbenam matahari." (Asy-Syarh al-Mumti' 6/310, karya Al-Imam Ibnu Utsaimin)

🔘 Hukum & Kedudukan Puasa Ramadhan Dalam Islam
🔹Berpuasa Ramadhan hukumnya fardhu 'ain, ertinya wajib bagi setiap hamba Allah yang memenuhi pensyaratan wajibnya puasa Ramadhan. Antara dalilnya:

📖 "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa." (Al-Baqarah: 183)

📕"Islam didirikan di atas lima dasar; persaksian tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan solat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan berpuasa Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa'di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 WhatsApp طريق السلف 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 telegram: http://bit.ly/thoriqussalaf

🔗 Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 2)

📚 Bab 2⃣: Syarat-Syarat Wajibnya Berpuasa Ramadhan
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹
💎 Al-Imam as-Sa'di berkata, "Berpuasa Ramadhan wajib atas setiap muslim, yang telah baligh, berakal dan mampu untuk berpuasa..."
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹

🔘 Syarat Ke-1⃣: Muslim
🔹Syarat utama diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah berstatus muslim. Seorang yang kafir tidak diwajibkan berpuasa dan tidak sah melakukannya.

📖 "Tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima infak-infak mereka selain kerana mereka kafir kepada Allah dan RasulNya. Tidaklah mereka mengerjakan solat melainkan dalam keadaan malas dan tidak (pula) mereka menginfakkan (harta mereka) melainkan dengan rasa enggan." (At-Taubah: 54)

🔘 Syarat Ke-2⃣: Baligh
🔹Syarat kedua diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah berusia baligh. Tidak ada ketentuan pembebanan syariat terhadap anak kecil yang belum baligh.

📕Dari Aisyah, Rasulullah bersabda, "Pena (pencatat amalan) diangkat dari tiga golongan; dari orang yang tidur hingga dia terbangun, dari anak kecil hingga dia dewasa (baligh), dari orang gila hingga dia berakal (sedar)." (HR Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa'i, Ibnu Majah, dan dinyatakan shahih oleh al-Hakim & al-Albani)

🔹Usia baligh pada seseorang anak boleh diketahui dengan melihat salah satu dari tanda-tanda berikut:
1⃣: Berusia genap lima belas tahun (menurut hitungan tahun Hijriah).
2⃣: Tumbuh rambut di sekitar kemaluan (meskipun usianya belum genap lima belas tahun).
3⃣: Keluar air mani kerana syahwat (meskipun usianya belum lima belas tahun), baik keluar kerana mimpi basah mahupun dalam keadaan terjaga.
4⃣: Mengalami haidh (meskipun belum berusia lima belas tahun), dan tanda ini khusus pada anak perempuan.
(Asy-Syarh al-Mumti' 6/333, al-Imam Ibnu Utsaimin)

🔘 Syarat Ke-3⃣: Berakal
🔹Syarat ketiga diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah berakal. Tidak ada ketentuan pembebanan syariat terhadap orang yang tidak berakal. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah di atas.

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa'di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 WhatsApp طريق السلف 📚
🌐 ww
w.thoriqussalaf.com
🌐 telegram: http://bit.ly/thoriqussalaf

🔗 Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 3)

📚 Bab 2⃣: Syarat-Syarat Wajibnya Berpuasa Ramadhan

🔘 Syarat Ke-4⃣: Mampu
🔹Syarat keempat diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah memiliki kemampuan. Tidak ada ketentuan pembebanan syariat terhadap orang yang tidak mampu.

📖 "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya." (Al-Baqarah: 286)

💎 Al-Imam Ibnu Utsaimin menerangkan dalam kitab asy-Syarh al-Mumti' bahawa ketidakmampuan seseorang yang menjadi uzur baginya untuk tidak berpuasa, terbahagi menjadi dua jenis:
1⃣: Jenis ketidakmampuan yang bersifat tidak tetap kerana sakit yang masih berkemungkinan sembuh. Jenis ini mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa selama uzur dan berkewajipan menggantinya dengan qadha puasa di luar Ramadhan.
2⃣: Ketidakmampuan yang bersifat tetap kerana usia lanjut atau sakit yang tidak berkemungkinan sembuh. Jenis ini mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa dan berkewajipan menggantinya dengan membayar fidyah (memberi makan fakir miskin).

🔘 Syarat Ke-5⃣: Mukim
🔹Syarat kelima diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah bermukim (tinggal menetap). Ini adalah syarat tambahan atas empat syarat yang disebutkan al-Imam as-Sa'di. Seseorang yang melakukan safar di bulan Ramadhan mendapat rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa, tetapi wajib atasnya untuk menggantinya dengan melakukan qadha puasa di luar Ramadhan.

🔘 Syarat Ke-6⃣: Tidak Ada Penghalang
🔹Syarat keenam diwajibkannya berpuasa Ramadhan atas seseorang adalah terbebas dari haidh dan nifas yang menghalangi untuk berpuasa. Syarat ini juga merupakan syarat tambahan atas empat syarat yang disebutkan al-Imam as-Sa'di. Kedua-dua syarat tambahan ini disampaikan oleh al-Imam Ibnu Utsaimin dalam kitab asy-Syarh al-Mumti' (6/335 & 340).

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa'di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 WhatsApp طريق السلف 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 telegram: http://bit.ly/thoriqussalaf

🔗 Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 4)

📚 Bab 3⃣: Ketentuan Memasuki Ramadhan
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹
💎 Al-Imam as-Sa'di berkata, "(Berpuasa Ramadhan wajib dilaksanakan) dengan berdasarkan (pada salah satu dari dua hal); adanya ru'yah hilal Ramadhan (melihat tanda awal bulan Ramadhan) atau dengan penyempurnaan Sya'ban menjadi tiga puluh hari. Rasulullah telah bersabda "Berpuasalah kalian ketika melihat hilal Ramadhan dan berbukalah kalian (mengakhiri Ramadhan) ketika melihat hilal Syawal. Namun jika hilal tertutup (tidak jelas) atas kalian, tentukanlah untuknya." (Muttafaq 'alaih)
Pada lafaz lain disebutkan, "Tentukanlah untuknya tiga puluh hari."
Pada lafaz lain disebutkan, "Sempurnakanlah jumlah Sya'ban menjadi tiga puluh hari." (HR Bukhari)
Pelaksanaan puasa Ramadhan boleh dengan dasar persaksian ru'yah hilal dari seorang yang 'adl, sedangkan untuk bulan-bulan lainnya tidak diterima persaksian ru'yah hilalnya selain dari dua orang yang 'adl."
🔹🔹🔹🔹🔷🔹🔹🔹🔹

🔘 Ru'yah Hilal Ramadhan
🔹Yang dimaksud dengan hilal adalah rembulan di fasa awal yang menandai masuknya bulan Ramadhan atau bulan lainnya. Sebab utama kewajipan berpuasa Ramadhan adalah adanya ru'yah hilal Ramadhan. Dalilnya adalah hadits-hadits yang telah disampaikan al-Imam as-Sa'di.

🔘 Penyempurnaan Sya'ban Tiga Puluh Hari
🔹Jika hilal tidak terlihat, bulan Sya'ban wajib disempurnakan menjadi tiga puluh hari. Inilah sebab kedua yang menentukan kewajipan berpuasa Ramadhan. Bulan yang didasarkan perhitungan hilal tidak mungkin lebih dari 30 hari dan tidak mungkin kurang dari 29 hari. Dalilnya:

📕"Sesungguhnya kita adalah umat yang tidak mengenal tulis menulis dan hitung menghitung. Satu bulan sejumlah ini dan sejumlah itu." Maksudnya terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari. (Mutatafaq 'alaih)

📕"...Berpuasalah kalian kerana terlihatnya hilal Ramadhan dan berbukalah (mengakhiri Ramadhan) kerana terlihatnya hilal
Syawal. Jika hilal tertutup (tidak jelas) atas kalian, tentukanlah untuknya tiga puluh hari." (HR Muslim)

🔹Umat ini tidak bersandar pada ilmu hisab dalam hal perhitungan bulan. Jadi, jika hilal benar-benar tidak terlihat di petang hari setelah berakhirnya hari ke-29 Sya'ban, ditempuhlah penyempurnaan jumlah Sya'ban menjadi tiga puluh hari.

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa'di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 WhatsApp طريق السلف 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 telegram: http://bit.ly/thoriqussalaf

🔗 Silsilah Fikih Puasa Lengkap (Bahagian 5)

📚 Bab 3⃣: Ketentuan Memasuki Ramadhan

🔘 Berita Ru'yah Hilal Dari Orang Yang 'Adl
🔹Al-'Adl secara bahasa bermakna sesuatu yang lurus. Menurut istilah syariat, ertinya orang yang melaksanakan kewajipan-kewajipan, tidak melakukan dosa besar, dan tidak terus menerus mengerjakan dosa kecil. Dengan ungkapan lain, ia adalah orang yang selamat (bersih) dari berbagai sebab kefasikan. Jadi, orang yang 'adl adalah orang yang istiqamah agamanya dan tidak fasik. (Asy-Syarh al-Mumti' 6/323-325, al-Imam Ibnu Utsaimin)

🔹Penentuan mulainya puasa Ramadhan harus berdasarkan kepada persaksian ru'yah hilal dari seorang muslim yang 'adl dan kuat penglihatannya. Orang kafir tidak memiliki sifat ini, sehingga persaksiannya tidak diterima. Demikian pula, seorang muslim yang tidak memiliki sifat 'adl kerana dia fasik, persaksiannya tidak diterima.

🔹Al-Imam asy-Syafi'i dan al-Imam Ahmad serta jumhur (majoriti) ulama berpendapat cukup persaksian satu orang muslim yang 'adl untuk ru'yah hilal Ramadhan, sedangkan untuk ru'yah hilal bulan-bulan selain Ramadhan dipersyaratkan dua orang muslim yang 'adl.

📕"Orang-orang berusaha melihat hilal. Aku (Ibnu Umar) kemudian memberitakan kepada Rasulullah bahawa aku melihatnya, lantas baginda menetapkan untuk berpuasa esoknya dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa." (HR Abu Dawud, dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Albani)

📕"Rasulullah menetapkan perintah kepada kami agar kami beribadah berdasarkan hilal yang terlihat. Namun, jika kami tidak melihatnya dan terdapat dua saksi yang 'adl yang menyaksikan hilal, kami pun beribadah berdasarkan persaksian keduanya." (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni, dishahihkan oleh ad-Daraquthni dan al-Albani)

📂 (Faedah dari Kitab Manhajus Salikin wa Taudhih al-Fiqhi fid-Din -Kitab ash-Shiyam-, karya Al-Imam Abdurrahman as-Sa'di, disyarah al-Ustadz Muhammad as-Sarbini, diterbitkan Oase Media)

Bersambung insyaAllah.

📚 WhatsApp طريق السلف 📚
🌐 www.thoriqussalaf.com
🌐 telegram: http://bit.ly/thoriqussalaf
AL-UKHUWWAH:
DI BAWAH INI JAWABAN ATAS ARTIKEL YANG DIMUAT ADMIN ASHSHIDDIIQ DI BLOGNYA



Artikel yang dimuat di blog admin ashshiddiiq



FENOMENA ILZAM(MEMAKSA INSAN AGAR IKUT MEMVONIS TABDI' PADA SESAMA AHLUS SUNNAH)FENOMENA ILZAM(MEMAKSA INSAN AGAR IKUT MEMVONIS TABDI' PADA SESAMA AHLUS SUNNAH)oleh Asy-Syaikh 'Abdul Muhsin Al-'Abbad hafizhahullahPERTANYAANWahai Syaikh, semoga Allah menjaga Anda.Dengan taufiq dari Allah kami bisa menuntut ilmu, menghadiri pembahasan Muqoddimah Shohih Muslim dengan syarhnya.Akan tetapi ada sebagian perkara yang tersamardari apa yang dijelaskan oleh Imam Muslim,diantaranya adalah perkara yang terjadi pada ikhwahyaitu ketika seorang ‘alim memberi persaksian bahwaseseorang ditabdi’(vonis sebagai ahlul bid’ah)dan terjadi ikhtilaf(perbedaan pendapat) dalam hal ini,maka mereka mengilzam manusia untuk ikut mentabdi’ orang tersebut.Kemudian ketika manusia berpaling(tidak mau ikut mentabdi’),maka mereka menghajr orang tersebut.Mereka menyangka hal tersebut termasuk manhaj salaf.Mereka menghajrpadahal aqidah mereka satu,dan manhaj mereka satu.Negeri mereka carut marut, penuh dengan kesyirikan,sihir dan tasawwuf.Maka apa petunjuk anda sebagai pemersatu kalimat?JAWABANAda sebagian manusia yang diberi taufiq oleh Allah untuk menjelaskan al haq dan berharap agar manusia mendapat hidayah.Namun janganlah dirinya memaksa insan yang lainuntuk mengikuti apa yang telah ia jelaskan dari al haq.Jangan pula ia memboikot dan menghajrketika insan yang lain tersebut tak mau mengikuti dirinya.Memaksa kemudian menghajr(dengan serampangan_Pent) dilakukan oleh Ash-Shighoor –para penuntut ilmu junior– yang berada ada di Eropa, Timur dan Barat bukanlah termasukmanhaj Salaf.Ash-Shighoortidak mengetahui ilmuagama, tapi mereka menimpakan musibah dengan melakukan tabdi’ dan hajr(boikot). Barangsiapa yang tidak mentabdi’ fulan maka ia mubtadi’ dan dia dihajr. Ini bukan thoriqoh/cara Salaf.Syaikh bin Bazz tidak melakukan yang seperti ini. Betapa banyak rudud/bantahan-bantahan yang telah beliau buat, tapi beliau sibuk dengan ilmu dan tidak meminta untuk diikuti rududnya. Beliau menjelaskan al haq. Inilah thoriqoh yang benar.Adapun yang dilakukan oleh shighortholabah yang hanya memiliki sedikit ilmu, Jika mereka bertemu saudaranya mereka berkata, “fulan mubtadi’, jika engkau tidak mentabdi’nya aku akan mentabdi’mu!Padahal dia adalah ahlussunnah dan ucapan ini dilontarkan pada seorang ahlussunnah.Yang terjadi pada Syaikh bin Bazz yang Allah telah memberikan kemanfaatn yang banyak dengan beliau- Banyak sekali rudud yang beliau buat, tapi beliau sibuk denganilmu,beliau tidak menghasung manusia untuk mentabdi’ dan mengilzamnya..”Barangsiapa yang tidak mentabdi’ maka dia mubtadi’”Hal ini tidak ada pada diri Syaikh,dan saya termasuk dari yang beradadiatas jalan beliau.

alih bahasa
@admin ashshiddiiqsumber:https://www.youtube.com/watch?v=t2iBasnFqP8&feature=youtube_gdata_player

http://ashshiddiiq.blogspot.in/2016/05/fenomena-ilzammsemaksa-insan-agar-ikut.html



🏹📌INILAH JAWABAN ATAS ARTIKEL DI ATAS



Fatwa Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad hafizhahullah

Pertanyaan:
Dia berkata-- wahai syaikh kami-- Anda kemarin menyebutkan bahwa orang yang tidak men-tabdi' (memvonis ahli bid'ah) terhadap seorang mubtadi' (ahli bid'ah) maka tidak digabungkan dengannya dan tidak pula di-ilzamkan (diharuskan) kepadanya mengikuti orang yang men-tabdi'nya namun sebagian ulama menyebutkan bahwa orang yang tidak men-tabdi' mubtadi' maka dia digabungkan dengannya. Apakah ada perbedaan dalam ucapan ini?

Jawaban:
Mubtadi'..... membuat kebid'ahan.... ya, di dalamnya ada seorang ahlul bid'ah, jelas perkaranya, jauh dari sunnah, bukan dari ahlussunnah, dan memerangi sunnah, serta sunnah di suatu lembah sedangkan mereka di lembah yang lain. Orang yang tidak men-tabdi' mereka, maka tidak diragukan lagi dia seorang ahli bid'ah. Adapun yakni orang yang terjadi di.sisi mereka kesalahan dari kalangan ahlussunnah dan terjadi di sisi mereka....yakni...suatu kesalahan atau pemahaman yang salah, maka mereka ini tidak dikatakan
bahwa mereka

seperti para mubtadi' itu dan tidak pula dikatakan orang yang tidak men-tabdi'nya akan menjadi mubtadi'. Ya.

📁http://bit.ly/Al-Ukhuwwah

وهذا كلام الشيخ عبد المحسن العباد حفظه الله :
السّؤال :

يقول شيخنا ذكرتم أمس أن من لم يبدع المبتدع لا يلحق به , و لا يلزمه أن يُتابع من بدّعه
و ذكر بعض أهل العلم أن من لم يُبَدّع المبتدع يُلْحقُ به , فهل الخلاف في هذا لفظي ؟
جواب الشّيخ :
المبتدع .. الابتداع .. نعم فيه ناس أهل بدع , واضحة أمرهم , بعيدون عن السنة و ليسوا من أهل السنة و محاربون للسنة
و السنة في واد و هم في واد آخر , هؤلاء من لا يبدّعهم لا شكّ أنّه مبتدع
أمّا يعني أناس يحصل عندهم خطأ من أهل السنة و يحصل عندهم .. يعني .. شيء من الخطأ أو فهم خاطئ
فهؤلاء لا يُقال أنهم مثل أولئك , و لا يقال أن من لم يبدّع هذا يصير مبتدع , نعم. اهـ

https://www.youtube.com/embed/urgBcF4-ThQ?vndel=watch&vndclient=mv-google&vndapp=youtube_mobile&vnddnc=1


SEPUTAR PRINSIP "BARANGSIAPA YANG TIDAK MEN-TABDI' AHLI BID'AH MAKA DIA SEORANG AHLI BID'AH PULA

📀Syaikh Rabi' bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah

Pertanyaan:
Sebagian mereka mengatakan kaidah
"Barang siapa tidak men-tabdi' mubtabdi' atau seorang mubtadi' maka dia seorang mubtadi'", tidak dikenal dari manhaj salaf. Maka apa tanggapan yang mulia atas ucapan ini?

Jawaban:
Memutlakkan atas orang yang tidak men-tabdi' maka dia seorang mubtadi' tidaklah benar karena orang tersebut terkadang tidak mengetahui mubtadi' ini dengan kebid'ahannya, sehingga dia tidak mau men-tabdi'nya. Lalu mengapa Anda men-tabdi'nya?

Adapun bila dia mengetahui seorang mubtadi', mencintainya dan berloyalitas kepadanya, maka orang ini mubtadi'.
Inilah penjelasan dalam masalah ini.
Dia mengetahui bahwa orang ini mubtadi', mendukungnya, dan memerangi ahlussunnah wal jamaah, maka orang ini mubtadi'... tidak diragukan lagi.

Adapun seseorang tidak mengetahui bahwasannya dia mubtadi', maka jangan Anda men-tabdi'nya dan memutlakkan atasnya kaidah ini.

Orang yang Anda belajar dengannya dan mengetahui bahwa dia berloyalitas terhadap mubtadi', mengambil manfaat darinya, dan memerangi ahlussunnah karenanya dan karena kebatilannya ini, inilah mubtadi' sesat.

Adapun seseorang yang tidak mengetahui bahwa orang inj mubtadi', nasehatilah dia dan jelaskan kepadanya bahwa orang itu mubtadi'. Bila dia menerima, selesai dan bila tidak, gabungkanlah dia dengan temannya yang mubtadi'.

📚Aunul Bari 2/891

http://www.sahab.net/forums/?showtopic=129297

📁http://bit.ly/Al-Ukhuwwah

حول قاعدة "من لم يُبدع المبتدع فهو مبت...
سئل العلامة الوالد ربيع بن هادي المدخلي ـ حفظه الله ـ :

بعضهم يقول : قاعدة" من لم يبدع مبتدعا، أو المبتدع فهو مبتدع" غريب عن منهج السلف ، فما هو تعليق فضيلتكم على هذا الكلام؟

فأجاب :

الإطلاق على من لم يبدِّع المبتدع فهو مبتدع فهذا ليس بصحيح، لأن هذا قد لايكون يعرف هذا ببدعته ، فلا يبدّعه تورعا ، فلماذا تُبدِّعه؟

أما إن كان يعرف المبتدع ، ويحبه ، ويواليه،فهذا مبتدع، فهذا هو الفصل في هذه القضية، يَعرف أن هذا مبتدع ويناصره ويحارب أهل السنة والجماعة هذا مبتدع .. لاشك.

أما إنسان ما عرف أنه مبتدع فلا تُبدعه ، فلا تطلق عليه هذه القاعدة ، الذي تدرُسه وتعرف أنه يوالي المبتدع وينافع عنه ويحارب أهل السنة من أجله ولأجل هذا الباطل ، هذا مبتدع ضالّ.

أما إنسان لا يعرف أن هذا مبتدع فانصحه وبيّن له أنه مبتدع ، فإن انتهى وإلا فألحقه بصاحبه المبتدع.. اهـ .

عون الباري 2 / 891..
Penuhilah Dunia Dengan Ilmu:
🔘🔘🔘
————————————————————
*🚇 APA HUKUM UCAPAN : "ALLAHUMMA BALLIGHNA RAMADHAN LA FAAQIDIIN WA LA MAFQUUDIIN"*
————————————————————
*✍🏽Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah-*

۞ 🌱صيــد الفوائــد🌱 ۞:

🔴🔴 مهم جدا🔴🔴

ما حكم قول: "اللهم بلغنا رمضان لا فاقدين وﻻ مفقودين" ؟

ان كان القصد بقاء العمر لصيام رمضان باكمله فالأولى أن يدعو ب "اللهم سلمنا لرمضان وسلم رمضان لنا وتسلمه منا متقبلا يا رب العالمين"


و عبارة ﻻفاقدين ولا مفقودين ماتجوز فيها تعدي على حكم الله* والموت حق على العباد
وهي عبارة ما سمعنا بها عند السلف وﻻ في الاثر وكأن الإنسان يرفض أن يموت اويموت أحد يحبه.

العلامة ابن عثيمين رحمه الله



*🅾 PERTANYAAN:*

Apa hukum ungkapan "Ya Allah sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan tanpa kehilangan (orang yang dicintai) dan dirindukan (seorang yg mencintai)"?



*📇 JAWABAN:*

Jika maksudnya agar usianya masih ada untuk melaksanakan puasa Ramadhan dengan sempurna maka yang lebih utama ia berdoa dengan:

"اللهم سلمنا لرمضان وسلم رمضان لنا وتسلمه منا متقبلا يا رب العالمين"

"Ya Allah selamatkanlah kami untuk (bertemu) Ramadhan dan jadikanlah Ramadhan keselamatan bagi kami serta terimalah Ramadhan dari kami dengan pengabulan wahai Rabbul 'alamiin."

Dan ungkapan "لا فاقدين ولا مفقودين" ini TIDAK BOLEH. Padanya terdapat perbuatan melampaui batas terhadap hukum Allah. Adapun kematian adalah suatu yang pasti atas hamba..

Dan ungkapan itu kami TIDAK pernah mendengarnya dari salaf, tidak pula di dalam atsar. Seolah-olah ia MENOLAK untuk dia mati atau mati salah seorang yang ia cintai.



📇 Sumber:
🌱 صــيـد الــفــوائــد الــســلــفــيـة 🌱

ـــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
【 مجموعـــــة توزيع الفـــــــوائد 】
💾 *Channel Telegram:*
👉🏽bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF]
🏀 *www.alfawaaid.net*

🌐 WhatsApp Salafy Tegal
💻 Telegram Salafy Tegal 🔛 http://tlgrm.me/SalafyTegal
Manhajul Anbiya:
🔭1⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulama - Kerajaan Saudi 'Arabia

🏫💺Setelah Majelis mempelajari berbagai ketetapan, arahan, fatwa, dan pendapat terkait dengan masalah ini, dan setelah meninjau ulang pembahasan sebelumnya yang telah disiapkan oleh Al-Lajnah ad-Da`imah Li al-Buhuts al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komisi Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa) tentang Penyatuan Awal Bulan Qamariyyah, serta menelaah ketetapan yang dikeluarkan oleh Hai`ah pada Daurah II no. 2 tanggal 13 – 2 – 1393 H, dan setelah mendiskusikan semuanya, maka majelis menetapkan sebagai berikut:

1⃣ Pertama: Bahwa yang dimaksud dengan hisab dan perbintangan di sini adalah pengetahuan tentang benda-benda langit dan peredarannya, perhitungan atas perjalan Matahari dan Bulan, serta penentuan waktu dengannya, seperti waktu terbit Matahari, waktu Matahari berada di tengah, waktu tenggelamnya, waktu ijtima’ (konjungsi) Matahari – Bulan dan waktu terpisahnya, serta waktu gerhana Matahari dan gerhana Bulan. Ilmu tersebut adalah ilmu yang dikenal dengan Hisab at-Tasyiir (astronomi, pen)

Bukanlah yang dimaksud dengan ilmu perbintangan di sini adalah berdalil dengan peredaran benda-benda langit atas berbagai kejadian di muka Bumi (Astrology, pen), seperti petanda akan lahirnya orang besar atau wafatnya, atau petanda akan datangnya bencana besar, atau petanda kebahagian dan keberuntungan, atau yang semisalnya yang mengaitkan kejadian-kejadian di muka bumi dengan benda-benda langit, untuk mengetahui waktu kejadian atau pengaruhnya. Semuanya itu merupakan perkara-perkara ghaib. Tidak ada yang mengetahui perkara ghaib tersebut kecuali Allah Ta'ala. Dengan uraian ini, maka jelaslah masalah yang akan dibahas.

📎📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
💻 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

~~~~~~~~~~~~~~~~~

🔭2⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulama - Kerajaan Saudi 'Arabia

2⃣ Kedua: Bahwa semata-mata kelahiran "Bulan baru" *) BELUM memenuhi kriteria syar’i untuk penetapan awal dan akhir bulan-bulan qamariyah, selama tidak ada ru`yah yang syar’i.
👉 Hal ini berdasarkan ijma’ (konsensus/kesepakatan para ‘ulama). Ini terkait dengan penentuan waktu ibadah. Barang siapa pada masa ini yang menyelisihi hal tersebut, maka ia telah didahului oleh ijma’ para ‘ulama sebelumnya.
---------------------
catatan kaki (dari penerjemah) :
*) "Bulan baru" terjadi sesaat setelah konjungsi/ijtima' Matahari - Bulan. Tentu saja peristiwa ini tidak bisa diru`yah.
👎 Namun peristiwa inilah yang dijadikan acuan oleh para ahli hisab.
💥 Agar sesuai dengan kriteria syar’i -menurut anggapan mereka- maka ditambahkan beberapa kriteria lain. Dalam menetapkan kriteria-kriteria tersebut para ahli hisab berselisih dalam berbagai kelompok, antara lain:
🚫– Ijtima’ Qablal Ghurub, bahwa untuk menyatakan esok hari sebagai awal bulan harus terjadi ijtima’ sebelum tenggelamnya Matahari.
🚫– Wujudul Hilal, yang menyatakan bahwa ijtima’ qablal ghurub saja tidak cukup, tapi harus ditambahkan kriteria bahwa ketika Matahari tenggelam, Bulan masih di atas ufuk, berapa pun ketinggiannya.
🚫 – Imkanur Ru`yah, yang menyatakan bahwa wujudul hilal saja tidak cukup, tapi harus menentukan ketinggian minimum agar hilal yang memungkinkan untuk diru`yah di samping faktor-faktor lainnya. Maka mereka pun juga berselisih dalam menentukannya.

📎📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
💻 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

~~~~~~~~~~~~~~~~~

🔭3⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulam
a - Kerajaan Saudi 'Arabia

3⃣ Ketiga: 🌇 Bahwa dalam kondisi cerah pada malam ke-30, ru`yatul hilal SATU-SATUNYA YANG DIJADIKAN LANDASAN (secara syar’i) untuk penetapan awal dan akhir bulan-bulan qamariyah, terkait dengan penentuan waktu ibadah.
🌌 Bila al-hilal tidak terlihat (pada malam itu) maka para ‘ulama sepakat menggenapkan bilangan (bulan sebelumnya) menjadi 30 hari.
Adapun jika langit mendung pada malam ke-30 tersebut, maka mayoritas ‘ulama berpendapat menyempurnakan bilangan (bulan sebelumnya) menjadi 30 hari, berdasarkan hadits:
“Bila (al-hilal) terhalangi atas kalian, maka sempurnakanlah bilangan (bulan sebelumnya) menjadi 30 hari.” HR. al-Bukhari 1907

Hadits ini merupakan tafsir atas riwayat lainnya yang berlafazh:
فَاقْدُرُوْالَهُ
“Maka perkirakanlah.” HR. al-Bukhari 1906, Muslim 1080.

📚 Al-Imam Ahmad rahimahullah - dalam riwayat lain dari beliau *) – dan sebagian ‘ulama berpendapat bahwa dalam situasi mendung, bulan Sya’ban dijadikan 29 hari saja dalam rangka berhati-hati untuk bulan Ramadhan. Mereka menafsirkan riwayat (فاقدروا له ) “Maka perkirakanlah.” dengan makna “Persempitlah”, berdasarkan firman Allah Ta'ala :
“Barangsiapa yang ditentukan atasnya rezkinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.” (Ath-Thalaq: 7)
(Ditentukan) yakni: ‘disempitkan’ rezkinya.

Penafsiran ini TERTOLAK dengan riwayat hadits lainnya yang tegas dan jelas dengan lafazh:
فَاقْدُرُوْالَهُ ثَلَاثِيْنَ
“Maka tentukanlah bilangannya menjadi 30 (hari).” HR. Muslim 1080

Dalam riwayat lain dengan lafazh:
فَأَكْمِلُوْاعِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ
“Maka sempurnakanlah bilangan (bulan) Sya’ban menjadi 30 hari." HR. al-Bukhari 1909

An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam syarh (penjelasan) beliau terhadap kitab Shahih Muslim,yaitu pada hadits:
فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوْالَهُ
“Jika (al-hilal) terhalangi atas kalian maka perkirakanlah.”
Pendapat dari Ibnu Juraij dan beberapa ‘ulama lainnya, di antaranya Mutharrif bin ‘Abdillah – yaitu Ibnu Asy-Syakhir- Ibnu Qutaibah dan lainnya, yang memperhitungkan perkataan para ahli astronomi (ahli hisab) untuk penetapan awal dan akhir bulan-bulan qamariyah, yakni ketika langit mendung.
Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan: “Telah diriwayatkan dari Mutharrif bin Asy-Syakhir, namun RIWAYATNYA TIDAK SAH, kalaupun sah maka tidak boleh mengikuti pendapat beliau tersebut, karena ketidakbenaran pendapat beliau dalam masalah ini dan menyelisihi hujjah (dalil).”
Kemudian beliau (Ibnu 'Abdil Barr, pen) menyebutkan dari Ibnu Qutaibah seperti pendapat tersebut, lalu beliau mengatakan: “Ini bukan bidangnya Ibnu Qutaibah, dan beliau tidak bisa dijadikan rujukan dalam bidang seperti ini.”
Berikutnya beliau juga menyebutkan dari Khuwaiz Mindad bahwa dia menukilkan dari al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah, lalu al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr pun mengatakan: “Riwayat yang sah dari beliau (asy-Syafi’i) dalam kitab-kitab beliau dan yang ada para murid-murid beliau, dan mayoritas ‘ulama, adalah berbeda dengan itu.**)” – sekian-

Dengan ini jelaslah, bahwa letak perbedaan pendapat di antara para fuqaha’ adalah ketika kondisi mendung dan yang semakna.***) Itu semuanya kaitannya dengan penentuan waktu-waktu ibadah.
Adapun dalam masalah muamalah, maka silakan manusia menentukan waktu berdasarkan pedoman yang mereka kehendaki.

-----------------
catatan kaki (dari penerjemah) :
*) Perhatian!: Telah dinisbahkan kepada al-Imam Ahmad rahimahullah pendapat wajibnya bershaum pada tanggal 30 Sya’ban jika pada malamnya hilal terhalangi oleh mendung dan semisalnya. Hal ini telah dibantah, sebagaimana terdapat dalam Kitab al-Mughni di mana Ibnu Qudamah rahimahullah menukilkan perkataan al-Imam Ahmad : “Tidaklah wajib shiyam dan tidak pula masuk pada rangkaian Ibadah Shiyam Ramadhan jika seseorang shaum pada hari itu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Tidak boleh shaum di hari itu dan ini adalah madzhabnya al-Imam Ahmad“.

**) Artinya tidak

**) Artinya tidak benar jika pendapat merujuk kepada ahli hisab dalam kondisi mendung tersebut dinisbahkan kep
ada al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Justru pendapat beliau, sebagaimana ada dalam kitab-kitab beliau dan pada murid-murid beliau, adalah sebagaimana pendapat mayoritas ‘ulama, yaitu: bersandar pada ru`yatul hilal, apabila mendung/hilal tidak terlihat maka menggenapkan bilangan bulan menjadi 30 hari.

***) Itu pun pendapat yang menyatakan merujuk pada ahli hisab pada kondisi mendung tertolak, karena jelas-jelas menyelisihi nash/dalil yang jelas dan tegas, sebagaimana dijelaskan di atas.

📎📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
💻 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

~~~~~~~~~~~~~~~~~

🔭4⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulama - Kerajaan Saudi 'Arabia


4⃣ Keempat: Bahwa yang menjadi landasan syar’i untuk penetapan bulan-bulan qamariyah adalah ru`yatul hilal saja, TIDAK dengan hisab peredaran Matahari dan Bulan, karena alasan-alasan berikut:

🔹 a. Nabi shallallahu alaihi wa sallam MEMERINTAHKAN melaksanakan shaum BERDASARKAN RU'YATUL HILAL, demikian juga ber’idul fitri berdasarkan ru`yatul hilal dalam sabda beliau shallallahu alaihi wa sallam :

صُوْمُوْالِرُؤْيَتِهِ،وَأَفْطِرُوْالِرُؤْيَتِهِ
“Bershaumlah kalian berdasarkan ru`yatul hilal dan ber’idul fitrilah kalian berdasarkan ru`yatul hilal.” HR. al-Bukhari 1909, Muslim 1081.

🔭 Bahkan beliau shallallahu alaihi wa sallam MEMBATASI HANYA DENGAN ru`yatul hilal dalam sabda beliau :

لَاتَصُوْمُوْاحَتَّى تَرَوْهُ، وَلَاتُفْطِرُوْاحَتَّى تَرَوْهُ
“Janganlah kalian bershaum sampai kalian melihatnya (al-hilal), dan janganlah kalian ber’idulfitri sampai kalian melihatnya.” HR. al-Bukhari 1906, Muslim 1080.

Beliau shallallahu alaihi wa sallam MEMERINTAHKAN kaum muslimin jika cuaca mendung pada malam ke-30 untuk MENYEMPURNAKAN bilangan (bulan sebelumnya), dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam sama sekali TIDAK memerintahkan untuk merujuk kepada ahli astronomi (ahli hisab).
💥 Kalau seandainya perkataan mereka (ahli hisab) merupakan landasan hukum yang tersendiri, atau landasan hukum lainnya dalam penetapan bulan qamariyah, niscaya Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk merujuk kepada mereka.
👉 Maka hal ini menunjukkan bahwa tidak ada yang bisa dijadikan landasan secara syar’i untuk penetapan bulan qamariyah kecuali :
🌙 ru`yatul hilal, atau
🔑 dengan menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari.
Ini merupakan syari’at yang terus berlaku hingga Hari Kiamat, dan tidaklah Rabbmu lupa.

📊🔢 Adapun klaim yang menyatakan bahwa “ru`yah” pada hadits tersebut yang dimaksud adalah ilmu atau dugaan kuat akan wujudul hilal atau imkanur ru`yah, bukan merupakan ibadah dengan aktivitas ru`yah; maka KLAIM tersebut TERTOLAK/TERBANTAH.
Karena kata “ru`yah” pada hadits tersebut mengenai atau bekerja pada satu objek saja (yaitu pada kata al-hilalsaja). Sehingga maknanya adalah:
🔬🔭 ru`yah bashariyyah (ru`yah dengan mata)
bukan ru`yah ‘ilmiyah (ru`yah dengan ilmu).*)

Dan karena para shahabat memahami bahwa ru`yah tersebut adalah dengan mata, sementara mereka (para shahabat) adalah orang yang paling mengerti tentang bahasa ‘Arab dan maksud-maksud syari’at. Demikian pulalah berlangsungnya praktek amaliah pada masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan pada masa mereka (para shahabat). Mereka sama sekali tidak merujuk kepada para ahli astronomi (ahli hisab) untuk penentuan waktu ibadah.

📩 Tidak benar pula kalau dikatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam ketika bersabda: “Apabila (al-hilal) terhalangi atas kalian, maka perkirakanlah.” Maksud beliau shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk memperhitungkan tempat-tempat peredaran Bulan, supaya kita mempelajari ilmu hisab untuk menentukan awal dan akhir bulan qamariyah.
Karena riwayat tersebut telah ditafsirkan oleh riwayat: “maka hitunglah menjadi 30,” dan riwayat-riwayat lain yang semakna. Padahal mereka yang mend
ung-dengungkan misi penyatuan awal bulan qamariyah berpendapat untuk berpegang pada ilmu hisab baik dalam kondisi cerah maupun mendung. Sementara dalam hadits tersebut hanya khusus kalau situasi mendung saja.**)

🔸 b.👍 Bahwa mengaitkan penetapan bulan-bulan qamariyah dengan ru`yatul hilal SANGAT SESUAI sesuai dengan misi syari’at yang mudah. Karena ru`yatul hilal sifatnya umum dan menyeluruh, mudah bagi mayoritas manusia.
👎 Berbeda kalau seandainya mengaitkannya dengan hisab, maka yang demikian akan menyebabkan kesulitan yang bertentangan dengan misi syari’at. Dan klaim bahwa sifat ummi dalam bidang ilmu perbintangan telah hilang dari umat ini, kalaupun itu kita terima, maka yang demikian tidak bisa mengubah ketetapan syari’at dalam masalah tersebut.

🔹 c. Bahwa para ‘ulama umat, pada m

🔹 c. Bahwa para 'ulama umat, pada masa-masa awal Islam, telah ber-ijma’ (berkonsensus/bersepakat) untuk hanya berlandaskan pada ru`yatul hilal dalam penetapan bulan qamariyah, TIDAK DENGAN HISAB.
Tidak pernah ada seorangpun dari mereka yang berpegang pada hisab ketika kondisi mendung atau semisalnya.
👉 Adapun dalam kondisi mendung, maka tidak ada seorang pun dari para ‘ulama yang beralih pada hisab untuk menetapkan hilal, atau mengaitkan hukum umum dengan berlandaskan hisab.
-----------------------
catatan kaki (dari penerjemah) :
*) Dalam bahasa ‘arab, kata ru`yah jika mengenai dua objek, bisa bermakna ru`yah ‘ilmiyyah. Misalnya:
رَأَيْتُ هَذَا الأَمْرَ خَيْرًا
“Saya melihat perkara ini baik.”

Kata ru`yah pada kalimat tersebut mengenai dua objek, maka maknanya ru`yah ‘ilmiyyah.

**) Maksudnya kalau mereka konsekuen berpegang dengan riwayat “maka perkirakanlah” maka mestinya mereka menggunakan hisab falaki hanya pada situasi mendung saja, karena memang haditsnya khusus berbicara pada kondisi mendung saja. Adapun ketika cuaca cerah, maka mestinya tidak menggunakan hisab.
👉 Namun faktanya, mereka tetap berpegang pada ilmu hisab dalam semua kondisi, baik situasi cerah maupun mendung.

📎📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
💻 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net

~~~~~~~~~~~~~~~~~

🔭5⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulama - Kerajaan Saudi 'Arabia

5⃣ Kelima: Perhitungan waktu setelah tenggelamnya Matahari agar memungkin terlihatnya al-Hilal -kalau tidak ada penghalang- merupakan perkara yang bersifat perkiraan dan ijtihadiyah, yang pendapat para ahli hisab berbeda-beda.*) Demikian juga dalam menentukan faktor-faktor penghalang.
👎🏻💨 Sehingga berpegang pada hisab untuk penentuan waktu-waktu ibadah tidak bisa merealisasikan persatuan yang selama ini terus didengung-dengungkan.**)
👍🏻🌙 Oleh karena itulah syari’at menetapkan bahwa hanya ru`yatul hilal sajalah sebagai landasan, tidak dengan hisab.
-----------------
catatan kaki (dari penerjemah)
*) Sehingga di kalangan ahli hisab, muncul berbagai kriteria.
Ada kriteria wujudul hilal yang mempersyaratkan hanya wujudnya hilal di atas ufuk, beberapa pun ketinggiannya.
Ada juga kriteria Imkanur Ru`yah yang mempersyaratkan ketinggian tertentu. yang syarat tersebut saling berbeda, ada yang mencukupkan 2 derajat, ada yang 4 derajat, 7 derajat, bahkan ada yang sampai 12 derajat.

**) Demikianlah faktanya. Sama-sama berpegang pada hisab, belum tentu hasilnya sama. Karena tergantung kriteria apa yang dijadikan pegangan. Beda kriteria beda hasil. Bukan berbeda hasil hitungannya, tapi berbeda dalam mengaplikasikan hasil hitungan tersebut.

🔗📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
🖥 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net
🔰DiPublikasikan oleh:
🌐 WhatsApp Salafy Tegal
💻 Telegram Salafy Tegal 🔛 http://tlg
rm.me/SalafyTegal

~~~~~~~~~~~~~~~~~
📘PENGHAFAL AL-QUR’AN DULU VS PENGHAFAL AL-QUR’AN SEKARANG

⬜️◻️⬜️

قال ابن مسعود رضي الله عنه: ” إنا صعب علينا حفظ القرآن وسهل علينا العمل به، وإن من بعدنا يسهل عليهم حفظ القرآن ويصعب عليهم العمل به ”

📚الكلام الطيب

********

📊Abdullah Ibnu Mas’ud Radiyallohu anhu berkata :

📋 Sesungguhnya kami adalah orang yang susah untuk menghafal Al Qur’an, namun kami mudah mengamalkan apa yang ada di dalam Al Qur’an

👎Adapun setelah kami {zaman sekarang,,, pent} orang begitu mudah menghafalkan Al Qur’an, namun mereka susah untuk mengamalkannya.

📚Al Kalamu Thoyyib

~~••••~~~~~~~~~~

🔎Salafy Tegal🔍

🌎 http://bit.ly/SalafyTegal 🌏

🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱🌱
Manhajul Anbiya:
🔭6⃣ HUKUM BERPEGANG PADA HISAB FALAKI UNTUK PENENTUAN WAKTU IBADAH
-------------------
🌠 Hai'ah Kibaril 'Ulama - Kerajaan Saudi 'Arabia


6⃣ Keenam: Tidak benar menentukan mathla’ satu negara atau negeri tertentu saja – Makkah misalnya- sebagai acuan ru`yatul hilal. Karena hal itu konsekuensinya meskipun ru`yatul hilal berhasil di negeri lain, penduduknya tetap tidak wajib bershaum selama di negeri yang menjadi acuan mathla belum terlihat al-hilal.

7⃣ Ketujuh: Lemahnya dalil-dalil orang-orang yang berpegang pada perkataan para ahli astronomi (ahli hisab) untuk penetapan bulan-bulan qamariyah.

🔀 Hal ini akan jelas dengan menyebutkan dalil-dalil mereka dan bantahannya:

🌾 a. Mereka (para ahli hisab) mengatakan: Allah telah memberitakan bahwa Dia menentukan perjalanan Matahari dan Bulan dengan perhitungan yang sangat teliti. Dia menjadikan keduanya (Matahari dan Bulan) sebagai dua ayat, dan menentukan posisi-posisinya, dalam rangka kita mengambil pelajaran dan mengetahui bilangan tahun dan hisab. Jika sekelompok orang sudah tahu secara pasti dengan ilmu hisab bahwa hilal telah wujud setelah tenggelamnya Matahari para hari ke-29, meskipun tidak mungkin untuk diru`yah atau hilal telah wujud dan memungkikan untuk diru`yah kalau tidak ada penghalang, dan sejumlah orang dari mereka mengabarkan kepada kita -dan jumlah mereka telah mencapai mutawatir– maka wajib untuk menerima berita mereka. Karena beritanya tersebut ditegakkan di atas keyakinan, dan mustahil para pemberi berita tersebut berdusta karena jumlahnya yang telah mencapai derajat mutawatir. Kalaupun jumlahnya belum mencapai mutawatir, namun mereka orang-orang yang adil, maka berita mereka menunjukkan pada dugaan kuat. Yang demikian sudah cukup untuk menegakkan hukum-hukum ibadah di atasnya.

🔥 Bantahan:
🌕 Fakta bahwa Matahari dan Bulan sebagai ayat untuk bisa diambil ‘ibrah darinya, direnungkan kondisinya yang menunjukkan pada Penciptanya dan Yang menjalankannya dengan aturan yang sangat cermat tidak ada kekurangan ataupun kekacauan sedikitpun padanya, serta menetapkan sifat kemulian dan kesempurnaan untuk Allah Ta'ala, ini merupakan sesuatu yang tidak diragukan lagi.
👉 Adapun berdalil dengan hisab perjalanan Matahari dan Bulan untuk penentuan waktu-waktu ibadah, maka yang demikian tidak bisa diterima.
🔑 Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam –beliau adalah orang yang paling tahu dan paling mengerti tentang tafsir Al-Qur’an- sama sekali tidak mengaitkan masuk dan keluarnya bulan-bulan qamariyah dengan ilmu hisab. Namun beliau mengaitkannya dengan
🔸 ru`yatul hilal, atau
🔸 menyempurnakan bilangan bulan ketika dalam kondisi mendung.
Maka wajib untuk mencukupkan dengannya.

Inilah yang selaras dengan keluwesan dan kemudahan syari’at, di samping padanya (ru`yatul hilal) lebih cermat dan lebih tepat.

🔂 Berbeda halnya dengan perhitugan peredaran bintang, maka perkaranya tersembunyi, tidak ada yang mengetahuinya kecuali segelintir orang saja. Maka yang seperti ini tidak bisa ditegakkan di atasnya hukum-hukum ibadah.

📎📩 bersambung, insya Allah

Sumber :
💻 http://www.manhajul-anbiya.net/hukum-berpegang-pada-hisab-falaki-untuk-penentuan-waktu-ibadah/

•••••••••••••••••••••
🌠📝📡 Majmu'ah Manhajul Anbiya
📟 Join Telegram https://tlgrm.me/ManhajulAnbiya
💻 Situs Resmi http://www.manhajul-anbiya.net
🔰DiTeruskan oleh:
🌐 WhatsApp Salafy Tegal
📲 Telegram Salafy Tegal 🔛 http://tlgrm.me/SalafyTegal

~~~~~~~~~~~~~~~~~
🌙 NASEHAT MENYAMBUT DATANGNYA RAMADHAN (1)

asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

"Nasehatku kepada kaum muslimin semuanya untuk BERTAQWA kepada Allah — Jalla wa 'Ala — , dan
🎗 menyambut bulan yang agung ini dengan TAUBAT yang jujur dari segala dosa.
dan hendaknya mereka mendalami ilmu agama, mempelajari hukum-hukum puasa dan hukum-hukum qiyamu Ramadhan."

نصيحتي للمسلمين جميعاً أن يتقوا الله جل وعلا، وأن يستقبلوا شهرهم العظيم بتوبة صادقة من جميع الذنوب، وان يتفقهوا في دينهم وأن يتعلموا أحكام صومهم وأحكام قيامهم

🌙 NASEHAT MENYAMBUT DATANGNYA RAMADHAN (2)

asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

"Jadi wasiat untuk seluruh kaum muslimin untuk :
bertaqwa kepada Allah,
hendaknya mereka menjaga puasanya dan melindunginya dari kemaksiatan-kemaksiatan.
Disyari'atkan untuk mereka bersungguh-sungguh dalam kebiakan dan berlomba-lomba dalam ketaatan, berupa : shadaqah, memperbanyak membaca al-Qur'an, tasbih, tahlil, tahmid, takbir, dan istighfar.
Karena ini adalah bulan al-Qur'an. Allah Ta'ala berfirman,

 ( شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآن ).
"Bulan Ramadhan adalah bulan yang diturunkan padanya al-Qur'an." [ al-Baqarah : 285 ]

فالوصية لجميع المسلمين أن يتقوا الله وان يحفظوا صومهم وأن يصونوه من جميع المعاصي، ويشرع لهم الاجتهاد في الخيرات والمسابقة إلى الطاعات من الصدقات والإكثار من قراءة القرآن والتسبيح والتهليل والتحميد والتكبير والاستغفار؛ لأن هذا شهر القرآن:  ( شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآن ).

🌺 NASEHAT MENYAMBUT DATANGNYA RAMADHAN (3)

asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

"Disyari'atkan bagi kaum mukminin berusaha serius untuk membaca al-Qur'an. Disukai bagi kaum pria dan wanita memperbanyak membaca al-Qur'an, baik pada siang hari maupun malam hari. Setiap satu huruf akan mendapatkan satu hasanah (kebaikan). Setiap satu hasanah akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipatnya, sebagaimana terdapat penjelasannya dari Nabi — shallallahu 'alaihi wa sallam —

Juga harus WASPADA dari berbagai kejelekan dan kemaksiatan.

🌳 Disertai adanya saling berwasiat dengan kebenaran, saling memberi nasehat, dan amar ma'ruf nahi munkar.

فيشرع للمؤمنين الاجتهاد في قراءة القرآن، فيستحب للرجال والنساء الإكثار من قراءة القرآن ليلاً ونهاراً، وكل حرف بحسنة والحسنة بعشر أمثالها كما جاء ذلك عن النبي صلى الله عليه وسلم، مع الحذر من جميع السيئات والمعاصي، مع التواصي بالحق والتناصح والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر. 

🌷🎯 NASEHAT MENYAMBUT DATANGNYA RAMADHAN (4)

🛍 asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

"Ramadhan adalah bulan yang mulia. Padanya amal-amal dilipatgandakan, kejelekan juga menjadi besar (nilainya).
💐 Maka wajib atas setiap mukmin untuk bersungguh-sungguh dalam melaksanakan apa yang Allah wajibkan atasnya dan waspada dari apa yang Allah haramkan atasnya. Hendaknya perhatian dia terhadap Ramadhan LEBIH BESAR dan LEBIH BANYAK."

فهو شهر عظيم تضاعف فيه الأعمال، وتعظم فيه السيئات، فالواجب على المؤمن أن يجتهد في أداء ما فرض الله عليه وأن يحذر ما حرم الله عليه، وأن تكون عنايته في رمضان أكثر واعظ

🏞🌅 NASEHAT MENYAMBUT DATANGNYA RAMADHAN (5)

🛍 asy-Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Baz rahimahullah berkata,

🍚📨 "... Sebagaimana disyari'atkan pula serius dalam amal-amal kebaikan berupa
shadaqah,
menjenguk orang sakit,
mengiringi jenazah,
silaturrahmi,
memperbanyak qiro'ah,
memperbanyak dzikir, tasbih, tahlil, istighfar, do'a, dan
berbagai bentuk amal kebaikan lainnya. Dengan mengharap pahala dari Allah dan takut akan adzab-Nya.

🕋 Kita mohon kepada Allah memberikan taufiq kaum muslimin kepada apa yang Dia ridhai. Kita memohon kepada Allah agar menyampaikan kita dan segenap kaum muslimin kepada puasa dan menegakkan qiyamullail pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan ihtisab (mengharap pahala).

🕌 Kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan kepada kita dan seluruh kaum muslimin di semua tempat fiqh (pemahaman yang mendalam) terhadap ilmu agama dan istiqomah di atasnya, serta selamat dari sebab-sebab kemurkaan dan adzab Allah.

🌠 Sebagaimana pula aku meminta kepada-Nya agar memberikan taufiq kepada semu